Anda di halaman 1dari 13

KONTEKS HISTORIS PRAKTEK HUMAS DI INDONESIA

I Gusti Ngurah Putra


Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM
Jl. Sosio Justisia Bulaksumur Yogyakarta

Abstract
As a part of management function public relations has been practiced in Indonesia since
the Independence day. The development of public relations practice in Indonesia is influenced,
among other things, by political system, government policies and economic development. As
Indonesian political system is becoming more democratic, organizations are required to apply
the symmetrical public relations models as suggested by Grunig.

Keywords : public relation practice, politic reformation, public relation model

Pendahuluan dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan iklan atau


Kelahiran praktek public relations dalam kelompok lain (Quarles & Rowlings, 1993). Ini
berbagai organisasi dalam suatu masyarakat memang tidak mengherankan, karena sangat
dipengaruhi faktor-faktor perubahan sosio-kultural sedikit tulisan tentang praktek kehumasan di In-
dalam masyarakat bersangkutan. Dengan kata lain donesia yang berbahasa Inggris. Penelitian-
dapat juga dikatakan bahwa adanya perubahan- penelitian tentang ilmu komunikasi di Indonesia,
perubahan dalam kehidupan sosial budaya suatu tampaknya sebagian besar berkisar di sekitar
masyarakat menjadi salah satu kunci lahirnya media massa, komunikasi pembangunan dan
praktek public relations. Di Amerika, misalnya, jurnalistik. Sangat sedikit penelitian yang mengkaji
adanya kritik yang tajam dari kalangan berke- perkembangan praktek kehumasan di Indonesia.
pentingan terhadap organisasi bisnis telah Buku Asian Handbook of Communication,
mendorong dipraktekkannya public relations misalnya, yang berisi tentang perkembangan
sebagai bagian dari organisasi tersebut merespon penelitian komunikasi di Indonesia dan menam-
lingkungan tempat organisasi tersebut beroperasi. pilkan bibliografi peneltiian komunikasi di Indo-
Di negara Asia, misalnya di Cina (Chen, 1992) nesia, tidak menampilkan cukup data tentang
dan juga Malaysia (VanLeuven, 1994) praktek perkembangan praktek dan penelitian kehumasan
public relations erat kaitannya dengan perubahan di Indonesia.
dalam kebijaksanaan ekonomi. Bagaimana dengan Tulisan ini akan menggambarkan bagai-
praktek humas di Indonesia? mana perkembangan praktek kehumasan di In-
Dalam sebuah buku kehumasan yang donesia. Bagaimana prospek profesi kehumasan
ditulis Jan Quarles, profesor humas pada RMIT di Indonesia. Tulisan ini juga akan membahas
(Royal Melbourne Insitute of Technology - faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
sekarang menjadi RMIT University) bersama Bill praktek kehumasan di Indonesia serta kendala-
Rowlings, seorang konsultan kehumasan pada Hill kendala pengembangan profesi ini di Indonesia.
and Knowltown Australia, gambaran tentang
praktek kehumasan di Indonesia hanya ditulis Sejarah Praktek Humas di Indonesia
dalam sebuah alinea pendek. Mereka antara lain Secara garis besar perkembangan praktek
menulis sebagai berikut: Hanya terdapat sedikit kehumasan di Indonesia dapat diklasifikasikan
perusahaan PR di Jakarta. Yang sedikit ini menjadi empat periode perkembangan. Periode

178 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


I Gusti Ngurah Putra Konteks Historis Praktek Humas

pertama bisa disebut sebagai periode perkem- dengan mengirimkan beras ke India. Usaha ini
bangan awal. Periode kedua ditandai dengan adalah salah satu wujud kegiatan public relations,
kedatangan perusahaan multinasional setelah tentu dengan pendekatan manajemen.
kemerdekaan Indonesia. Periode ketiga dimulai
dengan adanya kebijakasanaan pemerintah untuk Periode Kedatangan Perusahaan
menarik modal asing denga dikeluarkannya UU Multinasional
PMA pada tahun 1967. Undang-undang ini pada Kedatangan sejumlah perusahaan
akhirnya menarik banyak perusahaan asing baik multinasional, seperti PT Caltex Pacific Interna-
dalam bentuk perusahaan patungan maupun sub- tional, PT Stanvac dan lainnya, pada awal tahun
sidiary. Periode keempat ditandai dengan ekpansi 1950-an melahirkan era baru dalam praktek
besar-besaran perusahaan swasta di Indonesia hubungan masyarakat di Indonesia. Perusahaan-
berkat adanya kebijaksaaan deregulasi (per- perusahaan ini memandang public relations sangat
bankan) yang dimulai pada tahun 1983. Periode penting dalam operasi mereka. Untuk PT Caltex,
kelima ditandai dengan munculnya reformasi public relations sangat penting terutama untuk
politik di pertengahan tahun 1998. memperkenalkan kedatangan mereka di Indone-
sia. Sebagai perusahaan asing, ia tidak saja
Periode Satu : Tahap Awal mencari keuntungan dengan kedatangannya di In-
Para praktisi senior dalam bidang humas donesia, tetapi juga sebagai usaha untuk mem-
di Indonesia menyepakati bahwa praktek humas bangun komunitas. Perusahaan ini, melalui kegiatan
modern di Indonesia sama usianya dengan usia RI kehumasannya berusaha untuk meyakinkan publik
(lihat misalnya Dahlan, 1978, h. 7, dan Muntahar, bahwa kedatangan mereka untuk tujuan yang baik,
1985) begitu juga dengan pendapat W. Noeradi, waluapun tentu saja keuntungan yang mereka
seperti dikutip Putra, 1996). Menurut Alwi peroleh menjadi pendorong juga. Penting juga
Dahlan, setelah memproklamirkan kemerdekaan untuk dicatat bahwa istilah ‘public relations’ yang
Indonesia, para pendiri negara RI (the founding diperkenalkan oleh perusahaan ini mulai digunakan
fathers) menyadari bahwa sangatlah penting untuk secara meluas. Perusahaan ini juga mengenalkan,
negara baru merdeka untuk dikenal di arena apa yang oleh Alwi Dahlan disebutnya sebagai “the
internasional agar kelahirannya juga mendapat method of planned public relations operations”
pengakuan. Untuk itulah kemudian dirancang (Dahlan, 1978, h. 7).
sebuah konferensi pers yang dihadiri wartawan Pada saat yang hampir bersamaan, ada
luar maupun dalam negeri untuk menjelaskan juga pengenalan praktek humas yang dilakukan
perubahan penting yang terjadi berkaitan dengan oleh sejumlah departemen pemerintah. Menurut
status baru RI. Menurut Alwi Dahlan, usaha-usaha Muntahar (1985), adalah RRI (Radio Republik
kehumasan sebelum dan sesudah Indonesia Indonesia) dan Kepolisian RI yang mengenalkan
merdeka sangat besar sumbangannya pada dan melakukan kegiatan kehumasan dalam
keberhasilan perjuangan Indonesia untuk menjadi kegiatan mereka pada pertengahan tahun 1950-
negara merdeka. Memang usaha ini tidak disebut an. Keduanya membentuk bagian humas dalam
sebagai kegiatan humas, tetapi disebut sebagai struktur organisasi mereka, walaupun ada
kampanye informasi atau sejenisnya. (Dahlan, ketidakjelasan tentang aktivitas yang sesungguh-
1978, h. 8). nya yang dijalankan oleh bagian humas di kedua
Walaupun begitu, usaha-usaha yang isntansi tadi. Fungsi bagian humas di RRI antara
dilakukan pada waktu itu, seperti misalnya lain adalah menerbitkan majalah mingguan dan
melakukan konferensi pers dapat dikategorikan bulanan yang berisi programa RRI dan topik yang
sebagai kegiatan kehumasan, karena kegiatan ini relevan untuk disebarkan kepada khalayak. (2)
termasuk salah satu teknik hubungan media dalam melaporkan pendapat pendengar tentang pro-
kegiatan kehumasan. Di samping itu, usaha-usaha gram-program yang mereka sukai, (3) melak-
untuk memperoleh simpati internasional juga sanakan pertunjukan seperti orkes simponi,
dilakukan dengan Indonesia juga mebantu India wayang kulit dan kesenian tradisional lainnya

