Anda di halaman 1dari 18

Nama : Muhammad Zahari

Nim :
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Tema : Harta Warisan

Harta Warisan

A. Ayat Al-Quran tantang Harta Warisan


Ayat yang menjelaskan tentang harta warisan terdapat dalam surah An-Nisa’
ayat 11-12, yaitu:

Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian


warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama
dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya
perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka
dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-
bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia
(yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak
mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara,
maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas)
setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya.

1
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana.” (surah An-
Nisa’:11)

Artinya: “Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang


ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka
(istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta
yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan
setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak,
maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
(setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-
utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka
bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam
bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan
setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris).
Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.”
(surah An-Nisa’:12)

B. Asbabunnuzul Surah An- Nisa’ ayat 11-12

2
Umrah binti Hazm, istri Sa’d ibn al-Rabi, menghadap kepada
Rasulullah SAW lalu berkata seraya menunjuk kepada dua anak kecil di
sisinya, “Wahai Rasulullah, ini adalah dua putri Sa’d ibn Al-Rabi. Ayah
mereka gugur di medan perang Uhud sehingga mereka kini yatim. Derita
semakin berat karena paman mereka mengambil harta mereka tanpa
menyisakan sedikit pun. Tentu saja kedua anak ini tidak akan bisa menikah
tanpa  harta.”

Rasulullah kemudian terbayang sosok dan kewiraan Sa’d ibn Al-Rabi


ketika berperang melindungi beliau. Selain itu Rasul juga iba pada kedua anak
itu. Namun beliau belum bisa menetapkan keputusan yang akan berkaitan
dengan hak waris dari ayah mereka. Akhirnya Rasul bersabda, “Allah akan
menurunkan ketetapan mengenainya.”

Tidak lama berselang, Allah menurunkan ayat Al Qur’an kepada Rasulullah


yaitu Surat An Nisa ayat 11 yang berbunyi:

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-


anakmu. Yaitu :bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka
bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-
bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara,
maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas)
sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah

3
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. 

Begitulah Al Quran memutuskan bagian untuk dua anak perempuan


itu. Kemudian Rasul mengutus seseorang untuk menemui paman mereka dan
berkata kepadanya,”Berikanlah dua pertiga harta pusaka Sa’d kepada dua
putrinya dan sisanya menjadi milikmu.”

Istri Sa’d dan kedua putrinya menjadi perantara bagi turunnya ketetapan Al
Quran mengenai hukum waris, suatu ketetapan yang berlaku hingga kini.

Ketika sistem aturan warisan ditetapkan dalam Islam, para wanita


mendapatkan keadilan dan kasih sayang. Sebelumnya, orang-orang jahiliyah
tidak memberi warisan kepada kaum wanita dan juga kepada orang laki-laki
yang lemah. Dari As-Sadi, dia berkata: “ Orang-orang jahiliyah tidak
memberikan harta warisan kepada anak perempuan dan laiki-laki yang masih
kecil. Seorang lelaki tidak mewariskan harta kepada anaknya kecuali yang
sudah mampu berperang. Abdurrahman, saudara hassan sang penyair,
meninggal dunia. Dia meninggalakan seorang istri yang bernama Ummu
Kujjah, dan meninggalkan lima orang saudara perempuan. Kemudian
datanglah orang-orang yang mengklaim sebagai ahli waris datang mengambil
harta warisannya. Ummu Kujjah mengadukan hal itu kepada Nabi SAW.
Kemudian Allah berfirman tentang ummu kujjah dalam surah An-Nisa’ ayat
12, yang artinya: “Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta
yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat
atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang

4
kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah
dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara
perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah
(dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan
tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah
Maha Mengetahui, Maha Penyantun.”1

