Pendahuluan
Di negara berkembang seperti Indonesia, masalah trauma pada ekstremitas
masih sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena jumlah kendaraan bermotor yang
terus meningkat terutama sepeda motor. Hal ini tidak disertai dengan kesadaran
berlalu lintas yang baik sehingga jumlah kecelakaan yang tinggi. Menurut data
Departemen Perhubungan Republik Indonesia, sepanjang tahun 2006 untuk setiap hari
terjadi 6 kasus yang menyebabkan 3 orang meninggal dunia per hari. Di sisi lain,
dalam periode yang sama pada tahun 2007, kasus kecelakaan sampai bulan Agustus
mengalami peningkatan, rata-rata kecelakaan lalu lintas sebanyak 9 kasus per hari dan
menyebabkan 4 orang meninggal dunia. Data PBB juga menyebutkan, kerugian akibat
kecelakaan di Indonesia mencapai 2,17 persen dariProduk Domestik Bruto (PDB).
Akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor maka akan timbul suatu trauma.
Trauma yang timbul dapat menyebabkan fraktur pada ekstremitas bawah. Salah
satunya adalah fraktur pada tibia plateau. Patah tulang tibia plateau disebabkan oleh
gaya varus atau valgus yang dikombinasikan dengan gaya axial. Hal ini sering
disebabkan karena kecelakaan pada pejalan kaki yang tertabrak mobil, kecelakaan
motor, selain itu bisa juga disebabkan karena jatuh dari ketinggian.
Sendi lutut adalah satu dari tiga sendi utama yang menopang berat badan pada
ektremitas bawah. Fraktur yang mengenai tibia proksimal mempengaruhi fungsi dan
stabilitas sendi. Fraktur ini bisa intraartikular (tibia plateau) atau ekstra artikular, yaitu
fraktur pada 1/3 proksimal tibia. Secara umum sebab dari fraktur tibia 1/3 proksimal
dikategorikan menjadi dua yaitu akibat energi lemah dan energi kuat. Ada berbagai
macam klasifikasi yang digunakan untuk mendeskripsikan trauma yang terjadi. Tetapi
tidak ada konsensus yang mengindikasikan tindakan operasi khusus pada suatu pola
fraktur. Tujuan tindakan operasi pada fraktur tibia plateau adalah untuk
mengembalikan fungsi dan mempertahankan fungsi sendi lutut yang normal.
Tindakan operasi sendiri dengan melakukan reduksi sehingga permukaan sendi
menjadi rata seperti semula, mempertahankan aksis mekanik dan mengembalikan
stabilitas ligamen dan mempertahankan fungsi sendi lutut yang bebas dari nyeri.
Penelitian ini mempelajari fraktur tibia plateau berdasarkan klasifikasi
Schatzker pada pasien-pasien yang dirawat di RSHS serta hasil yang didapat setelah
pasien menjalani tindakan baik secara operatif maupun konservatif.
Metoda
Penelitian dilakukan secara retrospektif dalam kurun waktu Januari 2004
sampai Desember 2008 dengan jumlah pasien 63 orang yang menjalani rawat inap.
Data diolah secara deskriptif yang meliputi jenis kelamin, umur, jenis patah tulang,
tipe Schatzker, penyebab trauma, mekanisme trauma, penatalaksanaan.
