Anda di halaman 1dari 24

Pemeriksaan refraksi klinis

(Refraction examination in clinical practice)

A. Pendahuluan.

Ilmu dalam pendekatan nya sering disebut pula sebagai disiplin ilmu. Tersirat dari konsep ini bahwa teori
ilmu merupakan suatu kebenaran yang telah dibuktikan oleh para pakar ilmu tertentu, akan tetapi
kebenaran dari terapan suatu ilmu baru tercapai bila prosedurnya dilakukan dengan berdisiplin. Dalam
pelayanan refraksi, kita baru bisa meyakini bahwa pemeriksaan refraksi sebagai bagian dari pelayanan
refraksi sudah selesai, atau boleh diakhiri dan hasil dari pemeriksaan dapat diyakini sudah benar, villa
prosedur pemeriksaan refraksi dilakukan dengan benar dan berdisiplin.

1. Fungsi ilmu:

a. Fungsi deskripsi.

b. Di mana berbagai fenomena yang merupakan subjek ilmu diteliti sampai dapat di jelaskan sebab-
sebab atau faktor-faktor yang mendasari fenomena tersebut.

c. Fungsi prediksi.

d. Dengan mana disebut ramalan mengenai akibat-akibat atau kelanjutan dari fenomena yang diteliti
baik bila fenomena itu dibiarkan begitu saja ataupun bila dilakukan tindakan intervensi.

e. Fungsi control.

f. Intervensi kita lakukan agar tercapainya maksud atau tujuan dari terapan yang kita inginkan untuk itu
fungsi control dari suatu tindakan atau pemeriksaan sangatlah penting.

2. Ilmu refraksi

Ilmu refraksi teoritis

a. Dalam hal ini yang lebih banyak diperhatikan adalah fungsi deskripsi dan fungsi prediksi, berupa
berbagai penelitian dan pandangan mengenai status refraksi dan berbagai kelainannya.

b. Dalam kesempatan ini kami tidak membahas refraksi teoritis mengingat refraksi teoritis sangat luas
dan rumit untuk dituangkan dalam tulisan yang sederhana ini.

Ilmu refraksi terapan

Di mana dalam hal ini yang lebih banyak diperhatikan adalah fungsi prediksi dan fungsi control berupa
pelayanan difraksi atau koreksi kelainan refraksi.

Refraksi terapan dapat dilihat sbgai rangkaian fase-fase dlm pelayanan refraksi dan dapat pula dilihat
sbgai modul-modul yang memberi unsur-unsur tertentu dari fungsi sistem penglihatan.
3. Fase-fase dalam refraksi terapan.

Refraksi terapan dapat pula dinyatakan dalam beberapa fase yaitu:

a. Fase pemeriksaan refraksi.

b. Fase analisa refraksi.

c. Fase perencanaan refraksi.

d. Rasa tindakan refraksi dan koreksi.

Modul-modul dalam refraksi terapan

Operasi terapan dapat bola dinyatakan sebagai modul-modul berikut:

a. Modul refraksi statis atau refraksi jauh.

b. Modul refraksi dinamis atau refraksi dekat.

c. Model adaptasi binokuler.

d. Modul refraksi objektif.

e. Modul refraksi penglihatan sisa.

f. Modul refraksi lensa kontak.

Dalam tulisan ini kami lebih menitikberatkan pada refleksi statis atau refraksi jauh karena semua modul
lainnya baru bisa dilaksanakan dengan benar bila visus jauh sudah dikoreksi dengan benar kesalahan
pada koreksi visus jauh akan mempengaruhi koreksi fiskal dekat koreksi versus binokuler koreksi
penglihatan sisa dan koreksi dengan lensa kontak.

B. Pelayanan refraksi.

Pemeriksaan refraksi dapat dilihat berupa tahapan-tahapan yang semakin mendekati titik akhir
pemeriksaan. Tahapan dalam pemeriksaan refraksi misalnya sebagai berikut meliputi:

1. Anamnesa

2. Pemeriksaan pendahuluan

a. Pemeriksaan tajam penglihatan atau visus.

b. Identifikasi posisi bola mata

Kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi posisi bola mata, apakah dalam keadaan lurus atau
menyimpang, dengan cara memperhatikan posisi refleks cahaya pada permukaan kornea, apabila di
depan mata dinyatakan suatu sumber cahaya (metode hirschberg)
Posisi bola mata

(1) lurus atau ortho.

(2) menyimpang yang sifatnya tersembunyi atau laten

(3) menyimpang dalam keadaan nyata atau manifest.

c. Identifikasi gerak bola mata

Melakukan pemeriksaan pergerakan bola mata

(1) pemeriksaan induksi adalah suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi otot luar bola mata sesuai
dengan peran masing-masing otot ke arah 9 cardinal posisi.

(2) versi adalah suatu pemeriksaan untuk menilai koordinasi gerak kedua mata dengan arah yang sama
maupun koordinasi gerak kedua mata dengan arah yang berlawanan atau vergensi.

d. Skrining lapang pandang.

3. Pemeriksaan mata

a. Identifikasi segmen depan mata

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kelainan segmen depan mata dengan
menggunakan lampu senter+loupe/lampu burton/slip lamp bio mikroskop

(1) kelopak mata

(2) konjungtiva bulbi

(3) sistem lakrimalis dan lapisan air mata

(4) kornea

(5) bilik mata depan

(6) iris.

