Anda di halaman 1dari 47

Laporan Kasus

KOLELITIASIS

Oleh:

Rani Ditafitri
1911901079

Pembimbing:
dr. Dharma Yogara,
Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ABDURRAB

RSUD KOTA DUMAI

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus
yang berjudul “Kolelitiasis” yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti
kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Bedah RSUD Kota Dumai.

Penulis berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing dr.


Dharma Yogara, Sp.B atas bimbingannya selama berlangsungnya Pendidikan di
bagian Ilmu Bedah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat
banyak kekurangan serta jauh dari kesempurnaan akibat keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala
kekurangan serta diharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka
perbaikan penulisan laporan kasus. Semoga ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak
demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Dumai, Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2

2.1 KOLELITIASIS.............................................................................................2

2.1.1 Anatomi..........................................................................................................2

2.1.2 Fisiologi.........................................................................................................4

2.1.3 Definisi...........................................................................................................9

2.1.4 Epidemiologi..................................................................................................10

2.1.5 Faktor Risiko..................................................................................................11

2.1.6 Etiologi dan Patofisiologi...............................................................................12

2.1.7 Manifestasi Klinis..........................................................................................15

2.1.8 Diagnosis........................................................................................................16

2.1.9 Diagnosis Banding….....................................................................................18

2.1.10 Tatalaksana...................................................................................................18

2.1.11 Komplikasi...................................................................................................21

2.1.12 Prognosis......................................................................................................23

BAB III STATUS PASIEN...................................................................................24

BAB IV ANALISA KASUS..................................................................................33

BAB V KESIMPULAN.........................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung


empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut
koledokolitiasis.

Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan


bila batu menyumbat ductus sistikus atau ductus koledokus. Oleh karena itu
gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau
jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti.


Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi
untuk tujuan yang lain.

Dengan perkembangan peralatan dan Teknik diagnosis yang baru USG,


maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini
sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya
peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi
morbiditas dan mortalitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOLELITIASIS

2.1.1 Anatomi

a. Vesika Fellea

Kandung empedu (Vesika Fellea) adalah kantong berbentuk buah


avokad yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang sekitar
4- 6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu tertutup seluruhnya
oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak
terfiksasi kepermukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung
empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian
infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar,
dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi
ujung rawan kosta IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan
visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan
sebagai ductus sistikus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu
dengan sisi kanan ductus hepaticus komunis membentuk ductus koledokus.
b. Ductus

Ductus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3mm.


Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral
Heister, yang memudahkan cairan empedu masuk kedalam kandung
empedu, tetapi menahan aliran keluarnya. Saluran empedu ekstrahepatik
terletak didalam ligamentum hepatoduodenale yang batas atasnya porta
hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla vater. Bagian hulu
saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang
disebut kanalikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu
melalui ductus interlobaris keduktus lobaris dan selanjutnya keduktus
hepatikus di hilus.

Panjang ductus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4


cm. panjang ductus hepaticus komunis sangat bervariasi, bergantung pada
letak muara ductus sistikus. Ductus koledokus berjalan di belakang
duodenum menembus jaringan pancreas dan dinding duodenum membentuk
papilla Vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung
distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu
kedalam duodenum. Ductus pankreatikus umumnya bermuara ditempat
yang sama oleh ductus koledokus didalam papilla Vater, tetapi dapat juga
berpisah.
c. Perdarahan

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica, cabang a.


hepatica kanan. V. Cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena
porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena-vena juga berjalan antara
hati dan kandung empedu.
d. Pembuluh Limfe dan Persarafan

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang


terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a.hepatica menuju
ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal
dari plexus coeliacus.
2.1.2 Fisiologi

a. Sekresi Empedu
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam
kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang
terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari
hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya
membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum
mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus
sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum
disalurkan ke duodenum.
Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu:

 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan


absorpsi lemak karena asam empedu yang melakukan dua hal
antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-
partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil
dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas. Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk
akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.
 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin,
suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan
kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

b. Penyimpanan dan Pemekatan Empedu


Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml
per hari. Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel
hati disimpan dalam kandung empedu sampai diperlukan di
duodenum. Volume maksimal kandung empedu hanya 30-60 ml.
Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar
450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium,
klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus
menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, memekatkan
zat-zat empedu lainnya, termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin,
dan bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini disebabkan oleh transpor aktif
natrium melalui epitel kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh
absorpsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terlarut
lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat
dengan cara ini, sampai maksimal 20 kali lipat.

c. Pengosongan Kandung Empedu


Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi
empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter
koledokus. Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan
pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan
masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa
duodenum, kemudian masuk kedalam darah dan menyebabkan
kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang
terletak pada ujung distal duktus koledokus dan sfingter Oddi
mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang
kental ke dalam duodenum.

Proses koordinasi aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:

a. Hormonal:

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum


akan merangsang mukosa sehingga hormon kolesistokinin akan
terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam
kontraksi kandung empedu.

b. Neurogen:

 Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari


sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal
akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

 Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke


duodenum dan mengenai sfingter oddi. Sehingga pada keadaan
dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap
keluar walaupun sedikit.

Secara normal pengosongan kandung empedu secara menyeluruh


berlangsung selama sekitar 1 jam. Pengosongan empedu yang lambat
akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran
penting dalam perkembangan inti batu (3).
Gambar 2a. Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke
kandung empedu. 2b. Relaksasi sfingter Oddi dan pengosongan
kandung empedu.

d. Komposisi Cairan Empedu

Tabel. 1 Komposisi Empedu

Komponen Empedu Hati Empedu Kandung

Empedu
Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl
Garam Empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl
Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3-0,9 gr/dl
Asam Lemak 0,12 gr/dl 0,3-1,2 gr/dl
Lecithin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Na⁺ 145 mEq/L 130 mEq/L
K⁺ 5 mEq/L 12 mEq/L
Ca⁺⁺ 5 mEq/L 23 mEq/L
Cl ˉ 100 mEq/L 25 mEq/L
HCO₃ˉ 28 mEq/L 10 mEq/L

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)


cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.
e. Garam Empedu

Fungsi garam empedu adalah:

 Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat


dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah
menjadi partikel – pertikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
 Membantu absorbs asam lemak, monoglyceride, kolesterol dan vitamin
yang terlarut dalam lemak.
Prekusor dari garam empedu adalah kolesterol. Garam empedu yang
masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi
deoxycholate dan lithocholat. Sebagian besar (90%) garam empedu dalam
lumen usus akan diabsorbsi Kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya
akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam
empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ileum. Sehingga bila ada
gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi
maka absorbs garam empedu terganggu.

f. Bilirubin

Bilirubin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan
globin. Heme Bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi biliverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di
dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh
zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glucuronide. Bila terjadi pemecahan sel
darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang
terbentuk sangat banyak.