C. Tafsir Surah An- Nisa’ ayat 11-12


- Tafsir surah An-Nisa’ ayat 11

Dalam ayat ini Allah menyampaikan wasiat yang mewajibkan kepada


kaum Muslimin yang telah mukalaf untuk menyelesaikan harta warisan bagi
anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya, baik mereka laki-laki atau
perempuan.
Apabila ahli waris itu terdiri dari anak-anak laki-laki dan perempuan,
maka berikan kepada yang laki-laki dua bagian dan kepada yang perempuan
satu bagian. Adapun hikmah anak laki-laki mendapat dua bagian,  karena laki-
laki memerlukan harta untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan nafkah istrinya
serta anaknya, sedang perempuan hanya memerlukan biaya untuk diri sendiri.
Adapun apabila ia telah menikah maka kewajiban nafkah itu ditanggung oleh
suaminya. Karena itu wajarlah jika ia diberikan satu bagian.
Yang dimaksud anak atau ahli waris lainnya dalam ayat ini adalah
secara umum. Kecuali karena ada halangan yang menyebabkan anak atau ahli

1Irwnto Ali. 2011. Seri Asbabun nuzul surah An-Nisa ayat 11. Link:
https://tumbuhkeatas.wordpress.com/2011/10/25/seri-asbabun-nuzul-surat-an-nisa-11/

5
waris lainnya tidak mendapat hak warisan. Adapun yang dapat menghalangi
seseorang menerima hak warisannya adalah:

1. Berlainan agama, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

)‫ث َأ ْه ُل ِملَّتَي ِْن(رواه ابن ماجه‬


ُ ‫الَ يَتَ َوا َر‬

“Tidak saling mewarisi antara orang-orang yang berlainan agama.”


(Riwayat Ibnu Majah).

2. Membunuh pewaris. Ini berdasarkan hadis dan ijma’.


3. Bila ahli waris menjadi hamba sahaya.
4. Harta peninggalan para nabi tidak boleh dibagi-bagi sebagai warisan.

Selanjutnya ditentukan oleh Allah apabila seseorang wafat hanya


mempunyai anak perempuan yang jumlahnya lebih dari dua orang dan tidak
ada anak laki-laki, maka mereka mendapat dua pertiga dari jumlah harta, lalu
dibagi rata di antara mereka masing-masing.
Tetapi apabila yang ditinggalkan itu anak perempuan hanya seorang
diri maka ia mendapat seperdua dari jumlah harta warisan. Sisa harta yang
sepertiga (kalau hanya meninggalkan dua anak perempuan) atau yang
seperdua (bagi yang meninggalkan hanya seorang anak perempuan) dibagikan
kepada ahli waris yang lain sesuai dengan ketentuan masing-masing.
Perlu ditambahkan di sini bahwa menurut bunyi ayat, anak perempuan
mendapat 2/3 apabila jumlahnya lebih dari dua atau dengan kata lain mulai
dari 3 ke atas. Tidak disebutkan berapa bagian apabila anak perempuan
tersebut hanya dua orang. Menurut pendapat jumhur ulama bahwa mereka
yang dimasukkan pada jumlah tiga ke atas mendapat  2/3 dari harta warisan.

6
Dari perincian di atas, diketahui bahwa anak perempuan tidak pernah
menghabiskan semua harta. Paling banyak hanya memperoleh 1/2 dari jumlah
harta. Berbeda dengan anak laki-laki, apabila tidak ada waris yang lain dan ia
hanya seorang diri, maka ia mengambil semua harta warisan. Dan apabila
anak laki-laki lebih dari seorang maka dibagi rata di antara mereka. Tentang
hikmah dan perbedaan ini telah diterangkan di atas.
Dijelaskan pula tentang hak kedua orang tua. Apabila seseorang
meninggal dunia dan ia meninggalkan anak, baik laki-laki maupun
perempuan, maka masing-masing orang tua yaitu ibu dan bapak mendapat 1/6 
dari jumlah harta. Sebaliknya apabila ia tidak meninggalkan anak, maka ibu
mendapat 1/3 dari jumlah harta dan sisanya diberikan kepada bapak. Apabila
yang meninggal itu selain meninggalkan ibu-bapak ada pula saudara-
saudaranya yang lain, laki-laki atau perempuan dua ke atas, menurut jumhur
maka ibu mendapat 1/6 dan bapak mendapat sisanya.
Setelah diterangkan jumlah pembagian untuk anak, ibu dan bapak,
diterangkan lagi bahwa pembagian tersebut barulah dilaksanakan setelah lebih
dahulu diselesaikan urusan wasiat dan utangnya. Walaupun dalam ayat
mendahulukan penyebutan wasiat dari utang namun dalam pelaksanaannya
menurut Sunah Rasul hendaklah didahulukan pembayaran utang.
Di antara orang tua dan anak, kamu tidak mengetahui mana yang lebih
dekat atau yang lebih memberi manfaat bagi kamu. Oleh karena itu janganlah
kamu membagi harta warisan sebagaimana yang dilakukan oleh orang jahiliah
yang memberikan hak warisan hanya kepada orang yang dianggap dapat ikut
perang akan membela keluarganya dan tidak memberikan hak warisan sama
sekali bagi anak kecil dan kaum perempuan.

