Jtptunimus GDL Nabilhajar 7915 3 Babii
Jtptunimus GDL Nabilhajar 7915 3 Babii
TINJAUAN PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id | 5
Perubahan tubuh postmortem dapat dibedakan menjadi beberapa kategori,
yakni perubahan awal postmortem, pembusukan, dan skeletonisasi. Masing
masing mempunyai karakter tersendiri sehingga dapat digunakan untuk
memperkirakan waktu kematian.13 Beberapa kondisi perubahan tubuh
postmortem yang dapat memperkirakan waktu kematian dengan reliabel
antara lain: 11,12
1. Lebam mayat (livor mortis)
Ketika terjadi kematian, jantung tidak lagi memompa darah keseluruh
tubuh dan tonus muskuler pembuluh darah menghilang. Akibatnya darah
mengalami hipostasis (penurunan) menuju daerah tubuh terendah akibat
pengaruh gravitasi.12,13 Keadaan ini menimbulkan lebam berwarna merah
kebiruan yang hilang dengan penekanan. Peristiwa ini dikenal dengan
nama lebam mayat.6,14
Kemunculan lebam mayat dapat menjadi indikator perkiraan lama
waktu kematian, yakni 20 menit hingga 2 jam paska kematian. Lebam
akan terus bertambah dan menetap pada 8-12 jam paska mati.11,12,15,16,17
Berikut disajikan tabel perkiraan lama kematian lebam mayat dari para
penulis terdahulu (Tabel 2.1).
http://digilib.unimus.ac.id | 6
merah muda. Warna coklat menunjukkan keracunan nitrobenzen atau
potasium klorat.12
http://digilib.unimus.ac.id | 7
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku mayat antara lain umur,
aktivitas fisik sebelum mati, persediaan glikogen, suhu tubuh yang tinggi,
bentuk tubuh kurus dengan otot kecil dan suhu lingkungan tinggi.15,16
Keterangan:
Tubuh dalam keadaan:
(A) normal
(B) obesitas
(C) berpakaian tebal
(D) tubuh kurus
(E) telanjang
(F) hipotermi
(G) demam
http://digilib.unimus.ac.id | 8
yang mendekati akurat dalam memperkirakan waktu kematian. Metode
yang sering digunakan antara lain metode termometri, metode nomogram,
dan Multiple-site serial measurement methods.14
4. Pembusukan (Decomposition)
http://digilib.unimus.ac.id | 9
menjadi asam lemak. Produk-produk hasil pembusukan antara lain asam
lemak, skatole, purtresin, dan kadaverin. Saat jaringan lunak menghilang,
material tulang dihancurkan oleh kondisi lingkungan menjadi tanah.14
Kecepatan pembusukan bergantung pada suhu. Rumus yang digunakan
untuk menghitung waktu pembusukan tubuh menjadi tulang berdasarkan
suhu adalah: 14
Y =1285/X
Keterangan:
Y : jumlah hari dalam mumifikasi atau skeletonisasi
X : rata-rata suhu sebelum mayat ditemukan
B. Pembusukan Mayat
1. Pendahuluan
Pembusukan adalah campuran dari proses internal dan proses
eksternal. Proses internal yakni ketika autolisis yang berlangsung dalam
sel atau jaringan itu sendiri. Proses eksternal terjadi dengan peranan
bakteri dan jamur. Proses pembusukan ini mengundang serangga
mendatangi mayat.6,14,18
Kecepatan pembusukan bervariasi dalam keadaan dan iklim yang
berbeda. Proses pembusukan dipengaruhi oleh faktor interna dan eksterna.
Faktor interna yang berpengaruh antara lain umur, sebab kematian dan
keadaan mayat. Sedangkan faktor eksterna yang berpengaruh adalah
mikroorganisme, suhu di sekitar jenazah, kelembaban udara dan medium
tempat jenazah berada.18
http://digilib.unimus.ac.id | 10
Tabel 2.3. Faktor yang mempercepat atau memperlambat kecepatan
pembusukan.18
Faktor yang mempengaruhi pembusukan Mempercepat Memperlambat
Suplai oksigen Lancar Terbatas
Suhu Hangat (15-37oC) Dingin (<10oC)
Kelembaban udara Tinggi Rendah
Keberadaan detritivora invertebrata Ada Tidak
Keberadaan predator Memakan mayat Memakan detritivora
Adanya perlukaan Ada Tidak
Bentuk luka bakar Rekahan kulit Kulit terkarbonisasi
Obesitas Ya Tidak
Septikemia / myasis sebelum kematian Ya Tidak
Lokasi Terekspos udara Terkubur dalam
tanah atau tenggelam
Keadaan lain Tergeletak di tanah Mumifikasi,
Adiposera,
Tergantung
2. Tahap pembusukan
a. Pembusukan di darat
Tubuh jenazah mengalami lima tahap pembusukan postmortem.
