Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkiraan Waktu Kematian


Perkiraan waktu kematian dapat bermanfaat dalam kasus kriminal pada
kasus pembunuhan tanpa saksi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui waktu
terjadinya pembunuhan dan memastikan alibi tersangka.11 Hingga saat ini
belum ditemukan cara memperkirakan waktu kematian secara absolut,
semakin cepat pemeriksaan dilakukan pada tubuh jenazah, semakin akurat
hasil yang didapatkan. Demikian pula sebaliknya, semakin terlambat
pemeriksaan, hasilnya akan semakin melenceng dari waktu kematian yang
sebenarnya. Oleh karena itu harus digunakan kombinasi cara perkiraan waktu
kematian dari perubahan tubuh postmortem sehingga didapatkan hasil yang
akurat.12

Gambar 2.1. Grafik rangkaian perubahan postmortem pada suhu lingkungan


tertentu.6

http://digilib.unimus.ac.id | 5
Perubahan tubuh postmortem dapat dibedakan menjadi beberapa kategori,
yakni perubahan awal postmortem, pembusukan, dan skeletonisasi. Masing
masing mempunyai karakter tersendiri sehingga dapat digunakan untuk
memperkirakan waktu kematian.13 Beberapa kondisi perubahan tubuh
postmortem yang dapat memperkirakan waktu kematian dengan reliabel
antara lain: 11,12
1. Lebam mayat (livor mortis)
Ketika terjadi kematian, jantung tidak lagi memompa darah keseluruh
tubuh dan tonus muskuler pembuluh darah menghilang. Akibatnya darah
mengalami hipostasis (penurunan) menuju daerah tubuh terendah akibat
pengaruh gravitasi.12,13 Keadaan ini menimbulkan lebam berwarna merah
kebiruan yang hilang dengan penekanan. Peristiwa ini dikenal dengan
nama lebam mayat.6,14
Kemunculan lebam mayat dapat menjadi indikator perkiraan lama
waktu kematian, yakni 20 menit hingga 2 jam paska kematian. Lebam
akan terus bertambah dan menetap pada 8-12 jam paska mati.11,12,15,16,17
Berikut disajikan tabel perkiraan lama kematian lebam mayat dari para
penulis terdahulu (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Waktu munculnya lebam mayat dari berbagai


referensi.11,12,15,16,17
Referensi Onset Maksimum
Dahlan15 1-2 jam 12 jam
16
Budiyanto 20-30 menit 8-12 jam
17
Mun’im 30 menit 8-12 jam
12
Dix 20-30 menit 8-10 jam
11
Dimaio 30 menit-2 jam 8-10 jam

Lebam mayat tidak selalu terlihat pada kondisi tertentu, bergantung


pada usia, kondisi darah, dan keadaan lain.6 Warna lebam mayat berbeda-
beda sesuai penyebab keracunan, seperti pada kasus keracunan karbon
monoksida, sianida, dan hipotermia, lebam berwarna merah terang atau

http://digilib.unimus.ac.id | 6
merah muda. Warna coklat menunjukkan keracunan nitrobenzen atau
potasium klorat.12

2. Kaku mayat (rigor mortis)


Saat kematian, tonus otot akan mulai menghilang, namun tetap
dipertahankan oleh aktivitas pemecahan cadangan glikogen otot. Kaku
mayat terjadi akibat habisnya cadangan glikogen otot sehingga aktin dan
miosin menggumpal.12,15,16
Seluruh otot tubuh mulai kaku secara bersamaan setelah kematian,
namun kekakuan ditandai dari kelompok otot kecil ke kelompok otot
besar.12 Perkiraan saat kematian dari kaku mayat dapat ditentukan
berdasarkan hal tersebut, yakni muncul 30 menit hingga 6 jam paska
kematian dan maksimal pada 6-12 jam paska mati. Kaku mayat akan
hilang pada 12 jam hingga 6 hari paska mati.11,12,15,16,17 Perkiraan lama
kematian kaku mayat dari para penulis terdahulu dapat dilihat pada Tabel
2.2.

Tabel 2.2. Waktu munculnya kaku mayat dari berbagai referensi.


