Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN ASET TETAP PEMERINTAH DAERAH SERTA


PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGANNYA
“ Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Akuntansi
Pemerintahan dengan Dosen Pengampu Nuwun Priyono, S.E.,M.AK., AKT., CA”

Disusun Oleh :
Wirda Khoerunnisa
203403135

UNIVERSITAS SILIWANGI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
begitu banyak nikmat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “
Perkembangan Aset Tetap Pemerintah Daerah Serta Pengelolaan Dan
Pengembangannya “bisa selesai tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
turut membantu dalam proses pembuatan makalah “Kata Pengantar Dan Cara
Membuatnya”. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Nuwun
Priyono, S.E.,M.AK., AKT., CA selaku dosen mata kuliah Akuntansi
Pemerintahan yang selalu membimbing kami dalam menyelesaikan makalah kami
tersebut.
Seperti peribahasa, “Tiada gading yang tidak retak”, kami menyadari ada
banyak kekurangan dalam makalah yang sudah kami buat. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritikan serta saran dari seluruh pembaca. Kami berharap
semoga Makalah yang kami buat dengan banyak kekurangan bisa bermanfaat bagi
kami sendiri dan juga para pembaca sekalian.

Tasikmalaya, 4 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

1.3. Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

2.1. Akuntansi Aset Tetap pada Pemerintah Daerah ........................................... 3

2.1.1. Aset Tetap ................................................................................................. 3

2.1.2. Gambaran Perkembangan Akuntansi Aset Tetap pada Pemerintah Daerah


di Indonesia ............................................................................................................. 4

2.2. Pengelolaan Aset Tetap daerah..................................................................... 7

2.3. Capital Charging .......................................................................................... 9

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 11

3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 11

3.2. Saran ........................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 12

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambaran Perkembangan Akuntansi Aset Tetap pada Pemerintah


Daerah di Indonesia. Sumber: rangkuman penulis ............................. 5
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Istilah akuntansi tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan keuangan


baik dalam lingkup perusahaan maupun negara. Sehubungan dengan
lingkup dan tujuan penggunaannya maka selanjutnya dikenal pemisahan
antara akuntansi pemerintah atau sektor publik dan akuntansi swasta atau
akuntansi sektor privat. Akuntansi sektor publik lebih kompleks dan melibatkan
stakeholder yang luas dan beragam. Namun baik pada sektor publik maupun privat,
akuntansi dipandang sebagai salah satu alat untuk menunjukkan akuntabilitas.
Aset tetap merupakan salah satu pos di neraca selain aset lancar, investasi
jangka panjang, dana cadangan, dan aset lainnya. Aset tetap mempunyai peranan
yang sangat penting karena mempunyai nilai yang cukup signifikan bila
dibandingkan dengan komponen neraca lainnya. Pengertian Aset Tetap dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) adalah aset berwujud yang
mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Dengan batasan
pengertian tersebut maka pemerintah harus mencatat suatu aset tetap yang
dimilikinya meskipun aset tetap tersebut digunakan oleh pihak lain. Pemerintah
juga harus mencatat hak atas tanah sebagai aset tetap.
Reformasi yang terjadi berdampak pada tuntutan masyarakat untuk
mereformasi masalah keuangan negara, sehingga Pemerintah Indonesia telah
mencanangkan reformasi di bidang keuangan negara. Hal ini tertuang dalam pasal
3 ayat (1) Undang- Undang (UU) Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
yang mengharuskan Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, dapat semakin
diwujudkan.Salah satu reformasi yang dilakukan adalah keharusan penerapan
akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat
maupun pemerintahan daerah, yang dimulai tahun anggaran 2008. Hal ini
2

ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:
”Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15,
dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5
(lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan
pengukuran berbasis kas.”
Adanya desentralisasi menjadikan pemerintah daerah memiliki peran yang
besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan akuntansi menjadi
bagian penting untuk menjaga akuntabilitas dalam pemberian pelayanan
tersebut (Simanjuntak, 2005). Sehubungan dengan hal tersebut, penulis
tertarik untuk melihat bagaimana akuntansi aset tetap berkembang di Indonesia,
khususnya pada pemerintah daerah .

