BAB I
PENDAHULUAN
Untuk kelainan fungsi dan bentuk sperma salah satu contohnya yaitu
seperti yang memiliki dua kepala, bentuk kepala yang tidak normal, atau ekor
yang tidak normal. Selain yang telah di sebutkan sebenarnya masih banyak lagi
kelainan-kelainan yang terdapat pada organ reproduksi pria.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Trigonum Urogenital
Corpus penis
Corpus penis terdiri atas tiga jaringan erektil yang diliputi sarung
fascia berbentuk tubular (fascia Buck). Jaringan erektil dibentuk dari
corpora cavernosa penis yang terletak di dorsal dan satu corpus
spongiosum penis pada permukaan ventralnya. Pada ujung distal penis
korpus spongiosum membesar membentyuk glans penis. Pada ujung glans
uretra membuka menjadi meatus uretra eksterna. Kulit luarnya melekat ke
glans di bawah meatus membentuk lipatan frenulum (Harjadi Widjaja,
2011).
Skrotum
Prostat
Vas deferens
Vas deferens merupakan saluran berdinding tebal dengan panjang
kurang lebih 18 inci, yang membawa sperma dari epididimis menuju
duktus ejakulatorius dan kemudian dialirkan ke uretra. Vas deferen keluar
dari kauda epididimis dan melalui kanalis inguinalis menuju annulus
profunda, dan belok ke arah medial untuk mencapai basis kandung kemih
di mana kemudian saluran ini bergabung dengan duktus dari vesikula
seminalis membentuk duktus ejakulatorius (Omar Faiz dan David Moffat,
2002 ).
Vesikula seminalis
Uretra
A. Skrotum adalah kantong longgar yang tersusun dari kulit, fascia, dan
otot polos yang membungkus dan menopang testis di luar tubuh pada
suhu optimum untuk memproduksi spermatozoa.
B. Testis adalah organ lunak, berbentuk oval, dengan panjang 4cm sampai
5cm dan berdiameter 2,5 cm. (Sloane, 2004) fungsi testis adalah
menghasilkan hormon dan spermatozoa (Junqueira, 2007)
C. Duktus pada organ reproduksi pria adalah tubulus rektus, rete testis, dan
duktuli eferentes. Duktus-duktus tersebut membawa spermatozoa dan
cairan dari tubulus seminiferus ke duktus epididimis. (Junqueira, 2007)
Uretra merentang dari kantung kemih sampai ujung penis dan terdiri
dari 3 bagian:
1. Vesikula seminalis
Sekretnya adalah cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa.
Berfungsi untuk memberi nutrisi dan melindungi sprema. Setengah
lebih sekresi vesikula seminalis adalah semen (cairan sperma yang
meninggalkan tubuh).
2. Kelenjar prostat
3. Kelenjar bulbouretra
4. Penis
hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), yang pada pria lebih
umum dikenal sebagai interstitial cell-stimulating hormone (ICSH).
Hormon-hormon gonadotropin disekresi dalam kadar yang tetap pada
pria. Testosterone mengarahkan dan mengatur cirri-ciri tubuh pria,
yaitu, perkembangan testes dan genitalia pria, desencus testes dari
rongga abdomen ke dalam skrotum selama masa janin, perkembangan
ciri seksual primer dan sekunder, dan spermatogenesis. Produksi
testosteron oleh sel-sel interstitial leydig pada pria akan sangat
meningkat pada permulaan pubertas. Awal pubertas ditandai oleh
meningkatnya kadar hormon-hormon ICSH secara nyata, yang mula-
mula diproduksi sewaktu tidur. Kadar yang tinggi pada awal pubertas
ini menyebabkan meningkatnya produksi testosteron oleh testes.
Estron dan estradiol juga diproduksi dan berasal dari konversi
testosteron yang dibuat oleh adrenal dan testes, dan dari
androstenedion.
1. Hidrokel
Hidrokel adalah kumpulan cairan di dalam ruang potensial di
antara kedua lapisan membran tunika vaginalis. Hidrokel kongenital
terjadi akibat adanya prosesus vaginalis yang menetap (hubungan antara
kantong skrotum dan rongga peritoneum), sehingga cairan peritoneum
dapat terkumpul di dalam skrotum. Biasanya juga sering ditemukan
hernia inguinalis. (Price, 2012)
Pada orang dewasa, hidrokel tidak berhubungan dengan rongga
peritoneum; kumpulan cairan terbentuk sebagai reaksi terhadap infeksi,
tumor, atau trauma, yaitu akibat produksi cairan yang berlebihan oleh
testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus
spermatikus. Hidrokel yang kronik biasanya timbul pada pria yang
berusia di atas 40 tahun. Cairan yang terkumpul massa yang terbentuk
dalam lunak, kistik, atau keras. (Price, 2012)
2. Karsinorna Prostat
Dengan berkembangnya tumor dapat terjadi perluasan
langsung ke uretra, leher kandung kemih, dan vesikula seminalis.
