Anda di halaman 1dari 14

REGULASI & STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

OLEH:

LEONY PRISKA SUPIT

A031201014

MATA KULIAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK KELAS D

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas hikmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan rangkuman mata kuliah atau makalah ini tepat pada waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak dan juga media yang bisa
digunakan untuk menjadi sumber referensi bagi penulis. Penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan dari penulisan makalah ini karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat menyempurnakan makalah
ini.

Penulis berharap materi ini dapat memberikan referensi dan juga ilmu kepada pembaca
utamanya penulis. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Makassar, 18 Februari 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah .................................................................................................................. 3
C. Tujuan .................................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik di Indonesia ................................................. 4


B. Perkembangan Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik di Indonesia ........................ 6
C. Perkembangan Regulasi terkait Organisasi Nirlaba ............................................................... 9
D. Perkembangan Regulasi terkait Otonomi Daerah ................................................................ 10

BAB III PENUTUP

Kesimpulan .......................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akuntansi sektor publik merupakan aktivitas akuntansi yang dilakukan terhadap kejadian
dan transaksi keuangan organisasi sektor publik. Organisasi atau entitas sektor publik yang
paling utama adalah pemerintahan, maka akuntansi sektor publik juga dapat dinyatakan
sebagai aktivitas akuntansi yang diterapkan pada pemerintahan, baik pemerintahan pusat,
maupun pemerintahan daerah. Penerapan mekanisme akuntansi pada organisasi pemerintahan
bukan berarti bahwa akuntansi organisasi komersial sepenuhnya diterapkan pada organisasi
pemerintah.
Istilah “sektor publik” memiliki pengertian yang bermacam. Hal tersebut merupakan
konsekuensi dari luasnya wilayah publik, sehingga setiap disiplin ilmu memiliki cara pandang
dan definisi yang berbeda-beda. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat
dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk
menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak
publik. Sistem akuntansi yang dirancang dan dijadikan secara baik akan menjamin
dilakukannya prinsip stewardship dan accountability dengan baik pula. Pemerintah atau unit
kerja pemerintah perlu memiliki sistem akuntansi yang tidak saja berfungsi sebagai alat
pengendalian transaksi keuangan, akan tetapi sistem akuntansi tersebut hendaknya
mendukung pencapaian tujuan organisasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis mengangkat rumusan masalah, yakni:
Bagaimana regulasi dan standar akuntansi sektor publik yang ada pada birokrasi
pemerintahan negara Indonesia?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan makalah ini agar dapat mengetahui dan
memahami dengan baik regulasi dan standar sektor publik di Indonesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik di Indonesia


Regulasi berasal dari bahasa Inggis, yakni regulation atau peraturan. Dalam kamus bahasa
Indonesia (Reality publisher, 2008), kata “peraturan” mengandung arti kaidah yang dibuat
untuk mengatur, petunjuk yang dipakai untuk menata sesuatu dengan aturan, dan ketentuan
yang harus dijalankan serta dipatuhi. Jadi, regulasi publik adalah ketentuan yang harus
dijalankan dan dipatuhi dalam proses pengelolaan organisasi publik, baik pada organisasi
pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, partai politik, yayasan, LSM, organisasi
keagamaan/tempat peribadatan, maupun organisasi sosial masyarakat lainnya.
Standar akuntansi merupakan pedoman umum atau prinsip-prinsip yang mengatur
perlakuan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan pelaporan kepada para
pengguna laporan keuangan. Menurut Mardiasmo, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam penetapan standar akuntansi, antara lain:
1. Standar memberikan pedoman tentang informasi yang harus disajikan dalam laporan
posisi keuangan, kinerja, dan aktivitas sebuah organisasi bagi seluruh pengguna
informasi.
2. Standar memberikan petunjuk dan aturan tindakan bagi auditor yang memungkinkan
pengujian secara berhati-hati dan independen saat menggunakan keahlian dan
integritasnya dalam mengaudit laporan suatu organisasi serta saat membuktikan
kewajaran.
3. Standar memberikan petunjuk tentang data yang perlu disajikan yang berkaitan
dengan berbagai variabel yang patut dipertimbangkan dalam bidang perpajakan,
regulasi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi serta tujuan sosial lainnya.
4. Standar menghasilkan prinsip dan teori yang penting bagi seluruh pihak yang
berkepentingan dalam disiplin ilmu akuntansi.
Secara umum, terdapat empat ragam standar yang mengatur organisasi sektor publik,
yaitu:

4
1. Standar nomenklatur, yang memandu proses perencanaan dan pertanggungjawaban
yang terkait dengan pengkodean aktivitas publik atau transaksi publik yang terjadi,
serta berbagai barang dan jasa yang telah dihasilkan.
2. Standar akuntansi sektor publik, yang memberikan pedoman untuk menghasilkan
pelaporan yang memenuhi syarat untuk diaudit.
3. Standar pemeriksaan keuangan negara, yang memberikan pedoman bagi pelaksanaan
audit atas pelaporan sektor publik.
4. Standar akuntansi biaya, merupakan dasar pengukuran besarnya investasi yang akan
dilakukan.
Manfaat standar akuntansi keuangan sektor publik (SAKSP), yakni:
1. Meningkatkan kualitas dan realibilitas laporan dan keuangan organisasi sektor publik,
khususnya dalam hal organisasi pemerintahan.
2. Meningkatkan kinerja keuangan dan perekonomian.
3. Mengusahakan harmonisasi antara persyaratan atas laporan ekonomis dan keuangan.
4. Mengusahakan harmonisasi antara yuridiksi dengan menggunakan dasar akuntansi
yang sama.
Penerapan SAKSP akan menghasilkan sistem akuntansi dan manajemen keuangan
pemerintahan yang lebih baik sehingga laporan keuangan yang dihasilkan mempunyai
informasi yang lebih baik.
Di Indonesia, beberapa upaya untuk membuat sebuah standar yang relevan dengan
praktik-praktik akuntansi di organisasi sektor publik telah di lakukan, baik oleh ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) maupun oleh pemerintah sendiri. Bagi organisasi nirlaba (yang
dimiliki perorangan/swasta), IAI telah menentukan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) Nomor 45 tentang “organisasi nirlaba”. PSAK berisi tentang kaidah-kaidah serta
prinsip yang harus diikuti oleh organisasi nirlaba dalam membuat laporan keuangan. Tujuan
PSAK 45 untuk mengatur pelaporan keuangan entitas nirlaba sehingga diharapkan dapat lebih
mudah dipahami, memiliki relevansi, dan memiliki daya banding yang tinggi. Laporan
keuangan entitas nirlaba yang diatur dalam PSAK 45 terdiri dari:
- Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode laporan
- Laporan aktivitas untuk suatu periode pelaporan
- Laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan

5
- Catatan atas laporan keuangan
Standar Akuntansi Pemerintah adalah prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun
dan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan akuntansi pemerintahan, serta peningkatan kualitas. Pemerintah menerapkan
SAP basis akrual yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang dan ekuitas dalam pelaporan
finansial. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah,
SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP). SAP
harus digunakan sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan pemerintah, baik
Pemerintah Pusat maupun Daerah. Adapun basis penerapan akuntansi pemerintah adalah:
a. SAP Berbasis Kas, Basis akuntansi yang digunakan dengan laporan keuangan
pemerintah adalah Basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan
dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban,
dan ekuitas dalam Neraca. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti
pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/ Daerah atau
oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari rekening kas
umum Negara/daerah.
b. SAP berbasis Akrual, yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang dan
ekuitas dalam laporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja,
dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang
ditetapkan dalam APBN/APBD. Basis akrual untuk neraca berarti bahwa aset,
kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi atau pada
saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa
memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. SAP berbasis akrual
diterapkan dalam lingkungan pemerintah pusat, daerah dan satuan organisasi di
lingkungan pusat/daerah.
SPKN ini mengatur mengenai hal-hal yang belum diatur oleh standar profesional akuntan
publik (SPAP) yang merupakan standar audit bagi perusahaan, aturan-aturan tambahan
tersebut diperlukan mengingat karakteristik organisasi pemerintahan yang berbeda dengan
organisasi lainnya. SPKN memuat persyaratan profesional yang harus dipenuhi oleh setiap
pemeriksa/auditor, mutu pelaksanaan pemeriksaan/audit kepada SPKN, kredibilitas informasi
dilaporkan oleh entitas yang diperiksa. SPKN ini berlaku untuk:

6
1. Badan Pemeriksa Keuangan RI
2. Akuntan publik/pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggungjawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK-RI
3. Aparat Pengawas Internal Pmerintah (APIP) termasuk satuan pengawas intern (SPI)
BUMN/BUMD sebagai acuan dalam menyusun standar pemeriksaan sesuai dengan
kedudukan, tugas pokok, dan fungsi masing-masing,
4. Pihak-pihak lain yang ingin menggunakan SPKN.
B. Perkembangan Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik di Indonesia
Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada UU Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pengertian daerah dalam era pra
reformasi adalah daerah tingkat I yang meliputi propinsi dan daerah tingkat II yang meliputi
kotamadya atau kabupaten. Dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1
angka 13, 14, 15, dan 16, mengenai definisi pendapatan dan belanja negara atau daerah
berbasis akrual yang menyebutkan bahwa “Pendapatan negara atau daerah adalah hak
pemerintah pusat atau daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dan
Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah pusat atau daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih”. Namun, kita diperkenankan untuk transisi karena saat itu
praktik yang ada adalah dengan menggunakan basis kas yang pendapatan dan belanja diakui
saat uang masuk atau keluar dari atau menuju kas umum negara atau daerah.
Peraturan dan karakter pengelolaan keuangan daerah yang ada pada masa era pra
reformasi dapat dirincikan sebagai berikut:
1. UU No. 5 tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah;
2. PP No. 6 tahun 1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan
Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD dengan indikator kinerja Pemda, meliputi
perbadingan anggaran dan realisasi, perbandingan standar dan realisasi, serta target
presentase fisik proyek.
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-099 tahun 1980 tentang Manual
Administrasi Keuangan Daerah. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi
diperkenalkan double entry bookkeeping.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD.

7
5. UU No. 18 tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
6. Keputusan Menteri Dalam Negeri No 3 tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan
Perhitungan APBD. Bentuk laporan perhitungan APBD, meliputi perhitungan APBD,
nota perhitungan, perhitungan kas dan pencocokan sisa kas dan sisa perhitungan (PP
tahun 1975).
Pada saat era reformasi regulasi mengalami transisi untuk mengelola keuangan negara
daerah menuju tata kelola yang baik dengan meliputi penataan peraturan perundang-
undangan, penataan kelembagaan, penataan sistem pengelolaan keuangan negara atau daerah,
dan pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan.
Dispensasi ini tercantum dalam Pasal 36 ayat 1 UU 17 Tahun 2003 yang intinya ketentuan
mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun, artinya sampai dengan tahun 2008. Pada masa
transisi inilah PP 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah terbit, dimana kita
memakai basis Kas Menuju Akrual (Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas,
Neraca berdasarkan basis Akrual). Dalam pelaksanaan PP 24 Tahun 2005 tersebut hingga
Laporan Keuangan Pemerintah tahun 2008 selesai diaudit di tahun 2009, ternyata opini yang
didapat pemerintah saat itu masih menyedihkan.
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai
pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan
aturan-aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah
pusat maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda
antara PP 71 tahun 2010 ini dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah
lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual yang akan
dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II merupakan
Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku hingga tahun
2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap
entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri
Keuangan dan Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi
bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain,
Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24
tahun 2005 tanpa perubahan sedikitpun. Oleh karena itu, pemerintah akhirnya berkonsultasi

8
dengan pimpinan DPR, dan disepakati bahwa basis akrual akan dilaksanakan secara penuh
mulai tahun 2014.

C. Perkembangan Regulasi terkait Organisasi Nirlaba


1. Regulasi tentang Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha
untuk mencapai maksud dan tujuannya dengan mendirikan badan usaha dan ikut serta dalam
suatu badan usaha dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Regulasi yang terkait dengan
yayasan adalah Undang-undang RI Nomor 16 Tahun 2001 Tentang yayasan. Undang-
undang ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan
dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan
akuntabilitas kepada masyarakat.
2. Regulasi tentang Partai Politik
Regulasi tentang partai politik telah dikembangkan sejak lama, tetapi berkembangnya
dengan pesat sejak era reformasi dengan sistem multipartainya. Undang-undang yang
pertama ada setelah era reformasi adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 Tentang
Partai Politik. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan perubahan sistem
ketatanegaraan yang dinamis di awal-awal era reformasi, undang-undang ini diperbaharui
dengan keluarnya undang-undang Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Partai Politik.
3. Regulasi tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan
Badan Hukum Milik Negara (BHMN) adalah salah satu bentuk badan hukum di
indonesia yang awalnya di bentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka
“privatisasi” lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri, khususnya sifat
non-profit meski berstatus sebagai badan usaha. Tedapat peraturan pemerintah yang
mengatur tentang bentuk dan mekanisme pendanaan bagi perguruan tinggi negeri berbadan
hukum yakni Peraturan Pemerintah RI No. 26 tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme
Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang kemudian diperbaharui kembali di
tahun 2020 melalui Peraturan Pemerintah RI No. 8 tahun 2020.
4. Regulasi tentang Badan Layanan Umum