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perjalanan dan perkembangan asset tetap pada pemerintah daerah?


2. Bagaimana pengelolaan asset tetap menurut sistem akuntansi berbasis akrual
pada pemerintah daerah yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah
(SAP) PP No.71 tahun 2010?
3. Apa yang dimaksud dengan capital charging ?

1.3. Tujuan

1. Diharapkan dapat memberikan gambaran sisi positif dan negatif dari


masing-masing metode yang digunakan dari masa ke masa.
2. Diharapkan dapat mengetahui dan menganalisis penyajian asset tetap menurut
sistem akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah menyesuaikan
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) PP No.71 tahun 2010?
3. Diharapkan dapat mengetahui arti dari capital charging serta penerapannya
pada sector publik.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Akuntansi Aset Tetap pada Pemerintah Daerah

2.1.1. Aset Tetap

Munculnya kebijakan mengenai pengelolaan keuangan negara yang


ditetapkan pada tahun 2003 lalu melalui UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara sampai saat ini membawa pengaruh pada suatu perubahan yang
terjadi secara terus menerus. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 yaitu
menyangkut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menggantikan SAP yang
sebelumnya tentang kebijakan di bidang pengelolaan keuangan dan aset
pemerintah. Pada pemerintah daerah, yang menjadi ketentuan lebih lanjut mengenai
penerapan SAP Berbasis Akrual adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan SAP Berbasis Akrual
pada Pemerintah Daerah. Dalam peraturan tersebut, terdapat dua entitas yang
memiliki tanggungjawab untuk membuat laporan keuangan, yaitu entitas pelaporan
sebagai yang bertugas menyampaikan laporan keuangan; dan entitas akuntansi
sebagai pengguna anggaran/pengguna barang yang wajib menyelenggarakan
akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas
pelaporan.
Hammam (2017:27-28) menyatakan terkait dengan kesesuaian dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), aset tetap menjadi kelemahan utama (30%
dari permasalahan ketidaksesuaian dengan SAP) yang menjadikan pemerintah
daerah tidak memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK (BPK,
2016: dalam Hammam, 2017). Permasalahan aset tetap yang tidak sesuai dengan
SAP ini terjadi pada 188 Pemda dari 533 Pemda yang diperiksa pada Semester I
Tahun 2016. Permasalahan-permasalahan yang terjadi antara lain, pencatatan aset
tetap belum didukung dengan daftar aset atau kartu inventaris, aset tetap yang
bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum dicatat, terdapat
selisih pencatatan, dan nilai penyusutan tidak dapat ditelusuri.
Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah meningkatkan kesejahtraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan Pemerintah kepada masyarakat, Untuk
4

mencapai tujuan tersebut maka peranan aset tetap sangat besar. Peranan aset tetap
bagi Pemerintahan dapat dilihat dari jumlah seluruh aset tetap lebih dari porsi yang
dimiliki. Aset tetap yang digunakan secara terus menerus dalam operasional
Pemerintahan semakin lama kemampuan aset tetap tersebut akan berkurang dan
akan mengalami penurunan nilai mamfaat sejalan dengan berlalunya waktu.
Kahar (diakses pada April 2019) dalam situs Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan bertajuk Penyusutan Aset Tetap Pemerintah dan
Permasalahannya, menjelaskan mengenai permasalahan aset tetap dalam aspek
penyusutan. Perbedaan kategori yang dimiliki oleh masing-masing aset tetap ini
memiliki beberapa permasalahan yang timbul dan menjadi suatu kendala dalam
penerapan penyusutan aset tetap pemerintah. Kendala ini pun akhirnya
mengakibatkan ketidakakuratan suatu laporan keuangan. Menurut Kahar adapun
permasalahan yang muncul dalam penerapan akuntansi aset tetap, salah satunya
adalah pada bagian penyusutan, yaitu
1. Belum semua aset tetap tercatat dan terhitung dalam daftar aset tetap dan
belum tentu memiliki harga perolehan yang telah dianggap wajar;
2. Pencatatan aset tetap masih belum sesuai dengan kelompoknya dan belum
terinci per unit;
3. Keberadaan dan kondisi aset tetap yang masih diragukan; dan
4. Masih kesulitan dalam menentukan umur manfaat.