11,12,15,16,17

Referensi Onset Maksimum Hilang


Dahlan15 6 jam 12 jam 48-54 jam
16
Budiyanto 2 jam 12 jam 12 jam
17
Mun’im 2 jam 10-12 jam 36 jam
Dix12 1-3 jam 10-12 jam 24-36 jam
11
Dimaio 30 menit-2 jam 6-12 jam 36 jam-6 hari

Dibawah ini adalah indikator pemeriksaan yang digunakan pada


temperatur rata-rata: 14
a. Jika tubuh terasa hangat dan lemas, kematian terjadi kurang dari 3 jam.
b. Jika tubuh terasa hangat dan kaku, kematian terjadi 3 hingga 8 jam.
c. Jika tubuh terasa dingin dan kaku, kematian terjadi 8 hingga 36 jam.
d. Jika tubuh terasa dingin dan lemas, kematian terjadi lebih dari 36 jam.

http://digilib.unimus.ac.id | 7
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku mayat antara lain umur,
aktivitas fisik sebelum mati, persediaan glikogen, suhu tubuh yang tinggi,
bentuk tubuh kurus dengan otot kecil dan suhu lingkungan tinggi.15,16

3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)


Menurut Hukum Newton, penurunan suhu tubuh terjadi karena energi
dari tubuh yang hangat berpindah ke lingkungan yang lebih dingin.
Namun, tubuh bukanlah struktur yang sama dengan benda lain. Suhu
jenazah tidak turun secara datar dan sulit diperkirakan karena bergantung
pada lingkungan tempatnya ditemukan, sehingga suhu tubuh menurun
dalam kecepatan yang berbeda.6,14 Penurunan suhu tubuh bergantung pada
beberapa faktor, antara lain suhu tubuh awal, dimensi tubuh, postur tubuh,
pakaian dan penutup, temperatur lingkungan, pergerakan udara dan
kelembaban, medium di sekitar tubuh, dan perdarahan.14

Keterangan:
Tubuh dalam keadaan:
(A) normal
(B) obesitas
(C) berpakaian tebal
(D) tubuh kurus
(E) telanjang
(F) hipotermi
(G) demam

Gambar 2.2. Grafik penurunan suhu tubuh.14

Penurunan suhu tubuh dapat digunakan dalam memperkirakan waktu


kematian dengan asumsi suhu tubuh mengalami penurunan sekitar 1,5oF
per jam atau kurang dari 1oC per jam. Dengan beragamnya faktor yang
mempengaruhi penurunan suhu tubuh tersebut, maka dibutuhkan metode

http://digilib.unimus.ac.id | 8
yang mendekati akurat dalam memperkirakan waktu kematian. Metode
yang sering digunakan antara lain metode termometri, metode nomogram,
dan Multiple-site serial measurement methods.14

4. Pembusukan (Decomposition)

Gambar 2.3. Tahap jenazah setelah kematian.14

Tubuh paska kematian mengalami proses penguraian menjadi


beberapa komponen yang disebut pembusukan.6 Proses pembusukan
secara umum terdiri dari tiga proses, yakni autolisis, putrefaksi, dan
diagenesis (skeletonisasi).6,14 Pada autolisis, tubuh terdigesti oleh enzim
seperti lipase, protease, dan karbohidrase. Proses ini membutuhkan
kecepatan yang berbeda-beda bergantung jenis organnya. Nutrien hasil
dari proses ini akan menjadi sumber makanan bagi bakteri.12,14
Beberapa gas seperti hidrogen sulfida, sulfur dioksida, karbon
dioksida, metana, amonia, dan hidrogen, beserta hasil fermentasi
anaerobik seperi volatil propionat dan asam butirat adalah hasil proses
putrefaksi.6,14 Tubuh yang mengalami pembusukan oleh bakteri dirombak

http://digilib.unimus.ac.id | 9
menjadi asam lemak. Produk-produk hasil pembusukan antara lain asam
lemak, skatole, purtresin, dan kadaverin. Saat jaringan lunak menghilang,
material tulang dihancurkan oleh kondisi lingkungan menjadi tanah.14
Kecepatan pembusukan bergantung pada suhu. Rumus yang digunakan
untuk menghitung waktu pembusukan tubuh menjadi tulang berdasarkan
suhu adalah: 14

Y =1285/X

Keterangan:
Y : jumlah hari dalam mumifikasi atau skeletonisasi
X : rata-rata suhu sebelum mayat ditemukan

B. Pembusukan Mayat
1. Pendahuluan
Pembusukan adalah campuran dari proses internal dan proses
eksternal. Proses internal yakni ketika autolisis yang berlangsung dalam
sel atau jaringan itu sendiri. Proses eksternal terjadi dengan peranan
bakteri dan jamur. Proses pembusukan ini mengundang serangga
mendatangi mayat.6,14,18
Kecepatan pembusukan bervariasi dalam keadaan dan iklim yang
berbeda. Proses pembusukan dipengaruhi oleh faktor interna dan eksterna.
Faktor interna yang berpengaruh antara lain umur, sebab kematian dan
keadaan mayat. Sedangkan faktor eksterna yang berpengaruh adalah
mikroorganisme, suhu di sekitar jenazah, kelembaban udara dan medium
tempat jenazah berada.18

http://digilib.unimus.ac.id | 10
Tabel 2.3. Faktor yang mempercepat atau memperlambat kecepatan
pembusukan.18
Faktor yang mempengaruhi pembusukan Mempercepat Memperlambat
Suplai oksigen Lancar Terbatas
Suhu Hangat (15-37oC) Dingin (<10oC)
Kelembaban udara Tinggi Rendah
Keberadaan detritivora invertebrata Ada Tidak
Keberadaan predator Memakan mayat Memakan detritivora
Adanya perlukaan Ada Tidak
Bentuk luka bakar Rekahan kulit Kulit terkarbonisasi
Obesitas Ya Tidak
Septikemia / myasis sebelum kematian Ya Tidak
Lokasi Terekspos udara Terkubur dalam
tanah atau tenggelam
Keadaan lain Tergeletak di tanah Mumifikasi,
Adiposera,
Tergantung

