Bab Ii
Bab Ii
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sampah dari alam adalah sampah yang di produksi di alam melalui proses daur ulang
alami (Akbar, 2015). Sampah dari alam biasanya dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Sampah jenis ini mudah untuk terurai di dalam tanah dalam jangka waktu tertentu.
Gambar 2.6 menggambarkan contoh dari sampah pejalan kaki. Sampah tersebut
didapatkan dari hasil pembersihan jalan. Sampah tersebut berupa kertas pembungkus, daun-
daun kering, dan lain-lain.
G. Sampah Sarana Kesehatan
Sampah dan limbah rumah sakit/Puskesmas adalah semua yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya (Nekanur Nazila, 2017). Mengingat
dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi alat
dan sarana, keuangan, dan tata laksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan
memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
(Alamsyah, 2007). Adanya berbagai sarana pelayanan kesehatan tersebut, maka
menghasilkan limbah baik cair maupun padat. Limbah padat yang ada dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu, limbah medis dan limbah non-medis (Kepmenkes RI
No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu sebagai berikut:
1. Limbah non medis, yaitu limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, serta taman dari halaman yang
dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi 13
2. Limbah medis padat, yaitu limbah padat yang terdiri atas limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah container
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Berdasarkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, limbah medis telah
digolongkan sebagai berikut (Djohan & Halim, 2013):
1. Limbah benda tajam, yaitu materi yang dapat menyebabkan luka iris atau luka
tusuk, antara lain jarum, jarum suntik, skapel, peralatan infus, dan pecahan kaca
2. Limbah infeksius, yaitu limbah yang terkontaminasi organisme patogen (bakteri,
virus, parasit dan jamur) yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada
manusia rentan
3. Limbah patologis, yang meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh.
Biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau autopsi. Jaringan tubuh yang
tampak nyata seperti anggota badan dan plasenta yang tidak memerlukan
4. Untuk benda-benda tajam hendaknya di tampung pada tempat khusus (safety box)
seperti botol atau karton yang aman.
5. Tempat pewadahan limbah medis infeksius dan sititoksis yang tidak langsung kontak
dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila akan
dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah dipakai dan
kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh dipergunakan lagi.
Limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan
kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak
sampai membusuk. Incinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu
13000C-1500ºC atau lebih tinggi.
Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain
kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan
produk farmasi yang tidak terpakai (Arifin, 2009). Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia,
limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Menurut Sarwanta (2009), langkah-
langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut:
1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
3. Tambahkan lapisan kapur. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa
ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
4. Akhirnya lubang tersebut harus ditututup dengan tanah.
Kebijakan pembuangan sampah lokal hendaknya tercantum berbagai prosedur yang
digunakan bila terjadi tumpahan sampah medis. Peringatan hendaknya disertakan terutama
pada sampah yang dapat membahayakan petugas atau orang-orang yang berkaitan dengan
pengankutan/pembuangan sampah atau pembersihan sampah atau kepada masyarakat umum.
Prosedur tersebut hendaknya dikonsultasikan dengan unit-unit yang berkaitan seperti unit
pemadam kebakaran, kesehatan, polisi, otorita air dan sampah serta Dinas Kesehatan. Teknik
pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah (Djohan &
Halim, 2013):
1. Insinerasi
2. Sterilisasi dengan uap panas/autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121ºC
3. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde).
4. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan).
5. Inaktivasi suhu tinggi.
6. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi).
7. Microwave treatment.
8. Grinding and shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah).
9. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.
terdapat pada Gambar 2.8. Bahan tersebut merupakan hasil dari bahan alam yang telah
diolah dalam industri. Sebagian zat organik seperti aluminium dan plastik tersebut tidak dapat
diuraikan oleh alam, sebagian lainnya masih dapat diuraikan oleh alam, namun membutuhkan
waktu yang sangat lama.
Sampah yang mudah terbaklar adalah apabila sampah dengan cepat terbakar oleh api.
Sampah yang mudah terbakar, misalnya: kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas dan
sebagainya.