7
Ikutilah apa yang ditentukan Allah karena Dialah yang lebih tahu
mana yang bermanfaat untuk kamu baik di dunia maupun di akhirat. Hukum
warisan tersebut adalah suatu ketentuan dari Allah yang wajib dilaksanakan
oleh kaum Muslimin. Ketahuilah bahwa Allah Mengetahui segala sesuatu dan
apa yang ditentukan-Nya pastilah mengandung manfaat untuk kemaslahatan
manusia.

- Tafsir surah An-Nisa’ ayat 12

Ayat ini menjelaskan perincian pembagian hak waris untuk suami atau
istri yang ditinggal mati. Suami yang ditinggalkan mati oleh istrinya jika tidak
ada anak maka ia mendapat ½ dari harta, tetapi bila ada anak, ia mendapat ¼
dari harta warisan. Ini juga baru diberikan setelah lebih dahulu diselesaikan
wasiat atau utang almarhum. Adapun istri yang ditinggalkan mati suaminya dan
tidak meninggalkan anak maka ia mendapat ¼ dari harta, tetapi bila ada anak,
istri mendapat 1/8. Lalu diingatkan bahwa hak tersebut baru diberikan setelah
menyelesaikan urusan wasiat dan utangnya.
Apabila seseorang meninggal dunia sedang ia tidak meninggalkan bapak
maupun anak, tapi hanya meninggalkan saudara laki-laki atau perempuan yang
seibu saja maka masing-masing saudara seibu itu apabila seorang diri
bagiannya adalah 1/6 dari harta warisan dan apabila lebih dari seorang, mereka
mendapat 1/3 dan kemudian dibagi rata di antara mereka. Dalam hal ini tidak
ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Allah menerangkan juga bahwa ini dilaksanakan setelah menyelesaikan
hal-hal yang berhubungan dengan wasiat dan utang almarhum. Allah
memperingatkan agar wasiat itu hendaklah tidak memberi mudarat kepada ahli
waris. Umpama seorang berwasiat semata-mata agar harta warisannya

8
berkurang atau berwasiat lebih dari 1/3 hartanya. Ini semua merugikan para ahli
waris.2

D. Hadist harta warisan


Disamping sumber hukum kewarisan Al-Qur‟an, ada juga sumber atau
dasar hukum kedua adalah hadits Rasulullah Saw. Hal ini sesuai dengan
sabdanya :3

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma‟il telah


menceritakan kepada kami wuhaib telah menceritakan kepada kami Ibnu
Thawus dari ayahnya dari Ibnu „Abbas radliallahu „anhuma, dari Nabi
Shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “berikanlah bagian fara‟idh (warisan
yang telah di tetapkan) kepada yang berhak, maka bagian yang tersisa bagi
pewaris lelaki yang (paling dekat nasabnya)”. (HR. Imam Bukhari)

Dalam hadits lain, Rasulullah Saw bersabda :

2 Maqdis. 2020. Tafsir Surah An-Nisa’ ayat 11-15. Link: https://tafsiralquran.id/tafsir-surat-al-


nisa-ayat-11-15/
3 ______________. Hukum Kewarisan dalam Islam dan permasalahan khuntsa musykil. Link:
http://repository.radenintan.ac.id/1615/3/BAB_II.pdf.