2. Tahap pembusukan
a. Pembusukan di darat
Tubuh jenazah mengalami lima tahap pembusukan postmortem.
Tidak ada perbedaan yang nyata dan tidak ada durasi yang jelas antar
tahap dengan tahap yang lain. Jenis serangga yang terdapat dalam
penelitian ini adalah serangga yang berasal dari Amerika Utara. Tahap
perubahan postmortem tersebut antara lain: 8,18,19
1) Tahap 1: Fresh stage
Tahap ini dimulai dari saat awal kematian hingga kemunculan
tanda bloating. Tanda-tanda awal kematian seperti kaku mayat
maupun lebam mayat mungkin terlihat.18 Organisme pertama yang
mendatangi jenazah adalah blowflies (Calliphoridae).19

http://digilib.unimus.ac.id | 11
2) Tahap 2: Bloated Stage
Penguraian tubuh berlanjut akibat aktivitas bakteri atau
putrefaksi sehingga tahap ini mudah dibedakan dengan tahap
lainnya.18,19 Gas yang menyebabkan jenazah menggembung
dihasilkan oleh metabolisme bakteri anaerob. Tahap ini diawali
dengan pembengkakan abdomen dan kemudian seluruh tubuh
menjadi membengkak. Pada tahap ini semakin banyak blowflies
yang tertarik karena bau gas yang dihasilkan jenazah.19 Vass et al.
(1992, 2004) menemukan bahwa beberapa serangga tertarik karena
bau makanannya. Rove beetle (Staphylinidae) misalnya, tertarik
pada jenazah karena ia adalah predator telur dan larva lalat. 20,21

3) Tahap 3: Active decay stage


Pada tahap ini ditemui kulit-kulit terlepas. Hal ini disebabkan
karena gas pembusukan yang mulai keluar dari tubuh. Gas-gas ini
menyebabkan beberapa serangga tertarik, antara lain silphid beetle,
seperti Nicrophorus humator, Hister cadaverinus, dan Saprinus
rotundatus, serta lalat kelas Muscidae, Hydrotaea capensis.18,19

4) Tahap 4: Post-decay / Advanced decay stage


Pada tahap pembusukan selanjutnya, yang tersisa adalah bagian
tubuh seperti kulit, tulang rawan, tulang, dan usus sementara
jaringan tubuh lain mengering. Indikator utama tahap ini adalah
bertambahnya kemunculan kumbang dan berkurangnya dominasi
lalat (Diptera) pada mayat.19

5) Tahap 5: Dry or remain stage/ Putrid dry remains/ Skeletonization


Pada tahap ini, pada mayat hanya tersisa rambut dan tulang.
Tidak ada serangga yang khas pada tahap ini, meskipun dalam
beberapa kasus dapat ditemukan kumbang dari famili Nitidulidae.

http://digilib.unimus.ac.id | 12
Proses pembusukan berjalan lambat karena telah memasuki tahap
akhir pembusukan.18 Beberapa komponen yang ditinggalkan antara
lain tulang tungkai dan kaki, tengkorak, dan tulang iga.19

Tabel 2.4. Koloni serangga di setiap tahap pembusukan.18


Tahap Pembusukan Koloni serangga
Fresh stage Telur dan 1st instar larva blowfly
1st instar larva fleshfly
Burying beetle dewasa
Bloat stage Telur + 1st, 2nd, 3rd instar larva blowfly
1st, 2nd, 3rd instar larva fleshfly
Burying beetle larva dan dewasa
Histerid beetle larva dan dewasa
Active decay dan Advance decay Tidak ada telur blowfly
2nd, 3rd instar larva blowfly
2nd, 3rd instar larva fleshfly
Larva blowfly dan fleshfly meninggalkan mayat
untuk berubah menjadi pupa
Histerid beetle larva dan dewasa
Larva Eristalid fly
Larva Phorid fly
Larva Piophilid fly
Skeletonization Tidak ada larva blowfly
Larva Stratiomyid fly
Dermestid beetle larva dan dewasa
Larva ngengat Tineid
Larva ngengat Pyralid