Kanker prostat dapat juga menyebar melalui jalur limfatik atau
hematogen. Bagian yang paling sering terkena metastasis adalah
kelenjar limfe pelvis dan kerangka. Metastasis kerangka secara
berurut adalah tulang-tulang pelvis, vertebra lumbalis, femur, vertebra
torasika, dan kosta. Metastasis organ timbul setelahnya dan
seringkali pada hati dan paru-paru. Perjalanan penyakit kanker prostat
tidak dapat diperkirakan. Kanker dapat berkembang sangat lambat
pada beberapa laki-laki dan dapat tumbuh dan bermetastasis secara
cepat dan menyebabkan kematian dalam perjalanan penyakit
14
3. Karsinoma Testis
4. Karsinoma Penis
5. Balanitis
Balanitis adalah peradangan glans; balanopostitis adalah
peradangan glans dan prepusium pada pria yang tidak disirkumsisi.
Peradangan dapat disebabkan oleh gonore, trikomoniasis, sifilis,
Candida albicans, tinea, atau organisme koliform; dapat pula sebagai
komplikasi dari dermatitis seperti psoriasis; atau dermatitis kontak
akibat celana, pemakaian kondom, dan jeli kontrasepsi. (Price, 2012)
Balanopostitis juga disebabkan oleh prepusium yang ketat atau
kurang menjaga kebersihan. Sekresi normal di bawah kulit prepusium
menjadi terinfeksi dengan bakteri anaerob, menyebabkan peradangan
dan nekrosis. (Price, 2012)
6. Uretritis
7. Prostatitis
8. Epididimitis
9. Orkitis
10. Fimoris
11. Parafimosis
mengobati keadaan akut, maka insisi bisa dibuat untuk menginsisi lesi
kontriksi. Sirkumsisi bisa diperlukan nanti untuk mencegah
kekambuhan. (Price, 2012)
12. Priapismus
14. Varikokel
15. Hipospadia
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan
merupakan anomali penis yang paling sering. Perkembangan uretra in
utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu. Uretra
terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis.
Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh
yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan
uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis.
Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada glandular (meatus
yang salah pada glans), korona (pada sulkus korona), penis (disepanjang
batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skrotum),
dan perineal (pada peritoneum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa
yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari penis. (Price, 2012)
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada
bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa,
chordee akan menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi
pada hipospadia penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus,
menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin; dan sering terjadi
kriptorkidisme. (Price, 2012)
16. Epispadia
1. Kanker Prostat
2. Hipogonadisme
Saat testis fetus pria tidak berfungsi, yaitu selama masa janin, tidak
ada karakteristik kelamin pria yang akan berkembang. Bahkan, organ-
organ wanitalah yang akan terbentuk. Alasan untuk keadaan ini adalah
bahwa karakteristik genetik dasar dari janin, baik pria maupun wanita,
adalah pembentukan organ kelamin wanita bila tidak terdapat hormon-
hormon kelamin. Tetapi dengan adanya testosteron, pembentukan organ
kelamin wanita akan ditekan, dan organ-organ pria dirangsang.
(Guyton, 2012)
Bila seorang anak laki-laki kehilangan testisnya sebelum pubertas
terjadi suatu keadan eunuchism, yang menyebabkan si anak tetap
memiliki ciri organ seksual infantil dan ciri seksual infatil lainnya
sepanjang kehidupannya. Tinggi badannya pada saat dewasa sedikit
lebih besar daripada pria normal, walaupun tulang-tulangnya lebih
kecil, otot-ototnya lebih lemah daripada pria normal. Suaranya seperti
suara anak-anak, tidak terjadi kerontokan rambut kepala, dan tidak
terjadi penyebaran pertumbuhan rambut normal pada wajah dan tempat
lain. (Guyton, 2012)
Bila pria dikastrasi setelah pubertas, beberapa ciri seksual sekunder
kembali ke ciri seksual yang terdapat pada anak-anak, dan sifat
maskulin lainnya masih tetap terdapat. Organ-organ seksual sedikit
berkurang ukurannya tetapi tidak kembali pada ukuran pada masa
kanak-kanak, kualitas suara bassnya sedikit berkurang. Sebaliknya,
terjadi kehilangan pertumbuhan rambut yang menandakan
maskulinisasi, kehilangan tulang maskulin yang tebal, dan kehilangan
otot pria sejati. (Guyton, 2012)
Pada pria dewasa yang dikastrasi, gairah seksual juga turun tetapi
tidak hilang sama sekali, jika aktivitas seksual telah dilakukan
24
5. Kriptorkidisme
Pada masa gestasi sekitar 32 minggu, testis turun ke dalam skrotum
di bawah pengaruh testosteron. Kriptorkidisme adalah kegagalan satu
atau kedua testis untuk turun dari rongga abdomen ke dalam skrotum.