2.1.3 Definisi

Kolelithiasis adalah istilah medis yang digunakan pada penyakit batu


empedu. Batu empedu (gallstones) adalah massa padat yang terbentuk dari
endapan mineral pada saluran empedu.
Batu empedu terbentuk secara perlahan dan terkadang asimtomatik
selama beberapa dekade. Migrasi batu empedu ke ductus cysticus dapat
menghalangi aliran pada kandung empedu selama terjadinya kontraksi pada
proses sekresi. Akibat dari peningkatan tegangan dinding kandung empedu
memberi sensasi nyeri (kolik bilier). Tersumbatnya ductus cysticus dalam
jangka waktu lebih dari beberapa jam, dapat menyebabkan peradangan
kandung empedu akut (kolesistitis akut).

Batu empedu di saluran empedu dapat mempengaruhi bagian distal


pada ampula Vater, titik di mana saluran empedu dan saluran pankreas
bergabung sebelum keluar ke duodenum. Obstruksi aliran empedu oleh batu
di titik ini dapat menyebabkan sakit perut dan sakit kuning. Cairan empedu
akan stagnan di atas sebuah batu yang mengahalangi saluran empedu akan
sering mengalami infeksi, dan bakteri dapat menyebar dengan cepat ke hati
melalui saluran empedu yang dapat mengancam jiwa, disebut ascending
cholangitis. Obstruksi saluran pankreas dapat memicu aktivasi enzim
pencernaan pankreas itu sendiri, mengarah ke pankreatitis akut.

Dalam waktu yang lama, batu empedu di kandung empedu dapat


menyebabkan fibrosis progresif dan hilangnya fungsi kandung empedu,
suatu kondisi yang dikenal sebagai kolesistitis kronis. Kolesistitis kronis
predisposisi kanker kandung empedu.

2.1.4 Epidemiologi

Prevalensi cholelithiasis kolesterol dalam budaya Barat lainnya


mirip dengan di Amerika Serikat, tetapi tampaknya agak lebih rendah di
Asia dan Afrika. Sebuah studi epidemiologi Swedia menemukan bahwa
insidensi batu empedu adalah 1,39 per 100 orang-tahun. Dalam sebuah
penelitian di Italia, 20% wanita memiliki batu, dan 14% pria memiliki batu.
Dalam studi Denmark, prevalensi batu empedu pada orang yang berusia 30
tahun adalah 1,8% untuk pria dan 4,8% untuk wanita; Prevalensi batu
empedu pada orang yang berusia 60 tahun adalah 12,9% untuk pria dan
22,4% untuk wanita.

Prevalensi choledocholithiasis lebih tinggi secara internasional dari


pada di Amerika Serikat, terutama karena masalah tambahan batu saluran
empedu utama umum yang disebabkan oleh infestasi parasit dengan cacing
hati seperti Clonorchis sinensis.

Prevalensi batu empedu tertinggi pada orang-orang keturunan Eropa


utara, dan pada populasi Hispanik dan penduduk asli Amerika. Prevalensi
batu empedu lebih rendah pada orang Asia dan Afrika Amerika.

Wanita lebih mungkin mengalami batu empedu kolesterol daripada


pria, terutama selama masa reproduksi, ketika kejadian batu empedu pada
wanita adalah 2-3 kali pada pria. Perbedaannya tampaknya disebabkan
terutama untuk estrogen, yang meningkatkan sekresi kolesterol bilier.

Risiko mengembangkan batu empedu meningkat seiring


bertambahnya usia. Batu empedu jarang terjadi pada anak-anak tanpa
adanya kelainan kongenital atau gangguan hemolitik. Mulai pubertas,
konsentrasi kolesterol dalam empedu meningkat. Setelah usia 15 tahun,
prevalensi batu empedu pada wanita AS meningkat sekitar 1% per tahun;
pada pria, jumlahnya kurang, sekitar 0,5% per tahun. Batu empedu terus
terbentuk sepanjang kehidupan dewasa, dan prevalensi terbesar pada usia
lanjut. Insiden pada wanita jatuh dengan menopause, tetapi pembentukan
batu baru pada pria dan wanita berlanjut pada tingkat sekitar 0,4% per
tahun sampai akhir umur. Diantara individu yang menjalani kolesistektomi
untuk cholelithiasis gejala, 8-15% pasien yang lebih muda dari 60 tahun
memiliki batu saluran empedu yang umum, dibandingkan dengan 15-60%
pasien yang lebih tua dari 60 tahun.

2.1.5 Faktor Resiko

• Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Di
Amerika Serikat, 20% wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu
empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin
tinggi. Hal ini disebabkan oleh:

- Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan

- Meningkatnya sekresi kolesterol kedalam empedu sesuai dengan


bertambahnya usia.

- Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

 Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis


dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan hormone esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Hingga decade ke-6, 20% wanita dan 10% pria menderita batu
empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia,
walaupun umumnya selalu pada wanita.

 Berat Badan

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko


tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan
kandung empedu.

 Makanan

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak


hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan
komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan
empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan
lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat
badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

2.1.6 Etiologi dan Patofisiologi

Pembentukan batu empedu terjadi akibat adanya zat tertentu dalam


empedu yang mengalami peningkatan konsentrasi hingga mendekati batas
kelarutannya. Ketika empedu terkonsentrasi di kandung empedu, kelarutan
empedu akan menjadi jenuh dengan zat ini, yang kemudian akan
mengendap menjadi larutan kristal mikroskopis.

Kristal terjebak dalam larutan kandung empedu, kandung empedu


akan memproduksi lumpur. Seiring waktu, kristal tumbuh dan membentuk
agregasi dan akhirnya berupa batu makroskopik. Oklusi saluran oleh lumpur
dan / atau batu akan menyebabkan komplikasi dari penyakit batu empedu.

2 zat utama yang terlibat dalam pembentukan batu empedu adalah


kolesterol dan kalsium birubinate.

1. Batu Empedu Kolesterol

Sel-sel hati mensekresi kolesterol ke dalam empedu bersama dengan


fosfolipid (lesitin) dalam bentuk gelembung membran kecil bulat,
disebut vesikel unilamellar. Sel-sel hati juga mengeluarkan garam
empedu, yang bersifat emulsi kuat yang nantinya diperlukan untuk
pencernaan dan penyerapan lemak makanan.

Garam empedu dalam empedu memisahkan vesikel unilamelar untuk


membentuk agregat larut disebut mixed micelles. Hal ini terjadi
terutama di kandung empedu, di mana empedu terkonsentrasi oleh
reasorpsi elektrolit dan air.

Dibandingkan dengan vesikel (yang dapat menimpan hingga 1


molekul kolesterol untuk setiap molekul lesitin), mixed micelles
memiliki daya dukung rendah kolesterol (sekitar 1 molekul kolesterol
untuk setiap 3 molekul lesitin).