(7) pupil

(8) lensa mata

b. Identifikasi segmen belakang mata.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kelainan segmen belakang mata dengan
menggunakan oftalmoskop direk

(1) badan kaca


(2) fundus mata.

c. Identifikasi tekanan bola mata

Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkirakan tekanan bola mata seseorang dengan menekan bola
mata pasien menggunakan jari tangan tes palpasi.

C. Anamnesa refraksi.

Anamnesa adalah informasi yang didapat melalui wawancara baik langsung dari pasien atau dari orang
lain mengenai riwayat penyakit pasien pada masa dahulu maupun riwayat penyakit pasien pada saat
sekarang.

Pengumpulan data riwayat kesehatan atau anamnesa dapat dilakukan dengan menggunakan macam-
macam metode akan tetapi yang paling banyak dipakai wawancara yaitu suatu komunikasi lisan yang
formal.

Komunikasi merupakan pertukaran pikiran perasaan dan informasi dalam bentuk lisan tertulis ataupun
menggunakan tanda-tanda. Tujuan membuat anamnesa adalah untuk memperoleh informasi yang
relevan sebanyak-banyaknya agar kita dapat menentukan suatu tindakan yang tepat atas dasar keluhan
tersebut secara rinci serta selalu memperhatikan kebutuhan klien atau pasien berdasarkan kebiasaan
pekerjaan maupun hobinya.

Sejauh mungkin kata klien digunakan mengingat kata tersebut paling informatif karena menggambarkan
pemahaman klien atas situasi dan maknanya bagi si klien adalah menggambarkan kemampuan klien
untuk mengingat peristiwa mengorganisir pikiran dan selanjutnya mengkomunikasikan pengetahuan
dan pikirannya kepada orang lain.

Walaupun kata pasien lebih dikenal ia mengandung konotasi penyakit sedangkan klien lebih luas artinya
dan mencakup semua orang yang menerima jasa atau pelayanan kesehatan.

Klien adalah penerima jasa pelayanan setiap orang yang menerima jasa pelayanan kesehatan tanpa
memandang alasan maupun situasinya, mencakup orang sakit yang dirawat di rumah sakit maupun
orang sehat yang bermaksud meningkatkan kesehatan ataupun mencegah penyakit di puskesmas.

1. Alasan permintaan jasa

Komponen riwayat kesehatan yang pertama menyangkut dasar, motivasi atau alasan yang
menyebabkan klien meminta jasa dari personel atau lembaga pelayanan kesehatan.

Pertanyaan yang wajar untuk diajukan agar memperoleh informasi yang bersangkutan adalah

"Apa yang menyebabkan Anda datang ke klinik, rumah sakit ini?"atau" ada masalah apa?"

Alasan permintaan jasa:

a. Klien meminta pemeriksaan mata atau penglihatan


b. Klien meminta perawatan mata atau penglihatan, kacamata, lensa kontak

c. Dan lain-lain.

Di masa lampau dan sering terjadi hingga saat ini motivasi utama minta jasa kesehatan adalah untuk
mengobati penyakit dan tentu saja yang dihubungi adalah dokter.

Dewasa ini seseorang mendatangi sarana pelayanan kesehatan dengan berbagai tujuan mungkin saja
berdasarkan keinginan sendiri atau karena dorongan orang lain biasanya klien sudah mempunyai
harapan-harapan tertentu dan merasa perlu meminta pelayanan tertentu pula.

2. Biodata

Biodata klien mengandung vital statistik klien antara lain nama lengkap alamat tempat tinggal nomor
telepon atau HP umur tempat dan tanggal lahir jenis kelamin suku bangsa agama bahasa ibu status
perkawinan pendidikan pekerjaan asuransi kesehatan nomor dana sosial dan nama orang tua. Ini semua
memberi gambaran tentang siapa si klien dan bagaimana pengaruh latar belakangnya ia merupakan titik
tolak memandang sisi klien sebagai manusia yang utuh memberi pedoman wawancara dan juga dapat
mempengaruhi penilaian keadaan kesehatannya.

3. Keadaan kesehatan sekarang

Komponen keadaan kesehatan sekarang merupakan kesan atau gambaran umum tentang kesehatan
klien dewasa ini tercakup didalamnya detail keluhan spesifik atau keluhan utama yang wajar ditampung
dalam riwayat kesehatan serta kebiasaan klien sehari-hari.

4. Pengumpulan data keluaran khusus mencakup.

a. Tanggal dan waktu timbulnya keluhan.

b. Ciri-ciri keluhan

(1) lokasi si

(2) sudah berapa lama berlangsungnya keluhan

(3) intensitas keluhan.

c. Tanda-tanda yang menyertai atau pelengkap

d. Pengobatan yang pernah dilakukan dimana oleh siapa dan hasilnya bagaimana.

Riwayat kesehatan yang berorientasi pada problema pasien saat sekarang dan masa lampau mengenai

1. Keluhan utama

(a) penglihatan buram


(b) mata lelah

(c) sakit kepala

(d) sakit kepala bukan oleh mata

2. Keluhan gangguan penglihatan

(a) terlihat adanya bintik

(b) terlihat adanya kilatan cahaya

(c) terlihat ada layar penutup penglihatan .

(d) terlihat ada lingkaran cahaya (halo)

(e) penglihatan ganda atau diplopia.

(f) perubahan bentuk objek.

(g) mata juling atau strabismus.

(h) mata menonjol.

(i) kesulitan membaca atau belajar.

(j) buta sementara.

3. Keluhan pada mata

(a) gatal dan panas.

(b) rasa sakit, tidak terasa ada benda asing dimata.