9
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Dalam melakukan kegiatannya BLU
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. Dalam tataran pengatur regulasi, BLU di
atur oleh direktorat pembinaan pengelolaan Keuangan BLU yang ada dibawah Direktorat
Jendral Perbendaharaan yang ada di departemen keuangan. Wacana tentang BLU dalam
regulasi di level undang-undang disebut dalam undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang
pembendaharaan negara. Level regulasi dibawahnya yang secara khusus menjelaskan
tentang BLU adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.

D. Perkembangan Regulasi terkait Otonomi Daerah


Dalam kaitannya dengan otonomi daerah sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945,
pemerintah daerah dinyatakan berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Jadi, Tahun 2001 tepatnya setelah diberlakukan
UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, pemerintah melaksanakan otonomi
daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah yang lebih efisien, efektif, dan
bertanggungjawab. Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah dengan diberlakukan UU
tersebut, pemerintah menyadari masih terdapat aspek yang menjadi kelemahan sekaligus celah
dalam peraturan perundang-undangan yang sering menimbulkan kerancuan. Selain itu, isi
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah yang lebih efisien.
Dengan demikian dikeluarkan undang-undang berikut :
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
UU Nomor 32 Tahun 2004 tantang pemerintah daerah merupakan perubahan dan
penyempurnaan terhadap UU Nomor 22 Tahun 1999 dengan perihal yang sama. Secara
keseluruhan, UU 32/2004 mengatur pokok-pokok tentang: (a) pembentukan daerah dan
kawasan khusus,(b) pemabgian urusan pemerintah, (c) pemerintah daerah,(d) perangkat
daerah, (e) keuangan daerah, (f) peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, (g)
kepegawaian daerah, (h) pembinaan dan pengawasan, serta (i) desa. Dalam konteks

10
pertanggungjawaban dan akuntabilitas keuangan UU 32/2004 sejalan dengan UU
17/2003.
Dalam UU tentang keuangan negara terdapat penegasan di bidang peneglolaan
keuangan yaitu kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari
kekuasaan pemerintahan; dan sebagian kekuasaan penegelolaan keuangan negara dari
presiden diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah
untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan.
2. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pusat dan
daerah.
Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah mencakup
pembagian keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah secara proporsional,
demokratis, adil, dan transparansi dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan
daerah.

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, organisasi sektor publik seyogyanya
mampu memberikan pertanggungjawaban publik melalui laporan keuangannya. Untuk keperluan
tersebut dibuatlah standar akuntansi yang nantinya akan acuan dan pedoman bagi para akuntan
yang dalam organisasi sektor publik.
Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang
aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. Sistem akuntansi yang dirancang dan dijadikan
secara baik akan menjamin dilakukannya prinsip stewardship dan accountability dengan baik pula.
Pemerintah atau unit kerja pemerintah perlu memiliki sistem akuntansi yang tidak saja berfungsi
sebagai alat pengendalian transaksi keuangan, akan tetapi sistem akuntansi tersebut hendaknya
mendukung pencapaian tujuan organisasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jamaluddin Majid ; Akuntansi Sektor Publik. EDISI, Cet. 1 ; Penerbitan, Gowa : Pusaka
Almaida, 2019 ; Deskripsi Fisik, xii, 305 hlm. :ilus. ;15,5 x 23 cm. ; ISBN, 978-623-226-
131.
Nasution, Dito Aditia Darma. AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK:(Mahir dalam Perencanaan dan
Penganggaran Keuangan Daerah). Uwais Inspirasi Indonesia, 2019.

13

Anda mungkin juga menyukai