2.1.2. Gambaran Perkembangan Akuntansi Aset Tetap pada Pemerintah


Daerah di Indonesia

Pemberlakuan akuntansi dengan basis akrual yang mulai


diimplementasikan pada seluruh level pemerintahan, baik pemerintah pusat
maupun daerah, menjadikan pencatatan aset tetap wajib dilakukan.
Bukan sekedar pencatatan aset tetap, penyusutan juga wajib dilakukan. Jika
melihat dari sistem akuntansi yang digunakan, terlihat awal perjalanan
akuntansi aset tetap pada pemerintah daerah bermula dengan sistem akuntansi
yang dikenal dengan nama Manual Administrasi Keuangan Daerah (Makuda).
Makuda mulai diterapkan sejak tahun 1981. Makuda diterapkan dengan
menggunakan basis kas dengan laporan keuangan yang dihasilkan
berupa Laporan Perhitungan Anggaran dan Nota Perhitungan (Bastari, 2004).
5

Tidak adanya laporan Neraca pada sistem yang merujuk ke ICW Staatsblad
1928 ini menunjukkan bahwa pelaporan aset tetap belum menjadi fokus
dari Makuda.
Perkembangan sistem akuntansi aset tetap pada pemerintah daerah
disajikan pada gambar 1. Sistem akuntansi berikutnya muncul sebagai
tuntutan dari berlakunya otonomi daerah, dan tuntutan untuk membuat laporan
keuangan yang di dalamnya termasuk neraca. Peraturan Pemerintah Nomor 105
Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keu-angan Daerah
menjadi titik awal munculnya kewajiban Pemerintah Daerah untuk menyu-sun
neraca.Gambar 1. Gambaran Perkembangan Akuntansi Aset Tetap pada
Pemerintah Daerah di IndonesiaSumber: rangkuman penulis

Gambar 1. Gambaran Perkembangan Akuntansi Aset Tetap pada Pemerintah Daerah


di Indonesia. Sumber: rangkuman penulis

Dengan tidak adanya standar akuntansi pemerintahan, Pemerintah


mencoba men-jembatani kewajiban pelaporan keuangan ini dengan
memunculkan beberapa pedoman. Pedoman tersebut antara lain Pedoman
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) hasil rumusan tim pokja
yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
355/KMK.07/2002 dan pedoman yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 29 Tahun
2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keu-
6

ang an Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan


Belanja Daerah, Pe lak sanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan
Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(Bastari, 2004). Pedoman tersebut menjadi acuan pemerintah daerah
dalam mencatat aset tetap-nya untuk kemudian dilaporkan dalam Neraca
Daerah.Dengan dimulainya pencatatan aset ini, beban pengadaan aset
tetap mulai dilakukan kapitalisasi.
Dalam Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 menyebutkan secara
umum bahwa seluruh barang yang pengadaannya dilakukan dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), wajib dibukukan dalam
rekening aset daerah yang relevan. Lebih lanjut disebutkan bahwa
penghitungan nilai buku, depresiasi dan kapitalisasi atas aset daerah
dilakukan oleh satuan kerja yang melaksanakan fungsi akuntansi. Belanja
apa saja yang dilakukan kapitalisasi tidak dijelaskan secara mendetail
dalam peraturan ini. Sedangkan, depresiasi yang dilakukan menggunakan
metode garis lurus.
Salah satu hal yang menarik dari Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002
adalah munculnya istilah dana depresiasi. Peraturan tersebut menjelaskan
“Dana Depresiasi adalah dana yang disisihkan untuk penggantian aset pada
akhir masa umur ekonomisnya” (Mendagri, 2002, p 3). Selain itu, dijelaskan
juga bahwa dana depresiasi dibentuk dari depresiasi atas aktiva tetap.
Penjelasan ini rancu karena depresiasi aktiva tetap bukanlah sesuatu
yang dapat digunakan untuk membentuk pendanaan. Depresiasi adalah
alokasi secara sistematis dan rasional untuk membagi beban pembelian
aset tetap sesuai masa manfaatnya (Kieso, Weygandt, & Warfield, 2007).
Kerancuan ini coba dijelaskan oleh Nazier (2005) yang menyebutkan bahwa
dana depresiasi diisi dengan dana yang bersumber dari kontribusi tahunan
penerimaan APBD. Meskipun demikian, tidak terdapat bukti yang menunjukkan
ada pemerintah daerah yang membentuk dana depresiasi sampai ketentuan
tentang dana depresiasi ini dianggap tidak sesuai dengan standar akuntansi
pemerintahan yang disahkan Tahun 2005.Pengesahan standar akuntansi
pemerintahan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005
7