b. Pembusukan di air
Pada jenazah yang tenggelam di air, pembusukan yang terjadi
berkecepatan setengah dari pembusukan di udara karena suhu yang
lebih dingin sehingga terjadi penghambatan aktivitas serangga.14 Di
air, terjadi lima tahap pembusukan dengan tambahan tahap floating
decay. Tahap ini terjadi ketika jenazah muncul di permukaan air,

http://digilib.unimus.ac.id | 13
sehingga tanda tahap ini sangat khas. Tidak hanya serangga akuatik
saja yang berperan dalam tahap ini, namun ada juga serangga darat
yang berkoloni di tubuh jenazah.19
Berdasarkan penelitian pada babi (Sus scrofa) yang tenggelam
pada bulan Juni hingga November, Payne and King (1972)
mengelompokkan pembusukan di lingkungan air menjadi enam tahap,
yakni submerged fresh, early floating, floating decay, bloated
deterioration, floating remains, dan sunken remains. 3,6,8,14,19,22

Gambar 2.4. Perbedaan tahap pembusukan di darat dan di air.3

1) Tahap 1: Submerged Fresh


Tahap ini dimulai saat bangkai mulai tenggelam hingga
menggembung dan muncul ke permukaan. Bangkai mulai muncul
ke permukaan dalam waktu 2 hingga 13 hari. Serangga akuatik
seperti hydropsychid caddisflies (Trichoptera: Hydropsychidae),
chironomid midges (Diptera: Chironomidae), dan heptageniid
mayflies (Ephemeroptera: Heptageniidae) ditemukan pada bangkai
saat tahap ini berlangsung.

http://digilib.unimus.ac.id | 14
2) Tahap 2: Early Floating
Akibat dorongan yang berasal dari pertambahan jumlah gas
yang diproduksi bakteri di abdomen, bangkai mengapung
dipermukaan air. Bangkai yang muncul di permukaan air akan di
datangi oleh serangga-serangga darat, seperti lalat dari famili
Calliphoridae, Muscidae, dan Sarcophagidae yang menaruh telur-
telur mereka. Predator seperti kumbang dari famili Silphidae dan
Staphylinidae akan datang unuk memangsa telur dan larva lalat.
Famili Vespidae umumnya memangsa larva dan lalat dewasa.
Beberapa serangga akuatik juga dapat ditemukan pada bangkai.
Tahap ini terjadi selama 6 hingga 8 hari. Pada tahap ini bau
busuk sangat tercium dan menyebar. Jaringan berubah dari warna
merah muda menjadi hijau kebiruan. Cairan kuning dan gas keluar
dari anus. Alga dan periphyton tumbuh secara signifikan pada
bangkai.

3) Tahap 3: Floating Decay


Aktivitas makan yang besar dari larva Calliphoridae pada
bangkai yang mengapung menyebabkan banyak kulit terbuka.
Beberapa koloni kumbang silphid, staphylinid, dan histerid banyak
berdatangan untuk memangsa. Dapat ditemukan juga beberapa
serangga akuatik pada tahap ini. Tahap ini berlangsung 8 hari pada
habitat kolam dan 24 hari pada habitat sungai.

4) Tahap 4: Bloated Deterioration


Pada tahap ini jaringan yang terekspos di permukaan air telah
hilang akibat aktivitas makan larva blow fly. Sebaliknya, bangkai
yang tenggelam banyak didatangi oleh koloni serangga akuatik
seperti chironomid dan larva black fly. Terjadi disartikulasi pada
kaki belakang, darah dan cairan lain keluar dari lubang tubuh,

http://digilib.unimus.ac.id | 15
sebagian besar belahan daging terlepas, dan terjadi ulserasi berat
pada dinding abdomen. Tahap ini berlangsung selama 8 hingga 12
hari.

5) Tahap 5: Floating Remains


Pada tahap ini, bagian bangkai yang terapung di permukaan air
terlihat aktivitas larva lalat famili Calliphoridae. Hal ini mungkin
disebabkan oleh migrasi larva, kematian karena tenggelam,
pemangsaan larva lalat dari organisme air atau serangga darat yang
lain. Pada bangkai terlihat pengelupasan total jaringan dan
disartikulasi jari dan tulang anggota gerak. Organisme akuatik
yang terdapat dalam tahap ini antara lain larva chironomid midge,
beberapa larva black fly, dan beberapa predator vertebrata seperti
sunfish (Centrarchidae), dace (Cyprinidae), dan sculpin
(Cottidae), yang memakan bangkai atau macroinvertebrata
disekitar bangkai. Beberapa organisme lain seperti amfibi, ikan dan
cerpelai (Mustela vison) juga terlihat memangsa bangkai. Tahap ini
berlangsung selama 4 hingga 20 hari.

