Anda di halaman 1dari 34

STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019

STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2.1 Pengertian Sampah


Sampah merupakan produk akhir dari aktivitas masyarakat. Sampah adalah sisa dari
produk atau sesuatu yang dihasilkan dari sisa-sisa penggunaan yang manfaatnya lebih kecil
daripada produk yang digunakan oleh penggunanya sehingga hasil dari sisa ini dibuang atau
tidak digunakan kembali (Widawati et al, 2014). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah adalah limbah yang bersifat
padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (SNI
19-2454-2002).

2.2.2 Jenis-Jenis Sampah


Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan
dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai
emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Sampah dalam jumlah besar dalam kehidupan
manusia, biasanya datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah),
misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan
menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan
jumlah konsumsi. Jenis-jenis sampah berdasarkan sumbernya, sampah dapat dikelompokkan
menjadi empat macam, yaitu sampah berdasarkan sumber, sampah berdasarkan sifat fisik dan
kimia, dan yang terakhir sampah berdasarkan bentuknya (Nugroho, 2013).
2.2.3 Jenis Sampah Berdasarkan Sumber
Sampah berdasarkan sumber terbagi menjadi berasal dari manusia, rumah tangga,
komersial, konsumsi, industri, alam, pertambangan, sarana kesehatan, dan pejalan kaki
(Akbar, 2015). Berikut adalah penjelasan mengenai jenis sampah berdasarkan sumbernya:

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-1
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

A. Sampah Rumah Tangga


Sampah rumah tangga adalah sampah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga.
Sampah rumah tangga dibagi menjadi sampah basah, sampah kering, dan sampah besar
(Dewantoro, 2009). Berikut adalah penjelasan mengenai sampah rumah tangga:
1. Sampah Basah
Sampah jenis ini dapat diurai (degradable) atau biasa dikatakan membusuk
(Dewantoro, 2009). Contohnya adalah sisa makanan, sayuran, potongan hewan, daun
kering. Sampah basah berupa sampah dari semua materi yang berasal dari makhluk
hidup.

Gambar 2.1 Sampah Basah


Sumber: missioni-africane.org
Gambar 2.1 menggambarkan sampah basah berupa sisa-sisa kulit makanan. Sampah
tersebut juga termasuk kedalam sampah organik,sehingga sampah basah tersebut
mudah untuk terurai.
2. Sampah Kering
Sampah kering merupakan sampah yang tidak dapat membusuk, karena tidak berasal
dari makhluk hidup (Dewantoro, 2009). Sampah ini biasanya terdiri dari logam seperti
besi tua, kaleng bekas. Sampah kering juga dapat berupa sampah nonlogam seperti
kayu, kertas, kaca, keramik, batu-batuan dan sisa kain.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-2
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Gambar 2.2 Sampah Kering


Sumber: missioni-africane.org
Gambar 2.2 menggambarkan sampah kering berupa botol minuman dan kaleng
minuman bekas. Sampah tersebut juga termasuk kedalam sampah anorganik karena
tidak mudah terurai. Sehingga penggunaan sampah tersebut perlu dibatasi.
C. Sampah Komersial
Sampah Komersial adalah sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti
pertokoan, pasar, rumah makan, penginapan, bengkel, kios (Damanhuri, 2010). Begitu pula
dengan institusi seperti tempat pendidikan, perkantoran, tempat ibadah dan lembaga-lembaga
non komersial lainnya.
D. Sampah Industri
Sampah industri adalah sampah yang berasal dari daerah industri yang terdiri dari
sampah umum dan limbah berbahaya cair atau padat (Nasir, 2016). Sampah Industri
biasanya dihasilkan oleh kegiatan industri yang dapat mencemari lingkungan.

Gambar 2.4 Limbah Industri


Sumber: Houstonsudbury.org
Gambar 2.4 merupakan sampah industri berupa limbah cair hasil industri yang
dibuang ke sungai. Sehingga limbah tersebut dapat mencemari sungai. Apabila sungai
tercemar, ekosistem di dalam sungai tersebut akan rusak.

E. Sampah dari Alam

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-3
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Sampah dari alam adalah sampah yang di produksi di alam melalui proses daur ulang
alami (Akbar, 2015). Sampah dari alam biasanya dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Sampah jenis ini mudah untuk terurai di dalam tanah dalam jangka waktu tertentu.

Gambar 2.5 Sampah dari Alam


Sumber: disperindag.banglikab.go.id
Gambar 2.5 menggambarkan daun-daun kering di yang ada hutan. Daun-daun
tersebut dapat terurai menjadi tanah dengan mudah. Daun-daun kering dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk kompos.
F. Sampah dari Pejalan Kaki
Sampah pejalan kaki merupakan sampah yang berasal dari pejalan kaki yang lewat,
sampah dari pejalan kaki biasanya ditemukan di pinggiran trotoar maupun jalan (Chandra,
2014). Hal ini tentu saja menyebabkan lingkungan menjadi tidak sehat lagi. Sampah ini
berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari: kertas-kertas, kardus-kardus,
debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan,
plastik, dan sebagainya (Notoatmojo, 2007)).