Kriteria inklusi : Pasien-pasien yang mengalami fraktur tibia plateau dan
dirawat di RSHS
Kriteria eksklusi : Pasien-pasien fraktur tibia plateau dan menolak dirawat di
RSHS
Hasil
Dari penelitian ini didapatkan hasil :
Subjek penelitian sebanyak 63 orang
jumlah pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 56 orang (89 %) dan
jumlah pasien berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (11 %)
Laki-laki
Perempuan
89%
Usia Jumlah %
0 – 14 tahun 6 orang 8
14 tahun – 35 tahun 29 orang 46
35 tahun – 55 tahun 14 orang 23
> 55 tahun 14 orang 23
Jumlah 63 orang 100
Tabel 1. Usia Pasien Saat Rawat Inap
Jenis fraktur
Fraktur terbuka
46% Fraktur tertutup
54%
Tipe Schatzker
8%
17%
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Lalulintas
Jatuh dari ketinggian
73%
400% 0.18
300% 73%
200% 0.09
100%
0%
37%
ORIF
reduksi tertutup
63%
Pembahasan
Hasil dari penelitian, jumlah kasus fraktur tibia plateau pada pasien-pasien
trauma yang dirawat di bagian Orthopaedi periode Januari 2004 sampai dengan
Desember 2008 adalah sebanyak 63 kasus. Angka kejadian menunjukan kasus pada
pria berjumlah 56 kasus (89 %), lebih banyak dibandingkan dengan wanita yaitu 7
kasus (11 %). Hal ini disebabkan karena aktivitas pada pria yang lebih banyak dan
menggunakan kendaraan bermotor terutama roda dua untuk kegiatannya. Berdasarkan
usia, kasus terbanyak terjadi pada rentang usia 14-35 tahun, yaitu sebanyak 29 kasus
(46%) hal ini dikarenakan aktivitas pada usia tersebut sangat tinggi. Kemudian diikuti
oleh usia 35-55 tahun sebanyak 23 kasus (36%), usia 0-14 tahun sebanyak 6 kasus
(9%) dan usia lebih dari 55 tahun sebanyak 5 kasus (9 %). Pada usia diatas 55 tahun
dan kurang dari 14 tahun pasien disini terbanyak menjadi korban kecelakaan lalu
lintas akibat tertabrak kendaraan saat menyeberang jalan atau karena kecelakaan
kendaraan bermotor akibat kelalaian pengguna jalan lain.
Jenis fraktur yang terjadi dilihat dari adanya hubungan antara fragmen fraktur
dengan dunia luar, maka jenis yang terbanyak adalah fraktur tertutup dimana antara
fragmen fraktur dan dunia luar masih terlindung oleh jaringan lunak seperti kulit,
yaitu sebanyak 34 kasus (54%).
Berdasarkan klasifikasi Schatzker fraktur yang paling banyak terjadi pada
pasien-pasien fraktur tibia plateau di RSHS adalah tipe VI sebanyak 17 kasus (27%),
klasifikasi Schatzker tipe VI merupakan bentuk fraktur yang disebabkan karena gaya
energy yang tinggi sehingga menyebabkan fraktur bikondiler dengan garis fraktur
yang memanjang hingga ke area metafisis. Sering disebakan karena jatuh dari
ketinggian. Secara radiologis, tampak gamabaran fraktur yang eksplosif dengan
disrupsi sendi, kominutif, depresi dan pergeseran fraktur fragmen. Jenis terbanyak
kedua yaitu Schatzker tipe I sebanyak 14 kasus (23%), lalu Schatzker tipe II dan III
dengan jumlah kasus yang sama sebanyak 11 kasus (17%) dan Schatzker tipe IV dan
V dengan jumlah kasus yang sama sebanyak 5 kasus (8%).
A B C
. . .
D E F
. . .
Gambar 2. Klasifikasi Schatzker pada fraktur tibia plateau : type I (A); type II (B);
type III (C). Type IV (D); type V (E); type VI (F).
Gambar 1. Mekanisme klasik dari fraktur tibia plateau, yaitu bumper fracture yang
terjadi saat tungkai bawah dalam kondisi weight bearing dan ekstensi
penuh.
Kesimpulan
Patah tulang tibia plateau paling banyak terjadi pada pria dewasa muda dengan
tipe fraktur tertutup dan klasifikasi Schatzker tipe VI. Mekanisme trauma berupa
gabungan gaya kompresi dalam bidang koronal secara indirek dan gaya axial akibat
kecelakaan lalulintas. Patah tulang tibia plateau jenis ini membutuhkan penanganan
yang tepat dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna, sehingga akan mencegah
terjadinya kecacatan berupa deformitas atau arthritis yang akan mengganggu
mobilitas dan produktivitas pasien.
Daftar Pustaka
1. Apley & Solomon. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 7 Edition,
Butterworth Heinemann. 1993; pp 521-528; 539-581; 705-732.
2. Koval K.J. & Egol K.A., Fractures of the Proximal Tibia in Rockwood and
Wilkins' Fractures in Adults, 6 th edition. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2001. Pp : 2000-2025.
5. http://www.antara.co.id/arc/2008/10/15/sepeda-motor-dominasi-kecelakaan-
lalu-lintas-di-indonesia