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 179


Konteks Historis Praktek Humas I Gusti Ngurah Putra

(Faizin seperti dikutip oleh Muntahar, 1985). mendorong tumbuhnya berbagai organisasi bisnis.
Menurut Hartono (1966), PN. GIA (sekarang Situasi ini ikut mendorong peningkatan
Garuda Indonesia) juga telah mempratkekkan kebutuhan terhadap jasa konsultasi, baik dalam
hubungan masyarakat dalam operasinya pada saat bidang hukum, periklanan, hubungan masyarakat
itu. Namun demikian, menurut Siahaan (seperti di awal tahun 1970-an (Dahlan, 1994). Namun
dikutip dalam Cakram, 1995), fungsi humas di demikian, bila perusahaan agen periklanan bertum-
Garuda pada saat itu kurang jelas; kegiatannya buh dengan pesat dan bertahan serta berkembang
terbatas pada pembuatan dokumentasi kegiatan sampai sekarang, perushaan konsultasi jasa
perusahaan. Tugas utamanya adalah menerbitkan kehumasan banyak yang tidak dapat bertahan. Ini
majalah perusahaan. antara lain disebabkan oleh masalah regenerasi dan
terbatasnya tenaga profesional dalam bidang
Periode Tiga: Pemerintah Orde Baru (1966- humas. Walaupun begitu, pada masa ini ada yang
Awal 1980s) menarik yang dapat dipelajari, yakni berdirinya
Kegagalan revolusi komunis di tahun 1965 Perhumas dan Bakohumas dan meningkatnya
dan pergantian pimpinan nasional dari Presiden kebutuhan akan jasa konsultasni kehumasan.
Sukarno ke tangan Jendral Suharto atau peme- Pertama, pertumbuhan organisasi bisnis,
rintah Orde Baru merupakan sebuah titik balik bagi baik swasta maupun milik negara, ikut mendorong
kehidupan ekonomi Indonesia. Era baru dalam peningkatan kebutuhan akan tenaga humas. Ini
kebijakan ekonomi dibawa oleh pemerintah Orde tidak saja ditandai dengan meningkatnya praktisi
Baru. Pembanguan ekonomi diarahkan untuk yang bekerja pada sektor swasta tetapi juga yang
memaksimalkan pertumbuhan ekonomi melalui bekerja pada konsultan. Menurut Alwin Dahlan
penarikan modal asing dan teknologi pada modal. (1978), sampai akhir tahun 1960-an hampir semua
Walaupun demikian, pada dasarnya pemerintah departemen pemerintah punya bagian humas pada
Orde Baru tidak serta merta melakukan liberalisasi berbagai tingkatan. Di samping itu, sebagian besar
ekonomi. Banyak sektor ekonomi yang dikuasai perusahaan asing pada awal tahun 1970-an punya
oleh negara. Perusahaan swasta belum menjadi bagian humas. Untuk perusahaan konsultasi
faktir dominan dalam pembangunan ekonomi In- kehumasan, tokoh yang menojol adalah Dr. Alwi
donesia pada awal Orde Baru sampai tahun Dahlan, yang memperoleh PhD dari Universitas
1980-an. Illinois Amerika Serikat memimpin PT Inscore,
Pemerintah memang mengeluarkan UU No R. Imam Sayono seorang pensiunan humas
1 tahun 1967 tentang PMA dan UU No 6 tahun perusahaan minyak asing, PT Stanvac, memimpin
1968 tentang PMDN, tetapi peranan negara dalam PT Granada dan M. Ridwan memimpin PT Presco
pembangunan ekonomi yang diwujudkan melalui yang sempat menangani klien dari Austalia
BUMN, masih sangat dominan. Perusahaan milik (Noeradi, seperti dikutip Putra, 1996). Namun
negara masih menjadi pemain utama dalam demikian, ketiga perusahaan ini, kecuali PT Gra-
berbagai kegiatan bisnis dan pembangunan nada mati di tengah jalan karena masalah
ekonomi. Namun demikian pengeluaran kedua UU regenerasi dan masuknya Dr Alwi Dahlan ke
ini yang kemudian juga ditindaklanjuti dengan instansi pemerintah.
pembentukan BPPM (BPPM: Badan Pertim- Kedua, pembentukan PERHUMAS
bangan Penanaman Modal) yang kemduian (Perhimpunan Hubungan Masyarakat) pada
digantikan oleh (BKPM: Badan Koordinasi tahun 1972 merupakan sebagai usaha untuk
Penanaman Modal) pada tahun 1973, meru- meningkatkan profesionalisme para praktisi humas
pakan bagian usaha pemerintah dalam mencapai di Indonesia. Para pendiri ini tidak saja datang dari
pertumbuhan ekonomi. UU ini memungkinkan perusahaan swasta baik asing maupun domestik,
masuknya modal asing pada berbagai sektor tetapi banyak yang berasal dari instansi pemerintah.
seperti kehutanan, pertambangan, dan substitusi Memang seperti yang dikatakan oleh Teddy
impor (Robison, 1990). Ini pada akhrinya Kharsadi (seperti dikutip Putra, 1996) Perhumas
meningkatkan arus modal asing yang masuk dan terlihat seperti ‘pohon kerakap tumbuh di atas batu’