6) Tahap 6: Sunken Remains


Lama tahap ini cukup variatif, namun dapat diidentifikasi dari
penampilan yang hanya menyisakan tulang dan sedikit kulit.
Pembusukan dilanjutkan oleh bakteri dan jamur, serta ditemukan
tengkorak yang telah terdisartikulasi. Beberapa organisme akuatik
juga terlihat disekitar bangkai.

http://digilib.unimus.ac.id | 16
C. Lalat
Lalat masuk dalam ordo Diptera, kelas Insecta dan filum Arthropoda.
Mereka dibedakan dari serangga lainnya dari sepasang sayapnya yang
menempel di mesothorax dan sepasang sayap belakang yang berupa halter.23
Peranan lalat dalam ekosistem antara lain sebagai agen penyerbukan, agen
pembusukan, dan makanan bagi hewan lain. Namun karena modifikasi
lingkungan oleh manusia, lalat berubah menjadi sumber penyakit dan parasit.
Beberapa lalat menyerang manusia dengan menghisap darah atau menyerang
jaringan tubuh dengan parasit yang dibawanya. Invasi jaringan yang
disebabkan oleh larva lalat disebu myasis.8
1. Klasifikasi
Lalat (Diptera) memiliki beberapa subordo, yaitu Nematocera,
Brachycera, Cyclorapha, Acalyptratae, dan Calyptratae. Beberapa famili
yang memiliki peran penting dalam entomologi forensik adalah
Calliphoridae, Sarcophagidae dan Muscidae. Ketiganya tergolong dalam
subordo Cyclorapha.8,9
a. Famili Sarcophagidae
Anggota famili ini sering disebut flesh flies, dua genus yang
umumnya menyebabkan myasis adalah Sarcophaga dan Wohlfahrtia.
Lalat betina pada famili ini larvipara, yakni lebih sering meletakkan
larva 1st instar daripada bertelur.8,9

http://digilib.unimus.ac.id | 17
Gambar 2.5. Famili Sarcophagidae.8
(A)Larva matur Sarcophaga haemorrhoidalis, (B) Spirakel posterior dari famili
Sarcophagidae, (C) Lalat Sarcophaga haemorrhoidalis.

Spesies pada genus Sarcophaga berkembang biak pada kotoran,


bangkai, dan benda lain yang membusuk. Beberapa lalat menyebabkan
myiasis, namun sangat jarang ditemui. Sarcophaga haemorrhoidalis
adalah salah satu spesies paling umum yang berkembang biak pada
kotoran manusia.8

b. Famili Calliphoridae
Famili ini memegang peranan penting di bidang entomologi
forensik, terutama dalam memperkirakan waktu kematian. Terdapat
lebih dari 1000 spesies yang tersebar diseluruh dunia.14 Pada beberapa
sumber, disebutkan bahwa lalat yang berasal dari famili Calliphoridae
merupakan lalat yang paling awal mendatangi mayat.14,24,25

http://digilib.unimus.ac.id | 18
Gambar 2.6. Famili Calliphoridae.8
(A) Larva matur Chrysomya, (B) Larva matur ‘hairy maggot’ Chrysomya albiceps,
(C) Spirakel posterior dari famili Calliphoridae, (D) Lalat Chrysomya megacephala.

c. Famili Muscidae
Famili Muscidae mempunyai penyebaran di seluruh dunia.
Beberapa spesies lalat Muscidae memiliki kepentingan medis karena
mempunyai hubungan erat dengan tempat tinggal manusia. Larva ini
hinggap di tempat yang kotor dan membawa bibit penyakit yang
ditularkan secara mekanik ketika hinggap di makanan yang
dikonsumsi manusia.8

http://digilib.unimus.ac.id | 19
Gambar 2.7. Famili Muscidae.8
(A)Larva matur Musca domestica, (B) Spirakel posterior dari famili Muscidae, (C)
Lalat Musca domestica.

Beberapa kasus forensik sering berhubungan dengan famili


Muscidae. Hal ini dikarenakan habitat lalat yang berada disekitar
manusia. Famili ini menyukai kotoran manusia, oleh karena itu lalat ini
sering ditemukan pada mayat dengan isi usus terbuka. Salah satu
spesies, Musca domestica, bertelur 100-150 buah per hari.
Pertumbuhan larva Musca domestica sangat dipengaruhi oleh faktor
suhu lingkungan sekitarnya.8,9
Tubuh larva Muscidae terdiri dari bilobed pseudocephalon, tiga
segmen toraks (TI-TIII), tujuh segmen abdomen (AI–AVII), dan anal
division (AD). Larva 3rd instar dibedakan dari keberadaan spirakel
anterior.26

http://digilib.unimus.ac.id | 20
Gambar 2.8. Struktur larva 3rd instar Musca domestica.27
A – spirakel posterior, B – spirakel anterior, C – lokomotor, 1,2,dst. – segmen tubuh