9
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih, dan Makhlad bin
Khalid, dan ini adalah hadits Makhlad dan hadits tersebut lebih bagus (patut
diterima). Mereka berdua mengatakan; telah menceritakan kepada kami
Abdurrazzaq, telah menceritakan kepada kami Ma‟mar dari Ibnu Thawus dari
ayahnya dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam
berkata: “bagikan harta diantara para pemilik faraidh (bagian harta waris)
berdasarkan kitab Allah. Maka bagian harta yang tersisa setelah pembagian
tersebut, lebih utama diberikan kepada (ahli waris) laki-laki”. (HR. Abu Daud).
Dari dua hadits diatas, bahwa Rasulullah Saw memerintahkan kepada
umatnya apabila ada harta peninggalan, maka harus dibagi kepada ahli waris
yang berhak dan apabila ada sisa, maka dapat diberikan kepada laki-laki yang
lebih utama. Dan cara pembagiannya itu didasarkan kepada ketentuan
kitabullah.

E. Asbabul Wurud

10
Artinya: Dari Abu Ishaq Sa‟ad bin Abi Waqqash Malik bin Uhaib bin „Abdi
manaf bin Zahrah bin Kilab bin Murrah bin Ka‟ab bin Lu‟aiy al Quraisyiyyi az
Zuhri radhiyallahu „anhu, salah seorang di antara sepuluh orang yang dijamin
masuk surga. Ia berkata: Rasulullah pernah datang menjengukku pada tahun
haji wada‟, karena aku sakit keras, kemudian aku berkata: “Ya Rasulullah,
sesungguhnya sakitku ini sangat keras sebagaimana engkau saksikan. Sedang
aku mempunyai harta yang cukup banyak, sementara tidak ada seorangpun
yang menjadi ahli warisku kecuali seorang anak perempuanku. Apakah boleh
aku sedekahkan dua per tiga hartaku?” Beliau menjawab, “Tidak”, kemudian
kutanyakan, “Bagaimana kalau setengahnya?” Beliau menjawab “Tidak.” Lalu
kutanyakan, “Bagaimana jika sepertiganya ya Rasulullah? Selanjutnya beliau
bersabda, “Ya, sepertiga, dan sepertiga itu banyak atau besar. Sesungguhnya
jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, lebih baik
daripada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan kesusahan (miskin) seraya
meminta-minta kepada orang. Sesungguhnya engkau tidak sekalikali
menafkahkan hartamu dengan mengharapkan keridhaan Allah melainkan
engkau akan diberikan pahala atasnya bahkan pada apa yang engkau suapkan
ke mulut istrimu.”

11
Lebih lanjut ia berkata, kemudian kukatakan, “Ya Rasulullah, apakah aku
akan ditinggalkan (di Mekah) setelah kepergian sahabat-sahabatku darinya?”
Beliau menjawab, “Sesungguhnya tidaklah engkau ditinggalkan, lalu kamu
mengerjakan suatu amalan yang engkau niatkan karena mencari ridha Allah,
melainkan dengannya engkau akan bertambah derajat dan ketinggian.
Barangkali engkau akan dipanjangkan umur, sehinga orang-orang dapat
mengambil manfaat darimu, disamping ada juga orang lain yang merasa
dirugikan olehmu. Ya Allah, biarkanlah hijrah sahabat-sahabatku terus
berlangsung, dan janganlah Enkau kembalikan mereka ke tempat semula.
Tetapi yang kasihan Sa‟ad bin Khaulah.” Rasulullah sangat menyayangkan ia
meninggal di Mekah.(Mutafaquh „alaihi) (HR. Bukhori dan Muslim)
Hadis Pendukung I

Artinya: “Barang siapa yang meninggalkan suatu hak atau suatu harta, maka
hak atau harta itu adalah untuk ahli warisnya setelah kematian”. (Al Bukhari
IV, 1319 H : 52)
Hadis Pendukung II

Artinya: “Dari Ibnu Mas‟ud ra. tentang (bagian warisan) anak perempuan, cucu
perempuan, dan saudara perempuan, Nabi SAW menetapkan, untuk anak
perempuan setengah, cucu perempuan seperenam – sebagai penyempurna dua
pertiga dan selebihnya adalah milik saudara perempuan.” (HR. Bukhari)
(Syarifuddin, 2013: 168).