180 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


I Gusti Ngurah Putra Konteks Historis Praktek Humas

mati susah, hiduppun tak gampang. Keanggota- 1993, h. 853). Tujuan utama privatisasi ini adalah
annya sangat terbatas dan baru berkembang pada untuk menghapuskan ekonomi biaya tinggi dan
akhir tahun 1980-an. Kegiatan Perhumas antara ekonomi yang secara internasional tidak bisa
lain berupa konvensi tahunan, menerbitkan news- bersaing. Ini juga berarti adanya pengurangan
letter, menerbitkan jurnal dan pada tahun 1981 proteksi pemerintah dan monopli di sejumlah
menjadi tuan rumah kongres FAPRO, sebuah sektor. Memang ada masalah sektor mana yang
organisasi kehumasan di Asia Tenggara (Federa- harus didahulukan.
tion of the Asean Public Relations Organisa- Deregulasi pertama dimulai tahun 1983
tions) yang ikut dibidani Perhumas. dalam sektor keuangan. Sampai akhir tahun 1980-
Ketiga, terbentuknya (BAKOHUMAS: an, pemerintah telah mengakhiri sejumlah monopoli
Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat) pada sektor-sektor yang sangat menguntungkan
berdasarkan SK Menteri Penerangan No 31 ta- seperti keuangan, televisi, penerbangan dan pub-
hun 1971. Sebenarnya, sebelum terbentuk lic utilities yang akhirnya melahirkan pertumbuhan
BAKOHUMAS sudah ada BKS (Badan Kerja dramatis modal perusahaan swasta (Robison,
Sama) pada tahun 1967 yang kemudian diganti 1992). Salah satu gambaran menarik pada periode
dengan BAKOR HUMAS tahun 1970. Karena ini adalah mulai terjunnya putri-putri presiden
organisasi ini dianggap kurang berhasil kemudian Suharto, terutama Bambang Triatmojo, Siti
dibentuklah BAKOHUMAS. Sampai pertengah- Hardiyanti Rukmana and Tommy Suharto dalam
an tahun 1970-an, hampir seluruh departemen bidang bisnis. Pertumbuhan ini membuka peluang
pemerintah dan juga perusahaan swasta sudah bagi para manajer terampil, para pemasar, staf
memiliki bagian humas pada struktur organisasi, teknis termasuk juga praktisi humas. Ini juga
tetapi dengan penempatan yang sangat bervariasi. menumbuhkan kebutuhan akan jasa konsultasi
Banyak diantaranya berada di bawah bagian dalam bidang hukum, investasi, akuntansi,
pemasaran, sementara yang lainnya berada pemasaran, komputer bersama-sama dengan
bersama dengan bagian hukum. (Dahlan, 1978). konsultan humas. Peningkatan permintaan akan
tenaga dalam bidang humas tidak diimbangi oleh
Periode Empat: Pertengahan Tahun 80-an ketersediaaan praktisi humas yang punya kualifikasi
sampai Saat ini memadai.
Walaupun praktek humas sudah dimulai Dalam periode ini juga lahir sejumlah
sejak tahun 1940-an, sejumlah praktisi humas, perusahaan bidang humas, sebagain merupakan
terutama mereka yang mendirikan perusahaan perkembangan perusahaan periklanan, seperti
bidang humas pada akhir tahun 1980-an mengang- Fortune, sedangkan yang lainnya ada yang punya
gap profesionalisme humas baru berkembang pada asosiasi dengan perusahaan humas internasional.
periode ini. Dalam sebuah makalah (position pa- Rachmadi (1994) mencatat dalam tahun 1985 ada
per) yang ditulis untuk konferensi IPRA (Inter- paling tidak lima perusahaan humas yang dipimpin
national Public Relations Association) di Paris oleh praktisi dengan latar belakang pendidikan
tahun 1995, mereka mengklaim bahwa bisnis komunikasi atau public relations. Pembentukan
dalam bidang humas baru berkembang pada APPRI (Asosiasi Perusahaan Public Relations
periode ini. Ini sebagian benar, terutama dengan Indonesia) pada bulan April 1987 merupakan
munculnya sejumlah perusahaan humas pada tahun salah satu tonggak penting dalam perkembangan
1980-an akhir. praktek humas di Indonesia. Organisasi ini punya
Meningkatnya kebutuhan akan praktek tujuan untuk meningkatkan profesionalisme humas
humas profesional kemungkinan besar disebabkan di Indonesia.
oleh kebijakan deregulasi ekonomi tahun 1983 dan Yang cukup menarik dalam perkembangan
juga ada privatisasi di beberapa sektor ekonomi. ini adalah APPRI untuk beberapa periode diketuai
Deregulasi bermakna pengurangan peranan dan oleh praktisi humas wanita. Menurut daftar
intervensi pemerintah dan pemberian peluang pada perusahaan PR yang dikeluarkan M-PR, dari 38
partisipasi yang kreatif dari publik (Soesastro, perusahaan PR sampai Oktober 1994, 24 perusa-

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 181


Konteks Historis Praktek Humas I Gusti Ngurah Putra

haan dipimpin oleh praktisi wanita. (M-PR tumbuhan yang relatif cepat dari 328 pada tahun
Cunsultant, 1994). Sementara 12 dari 17 peru- 1993 menjadi 574 pada tahun 1994. Mereka
sahaan yang bergabung dalam APPRI dipimpin umumnya bekerja pada perusahaan multinasional,
oleh prakrisi PR wanita (Khasali, 1994). Warta perusahaan swasta nasional dan badan usaha milik
Eko-nomi (1990) melaporkan 80 % perusahaan negara, kantor pemerintah serta pada organisasi
PR baik yang sudah terdaftar maupun yang belum sosial. Namun demikian, tampaknya mayoritas
dipimpin oleh wanita. Laporan ini menyatakan praktisi humas belum bergabung dengan
bahwa wanita lebih terampil dalam bernegosiasi PERHUMAS.
di samping lebih halus dalam membujuk klien. Perusahaan humas juga mengalami
Wongsonegaro (seperti dikutip Warta Ekonomii, pertumbuhan. Pada tahun 1994 ada sekitar 90
September 1990) berpendapat bahwa wanita lebih perusahaan PR yang 55 di antaranya menjadi
sensitif dibanding pria. Menurutnya, praktek PR anggota APPRI. Ada sejumlah alasan, sehingga
membutuhkan kualifikasi ini. Namun demikian, tidak semua perusahaan bergabung dengan
laporan majalah ini tidak menjelaskan apakah ini APPRI, di antaranya industri humas masih dalam
terjadi karena ‘jenis kelamin’ semata-mata atau pertumbuhan dan pencarian bentuk. Yang lain
faktor latar belakang pendidikan dan kemampuan mungkin masih ragu tentang layanan yang mereka
praktisi wanita lebih baik dibanding praktisi laki- berikan sehingga sebenarnya belum layak disebut
laki. Dalam banyak kasus, perusahaan PR yang sebagai perusahaan humas. Layanan yang mereka
dipimpin oleh wanita menawarkan jasa ‘catering’, berikan berkisar di antara aspek-aspek yang
produksi surat undangan, menyediakan pembawa sangat teknis dari public relations seperti
acara, dan menyelenggarakan resepsi pembukaan mengadakan special events, menerbitkan majalah
perusahaan (Warta Ekonomi, September 1990, internal dan profile perusahaan, sampai pada yang
h. 25). lebik lengkap seperti memberi konseling kepada
Sampai saat ini, hampir setiap departemen CEO dan mengadakan kampanye kehumasan.
dan kantor pemerintah baik pada tingkat nasional Beberapa konsultan kehumasan tidak mau
maupun lokal memiliki bagian humas, walaupun bergabung dengan APPRI dengan alasan bahwa
peranan, fungsi dan posisinya dalam struktur mereka bukanlah perusahaan seperti yang
organisasi masih belum jelas. Mereka mungkin juga diindikasikan oleh nama perkumpulannya yakni
melakukan kegiatan yang berbeda-beda satu sama APPRI. Seorang konsultan menyatakan, “Kita
lainnya. Daftar keanggotaan BAKOHUMAS bukanlah sebuah perusahaan seperi halnya peru-
1994 menunjukkan, pada tingkat nasional ada 133 sahaan iklan. Kami adalah konsultan kehumasan,
bagian humas di departemen pemerintah baik jadi tidak relevan kami bergabung dengan perkum-
departemen teknis maupun perusahaan negara. Di pulan yang demikian.” (Anonim, seperti dikutip
samping itu BAKOHUMAS juga punya cabang Putra, 1996). Di samping itu, ada juga alasan lain
di 26 propinsi dan hampir di 300 kabupaten. yakni mereka tidak melihat keuntungan yang nyata
PERHUMAS sampai saat ini memiliki dengan keikutsertaaan mereka dalam asosiaasi ini.
sekitar 2000 anggota terlepas dari kualifikasi Untuk itu, APPRI berusaha untuk meyakinkan
mereka. Jumlah ini meningkat dari tahun-tahun perusahaan-perusahaan humas yang ada agar mau
sebelumnya sebagai hasil kebijakan kepengurusan bergabung menjadi dengan APPRI. Salah satu
PERHUMAS yang relatif agresif. Dalam tahun alasan terbentuknya organisasi ini adalah untuk
1995 misalnya, ia hanya punya anggota 600 orang berbagi pengalaman satu sama lainnya di samping
(Kharsadi seperti dikutip Putra, 1996). Sebelum- untuk meningkatkan posisi tawar menawar dengan
nya, jumlah anggota PERHUMAS sangat terbatas. perusahaan yang meminta jasa layananan kehu-
Ketika didirikan pada tahun 1972, anggotanya masan. Persatuan bagi perusahaan ini menjadi isu
hanya 21 orang yang sekaligus merupakan pendiri penting mengingat adanya kecurangan, dalam
organisasi ini. Hampir dua puluh tahun kemudian bentuk pencurian proposal, oleh perusahaan
keanggotaanya berkembang menjadi 224 orang tertentu. (Wenas, seperti dikutip Putra, 1996).
(Cakram, Oktober, 1991). Sejak itu, terjadi per-