B. Sampah yang tidak mudah terbakar
Sampah yang tidak mudah terbkar adalah apabila sampah membutuhkan waktu yang
lama untuk terbakar. Sampah yang tidak dapat terbakar misalnya: kaleng-kaleng
bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya. (Chandra, 2007).
yaitu untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan yang dapat mencemari
lingkungan dan untuk memudahkan petugas dalam mengumpulkan sampah sehingga kegiatan
pengumpulan sampah dapat berjalan dengan lebih efektif. Pewadahan sampah dibagi
berdasarkan pola yang berupa individu dan komunal, selain itu pewadahan juga dibagi
berdasarkan letak dan kebutuhannya berupa permanen, semi-permanen, dan non-permanen.
Kriteria lokasi dan penempatan wadah berdasarkan kelompoknya memiliki beberapa
ketentuan, antara lain:
1. Wadah individual ditempatkan
a. Di halaman muka
b. Di halaman belakang untuk sumber sampah dari aktivitas perdagangan seperti
toko, hotel, atau restoran;
2. Wadah Komunal ditempatkan;
a. Sedekat mungkin dengan sumber sampah
b. Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lain,
c. Di luar jalur lalu lintas, lokasi yang mudah pengoperasiannya
Kegiatan pewadahan sampah juga memiliki persyaratan bahan yang menyusun wadah
agar dapat membuat kegiatan pewadahan berlangsung dengan lancar. Beberapa persyaratan
bahan wadah pada pewadahan adalah:
Tabel 2.1 Persyaratan untuk Bahan dengan Pola Individual dan Komunal
Karakteristik Pola
No. Komunal Individual
Pewadahan
Bentuk/jenis Kertas, silinder, tong, semua Kotak, silinder,
1. tertutup dan kantong plastic container,
tong, semua tertutup
Sifat Ringan, mudah dipindahkan dan mudah Ringan, mudah
2. dikosongkan dipindahkan
dan mudah dikosongkan
Bahan Logam, plastik, fiberglass, Logam, plastik,
3. kayu, bambu, rotan, kertas fiberglass,
kayu, bambu, rotan
Volume Permukiman dan toko kecil Pinggir jalan dan taman
4.
>10-40 liter >30-40 liter
5. Pengadaan Pribadi, instansi, pengelola Instansi, pengelola
1. Sampah B3, sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah
bahan berbahaya dan beracun, seperti kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan
obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik dan peralatan elektronik rumah
tangga.
2. Sampah organik, yaitu sampah yang mudah terurai, seperti sampah yang berasal dari
tumbuhan, hewan, dan/atau bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup lainnya
dan/atau mikroorganisme, seperti sampah makanan dan serasah.
3. Sampah anorganik adalah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui
proses pengolahan, seperti kertas kardus, botol minuman, kaleng.
4. Sampah Basah adalah sampah yang mudah terurai oleh mikroorganisme. Sampah
basah bersifat degradable, yaitu seperti sisa-sisa makanan, buah-buahan, sayuran, dan
lain- lain.
5. Sampah Kering adalah sampah yang sulit terurai oleh mikroorganisme. Sampah ini
bersifat undegradable.
C. Pengumpulan
Pengumpulan merupakan kegiatan mengumpulkan sampah dari sumber yang
dilakukan oleh petugas untuk kemudian dibawa ke Tempat Penampungan Sementara (TPS)
ataupun langsung ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) (SNI 19-2454-2002). Kegiatan
pengumpulan sampah dalam pembuangan sampah akhir dilakukan oleh pengelola kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas
sosial dan fasilitas lainnya serta pemerintah kabupaten/kota.
a. Bahan bakar sampah minimal harus memiliki nalai kalori sebesar 7 MJ/ kg. Jika
nilai kalori dari sampah kurang dari nilai kalori yang disyaratkan, maka
diperlukan bahan bakar tambahan agar nilai kalori meningkat dan proses
insinerasi bisa berlanjut.
b. Pasokan yang stabil untuk proses insinerasi sampah adalah minimal 50.000 ton/
tahun.
3. Daur ulang
a. Sampah anorganik disesuaikan dengan jenis sampah
b. Menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan ternak;
4. Pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan;
5. Biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah).
G. Pemrosesan Akhir
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap
terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.TPA merupakan tempat dimana sampah
diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
sekitarnya.Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar
keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Lokasi pemrosesan akhir tidak hanya ada
proses penimbunan sampah tetapi juga wajib terdapat empat aktivitas utama penanganan
sampah di lokasi TPA, yaitu (Litbang PU, 2009):