Gambar 2.6 Sampah Pejalan Kaki


Sumber: dlh.bulelengkab.go.id

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-4
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Gambar 2.6 menggambarkan contoh dari sampah pejalan kaki. Sampah tersebut
didapatkan dari hasil pembersihan jalan. Sampah tersebut berupa kertas pembungkus, daun-
daun kering, dan lain-lain.
G. Sampah Sarana Kesehatan
Sampah dan limbah rumah sakit/Puskesmas adalah semua yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya (Nekanur Nazila, 2017). Mengingat
dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi alat
dan sarana, keuangan, dan tata laksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan
memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
(Alamsyah, 2007). Adanya berbagai sarana pelayanan kesehatan tersebut, maka
menghasilkan limbah baik cair maupun padat. Limbah padat yang ada dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu, limbah medis dan limbah non-medis (Kepmenkes RI
No.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu sebagai berikut:
1. Limbah non medis, yaitu limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, serta taman dari halaman yang
dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi 13
2. Limbah medis padat, yaitu limbah padat yang terdiri atas limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah container
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Berdasarkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, limbah medis telah
digolongkan sebagai berikut (Djohan & Halim, 2013):
1. Limbah benda tajam, yaitu materi yang dapat menyebabkan luka iris atau luka
tusuk, antara lain jarum, jarum suntik, skapel, peralatan infus, dan pecahan kaca
2. Limbah infeksius, yaitu limbah yang terkontaminasi organisme patogen (bakteri,
virus, parasit dan jamur) yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada
manusia rentan
3. Limbah patologis, yang meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh.
Biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau autopsi. Jaringan tubuh yang
tampak nyata seperti anggota badan dan plasenta yang tidak memerlukan

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-5
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

pengesahan penguburan hendaknya dikemas secara khusus dan diberikan label


serta diproses pada incinerator dibawah pengawasan petugas berwenang.
4. Limbah sitotoksik, yaitu limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. Limbah ini harus
dibakar dalam insenerator dengan suhu diatas 1000oC.
5. Limbah farmasi, yaitu terdiri dari obat-obatan, vaksin, dan serum kedaluwarsa,
tidak digunakan, tumpah, dan terkontaminasi, obat yang terbuang karena karena
batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, sarung
tangan, masker, selang penghubung, obat yang tidak diperlukan lagi atau limbah
dari proses produksi obat yang harus dibuang dengan tepat.
6. Limbah kimia, adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi dan riset.
7. Limbah yang mengandung logam berat, termasuk dalam subkategori limbah kimia
berbahaya dan biasanya sangat toksik. Contohnya limbah merkuri yang berasal dari
bocoran peralatan kedokteran yang rusak (misalnya termometer dan alat pengukur
tekanan darah), pembatasan radiasi sinar x dan dibagian diasnogtik.
8. Limbah kemasan bertekanan, berbagai jenis gas digunakan dalam kegiatan instalasi
kesehatan dan kerap dikemas dalam tabung, cartridge, dan kaleng aerosol.
9. Limbah Radioaktif, limbah radioaktif tidak dapat dibuang secara sembarangan.
Limbah radioaktif yang telah dikumpulkan dalam kurun waktu tertentuharus
mengirimkan limbah radioaktif yang dihasilkannya sesuai dengan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 18 thun 1999, bahwa Badan Tenaga Atom Nasional
(BATAN) adalah instansi pengelolah limbah radioaktif.
Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan limbah dianggap baik jika
limbah yang diolah tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang
harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan
tidak menimbulkan kebakaran.persyaratan tersebut dapat dipenuhi dengan melakukan
pengolahan limbah dengan baik dan benar dari awal limbah tersebut dihasilkan sampai
dengan limbah tersebut dimusnahkan (pengolahan akhir) (Djohan & Halim, 2013). Berkaitan

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-6
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

dengan pengelolaannya, limbah medis dikelompokkan menjadi lima (Adisasmito, 2009),


yaitu:
1. Golongan A
Limbah yang termasuk dalam golongan A, terdiri dari: dressing bedah, swab, dan
semua bahan yang tercampur dengan bahan tersebut, bahan linen dari kasus penyakit
infeksi, serta seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai atau
jaringan hewan dari laboratorium dan hal lain yang berkaitan dengan swab dan
dressing.
2. Golongan B
Limbah yang termasuk dalam golongan B, terdiri dari: syringe bekas, jarum,
cartridge, pecahan gelas, dan benda tajam lainnya.
3. Golongan C
Limbah yang termasuk dalam golongan C, terdiri dari: limbah dari ruang laboratorium
dan post-partum kecuali yang termasuk dalam golongan A.
4. Golongan D
Limbah yang termasuk dalam golongan D, terdiri dari: limbah bahan kimia dan bahan
farmasi tertentu.
5. Golongan E
Limbah yang termasuk dalam golongan E, terdiri dari: pelapis bed-pan disposable,
urinoir, incontinence-pad, dan stomage bags.
Pengumpulan limbah ini berdasarkan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari
sumber yang terdiri atas limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah
container bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Berikut
persyaratan tempat pengumpulan limbah medis padat menurut Djohan & Halim (2013), yaitu:
1. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai
permukaan yang halus pada bagian dalamnya.
2. Di setiap penghasil limbah, harus tersedia tempat pengumpulan limbah yang terpisah
limbah medis dengan limbah non medis.
3. Kantong plastik diangkut setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian tempat
limbah telah terisi.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-7
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