Tidak ada perbedaan yang nyata dan tidak ada durasi yang jelas antar
tahap dengan tahap yang lain. Jenis serangga yang terdapat dalam
penelitian ini adalah serangga yang berasal dari Amerika Utara. Tahap
perubahan postmortem tersebut antara lain: 8,18,19
1) Tahap 1: Fresh stage
Tahap ini dimulai dari saat awal kematian hingga kemunculan
tanda bloating. Tanda-tanda awal kematian seperti kaku mayat
maupun lebam mayat mungkin terlihat.18 Organisme pertama yang
mendatangi jenazah adalah blowflies (Calliphoridae).19
http://digilib.unimus.ac.id | 11
2) Tahap 2: Bloated Stage
Penguraian tubuh berlanjut akibat aktivitas bakteri atau
putrefaksi sehingga tahap ini mudah dibedakan dengan tahap
lainnya.18,19 Gas yang menyebabkan jenazah menggembung
dihasilkan oleh metabolisme bakteri anaerob. Tahap ini diawali
dengan pembengkakan abdomen dan kemudian seluruh tubuh
menjadi membengkak. Pada tahap ini semakin banyak blowflies
yang tertarik karena bau gas yang dihasilkan jenazah.19 Vass et al.
(1992, 2004) menemukan bahwa beberapa serangga tertarik karena
bau makanannya. Rove beetle (Staphylinidae) misalnya, tertarik
pada jenazah karena ia adalah predator telur dan larva lalat. 20,21
http://digilib.unimus.ac.id | 12
Proses pembusukan berjalan lambat karena telah memasuki tahap
akhir pembusukan.18 Beberapa komponen yang ditinggalkan antara
lain tulang tungkai dan kaki, tengkorak, dan tulang iga.19
b. Pembusukan di air
Pada jenazah yang tenggelam di air, pembusukan yang terjadi
berkecepatan setengah dari pembusukan di udara karena suhu yang
lebih dingin sehingga terjadi penghambatan aktivitas serangga.14 Di
air, terjadi lima tahap pembusukan dengan tambahan tahap floating
decay. Tahap ini terjadi ketika jenazah muncul di permukaan air,
http://digilib.unimus.ac.id | 13
sehingga tanda tahap ini sangat khas. Tidak hanya serangga akuatik
saja yang berperan dalam tahap ini, namun ada juga serangga darat
yang berkoloni di tubuh jenazah.19
Berdasarkan penelitian pada babi (Sus scrofa) yang tenggelam
pada bulan Juni hingga November, Payne and King (1972)
mengelompokkan pembusukan di lingkungan air menjadi enam tahap,
yakni submerged fresh, early floating, floating decay, bloated
deterioration, floating remains, dan sunken remains. 3,6,8,14,19,22
http://digilib.unimus.ac.id | 14
2) Tahap 2: Early Floating
Akibat dorongan yang berasal dari pertambahan jumlah gas
yang diproduksi bakteri di abdomen, bangkai mengapung
dipermukaan air. Bangkai yang muncul di permukaan air akan di
datangi oleh serangga-serangga darat, seperti lalat dari famili
Calliphoridae, Muscidae, dan Sarcophagidae yang menaruh telur-
telur mereka. Predator seperti kumbang dari famili Silphidae dan
Staphylinidae akan datang unuk memangsa telur dan larva lalat.
Famili Vespidae umumnya memangsa larva dan lalat dewasa.
Beberapa serangga akuatik juga dapat ditemukan pada bangkai.
Tahap ini terjadi selama 6 hingga 8 hari. Pada tahap ini bau
busuk sangat tercium dan menyebar. Jaringan berubah dari warna
merah muda menjadi hijau kebiruan. Cairan kuning dan gas keluar
dari anus. Alga dan periphyton tumbuh secara signifikan pada
bangkai.
http://digilib.unimus.ac.id | 15
sebagian besar belahan daging terlepas, dan terjadi ulserasi berat
pada dinding abdomen. Tahap ini berlangsung selama 8 hingga 12
hari.
http://digilib.unimus.ac.id | 16
C. Lalat
Lalat masuk dalam ordo Diptera, kelas Insecta dan filum Arthropoda.