menjadi awal dari babak baru akuntansi di Indonesia. Dalam standar


akuntansi ini tidak lagi ada pembentukan dana depresiasi dan dijelaskan bahwa
“depresiasi digunakan untuk mengakui penurunan nilai aset sehubungan dengan
adanya pemakaian, keausan, atau kerusakan” (Nazier, 2005, p4).
Dalam standar akuntansi pemerintahan, aset tetap diatur dalam
Pernyataan Standar Nomor 07 dimana salah satu hal yang diatur adalah terkait
penyusutan. Penyusutan dapat dilakukan kecuali terhadap aset tanah dan
konstruksi dalam pengerjaan. Kata ‘dapat’ menjadi penekanan dalam standar
ini yang diinterpretasikan sebagai kebolehan bukan kewajiban. Meskipun
demikian, KSAP (2007) mendetailkan lebih lanjut akuntansi penyusutan
dengan menerbitkan buletin teknis. Dalam standar akuntansi pemerintahan,
istilah yang digunakan adalah ‘penyusutan’. Hal ini berbeda dengan
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 yang menggunakan istilah ‘depresiasi’.
Dalam tulisan ini, kedua istilah tersebut digunakan sesuai peraturan yang
sedang dibahas dan dapat saling menggantikan.

2.2. Pengelolaan Aset Tetap daerah

Aset tetap merupakan akun langganan yang menjadi incaran BPK dalam
melakukan audit keuangan. Hal ini dikarenakan banyak permasalahan di daerah
yang disebabkan karena pengelolaan aset/barang milik daerah. Secara garis besar
ada beberapa permasalah terkait pengelolaan aset di daerah diantaranya banyaknya
aset yang tidak termanfaatkan dengan baik dan masalah penatausahaan (dokumen
dan inventaris). Selain itu seiring perkembangan globalisasi dan demokrasi
sekarang ini masyarakat menuntut agar pengelolaan aset/barang daerah berdasarkan
pada mekanisme pasar (efisien, efektif, dan ekonomis), transparan dan akuntabel
Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah sudah mengeluarkan
beberapa peraturan diantarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No 17 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Peraturan ini mengatur
tentang siklus pengelolaan aset/barang daerah yang terdiri dari perencanaan dan
penganggaran, pengadaan, penerimaan, pemeliharaan, penatausahaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan,
pengawasan dan pengenalian, pembiayaan serta tuntutan ganti rugi. Dalam
prakteknya penerapan peraturan ini belum maksimal selain karena sistem birokrasi
8