Jika cairan empedu mengandung proporsi yang relatif tinggi


kolesterol, akan membentuk empedu terkonsentrasi, pemisahan vesikel
secara progresif dapat menyebabkan keadaan di mana vesikel residual
terlampaui. Pada tahap ini, empedu jenuh dengan kolesterol, dan akan
terbentuknya kristal kolesterol monohidrat.

Dengan demikian, faktor utama yang menentukan apakah batu


empedu kolesterol akan membentuk adalah (1) jumlah kolesterol yang
disekresikan oleh sel-sel hati, relatif terhadap lecithin dan garam
empedu, dan (2) tingkat konsentrasi dan tingkat stasis empedu di
kandung empedu. Kalsium, bilirubin, dan pigmen batu empedu.

2. Kalsium, Bilirubin, dan Pigmen Batu Empedu

Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme,


secara aktif disekresi ke empedu oleh sel-sel hati. Sebagian besar
bilirubin dalam empedu berupa konjugat glukuronida, yang cukup larut
air dan stabil, tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak terkonjugasi.
Bilirubin tak terkonjugasi, seperti asam lemak, fosfat, karbonat, dan
anion lainnya cenderung membentuk endapan tidak larut dengan kalsium.
Kalsium akan memasuki empedu secara pasif bersama dengan elektrolit
lain.

Dalam situasi tinggi kadar heme, seperti hemolisis kronis atau


sirosis, bilirubin tak terkonjugasi dapat hadir dalam empedu dengan
konsentrasi lebih tinggi dari normalnya. Kalsium bilirubinate kemudian
dapat membentuk kristal dari larutan dan akhirnya akan menjadi batu.
Seiring waktu, berbagai oksidasi menyebabkan bilirubin akan membentuk
pigmen berwarna hitam pekat, disebut dengan batu empedu pigmen
hitam.

Patofisiologi Pembentukan Batu Empedu


1. Batu Kolesterol5

Empedu yang disupersaturasi oleh kolesterol bertanggung


jawab bagi lebih dari 90 persen batu empedu di negara barat. Sebagian
besar batu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung
paling sedikit 75 persen kolesterol berdasarkan berat serta dalam
variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan
inorganik lain. Batu kolesterol murni terdapat dalam sekitar 10 persen
dari semua batu kolesterol.Sifat fisikomia empedu bervariasi sesuai
konsentrasi relatif garam empedu, lesitin dan kolesterol.Kolestrol
dilarutkan dalam empedu dalam daerah hidrofobik micelle, sehingga
kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan
lesitin.Hubungan antara kolesterol lesitin dan garam empedu ini dapat
dilihat dalam grafik segitiga.Yang koordinatnya merupakan persentasi
konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol.

Empedu yang mengandung kolesterol seluruhnya di dalam


micelles digambarkan oleh area di bawah garis lengkung ABC (cairan
micelle) ; tetapi bila konsentrasi relatif garam empedu, lesitin dan
kolesterol turun ke area di atas garis ABC, maka ada kolesterol di
dalam dua fase atau lebih (cairan micelle dan kristal kolesterol).

Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri


atas 4 defek utama yang dapat terjadi secara berurutan atau
bersamaan:5

- Supersaturasi kolesterol5

Kolesterol merupakan komponen utama dalam batu


kolesterol. Pada metabolisme kolesterol yang normal, kolesterol
yang disekresi ke dalam empedu akan terlarut oleh komponen
empedu yang memiliki aktivitas detergenik seperti garam empedu
dan fosfolipid (khususnya lesitin). Konformasi kolesterol dalam
empedu dapat berbentuk misel, vesikel, campuran misel dan vesikel
atau kristal. Umumnya pada keadaan normal dengan saturasi
kolesterol yang rendah, kolesterol wujud dalam bentuk misel yaitu
agregasi lipid dengan komponen berpolar lipid seperti senyawa
fosfat dan hidroksil terarah keluar dari inti misel dan tersusun
berbatasan dengan fase berair sementara komponen rantaian
hidrofobik bertumpuk di bagian dalam misel.

Semakin meningkat saturasi kolesterol, maka bentuk


komposisi kolesterol yang akan ditemukan terdiri atas campuran dua
fase yaitu misel dan vesikel. Vesikel kolesterol dianggarkan sekitar
10 kali lipat lebih besar daripada misel dan memiliki fosfolipid
bilayer tanpa mengandung garam empedu.Seperti misel, komponen
berpolar vesikel turut diatur mengarah ke luar vesikel dan berbatasan
dengan fase berair ekstenal sementara rantaian hidrokarbon yang
hidrofobik membentuk bagian dalam dari lipid dwilapis.Diduga
<30% kolesterol bilier diangkut dalam bentuk misel, yang mana
selebihnya berada dalam bentuk vesikel. Umumnya, konformasi
vesikel berpredisposisi terhadap pembentukan batu empedu karena
lebih cenderung untuk beragregasi dan bernukleasi untuk
membentuk konformasi kristal.

Pada keadaan supersaturasi, molekul kolesterol cenderung


berada dalam bentuk vesikel unilamelar yang secara perlahan-lahan
akan mengalami fusi dan agregasi hingga membentuk vesikel
multilamelar (kristal cairan) yang bersifat metastabil. Agregasi dan
fusi yang berlanjutan akan menghasilkan kristal kolesterol
monohidrat menerusi proses nukleasi.

- Batu Pigmen

Batu pigmen merupakan sekitar 10 persen dari batu empedu


di amerika serikat.Ada dua bentuk, yaitu batu pigmen murni yang
lebih umum dan batu kalsium bilirubinat.Batu pigmen murni lebih
kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras dan penampilannya
hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah
bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu,
dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26 persen) dan banyak
senyawa organik lain. Di daerah timur, batu kalsium bilirubinat
dominan dan merupakan 40 sampai 60 persen dari semua batu
empedu.Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam
serta sering membuat batu diluar vesika biliaris di dalam duktus
koledokus atau di dalam duktus biliaris intrahepatik. Batu kalsium
bilirubinat sering radioopak, sedangkan batu pigmen murni mungkin
tidak radioopak, tergantung pada kandungan kalsiumnya.6

Patogenesis batu pigmen berbeda dengan batu kolesterol,


kemungkinan mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang
meningkat atau pembentukan pigmen abnormal yang mengendap di
dalam empedu.Sirosis dan stasis biliaris merupakan predisposisi
pembentukan batu pigmen.Pasien dengan peningkatan beban
bilirubin tak terkonjugasi. (anemia hemolitik), lazim membentuk
batu pigmen murni.