Pada kebanyakan kasus diakibatkan oleh hipogonadisme atau obstruksi
mekanik. Kegagalan testis ektopik dalam mengikuti penurunan jalur
normal dan akan terletak pada tempat yang abnormal. Letak yang
paling sering untuk testis yang ektopik adalah kanalis inguinalis,
perineum, daerah femoral, atau pada pangkal penis. (Price, 2012)
Testis yang tidak turun biasanya lebih kecil daripada normal, tidak
menghasilkan sperma dengan baik, dan rentan terhadap perubahan
keganasan. Pada sebagian kasus testis yang tidak teraba terdapat
agenesis testis. (Price, 2012)
Testis yang tidak turun pada bayi baru lahir dapat turun secara
spontan menjelang usia 1 tahun di bawah pengaruh testosteron yang
dise Kriptorkidisme. (Price, 2012)
26
II.3.1 Spermatogenesis
1. Testosteron yaitu hormon yang disekresi oleh sel-sel Leydig yang terletak
di interstisium testis, penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel-sel
germinal testis, yang merupakan tahap pertama pembentukan sperma.
(Guyton, 2012)
2. Luteinizing hormone, yaitu hormon yang disekresi oleh kelenjar
hipofisis anterior, merangsang sel-sel Leydig untuk menyekresi
testosteron. (Guyton, 2012)
3. Hormon perctngsang-folikel (FSH), yaitu hormon yang juga disekresi
oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel-sel Sertoli;
tanpa rangsangan ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (proses
spermiogenesis) tidak akan terjadi. (Guyton, 2012)
4. Estrogen, yaitu hormon yang dibentuk dari testosteron oleh sel-sel
Sertoli ketika sel Sertoli dirangsang oleh hormon perangsang folikel,
mungkin juga penting untuk spermiogenesis. (Guyton, 2012)
5. Hormon pertumbuhan (dan sebagian besar hormon tubuh lainnya)
yaitu hormon diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi
metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara spesifik
meningkatkan pembelahan awal spermatogonia itu sendiri; bila tidak
terdapat hormon pertumbuhan, seperti pada dwarfisme hipofisis,
spermatogenesis sangat berkurang atau tidak ada sama sekali sehingga
menyebabkan infertilitas. (Guyton, 2012)
30
sangat menurun dalam medium yang sedikit asam. Suatu medium yang
sangat asam dapat mematikan sperma dengan cepat. (Guyton, 2012)
sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu
yang dikeluar-kan oleh kelenjar prostat menambah jumlah semen lebih
banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin penting untuk
keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat
adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai
akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Selain itu, sekret vagina
bersifat asam (dengan pH 3,5 sampai 4,0). Sperma tidak dapat bergerak
optimal sampai pH sekitamya me-ningkat menjadi sekitar 6,0 sampai 6,5.