Mereka dibedakan dari serangga lainnya dari sepasang sayapnya yang
menempel di mesothorax dan sepasang sayap belakang yang berupa halter.23
Peranan lalat dalam ekosistem antara lain sebagai agen penyerbukan, agen
pembusukan, dan makanan bagi hewan lain. Namun karena modifikasi
lingkungan oleh manusia, lalat berubah menjadi sumber penyakit dan parasit.
Beberapa lalat menyerang manusia dengan menghisap darah atau menyerang
jaringan tubuh dengan parasit yang dibawanya. Invasi jaringan yang
disebabkan oleh larva lalat disebu myasis.8
1. Klasifikasi
Lalat (Diptera) memiliki beberapa subordo, yaitu Nematocera,
Brachycera, Cyclorapha, Acalyptratae, dan Calyptratae. Beberapa famili
yang memiliki peran penting dalam entomologi forensik adalah
Calliphoridae, Sarcophagidae dan Muscidae. Ketiganya tergolong dalam
subordo Cyclorapha.8,9
a. Famili Sarcophagidae
Anggota famili ini sering disebut flesh flies, dua genus yang
umumnya menyebabkan myasis adalah Sarcophaga dan Wohlfahrtia.
Lalat betina pada famili ini larvipara, yakni lebih sering meletakkan
larva 1st instar daripada bertelur.8,9
http://digilib.unimus.ac.id | 17
Gambar 2.5. Famili Sarcophagidae.8
(A)Larva matur Sarcophaga haemorrhoidalis, (B) Spirakel posterior dari famili
Sarcophagidae, (C) Lalat Sarcophaga haemorrhoidalis.
b. Famili Calliphoridae
Famili ini memegang peranan penting di bidang entomologi
forensik, terutama dalam memperkirakan waktu kematian. Terdapat
lebih dari 1000 spesies yang tersebar diseluruh dunia.14 Pada beberapa
sumber, disebutkan bahwa lalat yang berasal dari famili Calliphoridae
merupakan lalat yang paling awal mendatangi mayat.14,24,25
http://digilib.unimus.ac.id | 18
Gambar 2.6. Famili Calliphoridae.8
(A) Larva matur Chrysomya, (B) Larva matur ‘hairy maggot’ Chrysomya albiceps,
(C) Spirakel posterior dari famili Calliphoridae, (D) Lalat Chrysomya megacephala.
c. Famili Muscidae
Famili Muscidae mempunyai penyebaran di seluruh dunia.
Beberapa spesies lalat Muscidae memiliki kepentingan medis karena
mempunyai hubungan erat dengan tempat tinggal manusia. Larva ini
hinggap di tempat yang kotor dan membawa bibit penyakit yang
ditularkan secara mekanik ketika hinggap di makanan yang
dikonsumsi manusia.8
http://digilib.unimus.ac.id | 19
Gambar 2.7. Famili Muscidae.8
(A)Larva matur Musca domestica, (B) Spirakel posterior dari famili Muscidae, (C)
Lalat Musca domestica.
http://digilib.unimus.ac.id | 20
Gambar 2.8. Struktur larva 3rd instar Musca domestica.27
A – spirakel posterior, B – spirakel anterior, C – lokomotor, 1,2,dst. – segmen tubuh
1) Genus Ophyra
Genus ini muncul pada jenazah saat periode fermentasi amonia,
yaitu sekitar 4 hingga 8 bulan paska kematian. Telurnya berukuran
panjang 1 mm dan lebar 0,3 mm, berbentuk oval ramping dengan
sepasang tonjolan longitudinal pada permukaan ventral dan
mempunyai tekstur heksagonal. Larvanya berukuran panjang 12,5
mm dan lebar 2 mm, berwarna putih dengan kulit tebal dan keras.
Larva Ophyra tumbuh pada kotoran, feses, sampah, dan mayat.
Larva 2rd dan 3rd instar sering menjadi kanibal dan menyerang
larva lain yang hidup di medium tersebut, termasuk larva Musca
domestica dan Muscidae lain.