yang berbelit-belit, faktor jumlah dan kapasitas sumber daya manusia di lapangan
juga mempengaruhi praktek penerapan peraturan tentang aset tetap tersebut.
Walaupun sering menjadi masalah di berbagai daerah khususnya dalam hal
pengelelolaan keuangan daerah bukan berarti pengelolaan aset daerah yang baik
sulit dicapai. Berikut adalah beberapa hal yang diperhatikan oleh pemerintah daerah
untuk menuju pengelolaan berang/aset daerah yang lebih baik:
1. Memperjelas pihak-pihak yang terlibat dan prosedur pengelolaan barang
Pengelolaan aset/barang milik daerah membutuhkan peranan berbagai pihak
dari suatu organisasi, untuk itu setiap organisasi harus memperjelas pihak-
pihak yang terlibat dalam siklus pengelolaan aset/barang daerah serta prosedur-
prosedur yang harus dilalui oleh masing-masing pihak tersebut. Pembuatan
prosedur pengelolaan aset/barang daerah harus memperhatikan pedoman yang
diberikan Menteri Dalam Negeri dan standar akuntansi pemerintah yang
berlaku. Dengan adanya kejelasan pihak dan prosedur pengelolaan aset/barang
daerah maka akan memudahkan dalam proses sinkronisasi yang nantinya akan
mempermudah pembuatan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah.
2. Pengolahan data dan pelaporan dengan sistem
Seperti sudah dijelaskan diawal bahwa salah satu permasalahan dalam
aset/barang daerah adalah penatausahaan khususnya dalam hal dokumen dan
inventaris. Untuk mengatasi permasalah ini diperlukan suatu sistem yang
mendukung pengolahan data dan pelaporan. Pembuatan sistem ini tentunya
membutuhkan dukungan dari divisi IT yang ada di organisasi tersebut atapun
dengan menggunakan bantuan konsultan dari pihak swasta. Sistem ini harus
mampu mengakomodir semua data aset/barang daerah dari mulai perencanaan
hingga pelaporan. Mampu mengakomodir formulir-formulir terkait
pengelolaan aset serta laporan-laporan output yang dibutuhkan untuk proses
pertangungjawaban. Sistem yang terintegrasi dengan baik akan sangat
membantu pemerintah dalam mengambil kebijakan dengan mudah dan cepat
serta mampu menelusuri catatan historis dari suatu aset/barang daerah.
3. Dalam perkembangan, sistem pengelohan data dan pelaporan aset/barang milik
daerah harus mampu menjadi sistem informasi manajemen aset daerah yang
menghasilkan informasi lebih cepat, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
9

Serta mampu mengganti pekerjaan manual menjadi pekerjaan elektronik dan


online antar SKPD.
4. Publikasi merupakan salah satu cara yang harus ditempuh untuk mencapai
akuntabilitas dan transparansi pengelolaan aset/barang milik daerah. Publikasi
ini sangat di perlukan oleh masyarakat untuk mengetahui informasi tentang
aset/barang daerah tanpa harus pertanya kepada pejabat yang bertugas. Salah
satu media publikasi yang tergolong murah dan mudah untuk diakses semua
orang adalah internet. Informasi tentang aset/barang daerah yang dimiliki oleh
suatu pemerintah yang diberikan kepada masyarakat secara terbuka akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan aset/barang milik
daerah.
Optimalisasi penggunaan aset/barang milik daerah
Sudah bukan rahasia umum lagi jika banyak aset daerah yang sudah tidak terpakai
namun masih tetap tercatat di neraca pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan kurang
optimalnya penggunaan aset tersebut serta proses penghapusan aset yang
membutuhkan waktu panjang karena menggunakan Surat Keputusan Kepada
Daerah. Untuk itu aset yang ada, selama masa manfaatnya harus dioptimalkan
penggunakaan. Salah satu caranya adalah dengan mekanisme sewa yaitu
pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dengan jangka waktu tertentu
dengan menerima imbalan uang. Selain itu mekanisme Bangun Guna Serah (BGS)
dan Bangun Serah Guna (BSG) juga salah contoh wujud optimalisasi aset/barang
milik daerah.
Keempat hal diatas tentunya akan sia-sia jika tidak diiringi dengan kesiapan
kapasitas sumber daya manusia dan keinginan dari semua pihak untuk menuju
pengelolaan aset/barang milik daerah yang lebih baik. Pada akhirnya suatu proses
akan berjalan dengan baik jika terdapat dukungan dari semua pijak untuk
mewujudkan proses tersebut.