1. Pemilahan sampah, yaitu dengan memisahkan menjadi kelompok sampah tertentu.
2. Daur-ulang sampah non-hayati (anorganik)
3. Pengomposan sampah hayati (organik)
4. Pengurugan/penimbunan sampah residu dari proses di atas di lokasi pengurugan
ataupenimbunan (landfill), yang terbagi menjadi (SNI 19-2454-2002)
a. Controlled landfill (penimbunan terkendali)
b. Sanitary landfill (lahan urug saniter)
Aspek Kelembagaan
Organisasi dan manajemen mempunyai peran pokok dalam menggerakkan,
mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup bentuk
institusi, pola organisasi personalia serta manajemen. Institusi dalam sistem pengelolaan
sampah memegang peranan yang sangat penting meliputi: struktur organisasi, fungsi,
tanggung jawab dan wewenang serta koordinasi baik vertikal maupun horizontal dari badan
pengelola (Widyatmoko, 2008). Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup
memadai sesuai dengan lingkup tugasnya. Untuk sistem pengumpulan jumlah personil
minimal 1 orang per 1.000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, sistem
pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1.000 penduduk (SNI 19-2454-2002).
Kelembagaan yang diharapkan dalam pengelolaan sampah adalah kelembagaan yang
sesuai dengan amanat PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, PP
41/2007 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 61
Tahun 2009 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (Affandy,
2015). Salah satu contoh kelembagaan sampah adalah bank sampah yang merupakan suatu
unit kerja yang melakukan pengelolaan sampah dimana kegiatannya meliputi pemilahan
sampah dari sumbernya yang kemudian dikumpulkan pada suatu tempat kemudian dijual ke
pihak ketiga (Astuti, N.A, 2013).
Aspek Pembiayaan
Aspek pembiayaan memperhatikan peningkatan kapasitas pembiayaan untuk
menjamin pelayanan dengan pemulihan biaya secara bertahap supaya sistem dan institusi,
serta masyarakat dan dunia usaha punya kapasitas cukup untuk memastikan keberlanjutan
dan kualitas lingkungan untuk warga (SNI 3242-2008).Pembiayaan merupakan sumber daya
penggerak agar pada roda sistem pengelolaan persampahan dikota tersebut dapat bergerak
dengan lancar.Sistem pengelolaan persampahan di Indonesia lebih diarahkan pada
pembiayaan sendiri termasuk membentuk perusahaan daerah. Masalah umum yang sering
dijumpai dalam sub sistem pembiayaan adalah retribusi yang terkumpul sangat terbatas dan
tidak sebanding dengan biaya operasional, dana pembangunan di daerah berdasarkan skala
prioritas, kewenangan dan strukturorganisasi yang ada tidak berhak mengelola dana sendiri
dan penyusunan tarif retribusi tidak didasari metode yang benar. Besaran retribusi sampah
adalah 1% dari penghasilan per rumah tangga (Syfaruddin, 2001), dengan demikian besaran
retribusi sampah bervariasi sesuai tingkat pendapatan, makin tinggi pendapatan suatu rumah
tangga maka makin besar retribusi yang harus mereka bayarkan karena makin tinggi tingkat
ekonomi seseorang makin besar sampah yang mereka hasilkan.
Aspek Hukum
Hukum dan peraturan didasarkan atas kenyataan bahwa Negara Indonesia adalah
negara hukum, yang artinya sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang berlaku.
Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan dasar hukum, seperti
dalam pembentukan organisasi, pemungutan retribusi, ketertiban masyarakat dan sebagainya
(Yones, 2007). Peraturan yang diperlukan dalam penyelengaraan sistem pengelolaan sampah
di perkotaan antara lain adalah mengatur tentang (Syfaruddin & Priyambada, 2001):
1. Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan persampahan.
2. Rencana induk pengelolaan sampah kota.
3. Bentuk lembaga dan organisasi pengelola.
4. Tata cara penyelengaraan pengelolaan.
5. Tarif jasa pelayanan atau retribusi.
6. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya kerjasama antar daerah atau
kerjasama dengan pihak swasta.
C. Truk Pemadat
Truk Pemadat sampah atau compactor truck merupakan alat pengangkut sampah yang
dilengkapi dengan alat penghancur sampah. Alat ini lebih memudahkan petugas kebersihan
karena volume sampah yang terangkut lebih banyak dan praktis perngoperasiannya, tetapi
harga dari truk pemadat ini lebih mahal dan Waktu pengumpulanny lebih lama bila untuk
sistem door to doorsehingga lebih Cocok untuk mengangkut sampah dari pewadahan
komunal (Damanhuri, 2010).