(c) rasa sakit terasa benda asing dimata.

(d) silau.

(e) berair

(f) mata kering.

4. Riwayat kesehatan umum (pasien dan keluarga) dan obat-obatan yang sedang digunakan

(a) hipertensi

(b) diabetes melitus

(c) penyakit jantung


(d) arteriosklerosis.

(e) multiple cerosis.

(f) migrain atau sakit kepala.

5. Riwayat kesehatan mata (pasien dan keluarga)

(a) refraksi anomali.

(b) glaukoma.

(c) strabismus.

Riwayat kesehatan masa lampau mengutarakan informasi kesehatan atau penyakit klien dan jasa
kesehatan yang pernah diterima pada waktu yang sudah-sudah di dalamnya tercakup data-data data.:

Riwayat perkembangannya sewaktu:

1. Dalam kandungan. 2. Saat persalinan. 3. Masa bayi. 4. Masa anak-anak. 5. Masa remaja dan dewasa

Tinjauan sistem

Tinjauan sistem merupakan penilaian secara teratur terhadap keadaan organ mata pada masa lampau
dan masa sekarang. Ini merupakan komponen trakhir riwayat kesehatan, dan dapat digunakan sebagai
verifikasi bahwa semua data yang relevan telah diperoleh. Iya juga mengelompokkan gejala-gejala agar
mudah melihat saling hubungan diantaranya. Pertanyaan spesifik yang diajukan kepada klien mengenai
setiap sistem tubuh akan menimbulkan kesadaran nya, betapa penting setiap sistem itu bagi klien dan
sekaligus membantunya mengingat-ingat data yang relevan. Hal ini dapat merangsang klien
menambahkan informasi yang lebih memperjelas alasan permintaan jasa atau bisa juga menjadi
petunjuk bahwa klien sebenarnya memerlukan pelayanan kesehatan yang lain coraknya dengan yang
sedang dievaluasi.

Tinjauan sistem jangan dikacaukan dengan pemeriksaan fisik. Bidang penilaiannya sama akan tetapi cara
memperoleh data berbeda tinjauan sistem membuat jawaban verbal dari informan yang disampaikan
melalui pengisian formulir kuesioner atau wawancara atas pertanyaan-pertanyaan tentang tiap bidang
penilaian.

1. Pertanyaan pembuka dalam tiap sistem harus bersifat umum seperti"apakah anda merasakan sesuatu
kelainan pada mata anda"?

2. Pertanyaan serupa ini akan memberi kemungkinan bagi klien untuk mengutarakan masalah yang
dianggapnya paling penting menyangkut matanya.

3. Apabila jawaban klien tidak memberi informasi tentang bidang yang dimaksud baru diajukan
pertanyaan spesifik yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut"apakah anda merasa penglihatan Anda
kabur atau buram"?
"Apakah anda mengalami kesulitan sewaktu membaca huruf-huruf yang kecil"?

4. Baik jawaban yang negatif maupun positif dicatat agar nantinya tidak timbul keraguan ada tidaknya
gejala tertentu kalau ada jawaban positif ajukan lagi pertanyaan tentang gejala lain yang ada kaitannya.
Corak pertanyaannya sama dengan pertanyaan yang diajukan dalam komponen keadaan kesehatan
sekarang, dan apabila klien sudah memberikan informasi tentang hal itu jangan ditanyakan ulang.

D. Pemeriksaan visus

Dalam kehidupan sehari-hari boleh dikatakan hampir seluruh waktu kita dalam melakukan aktivitas
memerlukan penglihatan ternyata untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu membutuhkan kualitas
penglihatan yang baik.

1. Tajam penglihatan

a. Tajam penglihatan (acies visus) adalah kemampuan seseorang untuk mengenal atau
memperterjemahkan suatu objek sekecil mungkin yang diletakkan pada jarak baku.

b. Tajam penglihatan untuk mata kanan tidak selalu sama dengan tajam penglihatan untuk mata kiri
oleh karena itu pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan satu persatu secara bergantian atau
monokuler.

c. Tajam penglihatan mata kanan kita nyatakan sebagai: A.V.O.D=Acies Visus Oculo Dektra.

d. Tajam penglihatan mata kiri kita nyatakan sebagai: A.V.O.S =Acies Visus Oculo Sinistra.

e. Tajam penglihatan kedua mata kita nyatakan sebagai: AVOU=Acies Visus Oculo Uterique.

Untuk menentukan tajam penglihatan jauh diperlukan tes objek berupa Optotype adalah objek yang
digunakan untuk menentukan mengukur tajam penglihatan.

a. Macam optotype tipe jauh

(1) berupa simbol. (3) angka

(2) huruf. (4) gambar.

b. Notasi penulisan

Snellen visual acuity

(1) matrix. (2) feet. (3) desimal. (4) kategori pemeriksaan/pengukuran visus. (5) visus tanpa koreksi
(visus sine corectio).

Pengukuran visus tanpa koreksi (visus SC) bertujuan untuk memperkirakan besaran koreksi yang akan
kita berikan pada seseorang yang :

a. Belum atau tidak memakai kacamata ukuran


b. Kacamata hilang atau rusak sehingga tidak dapat mengukur visus habitual (habitual V)

c. Tidak menggunakan/memakai kacamata untuk tujuan/jarak penglihatan tertentu (hal tersebut perlu
dinyatakan dalam anamnesa refraksi).

d. Memerlukan surat keterangan penglihatan.

e. Visual habitual (HV) dengan menggunakan kacamatanya

f. Visus optimal (optimal VA) visus dengan koreksi (visus CC) terbaik hasil pemeriksaan refraksi subjektif.