182 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


I Gusti Ngurah Putra Konteks Historis Praktek Humas

Periode Lima: Pasca Orde Baru dalam delapan belas tahun terakhir ini, telah
Reformasi politik yang berlangsung sejak menciptakan pertumbuhan dunia usaha yang cukup
tahun 1998 berimplikasi pada pengakuan terhadap dramatis. Ini akhirnya menentukan pertumbuhan
kebebasan berkomunikasi, yakni adanya akan kebutuhan praktisi humas yang berkualitas.
pengakuan jaminan terhadap hak untuk Perusahaan-perusahaan baru, yang sebagian
memperoleh dan menyebarkan informasi sebagai mungkin terbentuk karena mendapat proyek dari
bagian dari hak masyarakat untuk mendewasakan pemerintah atau melalui koneksi, kolusi dan
diri. Kebebasan ini terwujud antara lain dalam kebijakan pemerintah, membutuhkan praktek pub-
kebebasan pers dan lebih jauh juga adanya lic relations dalam usaha mereka untuk memper-
kebebasan untuk memperoleh informasi publik. Di kenalkan diri di tengah-tengah masyarakat;
samping itu, kebebasan untuk berkumpul dan sebagain lainnya untuk mempertahankan
berserikat juga dijamin sehingga setiap warga kepentingan mereka dari serangan media massa
negara tidak perlu takut atau khawatir untuk di tengah-tengah masyarakat yang mulai lebih
berkumpul atau berserikat. Ini suatu yang sangat terbuka. Salah satu contoh menarik dapat dilihat
sulit terjadi pada masa Orde Baru. Berbagai dalam industri televisi. Bila sebelumnya, TVRI
organisasi profesi, pekerja, karyawan yang pada tidak punya bagian humas dalam struktur
masa Orde Baru dikooptasi oleh pemerintah, kini organisasinya, sejak adanya televisi suasta, dapat
muncul bak jamur di musim hujan. Ada begitu disaksikan munculnya petugas humas mewakili
banyak organisasi buruh atau karyawan. Ada perusahaan-perusahaan TV swasta. Dari lima
begitu banyak organisasi kewartawanan dan stasiun TV swasta yang telah berdiri semuanya
seterusnya. punya bagian humas, terlepas dari nama yang
Dengan adanya kebebasan ini, praktek mereka pakai dan penempatan bagian humas
humas yang dijalankan oleh organisasi pun harus dalam struktur organisasinya.
siap mengantisipasi, terutama yang berkaitan Di samping dinamika kebijakan ekonomi
dengan kebebasan pers karena pers kini tidak lagi pemerintah Orde Baru, yang ikut mendorong
takut untuk membongkar praktek-praktek buruk meningkatnya kebutuhan akan praktisi humas,
perusahaan dan juga pemerintahan. Humas tidak perbaikan dalam kondisi sosial politik sedikit
lagi bisa rekatif seperti pada masa lalu. Di samping banyak juga punya andil dalam interaksi bisnis
itu, humas juga harus siap melakukan dialog dengan dan masyarakat. Kemungkinan gambaran berikut
berbagai organisasi buruh yang ada agar dapat tentang kondisi sosial politik ikut menentukan
mencegah terjadinya pemogokan oleh para berkembangnya kebutuhan akan praktisi humas.
karyawan. Hal lain yang juga sangat panting adalah Masyarakat Indonesia menjadi lebih dinamis dan
adanya kebebasan untuk memperoleh informasi kritis. Masalah-masalah yang muncul antara
publik. Ini juga berimplikasi pada kesiapan petugas perusahaan dan publik tidak lagi dapat diselesaikan
humas untuk selalu welcome terhadap mereka dengan pendekatan budaya paternalistik dalam
yang ingin mengetahui aspek-aspek yang boleh manajemen. Ada kebutuhan untuk melakukan
diketahui oleh publik. dialog antara perusahaan dengan berbagai
Jadi, era reformasi atau praktek humas konstituensinya, bukan monolog seperti dalam
yang ada sekarang mestinya sudah mengarah pada budaya paternalistik. Warga masyarakat semakin
model humas simetris dua arah seperti yang berani untuk memprotes sebuah perusahaan baik
diusulkan oleh Grunig sejak lebih dari dua puluh karena produk maupun karena perilaku mereka
tahun yang lalu. dalam berbisnis. Para pekerja juga lebih
terorganisir dalam usaha mereka untuk memper-
Faktor Pendorong Perkembangan Praktek juangkan kepentingan mereka. Pemogokan buruh
Humas sering merupakan satu-satunya pilihan bagi mereka
Seperti yang sudah dipaparkan sebe- di tengah-tengah sikap perusahaan yang tertutup.
lumnya, liberalisasi perekonomian Indonesia yang Sebagai gambaran, sejak tahun 1989 terjadi
dimulai oleh pemerintah Orde Baru, terutama peningkatan jumlah pemogokan yang terjadi. Saat