F. Tafsir
1. Tafsir Ibnu Katsir

12
Dalam menafsirkan penggalan ayat surat an- Nisa ayat
11, Ibnu Katsir menafsirkan dengan menggunakan riwayat tentang asbabun
nuzul ayat sebagaimana kutipan beberapa hadis di bawah ini:

Hadis tersebut berkenaan dengan perintah Nabi saw., kepada


sahabatnya untuk membagikan harta waris kepada anak-anaknya dengan
perbandingan 2:1 untuk anak laki-laki dan anak perempuannya.
Kemudian Ibnu Katsir memberikan riwayat hadis yang lebih dekat
dengan asbabun nuzul ayat tentang pembagian waris 2:1 bagi laki-laki dan
perempuan sebagai berikut:

Berdasarkan hadis tersebut, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa


pembagian waris 2:1 bagi laki-laki dan perempuan adalah cara pembagian
waris yang dirasa adil. Hal tersebut karena pada zaman jahiliyah, anak

13
perempuan sama sekali tidak memperoleh harta waris dan harta waris hanya
diberikan kepada laki-laki, kemudian Allah memerintahkan untuk berlaku
adil dengan membagikan harta waris untuk anak perempuan walaupun hanya
separo dari bagian laki-laki. Adanya perbandingan harta waris 2:1 bagi laki-
laki dan perempuan tersebut dikarenakan laki-laki memiliki beban
kehidupan yang lebih berat dari perempuan. Laki-laki menanggung nafkah
bagi keluarganya, menanggung perdagangan, serta menanggung beban-
beban yang lainnya. Sehingga dirasa adil bila laki-laki memperoleh bagian
yang lebih besar dari harta waris dibandingkan perempuan.
2. Tafsir quraish shihab
M. Quraish Shihab menjelaskan mengenai warisan dalam tafsirnya,
Tafsir al-Misbah. Dijelaskan dalam surah an-nisa ayat 11 bahwa bagian
seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.
Menurut M. Quraish Shihab, hal ini mengandung penekanan pada bagian
anak perempuan, karena dengan dijadikannya bagian anak perempuan
sebagai ukuran bagi anak laki-laki. Dengan begitu sejak semula sebelum
ditetapkannya bagian laki-laki, terlebih dahulu telah ditetapkan bagian bagi
perempuan. Seperti halnya ketika ingin mengukur sesuatu tentunya harus
memiliki alat ukurnya, barulah dapat mengukur ukuran sesuatu itu.
Penggunaan redaksi ini adalah untuk menjelaskan hak perempuan
memperoleh warisan, dan tidaklah seperti yang diberlakukan pada masa
jahiliah.
Dalam Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab disebutkan
pembagian waris antara laki-laki dan perempuan hendaknya berdasarkan al-
Qur’an dengan kadar 2:1. Hal ini dengan alasan karena pembagian warisan
antara laki-laki dan perempuan merupakan ketetapan dari Allah yang tidak
bisa dirubah oleh siapapun dan tidak pula ditentang.