Tabel konfirasi tajam penglihatan jauh

_____________________________________________________________________________________
_ Snellen visual acuities. Desimal. Log Marvisual

5 meter. 6 meter. 20 feet. Fraction. Angle(')

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

5/50. 6/60. 20/200. 0.10. +10. 10.0'

5/40. 6/48. 20/160. 0.125. +0.9. 8.0'

5/25. 6/38. 20/125. 0.16. +0.8. 6.3'

5/25. 6/30. 20/100. 0.20. +0.7. 5.0'

5/20. 6/24. 20/80. 0.25. +0.6. 4.0'

4/12.6. 6/20. 20/63. 0.32. +0.5. 3.2'

4/10. 6/15. 20/50. 0.40. +0.4. 2.5'

5/10. 6/12. 20/40. 0.50. +0.3. 2.0'

4/6.3. 6/10. 20/32. 0.63. +0.2. 1.6'

4/5. 6/7.5. 20/25. 0.80. +0.1. 1.25

5/5. 6/6. 20/20. 1.00. 0.0. 1.0'

4/3.2. 6/5. 20/16. 1.25 -0.1. 1.8

4/2.5. 6/3.75. 20/12.5. 1.60. -0.2. 0.6'

4/2. 6/3. 20/10. 2.00. -0.3. 0.5'

Pemeriksaan visus jauh


Persiapan alat/dan sarana

a. Kartu snellen ditempatkan pada jarak baku diukur dari tempat responden/klien/pasien

b. Kepada responden/klien/pasien diperlihatkan kartu snellen yang besar ukuran objek nya berbeda-
beda dari yang paling besar ukurannya hingga yang paling kecil. (1) baris paling
atas terdiri dari 1 buah objek dengan inisial v = 5/50 atau 20/200 atau 0, 10 (2) baris ke-2 dari atas
terdiri dari 1 buah objek dengan inisial v = 6/36 atau 5/30 atau 20/120 atau 0,17

(3) baris ketiga dari atas terdiri dari 3 buah objek dengan inisial v = 6/24 atau 5/20 atau /20/80 atau 0,25

(4) baris keempat dari atas terdiri dari 4 buah objek dengan inisial v = 6/18 atau 5/15 atau 20/60 atau
0,33

(5) baris kelima dari atas terdiri dari 5 buah objek dengan inisial v = 6/12 atau 5/10 atau 20/40 atau 0,50

(6) baris ke-6 dari atas terdiri dari 6 buah objek dengan inisial v = 6/9 atau 5/7, 5 atau 20/30 atau 0,66.

(7) baris ke-7 dari atas terdiri dari 7 buah objek dengan inisial v = 6/6 atau 5/5 atau 20/20 atau 1.0

(8) baris ke-8 dari atas terdiri dari 8 buah objek dengan inisial v = 6/5(6/48) atau 5/4 atau 20/20 (20/16)
atau 1.25.

(9) penerangan kamar periksa =normal (80-320 CD/M2.)

2. Teknik persiapan visus jauh

a. Persiapan responden/klien/pasien

(1) responden diminta menempatkan dirinya menghadap optotype dengan jarak baku.

(2) minta kepada responden untuk menutup mata kirinya dengan menggunakan telapak tangan kiri
tanpa menekan bola mata perlu untuk dicermati agar responden tidak mengintip melalui celah-celah
jari tangannya.

(3) dengan menggunakan mata kiri responden yang dalam keadaan terbuka minta kepadanya untuk
mengenali kartu snellen mulai dari baris paling atas dengan objek yang paling besar hingga baris di
bawahnya dengan objek yang lebih kecil semampu responden mengenali objek yang paling kecil.

(4) catat sampai sejauh mana responden dapat mengenali kartu snellen dengan benar.

(5) demikian selanjutnya minta kepada responden untuk menutup mata kanannya dengan
menggunakan telapak tangan kanan tanpa menekan bola mata kanan.

(6) dengan menggunakan mata kanan responden yang dalam keadaan terbuka minta kepadanya untuk
mengenali kartu snellen mulai dari baris paling atas dengan objek yang paling besar hingga baris di
bawahnya dengan objek yang lebih kecil semampu responden mengenali objek yang paling kecil.
(7) catat sampai sejauh mana responden dapat mengenali kartu snellen dengan benar.

b.Penulisan visus jauh

(1) minta kepada responden untuk mengenali kartu snellen mulai dari baris paling atas.

(2) apabila responden mampu mengenali kartu snellen hingga baris kedua dari atas dengan baik dan
benar maka visus dinyatakan = 6/36 atau 5/30 atau 20/120 atau 0.17.

(3) apabila responden mampu mengenali kartu snellen baris ke-3 dari atas akan tetapi terdapat 1
kesalahan dalam mengenalinya maka visus dinyatakan = 6/24 atau au 5/20 atau 20/80 atau tetapi
apabila terjadi 2 kesalahan dalam mengenali baris ke-3 dari atas tersebut maka visus dinyatakan =6/36
04.00 atau 5/30 atau 20/120 atau au 0.17 dalam hal ini kesalahan yang terjadi lebih banyak dari
sedangkan yang salah = 2.

(4) apabila responden mampu mengenali kartu snellen baris- 4 dari atas akan tetapi terdapat dua
kesalahan dalam mengenalinya maka visus dinyatakan = 6/12 atau 5/10 atau 20/40 a tahu dalam
keadaan seperti ini yang benar sebanding dengan yang salah di mana penulisan visus mengacu filosofi
perhitungan optimistis.