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 183


Konteks Historis Praktek Humas I Gusti Ngurah Putra

itu terjadi 19 kali pemogokan, setahun kemudian sional management style’ and are ‘building
meningkat drastis menjadi 71, 130, 344 dan 323 autonomous capitalist enterprise’(McKendrick,
sampai Nopember 1993 (Fatah, 1994, h. 12, lihat 1991, h. 104). Generasi baru para manajer, walau-
juga Hadiz, 1994 dan Manning, 1993). Pada tahun pun tidak semuanya, punya pandangan yang sedikit
1991, suratkabar hampir setiap hari berisi laporan berbeda dengan manajer generasi tua dalam
tentang pemogokan buruh dalam berbagai industri mengelola bisnis. Mereka sebagian terlatih dalam
di berbagai kota, umumnya Jakarta dan Surabaya. sekolah-sekolah bisnis (Program MBA) baik di
Maraknya pemogokan tidak dapat dilepaskan dari luar (umumnya di Amerika Serikat) maupun di
pencabutan Dekrti Presiden (Keppres) No 123, dalam negeri.2 Mereka tidak saja punya perhatian
25 Juni 1963 yang kemudian digantikan dengan pada pencarian keuntungan bagi perusahaan, tetapi
Keppres No 26 tahun 1990. Peraturan baru ini juga punya perhatian terhadap kesejahteraan
mengijinkan pemogokan sebagai jalan terakhir masyarakat. Singkat cerita, mereka menjalankan
ketika terjadi deadlock dalam perundingan. Pada bisnis secara lebih profesional daripada yang
peraturan sebelumnya pemogokan dianggap dilakukan para pendahulu mereka. Perusahaan-
melanggar hukum (Tempo, 28 Juli, 1990). perusahaan yang melakukan go-public juga sangat
Menurut Manning (1993) kontrol ketat oleh membutuhkan konsultasi dalam bidang financial
pemerintah terhadap buruh disebabkan oleh public relations. (Abidin seperti dikutip Putra,
strategi pemerintah yang lebih mengutamakan 1996).
pertumbuhan ekonomi dibanding pemerataan. Pengenalan teknologi komunikasi baru,
Pemerintah juga mamakai upah murah sebagai terutama dengan pertumbuhan tekevisi sebagai
taktik untuk memperoleh keunggulan komparatif industri dan perubahan sikap pers terhadap dunia
dalam usaha menarik investor asing. Namun bisnis mungkin juga menjadi penyebab lain
demikian, pembangunan politik dan ekonomi dan peningkatan kebutuhan akan praktisi public rela-
juga perhatian dunia internasional dan nasional tions. Ini dapat dilihat dengan diijinkannya statisun
terhadap hak dan standar-standar buruh dan televisi swasta berdiri mulai tahun 1989. Ini
dorongan untuk keterbukaan dan demokratisasi menjadikan masyarakat lebih punya peluang untuk
sepanjang tahun 1980 menjadikan pemerintah memperoleh informasi sebagai bagian dari usaha
lebih menyadari dan menghargai hak-hak kaum peningkatan kualitias diri mereka. Di samping itu,
buruh. pers juga mulai banyak melaporkan profil dunia
Meningkatnya tingkat pendidikan anggota dan orang bisnis dalam terbitan-terbitan mereka.
masyarakat mungkin juga punya pengaruh penting Menurut Alwi Dahlan (1994), beberapa tahun
terhadap kekritisan anggota masyarakat. Sebagai yang lalu pers enggan melaporkan kegiatan para
perbandingan, jika pada tahun 1971 rata-rata orang eksekutif perusahaan karena ini dilihat sebagai
berpendidikan kelas 5 SD, maka pada Pelita V promosi terhadap perusahaan mereka. Di samping
rata-rata tingkat pendidikan anggota masyarakat itu, para pemimpin bisnis juga mulai berani tampil
sudah kelas II SMP. Iklim keterbukaan yang di hadapan pers. Para pemimpin bisnis berlomba-
diciptakan pemerintah pada akhir tahun 80-an lomba untuk tampil dalam pers sebagai bagian dari
memungkinkan munculnya kritik-kritik yang sangat usaha promosi. Untuk itulah mereka butuh orang
tajam terhadap lembaga-lembaga yang ada yang dapat membantu mereka menghadapi pers
(Depari, 1994; dan Hein, 1990). Memang iklim dan yang dapat membantu promosi perusahaan
ini masih patut dipertanyakan, terutama dalam mereka, bukan hanya promosi produk yang
kaitan dengan apakah iklim seperti ini akan terus biasanya telah dilakukan oleh bidang periklanan.
berlanjut (Djiwandono, 1995). Yang terakhir adalah globalisasi, walaupun
Alasan lain bagi perkembangan praktek masih terlalu awal untuk melihat dampak globalisasi
public relations adalah adanya proses alih generasi ini. Globalisais telah membawa ekonomi Indone-
dan meningkatnya perusahaan-perusahaan yang sia terintegrasi dalam pasar international. Ini juga
melakukan go public. Beberapa perusahaan berarti ekonomi Indonesia akan dipengaruhi dan
melakukan pergantian CEO dengan ‘a profes- tergantung kepada pasar internasional dan akan

184 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


I Gusti Ngurah Putra Konteks Historis Praktek Humas

mendapat tekanan dari komunitas internasional. dan dalam menentukan tindakan-tindakan untuk
Tekanan-tekanan ini harus dihadapi oleh mendukung perusahaan dengan setiap kebi-
perusahaan-perusahaan Indonesia. Dalam hal ini, jakannya (Rachmadi, 1994, h.. 49). Soegito
perusahaan Indonesia harus dapat menjelaskan menyatakan, dengan posisi di puncak, praktisi
kepada publik internasioanl praktek-praktek bisnis humas akan punya akses yang memadai kepada
yang mereka jalankan. CEO. Noeradi (seperti dikutip Manajemen, Jan-
Feb, 1993), berbicara atas dasar pengalamannya
Antar Struktur dan Profesionalisme yang panjang sebagai praktisi humas dalam sebuah
Masalah-masalah dalam praktek humas perusahaan minyak asing menyatakan, sepanjang
yang cukup menonjol dan sering menjadi bahan petugas humas punya akses pada eksekutif
perbincangan adalah berkaitan dengan penem- puncak, tempat posisi humas dalam struktur
patan bagian humas dalam struktur organisasi dan organisasi bukan masalah penting. Alasan yang
kaitannya dengan pengembangan profesionalisme. sama juga dikemukakan oleh Alwi Dahlan (1994),
Ini sudah menjadi perhatian sejumlah peneliti dalam walaupun sebelumnya (1978) ia berpendapat
bidang kehumasan, seperti yang dilakukan oleh bahwa public relations perlu ditempatkan pada
Dozier dan Broom (dikutip dalam Childers, 1989). struktur puncak organisasi. Kharsadi (seperti
Menurut mereka, keterlibatan praktisi humas dikutip Cakram, 1994) posisi tidaklah persoalan
dalam proses pengambilan keputusan sangat mendasar, yang penting adalah akses pada
penting sebagai bagian dari pengembangan eksekutif puncak. Untuk mememiki akses, seorang
profesionalisme bidang humas. Dalam bahasa petugas humas haruslah seorang yang profesional,
aslinya, “perhaps more important to the profes- mereka harus punya kualifikasi yang cukup
sion of public relations than any other meas- memadai.
ure of professional growth” (cited in Childers, Namun demikian, apakah CEO atau
1989, h. 104). Peranan ini menandakan bahwa koalisi dominan dalam suatu organisasi menem-
humas harus ditempatkan pada level atas dari patkan bagian humas pada tingkat atas, tengah
struktur organisasi, karena kalau tidak demikian, maupun bawah dalam struktur organisasi, mereka
menurut Dozier and Broom, “isolation of public umumnya belum punya pemahaman yang
relations from decision-making limits the prac- menyenangkan bagi praktek humas. Banyak
tice to low-level support function”. pimpinan perusahaan atau organisasi walaupun
Perdebatan ini juga mengemuka di Indo- menyadari arti penting humas dan memiliki bagian
nesia. Ini mungkin disebabkan oleh sangat humas dalam organisasi yang mereka pimpin, tidak
beragamanya penempatan bagian humas dalam melihat humas sebagai bagian penting fungsi
struktur organisasi. Secara umum, lebih banyak manajemen. Masih banyak yang memahami humas
organisasi yang menempatkan bagian humasnya tidak lebih sebagai promosi, hubungan media atau
pada level yang sangat rendah, lebih banyak press relations yang dari kegiatan ini mereka
membantu bagian lain seperti pemasaran, misalnya berharap memperoleh publisitas. Atau bahkan Alwi
daripada yang berdiri sendiri. Satu pandangan Dahlan menyebutnya sebagai “press disrelations,
mengemuka bahwa bagian humas harus that the [public relations] main job is to keep
ditempatkan pada level puncak dalam struktur the press away from bothering management or
organisasi (lihat misalnya Rachmadi (1994), Depari official of the organisation and issues denials”
(1994), Effendy (1986), dan Soegito (dalam (Dahlan, 1978, h. 8). Dalam pandangan ini, petu-
Manajemen, Jan-Feb, 1993). Alasanya, menurut gas humas dianggap bertanggung jawab dalam
Rachmadi, adalah bahwa dengan menduduki menerbitkan berita baik tentang organisasi. Jika
posisi tersebut, praktisi humas akan berkesem- ada berita buruk tentang organisasi yang termuat
patan untuk memberi sumbangan pada proses dalam media massa, para pemimpin perusahaan
pengambilan keputusan pada tingkat korporat. ini akan sangat reaktif. Reaksi mereka umumnya
Dengan keterlibatan itu, praktisi humas akan lebih akan seperti ini “what do they [reporters] want?,
dapat memahami alasan pengambilan keputusan they want money, don’t they?” (Noeradi seperti