- Patofisiologi batu Pigmen Murni (pigmen Hitam)

Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh


hipersekresi blilirubin terkonjugat (khususnya monoglukuronida) ke
dalam empedu. Pada keadaan hemolisis terjadi hipersekresi bilirubin
terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat dibanding kadar sekresi
normal. 5

Bilirubin terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh


glukuronidase-β endogenik membentuk bilirubin tak terkonjugat.
Pada waktu yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu
akibat daripada radang dinding mukosa kantung empedu atau
menurunnya kapasitas “buffering” asam sialik dan komponen sulfat
dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi kalsium karbonat dan
fosfat yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan empedu
dengan ph yang lebih rendah. Supersaturasi berlanjut dengan
pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat, fosfat dan bilirubin
tak terkonjugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan
menghasilkan kristal dan berakhir dengan pembentukan batu
berpigmen hitam.

- Patofisiologi batu pigmen Kalsium Bilirubinat (batu coklat)7

Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada


empedu, sesuai dengan penemuaan sitorangka bakteri pada
pemeriksaan mikroskopik batu.Infeksi traktus bilier oleh bakteri
Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies Streptococcus atau
parasit cacing seperti Ascaris lumbricoides dan Opisthorchis sinensis
serta Clonorchis sinensis mendukung pembentukan batu berpigmen.

Patofisiologi batu diawali oleh infeksi bakteri/parasit di


empedu. Mikroorganisma enterik ini selanjutnya menghasilkan enzim
glukuronidase-β, fosfolipase A dan hidrolase asam empedu
terkonjugat. Peran ketiga-tiga enzim tersebut didapatkan seperti
berikut:

• Glukuronidase menghidrolisis bilirubin terkonjugat hingga


menyebabkan pembentukan bilirubin tak terkonjugat.

• Fosfolipase A menghasilkan asam lemak bebas


(terutamanya asam stearik dan asam palmitik).

• Hidrolase asam empedu menghasilkan asam empedu tak


terkonjugat.

Hasil produk enzimatik ini selanjutnya dapat berkompleks dengan


senyawa kalsium dan membentuk garam kalsium.Garam kalsium dapat
termendak lalu berkristalisasi sehingga terbentuk batu empedu. Proses
litogenesis ini didukung oleh keadaan stasis empedu dan konsentrasi
kalsium yang tinggi dalam empedu. Bakteri mati dan glikoprotein bakteri
diduga dapat berperan sebagai agen perekat, yaitu sebagai nidus yang
menfasilitasi pembentukan batu, seperti fungsi pada musin endogenik.
Gambar. Batu pigmen

2.1.7 Manifestasi Klinis


Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu,
maka penderita akan merasakan nyeri. Nyeri cenderung hilang-timbul dan
dikenal sebagai nyeri kolik.Timbul secara perlahan dan mencapai
puncaknya, kemudian berkurang secara bertahap.Nyeri bersifat tajam dan
hilang-timbul, bisa berlangsung sampai beberapa jam.
Lokasi nyeri berlainan, tetapi paling banyak dirasakan di perut atas
sebelah kanan dan bisa menjalar ke bahu kanan. Penderita seringkali
merasakan mual dan muntah. Jika terjadi infeksi bersamaan dengan
penyumbatan saluran, maka akan timbul demam, menggigil dan sakit
kuning (jaundice). Biasanya penyumbatan bersifat sementara dan jarang
terjadi infeksi.Nyeri akibat penyumbatan saluran tidak dapat dibedakan
dengan nyeri akibat penyumbatan kandung empedu.Penyumbatan menetap
pada duktus sistikus menyebabkan terjadinya peradangan kandung empedu
(kolesistitis akut).Batu empedu yang menyumbat duktus pankreatikus
menyebabkan terjadinya peradangan pankreas (pankreatitis), nyeri dan
mungkin juga infeksi.Kadang nyeri yang hilang-timbul kambuh kembali
setelah kandung empedu diangkat, nyeri ini mungkin disebabkan oleh
adanya batu empedu di dalam saluran empedu utama.
Nyeri yang timbul biasanya dapat dicetuskan oleh makanan
berlemak, makan terlalu banyak setelah berpuasa, bahkan makan secara
normal.Metabolisme bilirubin berpengaruh terhadap penyakit kolelitiasis,
dimana bilirubin menyebabkan terjadinya jaundice (kuning) pada pasien
dengan kolelitiasis. Bilirubin adalah suatu produk sampingan dari bagian
heme sel-sel darah merah yang dilepaskan ketika sel-sel darah mengalami
kehancuran. Pada saat tersebut bilirubin tidak dapat larut dalam air
(unconjugated) dan terdapat dalam darah berikatan dengan protein.
Hati bertanggung jawab untuk menangkap bilirubin unconjugated
ini, untuk menkonjugasikannya ke dalam bentuk yang larut dalam air, dan
untuk mensekresikan bilirubin conjugated kedalam duodenum dan dipecah
oleh bakteri menjadi urrobilinogen. Sebagian urrobilinogen disekresikan
bersama feses, sehingga feses berwarna cokelat.Sebagian lainnya dalam urin
dan sebagian sisanya kembali menuju hati dan di ubah kembali menjadi
bilirubin.

2.1.8 Diagnosis

a. Anamnesis

Kebanyakan orang dengan batu empedu (60% sampai 80%) tidak


memiliki gejala.Pada kenyataannya, mereka biasanya tidak menyadari
bahwa mereka memiliki batu empedu kecuali gejala-gejala muncul. Ini di
namakan "silent gallstones" biasanya tidak memerlukan pengobatan.1,7,8

Gejala umumnya terjadi setelah komplikasi.Gejala yang paling


umum adalah nyeri di bagian atas kanan perut. Karena nyeri yang terjadi
berepisode, sering sebagai serangan.8

 Serangan dapat terjadi setiap beberapa hari, minggu, atau bulan,


mereka bahkan mungkin dipisahkan oleh tahun.

 Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin memanjang


lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian.

 Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan - lahan, tetapi pada


sepertiga kasus timbul tiba - tiba.

 Nyeri ini dapat menjalar ke punggung bagian tengah, skapula,


atau ke puncak bahu.

 Ini sering terjadi pada malam hari dan dapat membangunkan orang
dari tidur.

 Rasa sakit dapat membuat orang bergerak disekelilingnya untuk


mencari bantuan, tetapi banyak pasien lebih memilih untuk
berbaring diam dan menunggu serangan mereda.
Gejala umum lainnya dari batu empedu adalah sebagai berikut:9
 Mual dan muntah
 Demam
 Gangguan pencernaan
 Sendawa
 Kembung
 Intoleransi makanan berlemak atau berminyak, dan
 Sakit kuning (menguningnya kulit atau putih mata).

Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir


atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Pasien sering
memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen
yang berlangsung lama.9

Pasien dengan batu empedu, dapat dibagi menjadi 3 kelompok :


pasien dengan batu asimptomatik, pasien dengan batu dengan batu
empedu simptomatik, dan pasien dengan komplikasi batu empedu
(kolesistitis akut, ikterus, kolangitis dan pankreatitis). Sebagian besar
(80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu dengan
diagnosis maupun selama pemantauan. Hampir selama 20 tahun
perjalanan penyakit, sebanyak 50% pasien tetap asimptomatik, 30%
mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.

