Anda di halaman 1dari 7

Big Five Personality Model dikemukakan oleh Costa dan McCrae (1992)

dalam Klang (2012).

1. Openness to Experience (Terbuka terhadap Hal-hal baru)

Dimensi Kepribadian Opennes to Experience ini mengelompokan individu


berdasarkan ketertarikannya terhadap hal-hal baru dan keinginan untuk
mengetahui serta mempelajari sesuatu yang baru. Karakteristik positif pada
Individu yang memiliki dimensi ini cenderung lebih kreatif, Imajinatif,
Intelektual, penasaran dan berpikiran luas.

Sifat kebalikan dari “Openness to Experience” ini adalah individu yang cenderung
konvensional dan nyaman terhadap hal-hal yang telah ada serta akan
menimbulkan kegelisahan jika diberikan tugas-tugas baru.

2. Conscientiousness (Sifat Berhati-hati)

Individu yang memiliki Dimensi Kepribadian Conscientiousness ini cenderung


lebih berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan ataupun penuh pertimbangan
dalam mengambil sebuah keputusan, mereka juga memiliki disiplin diri yang
tinggi dan dapat dipercaya. Karakteristik Positif pada dimensi  adalah dapat
diandalkan, bertanggung jawab, tekun dan berorientasi pada pencapain.

Sifat kebalikan dari Conscientiousness adalah individu yang cendurung kurang


bertanggung jawab, terburu-buru, tidak teratur dan kurang dapat diandalkan dalam
melakukan suatu pekerjaan.

3. Extraversion (Ekstraversi)

Dimensi Kepribadian Extraversion ini berkaitan dengan tingkat kenyamanan


seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain. Karakteristik Positif Individu
Extraversion adalah  senang bergaul, mudah bersosialisasi, hidup berkelompok
dan tegas.

Sebaliknya, Individu yang Introversion (Kebalikan dari Extraversion) adalah


mereka yang pemalu, suka menyendiri, penakut dan pendiam.

4. Agreeableness (Mudah Akur atau Mudah Bersepakat)

Individu yang berdimensi Agreableness ini cenderung lebih patuh dengan


individu lainnya dan memiliki kepribadian yang ingin menghindari konfilk.
Karakteristik Positif-nya adalah kooperatif (dapat bekerjasama), penuh
kepercayaan, bersifat baik, hangat dan berhati lembut serta suka membantu.

Karakteristik kebalikan dari sifat “Agreeableness” adalah mereka yang tidak


mudah bersepakat dengan individu lain karena suka menentang, bersifat dingin
dan tidak ramah.
5. Neuroticism (Neurotisme)

Neuroticism adalah dimensi kepribadian yang menilai kemampuan seseorang


dalam menahan tekanan atau stress. Karakteristik Positif dari Neuroticism disebut
dengan Emotional Stability (Stabilitas Emosional), Individu dengan Emosional
yang stabil cenderang Tenang saat menghadapi masalah, percaya diri, memiliki
pendirian yang teguh.

Sedangkan karakteristik kepribadian Neuroticism (karakteristik Negatif) adalah


mudah gugup, depresi, tidak percaya diri dan mudah berubah pikiran.

Oleh karena itu, Dimensi Kepribadian Neuroticism atau Neurotisme yang pada
dasarnya merupakan sisi negatif ini  sering disebut juga dengan dimensi
Emotional Stability (Stabilitas Emosional) sebagai sisi positifnya, ada juga yang
menyebut Dimensi ini sebagai Natural Reactions (Reaksi Alami).
Michael E. Porter (1985) dalam buku Competitive Strategy mengajukan model
lima kekuatan (five forces module) sebagai alat untuk menganalisis lingkungan
persaingan industry, dengan skema sebagai berikut:

1. Ancaman pendatang baru (Threat of New Entrants).

Ancaman pesaing tidak hanya datang dari para kompetitor lama. Seiring
dengan berkembangnya usaha, muncul juga ancaman dari para produsen baru.
Masuknya pemain baru dalam industri akan membuat persaingan menjadi
ketat yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya laba yang diterima
bagi semua perusahaan. Hal ini berkaitan dengan seberapa mudah pendatang
baru untuk ikut berkompetisi dalam persaingan usaha sejenis.