4. Untuk benda-benda tajam hendaknya di tampung pada tempat khusus (safety box)
seperti botol atau karton yang aman.
5. Tempat pewadahan limbah medis infeksius dan sititoksis yang tidak langsung kontak
dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila akan
dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah dipakai dan
kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh dipergunakan lagi.
Limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan
kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak
sampai membusuk. Incinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu
13000C-1500ºC atau lebih tinggi.
Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain
kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan
produk farmasi yang tidak terpakai (Arifin, 2009). Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia,
limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Menurut Sarwanta (2009), langkah-
langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut:
1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
3. Tambahkan lapisan kapur. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa
ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
4. Akhirnya lubang tersebut harus ditututup dengan tanah.
Kebijakan pembuangan sampah lokal hendaknya tercantum berbagai prosedur yang
digunakan bila terjadi tumpahan sampah medis. Peringatan hendaknya disertakan terutama
pada sampah yang dapat membahayakan petugas atau orang-orang yang berkaitan dengan
pengankutan/pembuangan sampah atau pembersihan sampah atau kepada masyarakat umum.
Prosedur tersebut hendaknya dikonsultasikan dengan unit-unit yang berkaitan seperti unit
pemadam kebakaran, kesehatan, polisi, otorita air dan sampah serta Dinas Kesehatan. Teknik
pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah (Djohan &
Halim, 2013):
1. Insinerasi
2. Sterilisasi dengan uap panas/autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121ºC

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-8
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

3. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde).
4. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan).
5. Inaktivasi suhu tinggi.
6. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi).
7. Microwave treatment.
8. Grinding and shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah).
9. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

2.2.4 Berdasarkan Sifat Fisik dan Kimia


Salah satu pengelompokan jenis-jenis sampah adalah berdasarkan sifat fisik dan
kimianya. Sifat dan fisik kimia suatu sampah dikelompokan guna mewadahkan dalam
pemilahan sampah. Jenis-jenis sampah berdasarkan sifat fisik dan kimianya dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam (Nugroho, 2013), yaitu:
A. Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun dari makhluk
hidup yang telah mati, seperti pada Gambar 2.7, baik itu tumbuhan maupun hewan yang
diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan, atau kegiatan makhluk
hidup Sampah ini sangat mudah diuraikan dengan proses alami, seperti penguraian sampah
oleh mikroba (Nugroho, 2013). Biasanya sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organik.

Gambar 2.7 Sampah Organik


Sumber: Charman, 2012
B. Sampah Anorganik
Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri (Nugroho, 2013). Banyak dari
sampah anorganik merupakan bahan yang tak dapat ditemukan di alam, seperti plastik yang

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-9
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

terdapat pada Gambar 2.8. Bahan tersebut merupakan hasil dari bahan alam yang telah
diolah dalam industri. Sebagian zat organik seperti aluminium dan plastik tersebut tidak dapat
diuraikan oleh alam, sebagian lainnya masih dapat diuraikan oleh alam, namun membutuhkan
waktu yang sangat lama.

Gambar 2.8 Sampah Anorganik


Sumber: Hutchinson, 2007
C. Sampah Khusus (B3)
Sampah khusus adalah sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam
pengelolaannya (Nugroho, 2013). Hal ini disebabkan karena limbah dari sampah khusus
dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan yang telah dicemarinya. Misalnya sampah dari
limbah pabrik kimia, limbah rumah sakit yang mungkin memiliki zat berbahaya bagi alam.
2.2.5 Sampah Berdasarkan Bentuknya
Beberapa dari pengelompokan jenis-jenis sampah adalah berdasarkan bentuknya.
Pengelompokan jenis sampah dilakukan guna memadahkan dalam pemilahan sampah. Jenis-
jenis sampah berdasarkan bentuknya, sampah dapat dikelompokkan menjadi dua macam
(Nugroho, 2013), yaitu:
A. Sampah Padat
Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah
cair. Dapat berupa sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut
bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik.
Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), yaitu (Nugroho, 2013):

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-10
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Gambar 2.9 Sampah padat


Sumber: lelangdjkn.kemenkeu.go.id
Gambar 2.9 merupakan jenis sampah padat. Sampah ini diantaranya plastik bekas,
pecahan gelas, kaleng bekas, sampah dapur, dan lain-lain. Selain itu, sampah padat juga dapat
berupa kayu-kayu bekas maupun logam bekas.
1. Biodegradable, Yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna. Sampah jenis ini
diuraikan oleh proses biologi baik aerob (menggunakan udara/terbuka) atau anaerob
(tidak menggunakan udara/tertutup) (Nugroho, 2013). Contoh dari sampah jenis ini
adalah sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah perkebunan, dan sampah pertanian
seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Sampah Perkebunan


Sumber: cybex.pertanian.go.id
2. Non-biodegradable, yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi
(Nugroho, 2013), yang dapat dibagi lagi menjadi:
a. Recyclable yaitu sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena
memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
b. Non-recyclable yaitu sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat
diolah atau diubah kembali seperti tetra packs (kemasan pengganti kaleng), carbon
paper, thermo coal dan lain-lain.
2.2.6 Sampah berdasarkan Mudah Terbakar atau tidak
Sampah dapat digolongkan jenisnya berdasarkan mudah terbakar atau tidaknya.
Berikut adalah penjelesan dari jenis sampah berdasarkan mudah terbakar atau tidaknya
(Notoatmodjo, 2003).
A. Sampah yang mudah terbakar

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-11
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Sampah yang mudah terbaklar adalah apabila sampah dengan cepat terbakar oleh api.
Sampah yang mudah terbakar, misalnya: kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas dan
sebagainya.
B. Sampah yang tidak mudah terbakar
Sampah yang tidak mudah terbkar adalah apabila sampah membutuhkan waktu yang
lama untuk terbakar. Sampah yang tidak dapat terbakar misalnya: kaleng-kaleng
bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya. (Chandra, 2007).