Pada penderita batu kandung empedu yang asimtomatik keluhan


yang mungkin bisa timbul berupa dispepsia yang kadang disertai
intoleransi pada makanan-makanan yang berlemak.

Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini
didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit
dan kurang dari 12 jam, biasanya lokasi nyeri di perut atas atau
epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan prekordial. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.

Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus
sistikus atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di
duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di
tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri viscera di daerah epigastrium,
mungkin dengan penjalaran ke punggung yang disertai muntah.

Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau


ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Jika terjadi kolesistitis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam
dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien
berhenti menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum
setempat (tanda murphy).

b. Pemeriksaan Fisik

 Batu Kandung Empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan


komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,
hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis.Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah
letak anatomis kandung empedu.Tanda murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.
 Batu Saluran Empedu

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.


Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila
sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai dengan
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya
kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya
kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu
demam dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila terjadi
kolangiolitis, biasanya berupa kolangiolitis piognik intrahepatik, akan
timbul lima gejala pentade reynold, berupa tiga gejala tria charcot,
ditambah shock dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai
koma.

Kelainan batang saluran empedu sering bisa dicurigai atas dasar


riwayat penyakit saja.Nyeri kuadran kanan atas, intoleransi makanan
berlemak, demam dan kedinginan serta riwayat ikterus, urin berwarna
gelap dan feses berwarna terang.Semuanya menggambarkan penyakit
saluran empedu. Di samping itu, gambaran fisis ikterus, nyeri tekan
kuadran kanan atas dan massa pada kuadan kanan atas sangat bermanfaat
dalam memusatkan diagnosis pada batang saluran empedu. Tetapi
gambaran ini tidak patognomonik bagi penyakit saluran empedu dan
kadang-kadang bisa timbul sekunder terhadap penyakit dalam sistem
organ lain. Lebih lanjut karena lokasi anatominya, maka batang saluran
empedu tidak memberikan kemungkinan dengan pemeriksaan palpasi luar
(kecuali vesika biliaris yang berdistensi). Sehingga berbeda dari banyak
sistem tubuh lain, sebenarnya diagnosis pasti sebagian besar kasus saluran
empedu selalu memerlukan bantuan pemeriksaan laboratorium dan/atau
teknik pembuatan gambar radiografi, sonografi atau radionuklir. Tes
diagnostik ini telah dirancang secara primer untuk mendeteksi adanya batu
empedu dan/atau untuk menentukan adanya obstruksi atau halangan aliran
empedu dengan analisis kimia berbagai fungsi hati dan ekskresi empedu
atau dengan visualisasi langsung anatomi batang saluran empedu.

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan berbagai derajat syok,


takikardia, leukositosis, dan demam.Ikterus ringan dapat timbul bila telah
terjadi obstruksi biliaris. Timbul nyeri tekan dan defans muscular otot
abdomen dengan distensi, rigiditas, dan bukti lain adanya peritonitis yang
timbul bila peradangan mengenai peritoneum. Dan bising usus dapat
menurun.

c. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Darah

Pada pasien suspek batu empedu komplikasi, darah rutin dapat


dilakukan untuk menentukan diagnosis banding, fungsi hati, amilase, dan
lipase. Pada kasus koledokolitiasis obstruksi biasanya menghasilkan
peningkatan SGOT dan SGPT, diikuti dengan peningkatan serum bilirubin
setiap jamnya. Peningkatan bilirubin mengindikasikan adanya obstruksi.
Hal ini di dapatkan pada 60% pasien dengan peningkatan serum bilirubin
> 3 mg/dL. Bila obstruksi menetap akan mengalami penurunan vitamin K
akibat dari absorbs empedu. Obstruksi pada ampula Vater akan
memberikan hasil peningkatan serum lipase dan amilase.

 Ultrasonography (USG)
Manfaat pemeriksaan radiologi intervensional, diantaranya :7,8

- Digunakan pemeriksaan endoscopik retrograde


cholangiopancreatography dan percutaneous transhepatic
cholangiography.

- Radiologi intervensional memiliki keakuratan yang


sangat tinggiuntuk mendeteksi cholelithiasis dan sebagai akses
dalam memberikan terapi.

- Merupakan suatu tatacara yang invasif dengan risiko terjadinya


pankreatitis, hemoragik dan sepsis.
Perkembangan teknik canggih ultrasonografi saluran empedu telah
mengganti kolesistografi oral sebagai tes penyaring bagi kolelitiasis.
Karena USG tidak cukup akurat seperti kolesistografi, maka kolesistogram
oral tetap merupakan standar terbaik dalam diagnosis batu empedu. Tetapi
USG cepat, tidak invasif dan tanpa radilologic exposure; lebih lanjut, USG
dapat digunakan pada pasien ikterus dan mencegah ketidakpatuhan pasien
dan absorpsi zat kontras oral. Sehingga USG merupakan tes penyaring
yang lebih baik.

Gambar. USG Abdomen

Kriteria untuk diagnosis kolelitiasi mencakup terdapatnya


gambaran hiperechoid yang merupakan batunya dan gambaran accoustic
shadow yang berada di bawah batu tersebut, dapat juga terlihat adanya
gambaran penebalan dari dinding kandung empedu yang bila lebih dari
5mm merupakan indikasi adanya cholecystitis (penebalan dari dinding
kandung empedu bisa juga karena fibrosis dari kandung empedu tapi pada
kasus ini volume dari kandung empedu juga ikut berkurang). USG dapat
juga mendeteksi batu yang berada pada duktus dengan terlihat adanya
gambaran dilatasi duktus.
Bila USG ada, maka ketepatan mendekati 90 persen.Positif palsu
jarang terjadi (1 sampai 3 persen) tetapi negatif palsu timbul sekitar 10
persen pada kesempatan sekunder terhadap ketidakmampuan USG
mendeteksi :
1. Batu dalam vesika biliaris yang dipadati batu,
2. Batu yang sangat kecil
3. Batu tersangkut dalam duktus sistikus
Pada keadaan tertentu, kolesistogram oral diperlukan untuk
mengkonfirmasi ada atau tidak adanya penyakit vesika biliaris. Penemuan
koledokolitiasis tidak dapat diandalkan dengan USG.
USG sangat bermanfaat pada pasien ikterus.Sebagai teknik
penyaring, tidak hanya dilatasi duktus intra dan ekstrahepatik yang bisa
diketahui secara meyakinkan, tetapi kelainan dalam parenkim hati atau
pankreas (seperti mass atau kista) juga bisa terbukti.Pada tahun
belakangan ini, USG jelas telah ditetapkan sebagai tes penyaring awal
untuk memulai diagnostk bagi ikterus.Bila telah diketahui duktus
intrahepatik berdilatasi, maka bisa ditegakkan diagnosis kolestasis
ekstrahepatik.Jika tidak didapatkan dilatasi duktus, maka ini
menggambarkan kolestasis intrahepatik.Ketepatan USG dalam
membedakan antara kolestasis intra atau ekstrahepatik tergantung pada
derajat dan lamanya obstruksi empedu, tetapi jelas melebihi 90 persen.
 Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang


khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak.Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran
kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatica.
Gambar. X-ray Opaque Gallstones.