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 185


Konteks Historis Praktek Humas I Gusti Ngurah Putra

dikutip Putra, 1996). masyarakat yang dihadapi oleh sebuah organisasi


Sehingga dari sini pula berkembang dapat dipecahkan dengan menggunakan uang,
kemudian pemahaman bahwa untuk mengevaluasi bukan dengan cara usaha-usaha komunikasi yang
efektivitas kegiatan humas, liputan media menjadi genuine. Mereka menghabiskan uang, tetapi bukan
indikator utamanya, berapa tebal kliping artikel untuk membayar konsultan humas (Anonym,
koran yang bisa dihasilkan oleh bagian humas. seperti dikutip Putra, 1996). Mereka mengeluar-
(Warta Ekonomi, September, 1994, h. 24). kan uang untuk menutup mulut penentang-
Walaupun sejumlah perusahaan atau departemen penentang perusahaan yang mungkin mengkritik
pemerintah sudah memiliki bagian humas, praktek bisnis yang mereka jalankan seperti
seringkali bagian ini menjadi tempat pembungan membuat polusi, membayar upah buruh yang
karyawan yang sudah tidak cocok ditempatkan sangat rendah dan sebagainya. Atau mereka
di mana-mana. (Cakram, Oktober 1991, h. 17). mengeluarkan uang untuk menyetop kegiatan-
Di samping itu, sejumlah manajer kegiatan yang dapat mengganggu stabilitas
perusahaan yang memiliki bagian humas cenderung perusahaan. Sebagai contoh, seorang pengusaha
melihat humas sebagai bagian yang bertugas untuk mencoba menyuap seorang wartawam agar
menanggapi secara reaktif kekuatan luar yang suratkabar tempat wartawan itu bekerja tidak
mengkritik perusahaan. Ada juga pandangan di melaporkan masalah keuangan yang sedang
kalangan manajer bahwa adalah tugas humas mereka hadapi. Wartawan ini kemudian, karena
sebagai alat manajemen untuk menanggapi atau ketahuan, dipecat oleh suratkabar tempat mereka
bereaksi terhadap kekuatan-kekuatan luar yang bekerja (Cakram, Mei 1994).
mengkritik perusahaan. Dalam hal ini, petugas Sebagai tambahan, dalam banyak kasus
humas akan dipanggil ketika ada masalah dengan CEO menggunakan tangan-tangan penguasa,
pihak-pihak luar. Humas belum diterima penuh terutama para pejabat senior pemerintah dan aparat
sebagai fungsi manajemen yang dapat digunakan militer untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
oleh perusahaan untuk menyelesaikan persoalan kehumasan yang sedang mereka hadapi. Seperti
public relationship mereka secara strategis yang dikemukakan oleh sejumlah ahli (misalnya
melalui usaha-usaha komunikatif. MacIntyre 1991; Robison, 1986) salah satu ciri
Sebagai akibatnya, banyak eksekutif yang menonjol dari perusahaan-perusahaan di In-
puncak organisasi atau koalisi dominan dalam donesia adalah para pemimpin atau pemiliknya
perusahaan meletakkan bagian humas pada tingkat punya hubungan yang sangat dekat dengan pejabat
bawah dalam struktur organisasi perusahaan, pemerintah. Kedekatan ini seringkali memunculkan
walaupun tentu saja beberapa perusahaan intervensi pemerintah ketika perusahaan mengalami
menempatkan bagian humas mereka sudah di krisis atau konflik hubungan dengan publik. Dalam
puncak struktur organisasi, sehingga petugas banyak kasus, perusahaan menggunakan pejabat
humas menjadi bagian dari koalisi dominan dalam pemerintah sebagai third party endorsement
perusahaan tersebut. Dalam banyak kasus, bagian strategy. Keterlibatan pejabat militer dalam
humas sering ditempatkan di bawah bagian hukum, penyelesaian konflik buruh majikan sering lebih
terutama di banyak isntansi pemerintah (Dahlan, penting daripada menyewa petugas humas (lihat
1978, h. 27) atau bagian pemasaran (terlihat misalnya Prisma, April 1994). Dalam kasus lain,
misalnya di beberapa hotel). Dengan posisi pemegang kekuasaan melindungi kepentingan
demikian tidaklah salah bila kemudian bagian bisnis daripada bertindak sebagai pihak ketiga yang
humas tidak punya rencana jangka panjang dan bersifat netral. Pemogokan para buruh sering
punya anggaran yang sangat terbatas untuk pro- berujung pada intervensi pemerintah dengan
gram-program mereka (Depari, 1994, h. 5-6), kemenangan biasanya ada di tangan perusahaan.
sebab mereka sangat tergantung pada departemen Ini tentunya sejalan dengan pencapaian per-
yang membawahi mereka. tumbuhan ekonomi sebagai tujuan pembangunan.
Ada dua penjelasan terhadap persoalan ini. Hanya berkat tekanan-tekanan internasional yang
Pertama, CEO menganggap persoalan hubungan cukup kuat pemerintah kemudian mau mening-