2.2.7 Sistem Pengelolaan Sampah


Sistem pengelolaan sampah adalah kegiatan yang menyeluruh, sistematis dan
berkesinambungan yang di dalamnya terdapat penanganan dan pengurangan sampah.Sistem
pengelolaan sampah merupakan rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan sampah pada
wadah di sumber hingga ke pembuangan akhir sampah (UU RI No.18 tahun 2008). Kelima
aspek tersebut antara lain adalah: aspek teknis operasional, aspek organisasi/kelembagaan,
aspek pembiayaan, aspek hukum dan aspek peran serta masyarakat (Dept. Pekerjaan Umum,
SNI 19-2454-2002). Berikut adalah penjelasan mengenai kelima aspek dari sistem
pengelolaan sampah:
Aspek Teknis atau Operasional
Teknik operasional merupakan komponen yang paling dekat dengan obyek
pengelolaan sampah terpadu. Sistem pengelolaan sampah terdiri dari beberapa kegiatan
dengan urutan pewadahan, pemilahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan,
pengolahan, dan pemrosesan akhir (SNI 19-2454-2002).

Gambar 2.11 Sistem Pengelolaan Sampah


Sumber: SNI 19-2454-2002
A. Pewadahan
Pewadahan adalah kegiatan menampung sampah sementara dalam suatu wadah
individual atau komunal di tempat sumber sampah. Pewadahan sampah mempunyai tujuan,

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-12
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

yaitu untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan yang dapat mencemari
lingkungan dan untuk memudahkan petugas dalam mengumpulkan sampah sehingga kegiatan
pengumpulan sampah dapat berjalan dengan lebih efektif. Pewadahan sampah dibagi
berdasarkan pola yang berupa individu dan komunal, selain itu pewadahan juga dibagi
berdasarkan letak dan kebutuhannya berupa permanen, semi-permanen, dan non-permanen.
Kriteria lokasi dan penempatan wadah berdasarkan kelompoknya memiliki beberapa
ketentuan, antara lain:
1. Wadah individual ditempatkan
a. Di halaman muka
b. Di halaman belakang untuk sumber sampah dari aktivitas perdagangan seperti
toko, hotel, atau restoran;
2. Wadah Komunal ditempatkan;
a. Sedekat mungkin dengan sumber sampah
b. Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lain,
c. Di luar jalur lalu lintas, lokasi yang mudah pengoperasiannya
Kegiatan pewadahan sampah juga memiliki persyaratan bahan yang menyusun wadah
agar dapat membuat kegiatan pewadahan berlangsung dengan lancar. Beberapa persyaratan
bahan wadah pada pewadahan adalah:

Tabel 2.1 Persyaratan untuk Bahan dengan Pola Individual dan Komunal
Karakteristik Pola
No. Komunal Individual
Pewadahan
Bentuk/jenis Kertas, silinder, tong, semua Kotak, silinder,
1. tertutup dan kantong plastic container,
tong, semua tertutup
Sifat Ringan, mudah dipindahkan dan mudah Ringan, mudah
2. dikosongkan dipindahkan
dan mudah dikosongkan
Bahan Logam, plastik, fiberglass, Logam, plastik,
3. kayu, bambu, rotan, kertas fiberglass,
kayu, bambu, rotan
Volume Permukiman dan toko kecil Pinggir jalan dan taman
4.
>10-40 liter >30-40 liter
5. Pengadaan Pribadi, instansi, pengelola Instansi, pengelola

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-13
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Sumber: SNI 19-2454-2002


Berdasarkan letak dan kebutuhan dalam sistem penanganan sampah, maka pewadahan
sampah dapat dibagi menjadi beberapa tingkat (Damanhuri, 2008), yaitu:
1. Non-Permanen
Pewadahan sampah non-permanen merupakan pewadahan sampah yang sifatnya
mudah untuk dibawa kemana saja, seperti contohnya trash bag. Pewadahan sampah
non-permanen biasanya digunakankan di tempat-tempah yang memiliki banyak
sampah atau di tempat yang tidak terlalu banyak memiliki ruang seperti di dapur,
ruang kerja, dan sebagainya (Damanhuri, 2008).

Gambar 2.11Trash bag


Sumber: navigatemhealth.org
Gambar 2.11 adalah contoh pewadahan non-permanen. Pewadahan ini sangat mudah
dibawa-bawa karena elastis dan ringan, tetapi pewadahan jenis ini mudah rusak
karena terbuat dari bahan yang mudah rusak atau sobek.
2. Semi-Permanen
Wadah ini biasanya sebagai pengumpul sementara, yaitu pada saat sebelum
pengumpulan sampah yang dilakukan petugas. Biasanya sampah yang ditaruh
kedalam pewadahan sampah non-permanen dimasukkan kedalam pewadahan Semi-
permanen (Damanhuri, 2008).

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-14
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Gambar 2.12 Tempat Sampah Semi Permanen


Sumber: oceanpines.org
Gambar 2.12 adalah pewadahan semi-permanen. Pewadahan semi-permanen dapat
memiliki beberapa kelebihan, yaitu mudah untuk diangkat sehingga dapat
memudahkan petugas pengumpul dalam mengumpulkan sampah. Pewadahan ini
biasanya ditemukan di depan rumah maupun di tempat-tempat publik.
3. Permanen
Biasanya pewadaha jenis ini dibuat untuk mewadahi sampah-sampah berbahaya,
karenapewadahan permanen memenuhi syarat kuat dan tahan terhadap korosi, kedap
air, tidak mengeluarkan bau, dan tidak dapat dimasuki serangga dan binatang,
(Damanhuri, 2008).