2. Ancaman produk atau jasa pengganti (Threat of sunstitutes).

Merupakan barang atau jasa yang dapat menggantikan produk sejenis. Adanya
produk atau jasa pengganti akan membatasi jumlah laba potensial yang
didapat dari suatu industri. Makin menarik alternatif harga yang ditawarkan
oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan laba dari suatu industri.
Sehingga dengan semakin banyak ragam barang dan jarang, terciptanya
produk pengganti juga mempengaruhi pendapatan dari perusahaan. Hal ini
berkaitan dengan apakah konsumen memiliki pilihan lain terhadap produk
yang ada

3. Kekuatan tawar menawar pembeli (Bargaining power of Customers).

Daya tawar pembeli pada industri berperan dalam menekan harga untuk turun,
serta memberikan penawaran dalam hal peningkatan kualitas ataupun layanan
lebih, dan membuat kompetitor saling bersaing satu sama lain. Proses
penawaran terkadang melebihi atau berada posisi tingkat paling bawah.
Janganlah kiranya harga yang di tawarkan sama dengan biaya produksi karena
jika hal ini terjadi, maka perusahaan tersebut akan mengalami kerugian.
Sebagai akibat jangka panjang, maka perusahaan tersebut akan menurunkan
kualitas dari produk yang di produksi. Dengan rendahnya kualitas, maka
tingkat kompetisi perusahaan tersebut akan menurun. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan konsumen untuk dapat mempengaruhi harga jual barang sehingga
menjadi lebih rendah.

4. Kekuatan tawar menawar pemasok (Bargaining power of Suppliers).

Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar menawar terhadap pembeli


dalam industri dengan cara menaikkan harga atau menurunkan kualitas produk
atau jasa yang dibeli. Perusahaan berusaha mendapatkan harga semurah
mungkin dengan kualitas yang tinggi. Jika perusahaan memperoleh pemasok
yang demikian, maka perusahaan tersebut akan memperoleh kompetisi yang
baik di bandingkan dengan perusahaan yang baik.

5. Persaingan antar kompetitor dalam Industri yang sama (Rivalry of


Competitors).

Menurut Porter persaingan antar pesaing dalam industri yang sama ini menjadi
pusat kekuatan persaingan. Kompetitor dalam hal ini adalah pemain yang
menghasilkan serta menjual produk sejenis, yang bersaing merebutkan pasar.
Banyak dari perusahaan lain yang bergerak pada bidang yang sama. Saat ini
tidak hanya berkompetisi pada harga saja, tetapi telah berkembang jauh lagi.
Persaingan pada bidang pelayanan kualitas, maupun pelayanan purna jual dari
produk yang di tawarkan. Semakin banyak kompetitor, suatu perusahaan
makin berjuang keras untuk memperebutkan pasar.
1. Asas delegasi atau hasil yang diharapkan ( principle delegation by result
expected )
Asas ini memperhatikan hasil yang diperoleh dari pemberian wewenang
itu. Harus disesuaikan dengan adanya jaminan kecakapan dan
keterampilan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Wewenang harus
didelegasikan tidak berlebih-lebihan, tetapi hanya sebesar yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang diharapkan tersebut. Misalnya : Untuk
mendapatkan hasil 10 ton, maka didelegasikan wewenang untuk
memproduksi 10 ton saja.

2. Asas penentuan fungsi atau kejelasan tugas ( principle of function


definition )
Asas penentuan tugas-tugas yang dilakuan oleh para manajer bagi para
bawahan harus secara jelas disertai hasil yang diharapkan. Semakin jelas
kegiatan yang harus dilakukan, maka akan semakin jelas delegation of
authority dalam organisasi dan semakin jelas hubungan wewenang dengan
bagian-bagian lainnya, serta semakin jelas pulatanggung jawab seseorang
dalam melakukan tugastugasnya untuk mencapai tujuan perusahaan.

3. Asas rantai berkala ( principle scalar of chain )


Menurut Henry Fayol, semakin jelas garis wewenang dari manajer puncak
dalam perusahaan ke setiap bawahan, akan semakin efektif tanggung
jawab, pengambilan keputusan dan komunikasi organisasi. Asas ini
menghendaki adanya urutan-urutan wewenang dari manajer puncak
sampai pada bawahan. Apabila manajer puncak akan memerintahkan tugas
kepada bawahan, maka harusmelalui tingkatan-tingkatan yang ada.
Misalnya : Manajer puncak – manajer madya – manajer lini pertama dan
seterusnya sampai bawahan yang terendah.