2.3.Capital Charging

Capital Charging merupakan praktik manajemen keuangan yang


dirancang untuk menggambarkan biaya-biaya yang muncul terkait dengan
pengadaan aset pemerintah (Ball, 2003). Dengan pendekatan ini entitas
pengguna aset tetap dibebankan sejumlah uang sebagai pengganti dari biaya
10

bunga dan tingkat pengembalian modal yang ada pada sektor swasta (Ball,
2003). Terdapat dua alur alasan terkait diterapkannya capital charging, yang
pertama untuk menyamakan dengan biaya yang muncul pada sektor privat dan
yang kedua untuk menghilangkan kecenderungan yang muncul yaitu kesan
bahwa aset tetap merupakan barang gratis (Ball, 2003; Heald & Scott, 1996).
Pada sektor publik, pendanaan aset tetap biasanya bersumber dari pendapatan,
baik pajak maupun bukan pajak, walaupun terkadang aset tetap juga dibiayai
dengan menggunakan pinjaman. Baik didanai dengan pendapatan maupun
pinjaman, pengguna aset tetap tersebut biasanya bukan pihak yang melakukan
pengadaan sehingga pengguna aset tetap melihat aset tetap sebagai barang gratis
(Heald & Scott, 1996; Sussex, 2004).
11

BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Aset tetap sebagai salah satu harta negara dengan nilai yang
signifikan tidak luput dari perkembangan akuntansi. Perkembangan
akuntansi ini dapat dipisahkan menjadi dua kelompok besar, yaitu
perkembangan akuntansi pada pemerintah pusat dan perkembangan
akuntansi pada pemerintah daerah. Sedangkan di luar negeri, akuntansi aset
tetap juga berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah kebijakan capital
charging dalam pengelolaan aset tetap. Pengoptimalisasian pengelolaan aset tetap
daerah adalah focus utama yang harus diperhatikan dengan empat cara yaitu,
memperjelas pihak-pihak yang terlibat dan prosedur pengelolaan barang,
pengolahan data dan pelaporan dengan sistem, sistem pengelohan data dan
pelaporan aset/barang milik daerah harus mampu menjadi sistem informasi
manajemen aset daerah dan publikasi.

3.2.Saran

Aset tetap daerah yang terkadang tidak banyak yang menghiraukannya


dalam pemerintah daerah karena dianggap sebagai barang yang gratis, sehingga
sistem pengelolaan yang terkadang tak berjalan semestinya dengan peraturan
pemerintah. Oleh karena itu diharapkan akuntansi sebagai ilmu yang
mengedepankan akuntabilitas dalam pengelolaan asset tetap ini harus berperan
paling depan supaya tidak ada lagi asset tetap (dokumen dan inventaris) pemerintah
daerah yang tak terawat dan tak ada lagi aset daerah yang sudah tidak terpakai
namun masih tetap tercatat di neraca pemerintah daerah
12

DAFTAR PUSTAKA

Ball, R., Robin, A. & Wu, S. 2003. Incentives Versus Standards: Properties of
Accounting Income in Four East Asian Countries. Journal of Accounting &
Economic. Vol. 36:235-270.
Bastari, Iman 2004, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Standar
Akuntansi Pemerintahan sebagai wujud reformasi manajemen keuangan
daerah, Anggota Komite Kerja Standar Akuntansi Pemerintahan, Jakarta,
Juli.
BPK. (2017). The Journey Of Fixed Asset Accounting In The Local Government
Of Indonesia And Capital Charging As Improvement Direction 2017.
Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan. Jurnal Akuntansi
Donal E. Kieso, Jerry J. Weygandt, and Terry D. Warfield, 2007, Akuntansi
Intermediate. Edisi Keduabelas, Jakarta : Erlangga.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Pengurusan,Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta
Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah danPenyusunan Perhitungan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). 2007. PSAP 01 tentang Penyajian
Laporan Keuangan.
Simanjuntak, Binsar H, 2005, Menyongsong Era Baru Akuntansi Pemerintahan di
Indonesia, Jurnal akuntansi Pemerintah Vol. 1, N0. 1.

Anda mungkin juga menyukai