Gambar 2.13Pewadahan Permanen


Sumber: Junisah, 2011
Gambar 2.13 menggambarkan pewadahan sampah permanen. Pewadahan sampah
permanen tersebut merupakan tempat sampah yang tidak dapat dipindahkan, tidak
seperti pewadahan sampah semi-permanen maupun pewadahan sampah non-
permanen.Pewadahan permanen biasanya terdapat di luar rumah ataupun bangunan.
B. Pemilahan
Pemilahan adalah proses pemisahan sampah berdasarkan jenis sampah yang
dilakukansejak dari sumber sampai dengan pembuangan akhir (SNI 19-2454-2002).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga menyatakan bahwa pemilahan sampah dilakukan
berdasarkan paling sedikit lima jenis sampah yaitu:

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-15
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

1. Sampah B3, sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah
bahan berbahaya dan beracun, seperti kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan
obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik dan peralatan elektronik rumah
tangga.
2. Sampah organik, yaitu sampah yang mudah terurai, seperti sampah yang berasal dari
tumbuhan, hewan, dan/atau bagiannya yang dapat terurai oleh makhluk hidup lainnya
dan/atau mikroorganisme, seperti sampah makanan dan serasah.
3. Sampah anorganik adalah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui
proses pengolahan, seperti kertas kardus, botol minuman, kaleng.
4. Sampah Basah adalah sampah yang mudah terurai oleh mikroorganisme. Sampah
basah bersifat degradable, yaitu seperti sisa-sisa makanan, buah-buahan, sayuran, dan
lain- lain.
5. Sampah Kering adalah sampah yang sulit terurai oleh mikroorganisme. Sampah ini
bersifat undegradable.
C. Pengumpulan
Pengumpulan merupakan kegiatan mengumpulkan sampah dari sumber yang
dilakukan oleh petugas untuk kemudian dibawa ke Tempat Penampungan Sementara (TPS)
ataupun langsung ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) (SNI 19-2454-2002). Kegiatan
pengumpulan sampah dalam pembuangan sampah akhir dilakukan oleh pengelola kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas
sosial dan fasilitas lainnya serta pemerintah kabupaten/kota.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-16
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Gambar 2.14 Pola Pengumpulan Sampah


Sumber: SNI 19-2454-2002
Pada Gambar 2.14 dapat diketahui bahwa terdapat beberapa pola yang dapat
digunakan dalam pengumpulan sampah, yaitu pola individual langsung, pola individual tidak
langsung, pola komunal langsung, pola komunal tidak langsung, pola penyapuan jalan.
1. Pola individual langsung
Pengumpulan sampah dengan metode individual langsung yaitu, dilakukan oleh
petugas kebersihan dengan jalan mendatangi tiap-tiap sumber (door to door) dan
langsung diangkut untuk dibuang di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).Metode
individual langsung biasanya melayani sumber sampah yang berada di sekitar jalan
arteri primer dan kolektor primer.Adapun peralatan yang dipergunakan adalah mobil
dump truck bak sampah. Dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Kondisi topografi bergelombang (> 15-40%), hanya alat pengumpul mesin yang
dapat beroperasi.
b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya.
c. Kondisi dan jumlah alat memadai.
d. Jumlah timbunan sampah >0,3 m2/hari.
e. Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol.
2. Pola individual tidak langsung

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-17
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Pengumpulan sampah dengan metode individual tidak langsung merupakan metode


pengumpulan sampah yang dilakukan warga atau petugas kebersihan yang
mendatangi tiap-tiap sumber sampah (door to door) dan diangkut ke tempat
penampung sementara atau transfer depo (stasiun pemindahan) sebelum dibuang ke
tempat pemrosesan akhir (TPA). Metode ini melayani sumber sampah yang berada
disetiap jalan arteri sekunder. Adapun peralatan yang dipergunakan berupa mobil
dump truck bak sampah dan mobil arm roll 8 M sampai dengan 10 M. Dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif.
b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
c. Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%) dapat menggunakan alat
pengumpul non mesin (gerobak dan becak).
d. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung.
e. Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai
jalan lainnya.
f. Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
3. Pola komunal langsung
Pengumpulan sampah dengan metode komunal langsung merupakan metode
pengumpulan sampah yang dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil sampah
langsung ke tempat pembuangan sementara (TPS) yang telah disediakan sebelumnya
atau langsung ke truk-truk sampah yang mendatangi titik pengumpulan kemudian
dibuang ke tempat pemrosesan akhir (TPA). Adapun peralatan yang dipergunakan
berupa mobil armroll dan truk sampah. Dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Bila alat angkut terbatas.
b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah.
c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi
daerah berbukit, gang /jalan sempit).Peran serta masyarakat tinggi.
d. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah
dijangkau oleh alat pengangkut (truk).
4. Pola Komunal Tidak Langsung

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-18
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing titik pewadahan komunal ke


lokasi pemindahan untuk diangkut selanjutnya ke tempat pemrosesan akhir. Dengan
persyaratan berikut:
a. Peran serta masyarakat tinggi.
b. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah
dijangkau alat pengumpul.
c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
d. Bagai kondisi topografi relatif datar (rata-rata <5%), dapat menggunakan alat.
Pengumpul non mesin (gerobak, becak) bagi kondisi topografi > 5% dapat
menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan karung.
e. Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan
lainnya.
f. Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
5. Pola Penyapuan Jalan
Kegiatan pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan. Dengan persyaratan sebagai
berikut:
a. Juru sapu harus mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan
(diperkeras, tanah, lapangan rumput dll.).
b. Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi
dan nilai daerah yang dilayani.
c. Pengumpulan, sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi pemindahan
untuk kemudian diangkut ke TPA.
d. Pengendalian personel dan peralatan harus baik.
Lalu dalam pengangkutan sampah, terdapat juga ritasi sampah. Ritasi sampah adalah
pengangkutan bolak-balik sub-sistem persampahan yang bersasaran membawa sampah dari
lokasi pemindahan (sumber sampah) secara langsung menuju TPS ataupun langsung menuju
ke TPA (Awaludin, 2013).
D. Pemindahan
Pemindahan merupakan kegiatan memindahkan sampah yang sudah dikumpulkan
oleh petugas untuk kemudian didindahkan ke TPS atau TPA (SNI 19-2454-2002). Lokasi