(5) apabila responden mampu mengenali kartu snellen baris kelima dari atas akan tetapi terdapat tiga
kesalahan yang mana berarti juga terdapat dua yang benar dalam mengenalinya maka visus dinyatakan
= 6/18 atau 5/15 atau 0.33 dalam hal ini yang benar lebih sedikit dibandingkan dengan yang salah.

(6) demikian selanjutnya minta kepada responden untuk mengenali baris-baris berikutnya apabila
responden mampu mengenali >_1/2 jumlah objek pada baris yang sama visus dinyatakan dengan angka
pada baris tersebut.

c. Uji hitung jari tangan

Apabila responden tidak mampu mengenali kartu snellen baris paling atas (dengan objek yang paling
besar) visus ditentukan dengan menggunakan hitungan jari (fingers counting) dengan"D=60"

Kepada responden diperhatikan jari-jari tangan dan diminta untuk mengenali dan menghitung jari
tangan pemeriksa yang diperhatikannya dimulai dengan jarak dekat terlebih dahulu apabila responden
mampu menghitung jari tangan dengan baik dan benar

(1) pada jarak 0,5 meter maka visus dinyatakan = 0,5/60 atau =0.01.

(2) pada jarak 1 m maka visus dinyatakan. = 1/60 atau 0. 02

(3) pada jarak 2 m maka visus dinyatakan. = 2/60 atau = 0.03.

(4) pada jarak 3 m maka visus dinyatakan = 3/60 atau = 0.05

(5) pada jarak 4 m maka visus dinyatakan. = 4/ 60 atau = 0. 0 7


(6) pada jarak 5 m maka visus dinyatakan. = 5/60 atau =0.08

(7) pada jarak 6 m maka visus dinyatakan. = 6/60 atau= 0.10.

d. Uji gerakan/lambaian tangan

(1) apabila responden tidak mampu menghitung jari tangan walaupun dengan jarak yang sangat dekat
kurang dari 0,5 meter maka untuk menentukan visus kita gunakan gerakan/lambaian tangan (hand
movemen 0 dgn D=300. Kepada responden diminta untuk mengenali gerakan tangan pemeriksa yang
diperlihatkan kepadanya, dimulai dengan jarak dekat kurang lebih 1 meter.

(a) apabila responden mampu mengenali adanya gerakan tangan dan mampu menyatakan arah gerakan
tangan dengan baik dan benar maka visus dinyatakan = 1/300 PB (proyeksi benar)

(b) apabila responden hanya mampu mengenali adanya gerakan tanpa dapat menyatakan arah gerakan
tangan maka visus dinyatakan = and1/300 PS(proyeksi salah)

(2) apabila responden tidak mampu mengenali adanya sumber cahaya dari lampu senter dan mampu
Danya gerakan tangan, walau dengan jarak paling dekat maka untuk menentukan visus kita gunakan
cahaya lampu senter.

e. Uji proyeksi sinar

Apabila responden mampu mengenali adanya sumber cahaya dari lampu menyatakan posisi dari sumber
cahaya tadi dengan baik dan benar maka visus dinyatakan = satu/~proyeksi benar

(1) apabila responden hanya mampu mengenali adanya sumber cahaya dari lampu senter akan tetapi
tidak mampu menyatakan posisi dari sumber cahaya tadi maka visus dinyatakan =1/~

(2) apabila responden tidak mampu mengenali cahaya adanya sumber cahaya dari lampu senter maka
visus dinyatakan = 0.

3. Tajam penglihatan dekat

Pemeriksaan/pengukuran visus dekat umumnya dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang mampu
melihat dekat dengan baik sesuai dengan kebutuhan/kebiasaan sehari-hari. Kartu baca umumnya
berupa kalimat-kalimat yang saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri (tidak seperti halnya kartu
pemeriksaan visus jauh) standar huruf kecil yang umum digunakan adalah N5 dengan jarak baca 40 cm,
walau beberapa orang masih mampu membaca huruf-huruf yang lebih kecil dari N5.

Majalah surat/surat kabar umumnya menggunakan N8. Pengukuran/pemeriksaan visus dekat tidak
mempunyai standar jarak baku tergantung pada kebutuhan dan kebiasaan masing-masing individu

(1) macam notasi optotype dekat


(a) jaeger

Kartu jaeger dalam pelayanan mata internasional sudah mulai ditinggalkan akan tetapi masih
sering digunakan di Indonesia hal ini terkait karena kartu jaeger tidak memiliki standar baku acuan
besarnya huruf /objek.

(b) snellen

Notasi ekuivalen seni dapat menimbulkan salah persepsi apakah pemeriksaan/pengukuran visus dekat
menggunakan kartu baca dengan inisial 20/20 harus digunakan dengan jarak baca = 20 cm

(c) printers point system

Sistem ini mengacu kepada standar yang digunakan pada industri percetakan/pengolah kata (word
processing) pada dunia komputer modern model/from huruf yang digunakan adalah ah( Times new
roman) dimana 1 poin percetakan besarnya =1/72 inch(0,363) printers point system merupakan standar
pemeriksaan visus dekat di Inggris dan di Australia.

Untuk memeriksa/menentukan visus cc dengan kacamata lama terlebih dulu harus dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut:

*Pengukuran power/dioptri lensa kacamata

*Penentuan pusat optik (optik centre) lensa kacamata

*Pengukuran jarak pusat optik (distantia vitrior)

*Pengukuran jarak pupil (pupil distance)

*Pengukuran visus dengan kacamata lama.

Pengukuran jarak antara pupil.

Jarak antara pupil atau pupil distance diukur mulai dari pusat pupil mata kanan hingga pusat pupil mata
kiri dengan menggunakan penggaris

*PD jauh; monokuler NAD binokuler

*PD dekat: monokuler dan binokuler.

Tabel konversi tajam penglihatan dekat

____________

Snelen Visual Acuities Jaeger Printer's poin (Time


roman)
14inch(35cm) 16inch(40cm) 20 feet(6,1m S

14/140 40/400 20/200 - - Sub

_ _ 20/170 J14 N24

14/112 40/320 20/160 _ _

_ _ 20/130 J13 N18

14/87,5 40/250 20/125 J12 N16 Buku anak

14/70 40/200 20/100 J11 N14

_ _ _ J10 N13

_ _ _ J9 N12,5

14/56 40/160 20/80 J8 N13 Buku

_ _ 20/70 J7 N10 Majalah

_ _ 20/65 _ N9

_ _ 20/60 _ _

14/42 40/120 20/50 J6 N10 Koran

_ _ _ J5 N7,5

_ _ _ J4 N7

14/35 40/100 20/40 J3 N6 Buku

14/28 40/80 20/30 _ N5 Telpon

_ _ _ J2 N4,5

14/21 40/60 20/25 _ N4 Label

14/17,5 40/50 _ J1 N3,5 Botol

14/14 40/40 20/20 _ N3

4. Pemeriksaan visus dengan kacamata lama (bagi yang sudah memilikinya)


Untuk memeriksa/menentukan visus cc dengan kacamata lama, terlebih dahulu harus dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut

a. Pengukuran power/dioptri lensa kacamata

b. Penentuan pusat optik (optik centre) lensa kacamata

c. Pengukuran jarak pusat optik (distantia vitrior)

d. Pengukuran jarak pupil (pupil distance)

e. Pengukuran visus dengan kacamata lama.

5. Pengukuran jarak antara pupil

Jarak antar pupil atau pupil distance diukur mulai dari pusat pupil mata kanan hingga pusat pupil mata
kiri dengan menggunakan penggaris

a.PD jauh

(1) monokuler. (2) binokuler

b.PD Dekat

(1) monokuler (2) binokuler.

6. Identifikasi segmen depan mata

a. Kelopak mata. Keadaan kelopak mata

(1) bukaan kelopak mata. (2) ketegangan kelopak mata. (3) ekstropion/entropion

(4) trichiasis. (5) inflamasi. (6) papilae.

(7) kedipan mata. (8) keadaan puncta lakrimalis.

b. Konjungtiva bulbi. Keadaan konjungtiva bulbi

(1) normal. (2) inflamasi.

(3) superfisial konjungtiva injection. (4) adanya benda asing.

c. Sistem lakrimalis dan lapisan air mata. Keadaan air mata

(1) normal. (2) abnormal. (3) mucin deficiency. (4) aqueous defisiensi

(5) lipid abnormalities. (6) penyumbatan saluran air mata.

d. Kornea. Identifikasi bentuk kornea


(1) reguler (with the rule,against the rule,obligue) (3) ireguler (Keratoconnus, keratog lobus)

Identifikasi keadaan kornea

(1) normal/cembung/datar. (2)epithelial staining. (3)corneal scars.

(4)active inflamatory conditions. (5) corneal degeneration. (6) corneal disposition

(7) pigmen disposition.

e. Bilik mata depan. Estimasi sudut bilik mata depan

(1) dangkal. (2) normal. (3) dalam.

f. Iris. Keadaan/bentuk

(1) normal

(2) upnormal. (a) kongenital. (b) aniridia. (c) corec topia

(3) coloboma. (a) didapat. (b) constricted.

g. Pupil. Keadaan/bentuk

(1) normal

(2) abnormal. (a) anisocoria. (b) sympathetic pupil defect (c) parasympathetic pupil defect.

(3) amaurotic pupil. (a) midriasis atau pupil lebar. (b) miosis atau pupil kecil

Fungsi/ reaksi pupil

(1) direct. (2) indirect/konsensual.

h. Lensa mata.

(1) phakik. (a) keadaan : jernih/keruh (katarak)

(b) posisi. : Normal/ luksasio

(2)aphakik. Keadaan : jernih/keruk (katarak)

(3)pseudo phakik. (a) keadaan. : Jernih/keruh (katarak)

(b) posisi. : Normal/luksasio.

7. Skrining lapang pandang

Tes konfrontasi
.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Pemeriksaan refraksi objektif

A. Definisi/pengertian

Adalah suatu pemeriksaan refraksi, di mana hasil pemeriksaan ditentukan oleh respon pasien terhadap
pemeriksaan/tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa.

Interaktif positif antara pasien dan pemeriksa merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang baik dan benar, di samping prosedur/teknik pemeriksaan yang baik harus dikuasai
oleh pemeriksa.

Dalam pemeriksaan refraksi dengan metode subjektif, kita mengenal tahapan-tahapan berikut:

1. Tahap tentative.

Dalam tahap ini kita dapat memperkirakan status refraksi seseorang dan besarnya lensa koreksi yang
diperlukan (derajat kelainan refraksi nya)

Sebagai contoh: seseorang datang dengan keluhan rabun jauh maka kita akan dengan segera berpikir
kelainan refraksi nya adalah miopia.