3. Tafsir Hamka

14
Pendapat Buya Hamka tentang surah an-nisa’ ayat 11 yaitu bagian
laki-laki adalah dua kali bagian perempuan. Peraturan Islam menentukan
bahwa perempuan mendapat bagian, ada orang yang tidak menyukai Islam
mengemukakan bantahannya “mengapa laki-laki mendapat dua bagian
perempuan, mengapa tidak disamakan saja?”. Kalau orang berpikir secara
objektif, maka akan ditanyai “mengapa di dalam beberapa bangsa di Eropa-
Kristen sampai dengan sekarang perempuan tidak berhak atass waris?”
niscaya mereka akan mengakui bahwa tanggung jawab laki-laki dalam
negaranya lebih berat dari tanggung jawab perempuan. Islampun mengakui
bahwa tanggung jawab laki-laki lebih berat dari tanggung jawab perempuan.
Islam menentukan bahwa perempuan mendapatkan bagian hak sepadan
dengan keadaan tenaganya. Pada waktu kecil di bawah perlindungan laki-
laki, setelah dewasa dia bersuami dan menjadi tanggungan suaminya. Kalau
suaminya sudah tua atau meninggal dunia dan dia sendiripun sudah tua,
maka ia di bawah tanggungan anak laki-lakinya. Oleh karena itu, wajar dan
adil-lah kalau bagian untuk laki-laki sebanyak dua kali bagian yang didapat
oleh perempuan. Jika bagian yang diterima perempuan itu habis, maka ia
kembali lagi ke tanggungan saudara laki-lakinya.
G. Analisis
Setelah menelaah dari tafsir ibnu katsir, tafsir quraish shihab, dan tafsir
hamka mengenai pembagian harta warisan dalam surah an-nisa ayat 11, dari
ketiga tafsir tersebut berpendapat sama bahwa pembagian waris antara laki-
laki dan perempuan hendaknya berdasarkan al-Qur’an dengan kadar 2:1. Hal
ini dengan alasan karena pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan
merupakan ketetapan dari Allah yang tidak bisa dirubah oleh siapapun dan
tidak pula ditentang.
Keadilan dalam pembagian warisan dengan kadar 2:1 yang terlihat lebih
memihak kepada kaum laki-laki karena jumlah harta yang diterima lebih
besar, tidak bisa dipandang menjadi sesuatu yang tidak adil hanya karena

15
kadar yang berbeda antara keduanya. Pada hakikatnya keadilan tidaklah harus
sama besar dan bernilai sama. Adil berarti seimbang atau sebanding.
Perbandingan 2:1 mungkin terlihat tidak adil dan 1:1 yang terlihat lebih adil di
mata manusia. Namun belum tentu adil dalam pandangan Allah. Al-Qur’an
mengingatkan kepada manusia bahwa sesuatu yang terlihat menyenangkan
belum tentu baik, dan sesuatu yang tidak menyenangkan mungkin sebaliknya,
yakni sesuatu yang lebih baik yang telah ditentukan oleh Allah. Hal ini
berdasarkan QS. al-Baqarah (2) ayat 216,

Artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan


bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik
bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu.
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Allah telah menetapkan sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Ketetapan


Allah tersebut dilihat pula dampak negatif serta positif yang akan terjadi,
begitupun dengan pembagian warisan. Apabila pembagian harta warisan tidak
akan menimbulkan suatu dampak negatif, tentunya pembagian warisan akan
diserahkan begitu saja kepada manusia dan Allah tidak akan ikut campur ke
dalamnya.
Namun, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana sampai masalah
yang sekecil itu pun diaturnya dengan sedemikian rupa. Sehingga tidaklah
mengherankan jika Allah menggunakan hak prerogatif-Nya dalam pembagian
harta warisan tanpa ada campur tangan manusia sedikitpun, karena pada
hakikatnya manusia memiliki sifat tidak puas dan serakah. Terlebih lagi dalam
pembagian warisan para ahli waris lebih mementingkan dirinya sendiri tanpa
melihat hak-hak orang lain yang ada di sekitarnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

17
______________. Hukum Kewarisan dalam Islam dan permasalahan khuntsa
musykil. Link: http://repository.radenintan.ac.id/1615/3/BAB_II.pdf
Irwnto Ali. 2011. Seri Asbabun nuzul surah An-Nisa ayat 11. Link:
https://tumbuhkeatas.wordpress.com/2011/10/25/seri-asbabun-nuzul-surat-an-
nisa-11/
Maqdis. 2020. Tafsir Surah An-Nisa’ ayat 11-15. Link: https://tafsiralquran.id/tafsir-
surat-al-nisa-ayat-11-15/
Bakar, Bahrun Abu, trans. 2016. Terjemah Tafsir Ibnu Katsir. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

18

Anda mungkin juga menyukai