Akibatnya, cairan prostat yang sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat
asam cairan seminalis Iainnya selama ejakulasi, dan juga meningkatkan
motilitas dan fertilitas sperma. (Guyton, 2012)
II.3.9 Semen
selubung tebal dari ovum itu sendiri, yaitu zona pelusida. Untuk
tercapainya tujuan tersebut, enzim-enzim yang tersimpan di akrosom mulai
dilepaskan. Diyakini bahwa hialuronidase yang terdapat di antara enzim-
enzim ini terutama penting untuk membuka jalan di antara sel-sel
granulosa sehingga sperma dapat mencapai ovum. (Guyton, 2012)
di bawah suhu tubuh, walaupun biasanya hanya sekitar 2°C di bawah suhu
bagian dalam tubuh. Pada cuaca yang dingin, refleks skrotum
menyebabkan otot-otot skrotum berkontraksi, dan menarik testis mendekati
tubuh untuk mempertahankan perbedaan 2° suhu tersebut. Jadi, skrotum
secara teoritis bek'erja sebagai suatu mekanisme pendingin bagi testis
(tetapi sebagai suatu pengatur pendinginan), yang tanpanya
spermatogenesis dapat menjadi berkurang selama cuaca panas. (Guyton,
2012)
maka orang tersebut agaknya infertil, walaupun sisa sperma lainnya terlihat
normal. (Guyton, 2012)
a. Pra-Testis
Kausa ini mencakuppenyakit endokrin, misalnya gangguan hipotalamus
atau hipofisis, dengan kegagalan sekresi hormone gonadotropik yang
menyebabkan gangguan fungsi testis. Kausa lain mencakup keadaan
intensitivitas androgen, penyakit tiroid dan adrenal, serta beberapa obat
dapat menurunkan kadar FSH. (Price & willson, 2006).
b. Testis
Kausa dapat disebabkan oleh varikokel, trauma infeksi obat-obatan dan
toksin, kelainan kromosom dan kelainan perkembangan miasalnya
kriptorkismus. Kelainan kromososm menyebabkan sekitar 2% kasus
infertilitas pria dan sekitar 15% kasus azoospermia. (Price & willson,
2006).
c. Pasca Testis
Masalah yang paling sering dijumpai pada kausa ini adalah obstruksi
bilateral saluran keluar spermatozoa, yang menyebabkan ketiadaan
sperma dalam semen (azoospermia). Obstruksi menjadi penyebab
hingga 50% kasus infertilitas pria. Ketiadaan vas deferens bilateral
congenital, menyebabkan 1-2% kasus infertilitas pria dan sedikitnya
38
1. Jumlah sperma
Cairan yang di keluarkan pria pada saat ejakulasi sewaktu
senggama disebut cairan semen. Volume normal cairan semen sekitar 2-
5 ml. Cairan semen ini berwarna putih mutiara dan berbau khas langu
dengan PH 7-8. Volume cairan semen di anggap rendah secara
abnormal jika kurang dari 1,5 ml. Volume semen melebihi 5ml juga di
anggap normal. (Guyton, 2012)
Dalam cairan semen inilah jumlah spermatozoa merupakan penentu
keberhasilan memperoleh keturunan. Yang normal, jumlah spermatozoa
sekitar 20 juta/ml. Pada pria di temukan kasus spermatozoa yang
kurang (oligzoospermia) atau bahkan tak di temukan sel sperma sama
sekali (azoosperma). Kecuali sel – sel spermatozoa, dalam cairan semen
ini terdapat zat-zat yang berasal dari kelenjar-kelenjar sekitar
reproduksi pria. Zat-zat itu bersuplai mensuplai makanan dan
mempertahankan kualitas spermatozoa sehingga bisa bertahan hidup
sampai kedalam saluran reproduksi wanita. (Guyton, 2012)
2. Kelainan sperma
infertil. Bila hal ini terjadi, kadang-kadang ditemui separuh dari jumlah
sperma yang memiliki kelainan fisik, seperti memiliki dua kepala, bentuk
kepala yang tidak normal, atau ekor yang tidak normal. Pada saat yang
lain, sperma terlihat normal secara struktural, tetapi dengan alasan yang
tidak dimengerti, sperma tersebut seluruhnya tidak motil atau relatif tidak
motil. Bilamana sebagian besar sperma secara morfologis mengalami
kelainan atau tidak motil, maka orang tersebut agaknya infertil, walaupun
sisa sperma lainnya terlihat normal. (Guyton and Hall, 2012).
3. Pergerakan lemah
Untuk mencapai sel telur, sel sperma harus mampu melakukan
perjalanan panjang ini pun menentu terjadinya pembuahan. Jumlah sel
sperma yang cukup, jika tidak di barengi pergerakan yang normal,
membuat sel sperma tak akan mencapai sel telur. Sebaliknya kendati
jumlahnya sedikit namun pergerakannya cepat bisa mencapai sel telur.
Kasus lemahnya pergerakan sperma (asthenozoospermia) kerap di
jumpai. Adakalanya malah spermatozoa mati (noecrozoospermia).