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-19
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

pemindahan sampah hendaknya memudahkan bagi sarana pengumpul dan pengangkut


sampah untuk masuk dan keluar dari lokasi pemindahan, dan tidak jauh dari sumber sampah.
Lokasi pemindahan sampah memiliki beberapa syarat yang perlu diperhatikan (SNI 19-2454-
2002), yaitu:
1. Harus mudah keluar masuk bagi sarana pengumpul dan pengangkut sampah
2. Tidak jauh dari sumber sampah;
3. Berdasarkan tipe, lokasi pemindahan terdiri dari:
a. Terpusat (transfer depo tipe I)
b. Tersebar ( transfer depo tipe II atau III )
4. Jarak antara transfer depo untuk tipe I dan II adalah (1,0-1,5 ) km.
E. Pengangkutan
Pengangkutan sampah merupakan kegiatan mengangkut sampah yang berada di TPS
untuk dibawa ke TPA.

Gambar 2.15 Pola Pengangkutan Sampah Sistem Individual Langsung


Sumber: SNI 19-2454-2002
Berdasarkan Gambar 2.15, pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan
individual langsung (door to door) memiliki penjelasan sebagai berikut (SNI 19-2454-2002):
1. Truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sampah pertama untuk
mengambil sampah;
2. Selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah berikutnya sampai
truk penuh sesuai dengan kapasitasnya;
3. Selanjutnya diangkut ke TPA sampah ;
4. Setelah pengosongan di TPA, truk menuju ke lokasi sumber sampah berikutnya,
sampai terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-20
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Gambar 2.16 Pola Pengangkutan Sistem Transfer Depo Tipe I dan II


Sumber: anzdoc.com
Pengumpulan sampah melalui sistem pemindahan di transfer depo tipe I dan II , pola
pengangkutan dapat dilihat pada Gambar 2.16, dan dilakukan dengan cara sebagai berikut
(SNI 19-2454-2002):
1. Kendaraan pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju lokasi pemindahan
di transfer depo untuk mengangkut sampah ke TPA;
2. Dari TPA kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada rit
berikutnya;
F. Pengolahan
Pengolahan sampah dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam (resources
recovery). Pengolahan merupakan kegiatan untuk mengurangi timbulan sampah sehingga
sampah yang menuju ke TPA dapat dikurangi jumlahnya (SNI 19-2454-2002). Berikut
merupakan beberapa contoh pengolahan sampah:
1. Pengomposan
a. Berdasarkan kapasitas ( individual, komunal, skala lingkungan) ;
b. Berdasarkan proses (alami, biologis dengan cacing, biologis dengan mikro
organisme, tambahan).
2. Insinerasi yang berwawasan lingkungan
Pada proses insinerasi, bahan bakar sampah harus diperhatikan dari segi kuantitas
maupun kualitas. Tidak semua sampah dapat menjadi bahan bakar pada proses
insinerasi. Ada beberapa syarat yang diperlukan pada sampah sebagai bahan bakar
insinerasi agar proses pembakaran berjalan dengan baik. Syarat-syarat tersbut adalah
(GIZ, 2015):

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-21
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

a. Bahan bakar sampah minimal harus memiliki nalai kalori sebesar 7 MJ/ kg. Jika
nilai kalori dari sampah kurang dari nilai kalori yang disyaratkan, maka
diperlukan bahan bakar tambahan agar nilai kalori meningkat dan proses
insinerasi bisa berlanjut.
b. Pasokan yang stabil untuk proses insinerasi sampah adalah minimal 50.000 ton/
tahun.
3. Daur ulang
a. Sampah anorganik disesuaikan dengan jenis sampah
b. Menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan ternak;
4. Pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan;
5. Biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah).
G. Pemrosesan Akhir
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap
terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.TPA merupakan tempat dimana sampah
diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
sekitarnya.Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar
keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Lokasi pemrosesan akhir tidak hanya ada
proses penimbunan sampah tetapi juga wajib terdapat empat aktivitas utama penanganan
sampah di lokasi TPA, yaitu (Litbang PU, 2009):
1. Pemilahan sampah, yaitu dengan memisahkan menjadi kelompok sampah tertentu.
2. Daur-ulang sampah non-hayati (anorganik)
3. Pengomposan sampah hayati (organik)
4. Pengurugan/penimbunan sampah residu dari proses di atas di lokasi pengurugan
ataupenimbunan (landfill), yang terbagi menjadi (SNI 19-2454-2002)
a. Controlled landfill (penimbunan terkendali)
b. Sanitary landfill (lahan urug saniter)
Aspek Kelembagaan
Organisasi dan manajemen mempunyai peran pokok dalam menggerakkan,
mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup bentuk

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-22
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

institusi, pola organisasi personalia serta manajemen. Institusi dalam sistem pengelolaan
sampah memegang peranan yang sangat penting meliputi: struktur organisasi, fungsi,
tanggung jawab dan wewenang serta koordinasi baik vertikal maupun horizontal dari badan
pengelola (Widyatmoko, 2008). Jumlah personil pengelola persampahan harus cukup
memadai sesuai dengan lingkup tugasnya. Untuk sistem pengumpulan jumlah personil
minimal 1 orang per 1.000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, sistem
pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1.000 penduduk (SNI 19-2454-2002).
Kelembagaan yang diharapkan dalam pengelolaan sampah adalah kelembagaan yang
sesuai dengan amanat PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, PP
41/2007 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 61
Tahun 2009 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (Affandy,
2015). Salah satu contoh kelembagaan sampah adalah bank sampah yang merupakan suatu
unit kerja yang melakukan pengelolaan sampah dimana kegiatannya meliputi pemilahan
sampah dari sumbernya yang kemudian dikumpulkan pada suatu tempat kemudian dijual ke
pihak ketiga (Astuti, N.A, 2013).