1) Genus Ophyra
Genus ini muncul pada jenazah saat periode fermentasi amonia,
yaitu sekitar 4 hingga 8 bulan paska kematian. Telurnya berukuran
panjang 1 mm dan lebar 0,3 mm, berbentuk oval ramping dengan
sepasang tonjolan longitudinal pada permukaan ventral dan
mempunyai tekstur heksagonal. Larvanya berukuran panjang 12,5
mm dan lebar 2 mm, berwarna putih dengan kulit tebal dan keras.
Larva Ophyra tumbuh pada kotoran, feses, sampah, dan mayat.
Larva 2rd dan 3rd instar sering menjadi kanibal dan menyerang
larva lain yang hidup di medium tersebut, termasuk larva Musca
domestica dan Muscidae lain.
Beberapa spesies yang masuk ke dalam genus ini adalah
Ophyra capensis, Ophyra leucostoma, dan Hydrotaea dentipes.8

2) Genus Muscina
Genus ini mempunyai kemiripan dengan Musca, perbedaannya
adalah ia mempunyai ujung vena sayapnya yang melingkar. Lalat
berwarna biru dengan abdomen bersisik dan pucuk kemerahan
pada skutelumnya.
Umumnya, lalat dari genus ini menyukai feses dan bangkai
hewan atau manusia. Keistimewaan spesies Muscina adalah ia
bertelur tanpa terpengaruh ketebalan tanah yang menutupi mayat.

http://digilib.unimus.ac.id | 21
Telur diletakkan di permukaan tanah dan ketika menetas dan larva
akan berpindah ke bawah hingga mencapai mayat.
Beberapa spesies yang masuk ke dalam genus ini adalah
Muscina stabulans dan Muscina pabulorum.8

3) Genus Musca
Genus ini memiliki dua spesies yang berperan dalam
entomologi forensik, yakni Musca domestica dan Musca
autumnalis.8
a) Musca domestica
Musca domestica dikenal sebagai lalat rumah (housefly). Ia
adalah spesies yang tinggal di sekitar manusia di seluruh dunia.
Lalat dewasa berukuran 6-7 mm dan berwarna abu-abu.
Umumnya lalat ini ditemui pada manusia, makanan, sampah,
dan feses.
Musca domestica jarang bertelur pada jenazah yang masih
baru karena biasanya baru akan tertarik saat cairan tubuh
jenazah mulai keluar, misalnya saat isi usus terekspos. Telur
yang diletakkan lalat betina berkisar antara 100-150 telur per
hari dengan total 1000 telur. Laju pertumbuhan larva bervariasi
bergantung pada temperatur sekitar.8 Pada suhu yang optimal,
pertumbuhan larva dapat terjadi dalam waktu delapan hari.
Pertumbuhan larva paling lama terjadi dalam waktu 10-14
hari.27

http://digilib.unimus.ac.id | 22
Gambar 2.9. Siklus hidup Musca domestica.27

b) Musca autumnalis
Musca autumnalis dikenal juga sebagai lalat wajah
(face-fly). Lalat ini dikenal sebagai parasit pada hewan ternak
karena tertarik pada sekresi tubuh dan seringkali menimbulkan
iritasi pada mata dan moncong ternak.
Lalat ini mirip dengan Musca domestica, sehingga sulit
dibedakan. Pada akhir musim dingin, lalat dewasa sering
menarik perhatian karena bergerombol dalam jumlah besar di
tempat tertentu. Larvanya sering ditemukan pada gelombang
kedatangan serangga pertama, biasanya pada jenazah yang
masih baru.8

http://digilib.unimus.ac.id | 23
2. Siklus hidup
Penelitian tentang serangga imatur sangat penting didalam entomologi
forensik. Identifikasi spesies serangga menjadi langkah krusial dalam
perkiraan waktu kematian karena tiap serangga mempunyai laju
pertumbuhan yang berbeda. Siklus hidup lalat terdiri dari telur, larva,
pupa, dan lalat dewasa.19,24
a. Telur
Umumnya ketika bertelur, jumlah telur yang dikeluarkan lalat adalah
sekitar 150–200 buah.28 Waktu yang dibutuhkan hingga telur menetas
adalah satu hari.29 Telur lalat mempunyai struktur sebagai berikut: 28
1) Chorion: Melapisi bagian luar telur.
2) Micropyle: lubang pada ujung anterior telur yang berungsi sebagai
tempat masuknya spermatozoa.
3) Plastron: membran sel di dalam korion dan di sekeliling
sitoplasma.
4) Hatching line: garis longitudinal tempat pecahnya telur sebagai
tempat keluarnya larva.