2.1.9 Komplikasi

Bila kandung empedu terus mengalami obstruksi dan proses


inflammasi terus berlanjut, akan menyebabkan terjadinya empyema yang
kemudian akan menyebabkan struktur sekitar seperti omentum, colon dan
dan duodenum mengalami perlengketan dengan kandung empedu yang
kemudian menjadi phlegmon. bila dilakukan pemeriksaan abdomen pada
palpasi akan teraba peningkatan dari tonus otot abdomen. pasien biasanya
akan menunjukkan gejala selama 2- 3 hari, dan terdapat demam yang tinggi
dan sirkulasi hiperdinamik pada sepsis. jika proses inflamasi terus dibiarkan
tidak ditangani, kelainan selanjutnya adalah kandung empedu menjadi
gangrene dan dapat terjadi perforasi lokal, yang diindikasikan dari demam
yang naik turun. terkadang terjadi kasus yang jarang terjadi dimana gejala-
gejala tersebut mengalami penurunan sampai menghilang, hal ini
dikarenakan terbentuknya suatu fistula biasanya menghubungkan kandung
empedu dengan duodenum.1,10,11

2.1.10 Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan


pengobatan.Nyeri yang hilangtimbul bisa dihindari atau dikurangi dengan
menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan
antara lain :1,8,9,10
1. Penatalaksanaan Non bedah
a. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah
digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang
dikeluarkan.Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu
empedu jenis kolesterol.Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%.Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.Pengobatan lazim kedua
keadaan ini adalah pembedahan untuk mengangkat kandung empedu
(Kolesistektomi) dan pengangkatan batu dari duktus koledokus
(Koledokolitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar95%
kasus. Pada kasus kolesistitis akut yang disertai gejala-gejala berat dan
diduga terdapat pembentukan nanah ,beberapa ahli bedah lain hanya
melakukan operasi bila perbaikan tidak terjadi dalam beberapa hari.
Akhir-akhir ini digunakan metode pembedahan abdomen terbuka
tradisional pada sekitar 20% kasus dengan metode pembedahan abdomen
laparoskopi yang digunakan untuk kolesistektomi adalah sekitarr 80%.
Pada kasus empiema atau bila penderita berada dalam keadaan buruk,
kandung empedu tidak dibuang tetapi hanya di drainage (Kolesistotomi).
Penatalaksanaan konservatif dapat dilakukan dengan:1
1) Diet rendah lemak.
2) Obat-obat antikolinergik dan antispasmodik.

Tabel 1. Nama Obat


NAMA GENERIK SEDIAAN
Atropin sulfat 0,25 dan 0,5 mg tablet dan
injeksi
Butropium bromida 5mg/tablet
Ekstrak Belladona 10mg/tablet
Fentonium bromida 20mg/tablet
Hiosin n-butilbromida 10mg/tablet
Skopolamin metilbromida 1mg/tablet
Oksifenonium bromida 5mg/tablet
Oksifensiklimin HCL 5mg/tablet
Privinium bromida 15mg/tablet
Propantelin bromida 15mg/tablet
Pirenzipen 25mg/tablet

3) Analgesik
4) Antibiotik, bila disertai kolesistitis.
5) Asam empedu (asam kenodeoksolat) 6,75-4,5 g/hari, diberikan
dalam jangka waktu lama. Asam ini mengubah empedu yang
mengandung banyak kolesterol (lithogenik bile) menjadi empedu
dengan komposisi normal.
b. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol
yang poten (metil-ter-butileter (MTBE)) ke dalam kandung empedu
melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu.Prosedur ini invasif
dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50%
dalam 5 tahun).

c. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)


Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-
manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas
pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini. ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu d imana dasar
terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga
menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil
bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta
pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu
juga menjadi lebih mudah. Litotripsi untuk batu empedu dimana dasar
terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga
menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil
bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta
pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu
juga menjadi lebih mudah.

Gambar 5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien.
Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

Pada kolesistktomi terbuka, insisi dilakukan di daerah subcostal,


biasanya pada kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif
kolangiogram dengan cara memasukkan kontras lewat kateter kedalam
duktus sistikus untuk mengetahui outline dari saluran bilier, alasan
dilakukannya intraoperatif kolangiogram adalah karena ada kemungkinan
10 persen terdapat batu pada saluran empedu.

b. Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa


adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,
banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis
keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.
Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris
yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama olesistektomi laparaskopi

Gambar. Kolesistektomi Laparaskopi


c. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia local bahkan
di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis dengan empiema
dan sepsis kandung empedu, prosedur minimal yang melibatkan
penempatan tabung drainase di kantong empedu. Ini biasanya
menghasilkan perbaikan klinis. Setelah pasien stabil.
d. Sfingterotomi endoskopi
Jika operasi pengangkatan batu saluran empedu tidak segera dapat
dilakukan, sfingterotomi retrograde endoskopik dapat digunakan. Dalam
prosedur ini, ahli endoskopi mengkanulasi saluran empedu melalui
papilla Vater. Dengan menggunakan elektrokauter sfingterotom, ahli
endoskopi membuat sayatan berukuran kira-kira 1 cm melalui sfingter
Oddi dan bagian intraduodenal dari saluran empedu umum, membuat
lubang di mana batu dapat diekstraksi.