Beberapa spesies yang masuk ke dalam genus ini adalah
Ophyra capensis, Ophyra leucostoma, dan Hydrotaea dentipes.8
2) Genus Muscina
Genus ini mempunyai kemiripan dengan Musca, perbedaannya
adalah ia mempunyai ujung vena sayapnya yang melingkar. Lalat
berwarna biru dengan abdomen bersisik dan pucuk kemerahan
pada skutelumnya.
Umumnya, lalat dari genus ini menyukai feses dan bangkai
hewan atau manusia. Keistimewaan spesies Muscina adalah ia
bertelur tanpa terpengaruh ketebalan tanah yang menutupi mayat.
http://digilib.unimus.ac.id | 21
Telur diletakkan di permukaan tanah dan ketika menetas dan larva
akan berpindah ke bawah hingga mencapai mayat.
Beberapa spesies yang masuk ke dalam genus ini adalah
Muscina stabulans dan Muscina pabulorum.8
3) Genus Musca
Genus ini memiliki dua spesies yang berperan dalam
entomologi forensik, yakni Musca domestica dan Musca
autumnalis.8
a) Musca domestica
Musca domestica dikenal sebagai lalat rumah (housefly). Ia
adalah spesies yang tinggal di sekitar manusia di seluruh dunia.
Lalat dewasa berukuran 6-7 mm dan berwarna abu-abu.
Umumnya lalat ini ditemui pada manusia, makanan, sampah,
dan feses.
Musca domestica jarang bertelur pada jenazah yang masih
baru karena biasanya baru akan tertarik saat cairan tubuh
jenazah mulai keluar, misalnya saat isi usus terekspos. Telur
yang diletakkan lalat betina berkisar antara 100-150 telur per
hari dengan total 1000 telur. Laju pertumbuhan larva bervariasi
bergantung pada temperatur sekitar.8 Pada suhu yang optimal,
pertumbuhan larva dapat terjadi dalam waktu delapan hari.
Pertumbuhan larva paling lama terjadi dalam waktu 10-14
hari.27
http://digilib.unimus.ac.id | 22
Gambar 2.9. Siklus hidup Musca domestica.27
b) Musca autumnalis
Musca autumnalis dikenal juga sebagai lalat wajah
(face-fly). Lalat ini dikenal sebagai parasit pada hewan ternak
karena tertarik pada sekresi tubuh dan seringkali menimbulkan
iritasi pada mata dan moncong ternak.
Lalat ini mirip dengan Musca domestica, sehingga sulit
dibedakan. Pada akhir musim dingin, lalat dewasa sering
menarik perhatian karena bergerombol dalam jumlah besar di
tempat tertentu. Larvanya sering ditemukan pada gelombang
kedatangan serangga pertama, biasanya pada jenazah yang
masih baru.8
http://digilib.unimus.ac.id | 23
2. Siklus hidup
Penelitian tentang serangga imatur sangat penting didalam entomologi
forensik. Identifikasi spesies serangga menjadi langkah krusial dalam
perkiraan waktu kematian karena tiap serangga mempunyai laju
pertumbuhan yang berbeda. Siklus hidup lalat terdiri dari telur, larva,
pupa, dan lalat dewasa.19,24
a. Telur
Umumnya ketika bertelur, jumlah telur yang dikeluarkan lalat adalah
sekitar 150–200 buah.28 Waktu yang dibutuhkan hingga telur menetas
adalah satu hari.29 Telur lalat mempunyai struktur sebagai berikut: 28
1) Chorion: Melapisi bagian luar telur.
2) Micropyle: lubang pada ujung anterior telur yang berungsi sebagai
tempat masuknya spermatozoa.
3) Plastron: membran sel di dalam korion dan di sekeliling
sitoplasma.
4) Hatching line: garis longitudinal tempat pecahnya telur sebagai
tempat keluarnya larva.