186 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


I Gusti Ngurah Putra Konteks Historis Praktek Humas

katkan upah minimum regional, namun tidak terlihat sebagai indikator suatu profesi. Namun demikian,
kesungguhan pemerintah dapat melakukan kontrol keduanya tidak mencermati apakah ada body of
terhadap penerapan aturan upah buruh ini. knowledge sebagai materi untuk pendidikan
Walaupun demikian, menyalahkan CEO humas di Indonesia. Dalam kenyataannya, latar
semata-mata berkaitan dengan praktek humas belakang pendidikan praktisi humas di Indonesia
dalam perusahaan hanyalah memindahkan sangat beragam dari sarjana komputer sampai
persoalan tanpa menyelesaikannya. Kekurang- keluaran fakultas kedokteran (Putra, 1999).
fahaman CEO tentang humas mungkin juga Berkaitan dengan kualitas pendidikan
bersumber pada ketidakprofesionalan para praktisi praktisi humas, praktisi humas menyadari bahwa
humas (Kharsadi seperti dikutip Putra, 1996) atau mereka tidak terdidik dalam program-program
‘problem of qualified personnel’ (Dahlan, 1978). khusus seperti kehumasan atau komunikasi.
Sehingga penempatan bagian humas yang tidak Walaupun latar belakang pendidikan mereka sangat
semestinya sebenarnya merupakan pencerminan beraneka ragam, ada semacam kesepakatan
dari fakta bahwa praktisi humas tidak sungguh- bahwa praktisi humas harus berlatar belakang
sungguh profesional untuk menempati posisi pada pendidikan tinggi dalam bidang humas dan
bagian atas struktur organisasi. Pada level komunikasi.3 Dalam pendidikan humas di Indo-
perusahaan, tidak sedikit praktisi humas yang tidak nesia, ada dua jenis pendidikan yang saat ini sudah
mempunyai keterampilan dasar seperti misalnya menjadi sebuah fenomena. Keduanya, menurut
bagaimana menangani hubungan dengan media, ukuran standar jelas belum memuaskan baik dalam
misalnya. kualitas maupun kuantitas kebutuhan industri.
Kekurangpahaman terhadap apa sesung- Pertama, jenis pendidikan yang berupa pendidikan
guhnya humas mungkin disebabkan oleh latar tinggi. Ini biasanya ada dalam jurusan komunikasi
belakang pendidikan petugas humas. Bagi petugas baik pada universitas negeri maupun universitas
humas yang sebelumnya adalah seorang wartawan, swasta. Jumlah universitas negeri yang membuka
humas mungkin dianggapnya hanya sekadar jurusan komunikasi tidak cukup banyak, dan baru
publisitas atau hubungan media. Mereka direkrut dalam lima tahun terakhir ini bertambah, terutama
karena punya pengalaman sebagai pekerja media di universitas swasta.
dan juga punya keterampilan menulis. Dalam Namun demikian, hanya UNPAD Ban-
banyak kasus, orang yang mengaku sebagai humas dung dan beberapa universitas sawsta yang secara
tidak lebih dari sekadar seorang pembawa acara, jelas punya jurusan hubungan masyarakat,
yang mungkin tidak punya pendidikan yang sementara universitas negeri lainnya hanya
memadai dalam bidang humas. menyebut jurusan komunikasi dengan mata kuliah
Berbicara tentang pentingnya profesionalis- yang sangat terbatas tentang hubungan masyarakat.
me di Indonesia, baik Harmoko, ketika itu sebagai Beberapa universitas swasta memang sudah mulai
Menteri Penerangan dan Alwi Dahlan dalam dengan jelas menawarkan program studi hubungan
prasaran mereka pada Konvensi Nasional masyarakat sebagai spesialisasi dalam disiplin ilmu
Perhumas tahun 1994 menggunakan tiga kriteria komunikasi. Namun demikian, untuk universitas
sebagai alat untuk melihat apakah humas swasta ada persoalan berkaitan dengan status yang
merupakan sebuah profesi dan apa kriteria untuk mereka sandang, yang sering sangat tergantung
peningkatan profesionalisme bagi praktisi humas. kepada universitas negeri, keculai untuk beberapa
Harmoko (1994) menyebutkan standard pendi- yang memang mungkin sama dengan universitas
dikan tertentu, lisensi dan standar penampilan negeri.
sebagai kriteria dalam pengevaluasian praktisi Banyak kelemahan segera terlihat ber-
humas di Indonesia. Sementara itu, Dahlan, dengan kaitan dengan kualitas pendidikam humas di In-
mengutip Hiebert, seorang sarjana komunikasi donesia pada tingkat pendidikan tinggi. Di
Amerika, mengidentifikasi kebutuhan akan body samping minimnya pengalaman staf pengajar,
of knowledge, standard dan kode perilaku yang terdapat persoalan ketidakjelasan arah kurikulum
memadai, dan kontrol akses terhadap profesi dan buku teks yang ketinggalan jaman (Dahlan,

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 187


Konteks Historis Praktek Humas I Gusti Ngurah Putra

1978, & Noeradi, seperti dikutip Putra, 1996). berarti bagi pertumbuhan praktek humas sampai
Tidak ada body of knowlegde yang cukup saat ini. Ini antara lain mungkin disebabkan oleh
memadai untuk membantu proses pendidikan pandangan pemakai yang kurang tepat terhadap
humas. Kurikulum yang ada disusun tidak makna humas yang sesungguhnya. Dalam
berdasarkan kerangka konsep yang cocok dengan organisasi, praktisi humas sering hanya menjadi
situasi dan pengalaman Indonesia. Muara pekerja teknis yang tidak ikut menentukan ke mana
persoalannya akhinya adalah pada komitmen petusahaan akan bergerak. Namuan masalah
pemerintah yang sering terlalu pilih kasih dalam profesionalisme humas mungkin juga sebagai
pengembangan ilmu dengan memberikan prioritas konsekuensi logis dari ketiadaan pendidikan yang
utama pada ilmu-ilmu eksakta. cukup memadai bagi praktisi humas. Yang jelas,
Jenis kedua pendidikan humas adalah dapat dikatakan bahwa perlahan-lahan humas
dalam bentuk kursus singkat yang sering tidak lain akan menjadi lebih profesional di masa yang akan
merupakan usaha orang-orang tertentu untuk datang. Ini dapat dilihat dari usaha-usaha yang
mengisi kesempatan di tengah-tengah popularitas dilakukan oleh organisasi profesi humas dan mulai
pekerjaan humas. Tidak sedikit yang hanya tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan tinggi
memberikan ijazah tanpa dibarangi dengan yang tidak sekadar mengajarkan keterampilan
keterampilan mendasar yang harus dikuasai. teknis tapi juga melakukan penelitian tentang
Majalah Cakram (1993) melaporkan bahwa di humas.
Jakarta ada empat lembaga pelatihan yang
memberikan kursus kehumasan yang umumnya Daftar Pustaka
berjangka pendek, berkisar dari satu minggu Buku, Makalah dan Jurnal:
sampai 6 bulan. Ada pertanyaan yang diajukan oleh Baskin, O., Aronoff, C. & Lattimore, D., 1997,
majalah tersebut berkaitan dengan kualitas dari Public Relations: the Profession and the
kursus yang demikian, apakah mampu memberikan Practice. Edisi keempat. Madison, W. I:
bekal yang memadai bagi petugas humas dalam Brown & Benchmark.
waktu yang sangat pendek. Kursus yang demikian Chen, Ni, 1992, Public Relations in China: the
singkat bisa membentuk pandangan bahwa humas Introduction and Development of an
adalah pekerjaan yang relatif gampang. Bagi Ashadi Occupational Field. Disertasi PhD tidak
Siregar (1991) kursus-kursus yang demikian akan diterbitkan, Ohio University, Columbus.
mempersempit domain public relations. Chen, Ni, dan Culberston, Hugh, 1992, ‘Two
Contrasting Approach of Government Pub-
Kesimpulan lic Relations in Mainland China.’ Public
Tulisan ini menggambarkan perkembangan Relations Quarterly, Fall, hal. 36-41.
praktek humas di Indonesia, faktor-faktor yang Childers, L., 1989, ‘Credibilty of Public Rela-
mempengaruhi perkembangannya dan juga tions at the NRC.’ Dalam J. E. Grunig &
persoalan profesionalisme praktisi humas. L. A. Grunig (eds). Public Relations Re-
Perkembangan praktek kehumasan di Indonesia, search Annual, Vol. 1. Hillsdale, NJ: Law-
bukanlah sebuah praktek baru yang muncul ketika rence Erlbaum.
terdapat boom pertumbuhan ekonomi. Praktek Cutlip, Scott M., Center, Allen H. dan Broom,
humas telah dimulai sejak Indonesia memprokla- Glen M., 1994, Effective Public Rela-
masikan diri. Perubahan-perubahan dalam tions. Englewood Cliff, NJ: Prentice-Hall.
kebijakan ekonomi dan perubahan sosial yang Cutlip, Scott M., Center, Allen H. dan Broom,
terjadi ikut mewarnai perkembangan praktek Glen M., 2000, Effective Public Rela-
humas di Indonesia sampai kini. tions. Englewood Cliff, NJ: Prentice-Hall.
Walaupun praktek humas sudah relatif Dahlan, M. A., 1978, ‘The State of Public Rela-
cukup tua dan hampir sama dengan pertumbuhan tions in Indonesia.’ Warta Perhumas,
praktek humas di negara lain, persoalan Mei, (7-8).
profesionalisme masih menjadi ganjalan yang cukup Dahlan, M. A., 1994, ‘Profesi Humas Pemerintah