Gambar 2.17 Bank Sampah Malang


Sumber: banksampahmalang.com

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-23
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Aspek Pembiayaan
Aspek pembiayaan memperhatikan peningkatan kapasitas pembiayaan untuk
menjamin pelayanan dengan pemulihan biaya secara bertahap supaya sistem dan institusi,
serta masyarakat dan dunia usaha punya kapasitas cukup untuk memastikan keberlanjutan
dan kualitas lingkungan untuk warga (SNI 3242-2008).Pembiayaan merupakan sumber daya
penggerak agar pada roda sistem pengelolaan persampahan dikota tersebut dapat bergerak
dengan lancar.Sistem pengelolaan persampahan di Indonesia lebih diarahkan pada
pembiayaan sendiri termasuk membentuk perusahaan daerah. Masalah umum yang sering
dijumpai dalam sub sistem pembiayaan adalah retribusi yang terkumpul sangat terbatas dan
tidak sebanding dengan biaya operasional, dana pembangunan di daerah berdasarkan skala
prioritas, kewenangan dan strukturorganisasi yang ada tidak berhak mengelola dana sendiri
dan penyusunan tarif retribusi tidak didasari metode yang benar. Besaran retribusi sampah
adalah 1% dari penghasilan per rumah tangga (Syfaruddin, 2001), dengan demikian besaran
retribusi sampah bervariasi sesuai tingkat pendapatan, makin tinggi pendapatan suatu rumah
tangga maka makin besar retribusi yang harus mereka bayarkan karena makin tinggi tingkat
ekonomi seseorang makin besar sampah yang mereka hasilkan.
Aspek Hukum
Hukum dan peraturan didasarkan atas kenyataan bahwa Negara Indonesia adalah
negara hukum, yang artinya sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang berlaku.
Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan dasar hukum, seperti
dalam pembentukan organisasi, pemungutan retribusi, ketertiban masyarakat dan sebagainya
(Yones, 2007). Peraturan yang diperlukan dalam penyelengaraan sistem pengelolaan sampah
di perkotaan antara lain adalah mengatur tentang (Syfaruddin & Priyambada, 2001):
1. Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan persampahan.
2. Rencana induk pengelolaan sampah kota.
3. Bentuk lembaga dan organisasi pengelola.
4. Tata cara penyelengaraan pengelolaan.
5. Tarif jasa pelayanan atau retribusi.
6. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya kerjasama antar daerah atau
kerjasama dengan pihak swasta.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-24
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Aspek Peran Masyarakat


Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program pengelolaan persampahan yang
direncanakan akan sia-sia. Salah satu pendekatan pada masyarakat untuk dapat membantu
program pemerintah dalam kebersihan adalah membiasakan masyarakat pada tingkah laku
yang sesuai dengan program persampahan yaitu merubah persepsi masyarakat terhadap
pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata, merubah kebiasaan masyarakat dalam
pengelolaan sampah yang kurang baik dan faktor-faktor sosial, struktur dan budaya setempat
(Yones, 2007).

2.2.8 Sarana dan Prasarana Sampah


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2003
menyebutkan bahwa sarana persampahan adalah peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan
penanganan sampah. Sedangkan prasarana sampah merupakan fasilitas dasar yang dapat
menunjang terlaksananya kegiatan penanganan sampah. Penyelenggaraan prasarana dan
sarana persampahan dalam penanganan sampah, yang selanjutnya disebut penyelenggaraan
PSP, adalah kegiatan merencanakan, membangun, mengoperasikan dan memelihara, serta
memantau dan mengevaluasi penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga. Ketersediaan sarana dan prasarana dalam rangka pengelolaan kebersihan dan
persampahan merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki. Mengingat pengelolaan kebersihan
dan persampahan merupakan suatu proses manajemen yang harus direncanakan, dilaksanakan
dan dikontrol dengan baik. (Rizal, 2011).
Alat Pengumpul Sampah
Alat pengumpul sampah merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan
sampah dari sumber menuju ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ataupun langsung
menuju ke Tempat Pemrosesan akhir sampah (TPA). Alat pengumpul sampah menurut SNI
3242-2008 dapat berupa:
A. Motor Bak Terbuka Bersekat
Pengumpulan dari sumber sampah dilakukan dengan motor bak terbuka bersekat
adalah sebagai berikut (SNI 3242-2008):
1. Kumpulkan sampah dari sumbernya minimal 2(dua) hari sekali.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-25
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