Selanjutnya apabila tajam penglihatan tanpa koreksi (visus S.C)=6/12 (20/40) maka tentatif atau
perkiraan derajat kelainannya adalah=S-0,75(lihat tabel Bennett dan rabbeets)
Nilai-nilai tentative tersebut hanya merupakan pegangan untuk pemeriksaan selanjutnya dan belum
dapat diberikan sebagai koreksi definitif. Hitungan visus (sine correctio) dengan derajat refraksi anomali.

Out of focus vision table. Banner&Rabbets,1984

Visus Sine Corection Besaran koreksi lensa spheris

6/6M 20/20feet 1.00 _<+_ 0.50-0.00

6/9 20/30 0.66 +_0.50

6/12 20/40 0.50 +_0.75

6/18 20/60 0.33 +_1.00

6/24 20/80 0.25 +_1.50

6/36 20/120 0.17 +_2.00

6/60 20/200 0.10 +_2.00 - +_3.00

2. Pengukuran.

Dalam tahap ini kita mencari ukuran koreksi yang memberikan khusus terbaik berdasarkan respon
pasien terhadap lensa-lensa koreksi yang kita berikan, sesuai dengan kriteria tertentu.

Untuk miopia diberikan koreksi lensa minus terlemah/terkecil dan untuk hipermetropia diberikan
koreksi lensa plus terkuat/terbesar. Sedangkan untuk presbiopia addisi baca dengan lensa + plus
terlemah/terkecil.

Status refraksi

a. Emmetropia

b. Ametropia

(1) spherical ametropia

~hipermetropia

~miopia

(2) Astigmatisme

~astigmatisma hipermetropikus simpleks

~astigmatisma hipermetropikus compositus


~astigmatisma mikstus

~astigmatisma miopikus simpleks

~astigmatisma myopikus compositus.

B. Penentuan status refraksi emmetropia.

Emmetropia berasal dari kata Yunani "EMMETROS"adalah ukuran normal atau dalam keseimbangan
yang wajar"Opsis"adalah berhubungan dengan penglihatan.

Seseorang dikatakan penglihatan normal atau emetropia apabila sinar-sinar sejajar sumbu utama mata
tanpa akomodasi di bias tepat pada retina

Dasar pemeriksaan

1. Di klinik, apabila seseorang mampu mengenal/menterjemahkan objek kartu snellen atau optotype
dengan D=6(20) pada jarak baku 6 m (20 feet) dalam keadaan tanpa akomodasi, maka orang tersebut
dikatakan berpengertian normal.

2. Walaupun visus=6/6 belum tentu setatus reproduksinya=emmetropia, masih perlu dilakukan uji
beban akomodasi, untuk memastikan apakah pasien tersebut melihat dengan refleks atau dengan extra
akomodasi.

•visus S.C=6 per 6/6. ~emetropia

~hipermetropia +akomodasi

Metode coba-coba (trial and error) pada visus = 6/6 (20/20)

1. Acuan

a. Anamnese

b. Memperhatikan tanda tanda/keadaan fisik mata pasien

c. Out of focus vision table (bannet&Rabbets)

2. Sarana

a. Kamar periksa

(1) jarak pemeriksaan yang diperlukan minimal = 5 m per. Sebaiknya menggunakan jarak pemeriksaan 6
meter.

(2) apabila ukuran kamar periksa kurang dari 5 meter, dianjurkan menggunakan optotype khusus
(obyeknya dibuat terbalik) yang dilihat dengan menggunakan cermin pemantul.
(3) penerangan kamar periksa

~penerangan =normal bila menggunakan kartu snellen

~penerangan = redup bila menggunakan chart proyektor

b. Optotype.

(1) kartu snellen. (2) chart proyektor.

c. Lensa uji coba atau trial lens set)

d. Bingkai uji coba (trial frame atau vision tester/phoropter )

3. Teknik pemeriksaan

a. Kepada pasien diperlihatkan kartu snellen dengan jarak pemeriksaan baku

b. Pemeriksaan dilakukan secara monokuler

c dicoba dikoreksi dengan lensa S+0.25(acuan tabel Bennett &Rabbets)

d. Apabila visus C.C S+0.25 menurun, berarti status refraksi = emmetropia

e. Apabila visus CC S +0.25 tetap /bertambah baik, berarti status refraksi = hipermetropia dengan extra
akomodasi.

f. Diupaya kan koreksi dengan lensa spheris + kuat (terbesar) mencapai visus terbaik

Visus Ko Reksi Visus Keterangan

SC Pada trial frame Tambahan CC

6/6 ----- ------- ------ ~lihat tabel bennet&rabeets

~Koreksi diperkirakan <S+-0.50

6/6 ------- S+ 025 6/6 f ~status refraksi = Emmetropia

~visus dinyatakan = 6/6 E

Visus Koreksi Koreksi Visus Keterangan

SC Pada trial frame Tambahan CC

6/6 ----- ------ ---- ~lihat Tabel bennet&rabetts


Koreksi diperkirakan <S+-0.50

6/6 ----- S+025 6/6 ~visus CC S+0.25=tetap6/6 atau


lebih nyaman.