188 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008


I Gusti Ngurah Putra Konteks Historis Praktek Humas

Menghadapi Globalisasi.’ Makalah Erlbaum


disampaikan pada Konvensi Nasional Habir, A. D., 1991, ‘The Development of Busi-
Humas Surabaya, 24-26 September. ness Education in Indonesia.’ Dalam Hal
Depari. E., 1994, ‘Public Relations dalam Dunia Hill (ed). Indonesia Assessment 1991.
Usaha, Prospek, Peluang dan Canberra: Research School of Pasific
Tantangannya.’ Makalah pada Seminar Studies, ANU.
Public Relations dalam Memengangkan Hadiz, V., 1994, ‘Challenging State Corporatism
Pertarungan di Dunia Usaha, Jakarta. on the Labour Front: Working Class Poli-
Djiwandono, J. S., 1995, ‘Indonesia in 1994.’ tics in the 1990s.’ Dalam D. Bouchier dan
Asian Survey, Vol. 35 (2), 227-233. J. Legge (eds.). Democracy in Indone-
Dozier, D. M., 1992, ‘The Organizational Roles sia 1950s and 1990s. Clayton, Victoria:
of Communications and Public Relations Centre of Southeast Asian Studies,
Practitioners. Dalam J. E. Grunig Monash University.
(penyunting), Excellence in Public Re- Harmoko, 1994, ‘Sambutan Menteri Penerangan
lations and Communication Manage- RI pada Pembukaan Konvensi Nasional
ment. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum. Humas 1994.’ Surabaya.
Effendy, O. U., 1986, Human Relations dan Pub- Hartono, S., 1966, Public Relations: Teori dan
lic Relations dalam Management. Praktek. Jakarta: Balai Buku Ichtiar.
Bandung: Alumni. Hein, G. H., 1990, ‘Indonesia in 1989: a Ques-
Fatah, R. E. S., 1994, ‘Unjuk Rasa, Gerakan tion of Opennes.’ Asian Survey, Vol.
Massa dan Demokratisasi: Potret 30(2), 221-230.
Pergeseran Politik Orde Baru.’ Prisma, Hodge, B. J. & Anthony, W. P., 1988, Organiza-
No 4, 3-21. tion Theory. Edisi ketiga. Boston: Allyn
Garnett, James L., 1992, Communicating for & Bacon.
Result in Government: A Strategic Ap- Khasali, R., 1994, Manajemen Public Rela-
proach for Public Managers. San Fran- tions. Jakarta: PT Grafiti Press.
cisco: Jossey-Bass. MacIntyre, 1991, Business and Politics in In-
Grunig, J. E., 1992, ‘Communication, Public Re- donesia. Sydney: Allen & Unwin.
lations and Effective Organizations: An Manning, C., 1993, ‘Structural Change and In-
Overview of the Book.’ Dalam J. E. dustrial Relations During the Suharto Pe-
Grunig (penyunting), Excellence in Pub- riod: an Approaching Crisis?’ Bulletin of
lic Relations and Communication Man- Indonesian Economic Studies, Vol. 29
agement. Hillsdale, NJ: Lawrence (2), 59-95.
Erlbaum. McKendrick, D., 1992, ‘Indonesia in 1991:
Grunig, James E. dan Hunt, Todd, 1984, Manag- Growth, Previlege and Rules.’ Asian Sur-
ing Public Relations. New York: Holt, vey, Vol. 32(2), 102-110.
Rinehart & Winston. Muntahar, R. S., 1985, Hubungan Masyarakat:
Grunig, James E. & Grunig, Larissa A., 1992, Fungsi dan Peranannya dalam
‘Model of Public Relations and Commu- Manajemen. Yogyakarta: Andi Offset.
nication.’ Dalam James E. Grunig Putra, I G. N., 1996, Public Relations Practice
(penyunting). Excellence in Public Rela- in Indonesia: A Case Study of a Com-
tions and Communication Management. mercial Television Station and a State
Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum. University. Thesis MA tidak diterbitkan,
Grunig, Larissa A., 1992, ‘Power in the Public University of Canberra, Australia.
Relations Department.’ Dalam James E. Putra, I G. N., 1999, Faktor-faktor yang
Grunig (penyunting). Excellence in Pub- Mempengaruhi Pengembangan Pro-
lic Relations and Communication Man- fesionalisme Praktisi Humas di Indonesia.
agement. Hillsdale, New Jersey: Lawrence Laporan Penelitian, UGM, Yogyakarta.

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 189


Konteks Historis Praktek Humas I Gusti Ngurah Putra

Quarles, J. dan Rowlings, B., 1993, Practising 18(2), hal. 201-211.


Public Relations. Melbourne: Longman Turk. Judy VanSly, 1985, ‘Public Relations in State
Chesire. Government: a Typology of Management
Rachmadi. F., 1994, Public Relations dalam Style.’ Journalism Quarterly, Vol. 62,
Teori dan Praktek. Jakarta: Gramedia. hal. 304-315.
Robison, R., 1986, Indonesia: the Rise of the VanLeuven, J. K., 1994, ‘Public Relations in
Capital. Sydney: Allen & Unwin. South East Asia: From Nation-Building
Robison, R., 1990, Power and Economy in Campaign to regional Interdependence.’
Suharto’s Indonesia. Manila: Journal of Makalah disajikan pada Konferensi
Contemporary Asia Publisher. Internasional ICA (International Com-
Robisom, R., 1992, ‘Indonesia: an Aotonomous munication Association), Sydney, 14 Juli
Domain of Social Power.’ The Pacific 1994.
Review, Vol. 5(4), 338-349.
Seib, P. & Fitzpatrick, K., 1995, Public Rela- Surat kabar dan Majalah:
tions Ethics. Fort Worth: Harcourt Brace Cakram, Oktober 1991 (hal. 14-17), Februari
College. 1993 (hal. 8-15), Mei 1994 (hal. 18-19),
Siregar, A., 1991, ‘Bukan Sekadar Resepsionis.’ Oktober 1994 (hal. 20-23), Juni 1995
Cakram, Juli, 48-49. (hal. 10-15).
Soesastro, H. M., 1989, ‘The Political Economy Manajemen, Januari-Februari 1993 (hal. 41).
of Deregulation in Indonesia.’ Asian Sur- Prisma, No 4, tahun 1994 (hal. 48-73).
vey, Vol. 29 (9), 853-869. Tempo, 28 Juli 1990 (hal. 23).
Sriramesh, K., 1992, ‘Societal Culture and Pub- Warta Ekonomi, 10 September 1990 (hal. 22-26
lic Relations: Ethnographic Evidence from dan hal 29-30); 26 September 1994 (hal.
India,’ Public Relations Review, Vol. 27-28).

190 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008

Anda mungkin juga menyukai