2. TPS Tipe 2
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan:
a. Ruang pemilahan (10 m2)
b. Pengomposan sampah organik (200 m2)
c. Gudang (50 m2)
d. Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
e. Luas lahan 60-200 m2
3. TPS Tipe 3
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan:
a. Ruang pemilahan (30 m2)
b. Pengomposan sampah organik (800 m2)
c. Gudang (100 m2)
d. Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
Tempat Pembuangan Akhir
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap
akhir dalam pengelolaannya, diawali dari sumber, pengumpulan, pemindahan atau
pengangkutan, serta pengolahan dan pembuangannya. TPA merupakan tempat sampah
diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan kerusakan atau dampak negatif terhadap
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan penyediaan fasilitas dan penanganan yang
benar agar pengelolaan sampah tersebut dapat terlaksanan dengan baik. Penentuan tempat
pemrosesan akhir (TPA) sampah harus mengikuti persyaratan dan ketentuanketentuan yang
telah ditetapkan pemerintah. Diharapkan dengan mengikuti kriteria-kriteria penentuan lokasi
TPA hendaknya dapat meminimalisir dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan di
sekitar lokasi TPA karena semuanya ditetapkan memperhatikan banyak aspek lingkungan,
kesehatan, dan kebersihan, seperti kondisi geologis, mata air, lokasi pemukiman, dan lokasi
lahan yang masih produktif. (Maulidah, Wirahayu, & Wiwoho, 2013).
Z=X.b
……………………………………………………………………………………………(2-1)
Sumber: Otto Soemarwoto, 2003
Keterangan:
Z = Volume sampah yang terkumpul (m³/hari)
X = Jumlah penduduk
b = Standar kuantitas timbulan sampah (1/orang/hari), berdasar tingkat ekonomi
dengan standar:
a. Ekonomi rendah b = 1,868 1/org/hari
b. Ekonomi sedang b = 1,803 1/org/hari
c. Ekonomi tinggi b = 1,873 1/org/hari
2.5.1. Timbulan Sampah
Timbulan Sampah adalah banyak sampah yang ditimbul dari masyarakat dalam satuan
volume maupun berat per kapita per hari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan (SNI
19-2454-2002). Cara penghitungan beban timbulan sampah adalah sebagai berikut:
Rumus 2.2 Beban Timbulan Sampah
Timbulan sampah adalah volume sampah atau berat sampah yang di hasilkan dari
jenis sumber sampah diwilayah tertentu persatuan waktu (Departemen PU, 2004).
Berdasarkan UU Nomor 18 tahun 2008 sumber sampah adalah asal timbulan sampah dan
penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan
timbulan sampah. Pengur angan sampah dapat dilakukan melalui kegiatan pembatasan
timbulan sampah. Menurut SNI 19-3964-1995 apabila pengamatan belum ada untuk
menghitung besaran sistem, angka timbulan sampah dapat digunakan sebagai berikut:
1. Satuan timbulan sampah kota sedang 2,75-3,25 L/orang/hari atau 0,070-0,080
kg/orang/hari.
2. Satuan Timbulan sampah kota kecil = 2,5-2,75 L/orang/hari atau 0,625-0,70
kg/orang/hari
Keterangan:
a. Kota sedang jumlah penduduknya 100.000 < p < 500.000
b. Kota kecil jumlah penduduknya < 100.000
Beberapa faktor yang menyebabkan di setiap wilayah memiliki rata-rata timbulan
sampah yang berbeda, antara lain (Damanhuri dan Padmi, 2004):
1. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya.
2. Tingkat hidup.
3. Perbedaan musim.
4. Cara hidup dan mobilitas penduduk.
5. Iklim.
6. Cara penanganan makanannya.
Timbulan sampah diperlukan sebagai data yang diperlukan dalam perencanaan,
perancangan, dan pengkajian sistem persampahan di suatu wilayah. Prakiraan timbulan
sampah bisa menjadi langkah awal dalam pengelolaan persampahan. Satuan timbulan sampah
biasanya dinyatakan sebagai satuan skala kuantitas perorang atau perunit bangunan dan
sebagainya.
Ritasi merupakan banyaknya gerakan bolak-balik dalam pengambilan sampah di
wilayah tertentu, yaitu gerakan pengambilan sampah menuju ke TPS dan kembali lagi ke
sumber sampah.