Dietetik

Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu


adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa
sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus
sistikus.Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk
memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.1

Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya


batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas.Bahan
makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga
harus dihindarkan.Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering
menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan
sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :1,10,11
- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah
dicerna.
- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk
jumlah kalori dikurangi.
- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam
lemak.
- Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.
-
2.1.11 Diagnosis Banding

Diagnosis banding adalah keadaan yang menimbulkan nyeri akut


di perut bagian atas disertai nyeri tekan, seperti pankreatitis akut, tukak
peptik, appendisitis akut, atau abses hati.1,11
 Pankreatitis akut kadang-kadang sulit dibedakan dengan
kolesistitis akut, apalagi bila kolesistitis disertai dengan kenaikan
kadar amilase darah. Pankreatitis akut. Merupakan salah satu dari
komplikasi kolilitiasi dan juga dapat menjadi manifestasi klinik
dari kolilitiasis gambaran hampir-hampir sama yaitu nyeri bagian
perut bagian atas yang menjalar ke punggung, pireksia, dan
takikardia. Tempat nyeri yang hampir sama. Selain itu adanya
keluhan yang setelah makan hampir sama, selain karna letak kedua
organ yang berdekatan. Dapat dibedakan dengan menetapnya
peningkatan nyata dari amilase dan lipase serum ada atau urin pada
pasien dengan pankreatitis akut.
 Ulkus peptik yang mengalami perforasi dapat didiagnosis dengan
anamnesis riwayat nyeri epigastrik yang berkurang dengan
pemberian makanan atau antasid. Foto polos abdomen pada
perforasi sering memperlihatkan bayangan udara bebas di rongga
peritoneum.Ulkus peptikum dan gastritis dapat menstimulasi nyeri
kolik, tetapi sering menghilang dengan makan atau antasida.
Persamaan antara kolilitiasis dan ulkus peptikum dan gastritis
adalah nyeri kolik yang memiliki predileksi yang hampir sama
pada kuadran kanan atas sehingga sering keliru mendiagnosis.
Terutama pada batu empedu, gejala lain dari keluhan yang timbul
setelah makan.
 Appendisitis akut, terutama dengan sekum yang terletak tinggi di
kanan atas, menimbulkan keraguan. Diagnosis tepat dilakukan
dengan USG.
 Abses hati baik oleh amuba maupun piogenik berbeda pada
riwayat penyakitnya. Nyeri tekan antar iga di sisi lateral dapat
menyingkirkan kemungkinan kolesistitis akut.
 Cholecystitis Acalculous acute
Lebih kurang 5-10% kolesistitis akut terjadi tanpa adanya batu, karena
itu disebut kolesistitis akalkulus akut.Kelainan ini sering dijumpai pada
penderita sakit berat yang sedang dirawat karena trauma multipel, paska
bedah besar, sepsis, keracunan obat, dan gagal organ multipel. Penyebab
lain adalah penderita yang dipuasakan lama dan dirawat dengan nutrisi
intravena. Pada penderita biasnya timbul stasis empedu yang kemudian
menjadi lumpur empedu.Lumpur empedu yang terdiri atas kalsium
bilirubinat agaknya ikut berperan aktif untuk menimbulkan kolesistitis
akalkulus. Penyebab lain mungkin invasi kuman secara primer, misalnya
oleh salmonella typhi, E. Coli. Dan clostridium. Gangguan aliran darah
melalui arteri sistika, serta obstruksi duktus sistikus karena penyebab lain
agaknya ikut berperan untuk menimbulkan kolesisititis akalkulus.
 Cholecystitis Chronic
Penentu penting untuk membuat diagnosis adalah kolik bilier,
dispepsia, dan ditemukannya batu kandung empedu pada
pemeriksaan USG atau kolesistografi oral.Keluhan dispepsia
dicetuskan oleh makanan “berat” seperti gorengan, yang
mengandung banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan
bermacam jenis kol. Kolik bilier yang khas dapat juga dicetuskan
oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier dirasakan di perut
kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas.

2.1.12 Prognosis

Pada cholelithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan


meningkatnya kematian atau ditandai dengan kecacatan.Data
menunjukkan bahwa hanya 50% pasien batu empedu yang mengalami
gejala. Angka kematian setelah kolesistektomi laparoskopi elektif kurang
dari 1% dengan morbiditas kurang dari 10%. Angka kematian akibat
kolesistektomi yang muncul adalah 3% -5% dengan morbiditas 30% -
50%.Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya komplikasi.Jadi
prognosis cholelithiasis tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya
komplikasi.Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu
yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa.
Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta
tepat, hasil yang didapatkan biasanya sangat baik.1,9\
BAB III

STATUS PASIEN

1.1. Identitas Pasien


No. Rekam medis: 41.75.95
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 52 Tahun
Alamat : jl. Muslim
Agama : Islam
Tanggal masuk : Kamis, 04 September 2021
Tanggal keluar : Sabtu, 07 September 2021
1.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
a. Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas
b. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak ±2
bulan yang lalu, keluhan semakin parah sejak ±2 minggu ini. Nyeri dirasakan
seperti tertusuk-tusuk, hilang timbul,terkadang nyeri dirasakan di ulu hati,
dan terasa menyesak. Mual, muntah dan demam dirasakan kadang-kadang.
BAK berwarna coklat tua, BAB dalam batas normal. Sebelumnya pasien
sudah pernah dirawat di RSUD 2 bulan yang lalu dan dari hasil USG ada
batu di kandung empedu.

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien pernah mengalami keluhan yang sama dan sempat di rawat di RS 2


bulan yang lalu. Hipertensi (-), Diabetes melitus (-).

d. Riwayat penyakit keluarga:

Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.

1.3. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 70/50 mmHg
Frekuensi nadi : 120 x/menit
Frekuensi nafas : 26 x/menit
Suhu : 37,8oC (Peraxila)
Status generalisata

Kepala
Bentuk : Normocephalic
Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
Mata
Kelopak mata : Edema palpebra (-/-)
Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera : Sklera ikterik (+/+)
Pupil : Isokor d = 2mm/2mm Refleks cahaya
(+/+) Gerakan bola mata : Dalam batas normal
Kornea : Normal, jernih.
Telinga : Bentuk normal, tidak ada keluar cairan dan
darah.
Hidung : Bentuk normal, simetris, napas cuping hidung
(-) dan Secret (-).

Mulut
Bibir : Bibir sianosis (-), kering (+)
Palatum : Utuh
Lidah : Atropi papil lidah (-), Tidak
kotor, Hiperemis (-)
Gigi : Karies (-), gigi berlubang (-)
Tenggorok : Faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1
Leher : Simetris, tidak ada pembesaran KGB, tidak
ada struma
Thorax
Inspeksi : Statis: bentuk dada normal, simetris kiri dan
kanan. Ictus cordis tidak tampak.
Dinamis: Gerakan dinding dada simetris kiri
dan kanan, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Pulmo: Vocal fremitus sama kiri dan kanan
kesan normal.
Cor: Ictus cordis teraba di Spatium Inter Kosta
(SIK) V linea midclavicularis.
Perkusi : Pulmo: Sonor di seluruh lapangan paru.
Cor: Batas kanan jantung di linea parasternalis
dextra, batas jantung kiri di linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi : Pulmo: Suara nafas vesikuler (+/+) di apeks, suara
tambahan: Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)
Cor: Bunyi jantung I dan II reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
InspeksI : Distensi (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) kuadran kanan atas,


Murphy sign (+), nyeri ulu hati (+), hepato-
splenomegali (-)
Perkusi : Timpani diseluruh lapangan abdomen, Nyeri
perut kuadran kanan atas (+)
Auskultasi : BU (+) normal