b. Larva
Larva lalat adalah larva yang tidak memiliki kaki (apodous).30
Larva lalat memiliki tiga tahap instar. Pada masing-masing tahap, larva
akan mengalami perubahan dalam ukuran tubuhnya. Ciri yang dapat
membedakan tiap tahap instar larva adalah jumlah belahan spirakel
posterior, yang digunakan larva untuk respirasi.29
http://digilib.unimus.ac.id | 24
Gambar 2.10 Perkembangan larva lalat.31
1) 1st instar
Pada tahap ini, spirakel posterior larva memperlihatkan satu
belahan. Ukuran larva kurang dari 2 mm. Larva mulai memakan
bagian yang berair dari mayat. Tahap ini berlangsung dalam satu
hari.28,29
2) 2nd instar
Terlihat dua belahan pada spirakel posterior. Tahap ini berlangsung
dalam satu hari. Larva berukuran 2–9 mm dan mulai membentuk
koloni larva yang disebut maggot mass.29 Maggott mass
mengakibatkan peningkatan temperatur disekitar akibat pergerakan
dari larva. Pada beberapa penelitian, temperatur pada maggot mass
mempengaruhi pertumbuhan larva menjadi lebih cepat.32
3) 3rd instar
Larva pada tahap ini mempunyai ukuran terbesar, yakni sekitar 9–
22 mm.29 Terdapat tiga belahan spirakel posterior yang terlihat
pada tahap ini. Pada pertengahan tahap ini, sekitar dua hari, larva
akan berhenti makan dan bermigrasi ketempat gelap dan dingin
untuk menjadi pupa, yang disebut juga tahap post-feeding larva.
http://digilib.unimus.ac.id | 25
Migrasi larva dapat terjadi sejauh 6,4-30 meter dari bangkai dan
berlangsung selama empat hari.26
c. Pupa
http://digilib.unimus.ac.id | 26
bentuk cerutu. Warna pupa juga berubah dari warna merah kecoklatan
menjadi warna coklat gelap/ kehitaman. Perubahan warna pupa dapat
menjadi indikator perkiraan waktu kematian namun tidak akurat.
Tahap pupa berlangsung selama 10 hari.26
d. Dewasa
Setelah menetas dari pupa, lalat dewasa akan memulai siklus
hidupnya lagi dengan bertelur.29
b. Paparan cahaya
Perilaku lalat betina dipengaruhi oleh paparan cahaya dalam
meletakkan telurnya. Pertumbuhan larva lalat juga dipengaruhi paparan
cahaya. Masing-masing spesies mempunyai karakteristik yang berbeda.
http://digilib.unimus.ac.id | 27
Sebagai contoh, Calliphora menyukai kondisi gelap, sedangkan Lucilia
dan Sarcophaga lebih menyukai paparan cahaya matahari.34
http://digilib.unimus.ac.id | 28
Pembusukan di lingkungan akuatik dua kali lebih lambat daripada
pembusukan di daratan.6 Jenazah di air tawar lebih cepat membusuk
daripada pembusukan jenazah di air laut.8,40
Penelitian Wahyu et al (2009) menunjukkan genus larva lalat yang
ditemukan pada bangkai tikus wistar diletakan di air tawar adalah
Cochliomyia (31,6%) dan Chrysomya (1,8%). Sedangkan genus larva lalat
di air laut adalah Cochliomyia (32%) dan Chrysomyia (1,3%). Hal ini
dipengaruhi faktor eksterna seperti cuaca, musim dan temperatur.41
Pertumbuhan larva lalat juga dipengaruhi oleh kontaminan. Beberapa
penelitian seperti Faizal et al (2011) menunjukkan bahwa pada media
tumbuh yang dipapar morfin dosis letal menunjukkan hasil pertumbuhan
larva baik panjang maupun berat lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan pertumbuhan larva pada media tumbuh yang tidak dipapar
morfin dosis letal dengan durasi pencapaian stadium lebih cepat.42
Variabel utama yang mempengaruhi pembusukan jenazah yang
ditemukan di lingkungan akuatik dapat dilihat pada Tabel 2.3. Beberapa
parameter fisika dan kimia air seperti suhu, arus air, konsentrasi oksigen,
serta faktor lain dari jenazah itu sendiri, tidak hanya berperan dalam proses
pembusukan, namun juga mempengaruhi arah pembusukan. Pembusukan
ini di perantarai oleh mekanisme biologi seperti interaksi mikroba dan
makroinvertebrata.3
http://digilib.unimus.ac.id | 29
E. KERANGKA TEORI
F. KERANGKA KONSEP
Pembusukan (Decomposition)
Waktu Kematian
http://digilib.unimus.ac.id | 30
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam bab pendahuluan dan
tinjauan pustaka, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
Ada perbedaan pertumbuhan larva Musca sp. pada beberapa medium dengan
asumsi pertumbuhan larva Musca sp. di darat > air tawar > air laut.
http://digilib.unimus.ac.id | 31