~visus CC S + 0.50=menurun
6/6 S +025 S + 025 6/6 f
~koreksi yg diperlukan S + 0.25

~status refraksi = hipermetropia

C. Penentuan status refraksi ametropia

Seseorang dikatakan per penglihatan tidak normal (ametropia) apabila sinar-sinar sejajar sumbu utama
mata masuk kedalam mata tanpa akomodasi. Dibiaskan pada satu titik bias, akan tetapi satu titik bias
tersebut tidak terletak di retina (spherical ametropia) dan atau dibiaskan lebih dari satu titik bias
(astigmatisma)

Status refraksi

1. Emmetropia

2. Ametropia

a. Spherical ametropia. (1) hipermetropia. (2) miopia.

b. Astigmatisma.

Spheris berasal dari kata Yunani"Sphaira"=bola, dimana bola ini selalu bundar. Jadi kalau mata itu
bundar berarti mempunyai radius dan sifat/daya bias yang sama bagi semua meridiannya.

Di klinik, apabila seseorang tidak mampu mengenal/menterjemahkan objek pada kartu snellen dengan
D=6(20/20) pada jarak baku 6 meter(20 feet) dalam keadaan tanpa akomodasi, maka orang tersebut
dikatakan berpeng lihatan tidak normal.

1. Hipermetropia.

Status refraksi seseorang dikatakan hipermetropia, apabila sinar-sinar sejajar sumbu utama mata masuk
kedalam mata tanpa akomodasi dibiaskan pada satu titik bias yang terletak di belakang retina. Disebut
juga sebagai "rabun dekat"

a. Penyebab hipermetropia

(1) daya bias mata terlalu lemah (hipermetropia refraktif)


~pada seseorang yang lensa matanya sudah diangkat karena katarak daya refraksi nya sangat
lemah.Aphakia memerlukan lensa koreksi spheris plus yang cukup kuat sekitar +10.00 hingga +13.00

~lengkung kornea lebih datar dari norma sehingga daya bias kornea lebih lemah dari normal
(hipermetropia kurvatura).

(2) sumbu bola mata terlalu pendek (hipermetropia aksial)

~hipermetropia tipe ini paling banyak dijumpai.

~merupakan disposisi akan terjadinya nya nya serangan glaukoma di kemudian hari.

•bilik mata depan. : Dangkal

•sudut bilik mata depan : sempit

•lensa okuli. : Relatif besar

•hipertrofi otot siliaris.

Penderita hipermetropi yang masih muda dapat mengatasi hipermetropia nya dengan berakomodasi
baik untuk melihat jauh maupun untuk melihat dekat. Hipermetropia yang masih dapat diatasi
sepenuhnya dengan akomodasi disebut "hipermetrop laten".

Seiring dengan bertambahnya umur kemampuan berakomodasi semakin berkurang sehingga


hipermetropia laten akan menjadi manifes yang disebut "hipermetrop manifes"yaitu hipermetropi yang
tidak dapat diatasi dengan akomodasi.

b. Gejala hipermetropia

(1) mata lelah

(2) asthenopia, terutama sewaktu melihat dekat (astenopia akomodativa)

(3) sakit kepala, biasanya di bagian frontal, yang dipicu oleh kegiatan melihat dekat yang
berkepanjangan. Jarang terjadi di pagi hari cenderung timbul keluhan di siang hari keluhan bisa hilang
secara spontan setelah kegiatan melihat dekat dihentikan.

(4) sensitif terhadap cahaya (foto phobia)

Metode coba-coba.

a. Metode coba-coba (trial and error) pada hipermetropia dengan V SC<6/6

(1) acuan. (a) anamnesa

(b) memperhatikan tanda tanda/keadaan fisik mata pasien


(c) out of focus vision table (banett and rabetts).

(2) teknik pemeriksaan

(a) kapal pasien diperlihatkan kartu snellen dengan jarak pemeriksaan baku.

(b) pemeriksaan dilakukan secara monokuler

(c) visus SC<6/6 ~hipermetropia.

~miopia

~astigmatisma.

(d). Misalkan visus SC= 6/9

(e) dicoba dikoreksi dengan lensa S+0.50(acuan kabel bannet & rabbets)

(f) apabila visus CC S+0.50 lebih baik, berarti status refraksi =hipermetropia

Visus Koreksi Koreksi Visus Keterangan

SC Pada trial frame Tambahan CC

6/9 _ _ _lihat tabel bennet&Rabbets koreksi


diperkirakan= S +_ 0.50

6/9 _ S+0.50 6/6 -visus cc S+0.50=6/6 dan lebih


nyaman

6/9 S+0.50 S+0.25 6/6 -visus cc S+0.75=tetap atau lebih


nyaman

6/9 S+0.75 S+0.25 6/6f -visus cc S+1.00=lebih buram .

-koreksi yang diperlukan S+0.75

-status refraksi=hipermetropia

b. Metode coba-coba (trial and error+red+green test)

1). Acuan
(a). Anamnese

(b) memperhatikan tanda tanda/keadaan fisik mata pasien

(c)Reed+Green test

(d) out of focus vision table (bannet&Rabbets)

2). Teknik pemeriksaan

(a) kepada pasien diperlihatkan kartu snellen dengan jarak pemeriksaan baku

(b) pemeriksaan dilakukan secara monoculer

(c) visus SC=<6/6(20/20) •hipermetropia

• miopia

• astigmatisma

(d) misalkan visus SC=6/9

(e) Red+Green test : objek pada warna dasar hijau terlihat lebih hitam/jelas dibandingkan

dengan objek pada warna dasar merah.

(d) dicoba dikoreksi dengan lensa spheris plus, Yesus akan bertambah baik/tetap.

(e) upayakan koreksi dengan spheris + terkuat (terbesar) mencapai visus terbaik

Anda mungkin juga menyukai