Genitalia : Laki-laki
Anus : Ada
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis (-), CRT <2 detik
Inferior : Pitting edema (-), akral hangat, sianosis (-),
CRT <2 detik
1.4.Pemeriksaan Penunjang
Tgl 04 September 2021
Darah Lengkap :
 Golongan darah : “A”
 Hb : 14.0 gr/dl
 Leukosit : 45.700 103/mm3
 Trombosit : 81.000 103/mm3
 Eosinophil :1%
 Basofil :0%
 Netrofil batang: 0 %
 Netrofil segmen: 87 %
 Limfosit :7%
 Monosit :5%
 Jumlah eritrosit: 4.990.000 mm3
 MCV : 79 fl
 MCH : 28 pg
 MCHC : 35 %
 Hematokrit : 39 %
 RDW : 13,6
Hemostasis :
 Masa perdarahan : 3 Menit
 Masa Pembekuan : 4 Menit
Diabetes
 Glukosa Darah Stick: 45 mg/dl
Faal Hati
Bilirubin total : 7,0 mg/dl
Bilirubin direct : 5,7
mg/dl Bilirubin indirect : 1,3
mg/dl SGOT :237
mg/dl
SGPT : 394 mg/dl
Faal Ginjal
Ureum : 73 mg/dl
Kreatinin : 4,9 mg/dl
Imunoserologi
HBSAG : Negatif
Rapid antigen : Negatif
Elektrolit
Natrium : 136 mmol/L
Kalium : 3,3 mmol/L
Chlorida : 106 mmol/L

USG

Kesan: Tampak adanya batu di kandung empedu ukuran ± 3,6 mm.

Kesan kolelitiasis.
1.5.Diagnosis Kerja
Kolelitiasis

1.6. Diagnosis Banding


- Kolelitiasis
- Kolangitis
- Tumor saluran empedu

1.7. Penatalaksanaan
 Inj meropenem 3x1
 Inj ranitidin 2x1
 Inj ketorolac 3x1
 PCT 500mg 3x1
Follow up
Subjek Objek Assesment Perawatan
Tgl T: 36,5 oC Kolelitiasis - Inj. Meropenem
05/09/2021 TD:110/70 3x1
- Nyeri mmHg - Inj. Levofloxacin 1
perut N: 70x/menit x 500 mg
kanan atas RR: 24x/menit - Inj.Ketorolac 3x1
- Sulit - Inj. Ranitidin 2x1
BAK - Inj.Dexamethasone
2x50mg
- Paracetamol
500mg 3x1
- Inj.Omeprazole
1 gr 2x1
- Inj.Sucralfat 3x1

Tgl 06/09/2021 T: 36,6 oC Kolelitiasis - Inj. Meropenem


- Dada TD:120/80 3x1
terasa mmHg - Inj. Levofloxacin 1
sesak N: 80x/menit x 500 mg
RR: 34x/menit - Inj.Ketorolac 3x1
- Inj. Ranitidin 2x1
- Inj.Dexamethasone
2x50mg
- Paracetamol
500mg 3x1
- Inj.Omeprazole
1 gr 2x1
- Inj.Sucralfat 3x1
- Ventolin Nebu 3x1
Tgl 07/09/2021 Pasien di rujuk ke dr. Sp. B
(K) BD
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak ±2
bulan yang lalu, keluhan semakin parah sejak ±2 minggu ini. Nyeri dirasakan
seperti tertusuk- tusuk, hilang timbul,terkadang nyeri dirasakan di ulu hati, dan
terasa menyesak. Mual, muntah dan demam dirasakan kadang-kadang. BAK
berwarna coklat tua, BAB dalam batas normal. Sebelumnya pasien sudah pernah
dirawat di RSUD 2 bulan yang lalu dan dari hasil USG ada batu di kandung
empedu.
Dari pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, gizi baik dan
composmentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada palpasi abdomen di dapatkan
nyeri tekan di perut bagian kanan atas, Murphy Sign positif, nyeri ulu hati (+). Pada
perkusi didapatkan nyeri ketok di perut kuadran kanan atas.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukositosis, hipoglikemia,
bilirubin total, direct, indirect meningkat, SGOT SGPT meningkat, ureum kreatinin
meningkat. Dari hasil USG di dapatkan adanya batu di kandung empedu ukuran ±
3,6 mm. Kesan kolelitiasis.
BAB V
KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah pembentukan batu didalam kandung empedu. Batu


kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu yang ditemukan pada kandung empedu di
klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu
pigmen dan batu campuran. Faktor yang mempengaruhi pembentukkan batu antara
lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang
tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan
sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah
gangguan metabolism yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, statis
empedu dan infeksi kandung empedu. Dikenal 3 jenis batu empedu yaitu: batu
kolesterol, batu pigment atau batu bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat,
serta batu campuran. Ultrasonografi merupakan modalitas yang terpilih jika
terdapat kecurigaan penyakit kandung empedu.
Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada tingkat penyakitnya. Jika tidak
ada gejala maka tidak perlu dilakukan kolesistektomi. Selain itu juga dapat
dilakukan penanganan non operatif dengan cara konservatif yaitu melalui obat
(ursooksilat) dan ESWL.
DAFTAR PUSTAKA

1. Samsuhidajat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam buku ajar Ilmu Bedah. Edisi


ke 3. Jakarta: EGC: 2011
2. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke 6. Jakarta:
EGC; 2006.
3. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11 th
Edition. Jakarta; EGC; 2007.
4. Center SA. Diseases of the gallbladder ang biliary tree. Vet Clin North Am
Small Anim Pract. May 2009;39 (3); 543-98.
5. Townsend, C.M, beauchamp, R.D. Evers, B.M. Mattox,K.L. (2017).
Sabiston textbook of surgery : the biological basisc of modern surgical
practice (20th edition). Philadelpia. Elsevier. 2018.
6. Tanaja, j. lopez RA. Meer JM. 2019. Cholelithiasis. Statpearls (internet)
treasure island: statperals publishing.
7. Jasmin T., Richard A. L., Jehangir M. M. 2020. Cholelithiasis.
Https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Books/Nbk470440/
8. Kasper, Dennis L., MD. Et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
16th Edition. Philladelphia; McGraw-Hill; 2005.
9. Albab, A. U. 2013. Arakteristik Pasien Kolelitiasis Di Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Periode Januari-Desember 2012. Sulawai Selatan :
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
10. Douglas M Heuman, Md, Facp, Facg, Agaf. 2019.
Https://Emedicine.Medscape.Com/Article/175667-Treatment\
11. Kolelitiasis (Batu
Empedu).2017.https://www.informasikedokteran.com/2017/09/kolelitiasis-batu-
empedu_16.html?m=1
12. Douglas M. Heuman. 2015. Gallstones (Cholelithiasis). Emedicine
Medscape Update. Jan 2015.

Anda mungkin juga menyukai