b. Larva
Larva lalat adalah larva yang tidak memiliki kaki (apodous).30
Larva lalat memiliki tiga tahap instar. Pada masing-masing tahap, larva
akan mengalami perubahan dalam ukuran tubuhnya. Ciri yang dapat
membedakan tiap tahap instar larva adalah jumlah belahan spirakel
posterior, yang digunakan larva untuk respirasi.29

http://digilib.unimus.ac.id | 24
Gambar 2.10 Perkembangan larva lalat.31

1) 1st instar
Pada tahap ini, spirakel posterior larva memperlihatkan satu
belahan. Ukuran larva kurang dari 2 mm. Larva mulai memakan
bagian yang berair dari mayat. Tahap ini berlangsung dalam satu
hari.28,29
2) 2nd instar
Terlihat dua belahan pada spirakel posterior. Tahap ini berlangsung
dalam satu hari. Larva berukuran 2–9 mm dan mulai membentuk
koloni larva yang disebut maggot mass.29 Maggott mass
mengakibatkan peningkatan temperatur disekitar akibat pergerakan
dari larva. Pada beberapa penelitian, temperatur pada maggot mass
mempengaruhi pertumbuhan larva menjadi lebih cepat.32
3) 3rd instar
Larva pada tahap ini mempunyai ukuran terbesar, yakni sekitar 9–
22 mm.29 Terdapat tiga belahan spirakel posterior yang terlihat
pada tahap ini. Pada pertengahan tahap ini, sekitar dua hari, larva
akan berhenti makan dan bermigrasi ketempat gelap dan dingin
untuk menjadi pupa, yang disebut juga tahap post-feeding larva.

http://digilib.unimus.ac.id | 25
Migrasi larva dapat terjadi sejauh 6,4-30 meter dari bangkai dan
berlangsung selama empat hari.26

Gambar 2.11. Struktur larva secara umum.31

c. Pupa

Gambar 2.12. Fase pupa.31


(A) Permukaan dorsal, (B) Struktur bagian dalam pupa, (C) Pupa yang terbuka
di bagian anterior setelah keluarnya imago.

Pupa merupakan tahap transformasi dari bentuk larva menjadi lalat


dewasa.29 Kulit pupa dapat berubah warna dan bentuknya seiring
waktu. Pupa yang berbentuk oval pada awalnya dapat berubah menjadi

http://digilib.unimus.ac.id | 26
bentuk cerutu. Warna pupa juga berubah dari warna merah kecoklatan
menjadi warna coklat gelap/ kehitaman. Perubahan warna pupa dapat
menjadi indikator perkiraan waktu kematian namun tidak akurat.
Tahap pupa berlangsung selama 10 hari.26

d. Dewasa
Setelah menetas dari pupa, lalat dewasa akan memulai siklus
hidupnya lagi dengan bertelur.29

D. Pengaruh Lingkungan pada Pertumbuhan Larva Lalat


Ketika serangga digunakan untuk indikator perkiraan waktu kematian,
terdapat dua hal yang mempengaruhi. Hal pertama berkaitan dengan waktu
peletakan telur dan yang kedua berkaitan dengan pertumbuhan tiap spesies.
Pertumbuhan serangga dipengaruhi banyak faktor eksternal seperti suhu,
paparan cahaya, kelembaban, dan lokasi penemuan serta kondisi jenazah.33,34
a. Temperatur dan Kelembaban
Pertumbuhan dan perkembangan setiap organisme tentu dipengaruhi
oleh temperatur. Pada penelitian Ismail (2007), pembiakan larva lalat pada
suhu 33oC menunjukkan pertumbuhan yang optimal. Waktu pertumbuhan
pun lebih pendek dari 8-9 hari menjadi 5 hari.35
Faktor lain seperti maggott mass mengakibatkan peningkatan
temperatur disekitar akibat pergerakan dari larva. Peningkatan suhu pada
maggot mass mempengaruhi pertumbuhan larva menjadi lebih cepat.32,34
Kelembaban udara juga berperan penting dalam pertumbuhan larva
lalat. Ismail (2007) membuktikan bahwa pertumbuhan larva optimal ketika
kelembaban udara mencapai 76%.35

b. Paparan cahaya
Perilaku lalat betina dipengaruhi oleh paparan cahaya dalam
meletakkan telurnya. Pertumbuhan larva lalat juga dipengaruhi paparan
cahaya. Masing-masing spesies mempunyai karakteristik yang berbeda.