Gerakan spermatozoa dibagi menjadi 4 kategori :
1. Bergerak cepat dan maju terus
2. Bergerak lambat dan sulit maju terus
3. Tidak bergerak maju ( bergerak di tempat )
4. Tak bergerak
Sperma dikatakan normal bila memiliki gerakan normal dengan
kategori A lebih besar atau sama dengan 25% atau kategori B lebih
besar atau sama dengan 50%, spermatozoa yang normal satu sama lain
terpisah dan bergerak sesuai arahnya masing-masing. Dalam keadaan
tertentu, spermatozoa abnormal bergerombol, berikatan satu sama lain,
dan tak bergerak, keadaan tersebut dikatakan sebagai algutinasi.
Aglutinasi dapat terjadi karena kelainan imunologis dimana sel telur
menolak sel sperma. (Guyton, 2012)
6. Kerusakan testis
Testis dapat rusak karena virus dan berbagai infeksi, seperti
gondongan, gonorrhea, sifilis, dan sebagainya. Testis merupakan pabrik
sperma, oleh karena itu kesehatannya harus dijaga agar dapat
mengahsilkan sperma dengan kulalitas dan kuantitas yang baik.
(Guyton, 2012)
Testis ini sangat sensitif. Mudah sekali dipengaruhi oleh faktor-
faktor luar. Jika testis terganggu, produksi sperma bisa terganggu.
Mungkin saat berhubungan, pria tetap mengeluarkan sperma. Hanya
saja tanpa sel sperma (azoospermia) (Guyton, 2012).
sperma. Kecuali bila terjadi kerusakan fungsi dan organ sehingga tidak dapat
menghasilkan sel sperma lagi. Memang, pria azoospermia tidak mungkin
dapat menghamili pasangannya karena tidak ada “benih” yang dikeluarkan
saat berhubungan intim (Guyton and Hall, 2012).
1. Torsio Testis
Testis dapat berputar dalam kantong skrotum (torsio) akibat
perkembangan abnormal dari tunika vaginalis dan funikulus spermatikus
dalam masa perkembangan janin. Insersi abnormal yang tinggi dari tunika
vaginalis pada struktur funikulus akan mengakibatkan testis dapat bergerak
seperti anak genta di dalam genta, sehingga testis kurang melekat pada
tunika vaginalis viseralis. Testis yang demikian mudah memutir dan
memutar funikulus spermatikus. Jenis torso ini disebut sebagai torsio
funikulus spermatikus intravaginalis. Insidens tertinggi terdapat pada
remaja dan dewasa muda. Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada
sekitar 50% pasien, torsio timbul ketika seseorang sedang tidur karena
spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena testis kiri berputar
berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar dengan jarum
jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema; kedua keadaan tersebut
menyebabkan iskemia testis. (Price, 2012)
2. Gamet abnormal
Spermatozoa abnormal sering ditemukan, dan hampir 10% dari
semua spermatozoa memperlihatkan kecacatan. Kepala atau ekor mungkin
abnormal, spermatozoa mungkin berukuran raksasa atau cebol, dan
kadang-kadang dua spermatozoa menyatu. Sperma dengan kelainan
morfologi tidak memiliki kemampuan motilitas normal dan mungkin tidak
dapat membuahi oosit. (Sadler, 2010)
Jika telah terbentuk sempurna, spermatozoa masuk ke lumen
tubulus seminiferus. Dari sini, sel ini didorong ke arah epididimis oleh
43
3. Impotensi
Kelainan yang dialami oleh laki-laki yaitu suatu keadaan penis
yang tidak dapat melakukan ereksi, sehingga sulit untuk melakukan
kopulasi (fertilisasi). Biasanya impotensi disebabkan oleh faktor hormonal
yaitu terhambatnya fungsi hormon reproduksi, bisa juga disebabkan oleh
faktor psikologis atau emosional seseorang. (Price, 2012)
44
BAB III
PENUTUP
III.1 Simpulan
Pada spermatogenesis terdapat abnormalitas pada sperma.
Beberapa penyebab dari abnormalitas yaitu, jumlah sperma, kelainan
morfologi sperma, motilitas sperma lemah, viskositas semen, dan kerusakan
pada testis. Pada kelainan morfologi sperma seperti berkepala dua, berekor
ganda, tidak berekor, ekor yang melengkung, ekor yang pendek, dan bagian
kepala yang besar.
III.2 Saran
Seharusnya kita harus lebih mempelajari lebih dalam lagi
mengenai kelainan fungsi dan organ reproduksi pria yang diantaranya yaitu
kelainan fungsi seksual hubungannya dengan organ dan hormon reproduksi
pria, kelainan fungsi dan bentuk sperma hubungannya dengan proses
spermatogenesis dan faktor yang mempengaruhi dan korelasi klinis.
45
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 11. EGC. Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta.