Bab 2-08205241009
Bab 2-08205241009
Bab 2-08205241009
KAJIAN TEORI
yang ada dalam ilmu sastra. Pendekatan sastra bandingan pertama kali muncul
di Eropa awal abad ke-19. Ide tentang sastra bandingan dikemukan oleh Sante-
Beuve dalam sebuah artikelnya yang terbit tahun 1868 (Damono, 2005: 14).
Dalam artikel tersebut dijelaskanya bahwa pada awal abad ke-19 telah muncul
misalnya seni, filsafat, sejarah, agama, dan lain-lain. Sedangkan mazhab Prancis
pandangan yang dianut oleh kedua mazhab. Kedua mazhab sepertinya tidak
bahasa dan budaya. Indonesia, misalnya, satu suku dengan suku yang lain
7
8
memiliki perbedaan dari segi bahasa dan budaya. Nada (melalui Damono, 2005:
Al- Buhturin dengan penyair Syaugi bukanlah kajian bandingan karena kedua
sastrawan tersebut berangkat dari bahasa dan budaya yang hampir sama, yaitu
Riau dengan sastra Semenanjung Melayu bukanlah termasuk dalam bidang kajian
antara sastra Jawa dengan sastra Sunda merupakan kajian sastra bandingan.
Begitu juga halnya dengan membandingkan antara sastra daerah, misalnya sastra
Minang dengan sastra Indonesia merupakan kajian sastra bandingan, karena kedua
Pendapat Nada ini sejalan dengan pendapat Wellek dan Warren yang
perbedaan bahasa dan asal negara dengan suatu tujuan untuk mengetahui dan
menganalisis hubungan dan pengaruhnya antara karya yang satu terhadap karya
yang lain, serta ciri-ciri yang dimilikinya (dalam Endraswara, 2011: 192).
Pendapat ini lebih menekankan bahwa penelitian sastra bandingan harus berasal
dari negara yang berbeda sehingga mempunyai bahasa yang berbeda pula.
Hal ini sedikit berbeda dengan dengan pendapat Damono (2005: 7), yang
menyatakan bahwa tidaklah benar jika dikatakan bahwa sastra bandingan sekedar
mempertentangkan dua sastra dari dua negara atau bangsa yang mempuyai bahasa
yang berbeda, tetapi sastra bandingan lebih merupakan suatu metode untuk
9
memperluas pendekatan atas sastra suatu bangsa saja. Jadi menurut Damono,
sastra bandingan bukan hanya sekedar mempertentangkan dua sastra dari dua
negara atau bangsa. Sastra bandingan juga tidak terpatok pada karya-karya besar
ternama yang mewakili suatu zaman. Kajian penulis baru yang belum mendapat
pengakuan dunia pun dapat digolongkan dalam sastra bandingan. Batasan sastra
across cultural. Studi ini merupakan upaya interdisipliner, yakni lebih banyak
memperhatikan hubungan sastra menurut aspek waktu dan tempat. Dari aspek
waktu, sastra bandingan dapat membandingkan dua atau lebih periode yang
bandingan tertuju pada bandingan sastra dengan bidang lain. Bandingan semacam
sejarah, pertalian karya sastra, persamaan dan perbedaan, tema, genre, style,
perangkat evolusi budaya, dan sebagainya (1990: 13). Remak lebih jauh juga
10
menjadi objek sastra bandingan hanyalah karya sastra nasional dan karya sastra
dunia (adiluhung).
dan pertalian teks. Jadi, hakikat kajian sastra bandingan adalah mencari perbedaan
atau kelainan, di samping persamaan dan pertalian teks dan yang terpenting dari
bandingan di Indonesia, secara garis besar, dapat dibagi dalam tiga kelompok
3. Sastra bandingan modern, yakni sastra bandingan tulis, baik yang tertulis
dalam bahasa indonesia yang masih bernama Bahasa Melayu maupun yang
Pada point kedua dijelaskan bahwa objek kajian sastra bandingan bukan
hanya berupa sastra tulis saja, namun bisa berupa karya sasta lisan. Damono
Dari pendapat Damono di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sastra lisan
menjadi salah satu objek dalam penelitian sastra bandingan yang cukup menarik,
hal ini sesuai dengan pendapat Endraswara (201: 49) yang menyatakan sebagai
berikut.
Sastra lisan adalah bagian tradisi lisan yang sering berubah-ubah. Perubahan
sebagai akibat salah ucap atau memang disengaja diucapkan keliru(
diplesetkan). Semua kekeliruan itu ternyata dapat menjadi “ pintu masuk”
jalur sastra bandingan. Berkat penuh dengan aneka perubahan sastra lisan
menarik dibandingkan satu sama lain.
Dari situlah tantangan para peneliti sastra bandingan yang meneliti sastra
lisan, mereka harus menemukan perubahan-perubahan atau varian dari cerita lisan
misalnya unsur struktur, gaya, tema, mood (suasana yang terkandung dalam
karya sastra) dan lain-lain, yang dijadikan bahan pelisan karya sastra.
sastra.
landasan pengaruh. Jika kita membahas arti sebuah pengaruh, maka kita harus
kembali mengingat bahwa sastra lahir bukan dari sebuah kekosongan. Hal ini
tranformasi. Hal ini diperkuat dengan pendapat Nurgiyantoro (1998) karya sastra
akan muncul pada masyarakat yang telah memiliki konvensi, tradisi, pandangan
tentang estetika, tujuan berseni, dan lain-lain yang kesemuanya dapat dipandang
masyarakat tentang seni. Hal ini berarti bahwa sesungguhnya sastra merupakan
kesenian yang bernama sastra. Wujud konvensi budaya yang telah ada di
masyarakat secara konkret lain berupa karya-karya yang ditulis dan diciptakan
orang sebelumnya. Namun, ia dapat juga cerita-cerita rakyat yang berwujud lisan
luas dan tidak ada patokan khusus di dalamnya. Menurut Kasim tiap peneliti
pokok yang menjadi titik perhatian dalam perhatian dalam penelitian sastra
bandingan menurut Kasim (dalam Endraswara, 2011: 81) adalah sebagai berikut.
1. Tema dan motif, melingkupi (a) buah pikiran, (b) gambaran perwatakan, (c)
karya-karya seni
Dalam pendapat ini Kasim cukup banyak memberikan batasan dalam hal
bidang apa saja yang dapat dibandingkan dalam sebuah penelitian sastra
bandingan. Menurut Endraswara (2011: 163) objek berkaitan dengan muatan apa
yang terdapat dalam sastra, yang dominan dan layak dibandingkan dapat terkait
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada batasan ataupun
patokan dalam objek yang dijadikan kajian dalam satra bandingan biarlah peneliti
yang lebih kreatif menemukan kebaharuan. Apapun boleh dijadikan kajian yang
terpenting adalah adanya kesamaan dan perbedaan diantara bahan yang dijadikan
perbandingan adalah studi sastra yang membandingkan dua buah karya sastra atau
lebih. Karya sastra yang diperbandingkan bisa berupa sastra tulis maupun sastra
lisan.
adanya proses pengaruh dari karya satu kekarya lainnya yang menjadi objek
kajian. Sehingga dalam penelitian ini peneliti mencari persamaan dan perbedaan
serta antara cerita Subali-Sugriwa dalam tradisi lisan dengan cerita Subali-
Sugriwa yang terdapat dalam Serat Kandhaning Ringgit Purwa jilid 2&3 (SKRP
2&3) dan Serat Pedhalangan Ringgit Purwa (SPRP). Dengan cara mencari
ini, adalah bagian cerita yang berupa detail cerita yang berbeda dari ketiga versi
bisa berupa tokoh, latar, karakter tokoh, ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam
Tokoh Utama Wanita dalam Novel Tumtesing Luh Karya Any Asmara dengan
dalam novel Tumetesing luh dan tokoh wanita utama dalam roman yang berjudul
mbok randa saking jogja. Penelitian yang dilakukan oleh Wiyatmi (2007) seorang
staf FBS dalam jurnalnya yang berjudul “ Tranformasi dan Resepsi Ramayana
dan resepsi ia membandingkan Novel Kitab Omong Kosong dengan Serat Rama.
Setyaning Nur Asih dan Wiyatmi, Setyaning Nur Asih objek penelitiannya adalah
novel Tumetesing Luh dan Roman Mbok Randa Saka Jogja sedangkan dalam
penelitian ini objek penelitian adalah Cerita Subali-Sugriwa dalam versi lisan
permasalahn tokoh wanita dalam kedua novel sedangkan dalam penelitian ini
Objek penelitian Wiyatmi adalah novel Kitab Omong Kosong dan Serat
Sugriwa dalam versi lisan dan cerita Subali-Sugriwa dalam SKRP dan SPRP.