http://digilib.unimus.ac.id | 27
Sebagai contoh, Calliphora menyukai kondisi gelap, sedangkan Lucilia
dan Sarcophaga lebih menyukai paparan cahaya matahari.34

c. Lokasi penemuan dan kondisi jenazah


Lingkungan dan kondisi mayat mempengaruhi suksesi serangga
pada mayat. Ketika mayat tergeletak di tanah, serangga mudah mendatangi
mayat. Apabila mayat dalam keadaan terkubur di dalam tanah atau
tenggelam di air, keberadaan mayat menjadi tersembunyi sehingga
serangga sulit menemukanya. Perbandingan derajat pembusukan di
udara:air:tanah adalah 1:2:8.3,16,34,36
Lingkungan darat (terestrial) memiliki ciri adanya aliran udara,
keadaan tanah, kondisi cuaca dan organisme yang beragam. Lingkungan
terestrial pantai mempunyai karakter: 37
a. Angin kencang dengan hembusan garam
b. Kadar garam tinggi dalam tanah
c. Porositas tinggi
d. Pergerakan pasir yang bebas
Wilayah pantai berpasir merupakan batas antara daratan dan lautan.
Daerah sejauh 1 km dari garis pantai pada saat pasang air laut masih
dipengaruhi oleh proses laut dan menghasilkan sistem ekologi yang unik.37
Lingkungan air tawar memiliki konsentrasi garam yang rendah (kurang
dari 1%). Habitat air tawar dibedakan menjadi habitat kolam/danau,
sungai, dan rawa. Habitat sungai adalah perairan yang mengalir menuju
satu arah. Air sungai berkarakteristik bersih, berkadar oksigen tinggi, dan
mengandung beragam organisme air tawar.38
Penemuan kasus kematian di laut sangat jarang. Biasanya mayat
ditemukan dengan anggota tubuh terpisah karena peranan dari organisme
laut. Kondisi ini sering menyulitkan dalam proses identifikasi.3
Lingkungan laut mempunyai suhu permukaan maksimal 27oC dan derajat
salinitas 36,5%.39

http://digilib.unimus.ac.id | 28
Pembusukan di lingkungan akuatik dua kali lebih lambat daripada
pembusukan di daratan.6 Jenazah di air tawar lebih cepat membusuk
daripada pembusukan jenazah di air laut.8,40
Penelitian Wahyu et al (2009) menunjukkan genus larva lalat yang
ditemukan pada bangkai tikus wistar diletakan di air tawar adalah
Cochliomyia (31,6%) dan Chrysomya (1,8%). Sedangkan genus larva lalat
di air laut adalah Cochliomyia (32%) dan Chrysomyia (1,3%). Hal ini
dipengaruhi faktor eksterna seperti cuaca, musim dan temperatur.41
Pertumbuhan larva lalat juga dipengaruhi oleh kontaminan. Beberapa
penelitian seperti Faizal et al (2011) menunjukkan bahwa pada media
tumbuh yang dipapar morfin dosis letal menunjukkan hasil pertumbuhan
larva baik panjang maupun berat lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan pertumbuhan larva pada media tumbuh yang tidak dipapar
morfin dosis letal dengan durasi pencapaian stadium lebih cepat.42
Variabel utama yang mempengaruhi pembusukan jenazah yang
ditemukan di lingkungan akuatik dapat dilihat pada Tabel 2.3. Beberapa
parameter fisika dan kimia air seperti suhu, arus air, konsentrasi oksigen,
serta faktor lain dari jenazah itu sendiri, tidak hanya berperan dalam proses
pembusukan, namun juga mempengaruhi arah pembusukan. Pembusukan
ini di perantarai oleh mekanisme biologi seperti interaksi mikroba dan
makroinvertebrata.3

Tabel 2.5. Faktor lingkungan dan faktor mayat yang mempengaruhi


pembusukan postmortem pada bangkai yang ditemukan di air tawar dan
air laut.3
Faktor Lingkungan Faktor Mayat
Suhu air Pakaian
Arus atau gelombang Trauma
Lumpur Berat badan
Salinitas Tenggelam atau terapung
Konsentrasi oksigen
Organisme akuatik

http://digilib.unimus.ac.id | 29
E. KERANGKA TEORI

Penurunan Suhu Mayat


(Algor Mortis)

Lebam Mayat Perkiraan Waktu Kematian Kaku Mayat


(Livor Mortis) (Post Mortem Interval) (Rigor Mortis)

Pembusukan (Decomposition) Faktor Eksterna :


- Kelembaban
- Temperatur
Pertumbuhan Larva Lalat - Paparan cahaya
- Keberadaan
Mayat: darat, air
Faktor Interna : Faktor yang mempengaruhi tawar, air laut
Karakter Genus Lalat Pertumbuhan Larva Lalat

F. KERANGKA KONSEP

Daging sapi yang Daging sapi yang Daging sapi yang


diletakkan di darat diletakkan di air tawar diletakkan di air laut

Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan


Larva Lalat Larva Lalat Larva Lalat

Pembusukan (Decomposition)

Pertumbuhan Larva Lalat

Waktu Kematian

http://digilib.unimus.ac.id | 30
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam bab pendahuluan dan
tinjauan pustaka, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
Ada perbedaan pertumbuhan larva Musca sp. pada beberapa medium dengan
asumsi pertumbuhan larva Musca sp. di darat > air tawar > air laut.

http://digilib.unimus.ac.id | 31

Anda mungkin juga menyukai