4. Asas tingkat wewenang ( the authority level pranciple )


Masing-masing pemimpin pada setiap tingkat harus mengambil keputusan
apa saja yang dapat diambilnya sepanjang mengenai wewenangnya.

5. Asas kesatuan komando ( principle unity of comand )


Setiap bawahan harus diusahakan agar hanya menerima perintah dari
seorang atasan saja. Tetapi setiap atasan dapat memerintah lebih dari
seorang bawahan.

6. Asas kemutlakan tanggung jawab ( principle of absoluteness of


responsibility )
Setiap pemimpin yang menerima wewenang, mutlak bertanggung jawab
kepada atasan mengenai wewenang yang dilaksanakannya. Tanggung jawa
tidak boleh didelegasikan kepada bawahan yang menerima wewenang itu.
Hanya wewenang yang boleh didelegasikan kepada bawahan.

Misalnya : Dalam perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas atau PT


manajer puncak menerima wewenang dari Dewan Komisaris, maka ia
harus bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Dewan Komisaris
menerima wewenang dari pemegang saham, mereka harus
mempertanggungjawabkannya kepada pemegang saham. Jelasnya
seseorang yang menerima wewenang, harus bertanggung jawab kepada
orang yang memberikan wewenang tersebut.

7. Asas keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab ( parity of


authority and responsibility )
Pemimpin yang memberikan wewenang berdasarkan asas ini tidak boleh
menuntut tanggung jawab lebih dari wewenang yang diberikan kepada
bawahan atau tidak boleh menuntut tanggung jawab lebih dari hasil yang
diharapkan. Jadi, besarnya wewenang yang didelegasikan harus sama dan
seimbang dengan besarnya tugas-tugas dan tanggung jawab yang
dimintakan. Tanpa keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab
akan mengakibatkan adanya tindakan yang tumpang-tindih.

8. Asas pembagian kerja ( devision of work )


Untuk berfungsinya organisasi hendaknya dilakukan distribusi pekerjaan,
karena tanpa adanya pembagian kerja, manajemen tidak berarti apa-apa
dan semua tugas akan langsung dilakukan oleh pemimpin. Partisipasi
bawahan kurang dan mereka tidak dapat melakukan kegiatankegiatannya.

9. Asas efisiensi
Asas efisiensi artinya pemimpin akan lebih leluasa melaksanakan tugas-
tugas penting daripada melaksanakan hal-hal yang dapat dikerjakan
bawahan. Keuntungan spesialisasi dapat dimanfaatkan dengan baik,
sehingga pemimpin dapat memikirkan perkembangan perusahaan. Perlu
diperhatikan bahwa asas tidak berlaku mutlak, tetapi sebagai pedoman
untuk bertindak dan dalam penerapannya harus mempertimbangkan
kebutuhan dan situasi.

Sumber: Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan. 2001. Manajemen : Dasar,


Pengertian, Dan  Masalah. Edisi revisi. Jakarta : Penerbit  PT. Bumi
Aksara.
Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempangaruhi
orang lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan perbuatan
dalam mencapai tujuan bersama.

Kepemimpinan kepala sekolah berbasis kewirausahaan adalah suatu praktek


kepemimpinan pendidikan (kepala sekolah) dengan menerapkan prinsip prinsip
kewirausahaan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Suyanto dan Abbas (2004: 172) karakteristik
kepala sekolah sebagai wirausahawan yang unggul dapat dirumuskan ke dalam
lima hal berikut ini: pertama, kepala sekolah yang wirausahawan akan 26 berani
mengambil risiko serta mampu memperhitungkan dan berusaha tidak
menghindarinya. Kedua, kepala sekolah akan selalu berupaya mencapai dan
menghasilkan karya bakti yang lebih baik untuk pengguna jasa (siswa dan orang
tuanya), pemilik, pemasok, para pendidik dan karyawan administrasi, masyarakat,
bangsa dan negara. Ketiga, kepala sekolah bersikap antisipatif terhadap
perubahan, tetapi akomodatif terhadap lingkungan. Keempat, kepala sekolah akan
kreatif mencari dan menciptakan peluang dan meningkatkan produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas kinerja lembaganya. Kelima, kepala sekolah akan selalu
berusaha meningkatkan keunggulan dan citra lembaga melalui investasi baru di
berbagai bidang

Anda mungkin juga menyukai