2. Masukan sampah organik dan anorganik ke masing-masing bak di dalam alat


pengumpul.
3. Pindahkan sampah sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS Terpadu.
B. Gerobak Bak Terbuka Tanpa Sekat
Pengumpulan dari sumber sampah dilakukan dengan Gerobak Bak Terbuka Tanpa
Sekat adalah sebagai berikut (SNI 3242-2008):
1. Kumpulkan sampah organik dari sumbernya minimal 2(dua) hari sekali dan angkut ke
TPS atau TPS Terpadu.
2. Kumpulkan sampah anorganik sesuai jadwal yang telah ditetapkan dapat dilakukan
lebih dari 3 hari sekali oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak swasta.
Alat Pengangkutan Sampah
Alat Pengangkutan sampah ini ditujukan untuk mengangkut sampah dari sumber lalu
menjuju ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) hingga pada akhirnya pada Tempat
Pembuangan Akhir. Persyaratan alat pengangkut sampah menurut SNI 19-2454-2002, antara
lain adalah:
1. Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah, minimal dengan
jaring.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 m3.
3. Sebaiknya ada alat ungkit.
4. Kapasitas disesuaikan dengan kondisi/kelas jalan yang akan dilalui.
5. Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi pengaman air sampah
Berbagai macam alat yang tersedia disesuaikan dengan kondisi banyaknya volume
sampah dan lebar jalan. Berikut merupakan jenis-jenis alat Pengangkutan Sampah menurut
SNI 19-2454-2002 :
A. Truk Sampah
Truk sampah merupakan kendaraan pengangkut sampah yang digunakan untuk
mengangkut sampah dari transfer depo. Biasanya pemindahan sampah ke sarana
pengangkutan dump truck dilakukan secara manual.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-26
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Gambar 2.18 Truk Sampah


Sumber:
B. Arm Roll Truck
Arm roll truck adalah truk yang dilengkapi dengan lengan tarik hidrolik untuk
mengangkat kontainer. Kontainer yang dibawa oleh arm roll truck biasanya bervolume 6 m3
dan kontainer 8 m3. Arm roll truck relatif efektif dan efisien untuk mengangkut kontainer
sampah karena waktu memuat dan membongkar sampah lebih singkat dibandingkan dengan
alat pengangkut sampah yang lainnya sehingga harganya pun jauh lebih mahal (Damanhuri,
2010).

Gambar 2.19 Arm Roll Truck


Sumber: Johann, 2008

C. Truk Pemadat
Truk Pemadat sampah atau compactor truck merupakan alat pengangkut sampah yang
dilengkapi dengan alat penghancur sampah. Alat ini lebih memudahkan petugas kebersihan
karena volume sampah yang terangkut lebih banyak dan praktis perngoperasiannya, tetapi

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-27
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

harga dari truk pemadat ini lebih mahal dan Waktu pengumpulanny lebih lama bila untuk
sistem door to doorsehingga lebih Cocok untuk mengangkut sampah dari pewadahan
komunal (Damanhuri, 2010).

Gambar 2.20 Truk Pemadat


Sumber: Eric, 2014
D. Mobil Penyapu Jalan
Mobil penyapu jalan merupakan alat pengangkut sampah yang dilengkapi dengan alat
penghisap sampah. Pengoperasian alat ini lebih cepat, estetis, dan lebih higienis, tetapi harga
dan perawatan dari mobil penyapu jalan lebih mahal. Alat pengangkut jenis ini masih belum
memungkinkan untuk kondisi jalan di Indonesia pada umumnya (Damanhuri, 2010).

Gambar 2.20Mobil Penyapu Jalan


Sumber: Hudson, 2013

E. Truk dengan Crane


Truk ini dilengkapi dengan alat derek yang dapat digunakan untuk mengangkut
sampah. Pengangkut sampah jenis ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu tidak memerlukan
banyak tenaga untuk menaikkan sampah ke truk dan cocok untuk mengangkut sampah yang
besar, tetapi alat ini sulit untuk digunakan di daerah sempit (Damanhuri, 2010).

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-28
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Gambar 2.21Truk dengan Crane


Sumber: Krallis, 2010
Tempat Pembuangan Sementara
TPS (Tempat Pembuangan Sementara) sangat berperan dalam tahap pengumpulan
sampah. Tahap pengumpulan merupakan awal dari proses pengelolaan sampah sehingga
tahap pengumpulan ini harus berjalan sesuai prosedur agar proses selanjutnya tidak
terhambat. Tentunya kebutuhan fungsional dari proses pengumpulan sampah harus terpenuhi
sehingga pengelolaan sampah bisa dilakukan secara maksimal. Mulai dari kebutuhan daya
tampung, jumlah TPS, dan penempatan TPS yang tepat, sehingga mampu berfungsi secara
optimal. (Aryanti & Muliantara, 2017) Prasarana yang ada pada setiap TPS dibagi menjadi 3
tipe. Berdasarkan SNI No 3242:2008 prasarana TPS adalah sebagai berikut:
1. TPS Tipe 1
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan:
a. Ruang pemilahan
b. Gudang
c. Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container
d. Luas Lahan 10-50 m2

2. TPS Tipe 2
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan:
a. Ruang pemilahan (10 m2)
b. Pengomposan sampah organik (200 m2)
c. Gudang (50 m2)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-29
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

d. Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
e. Luas lahan 60-200 m2
3. TPS Tipe 3
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang
dilengkapi dengan:
a. Ruang pemilahan (30 m2)
b. Pengomposan sampah organik (800 m2)
c. Gudang (100 m2)
d. Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
Tempat Pembuangan Akhir
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap
akhir dalam pengelolaannya, diawali dari sumber, pengumpulan, pemindahan atau
pengangkutan, serta pengolahan dan pembuangannya. TPA merupakan tempat sampah
diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan kerusakan atau dampak negatif terhadap
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan penyediaan fasilitas dan penanganan yang
benar agar pengelolaan sampah tersebut dapat terlaksanan dengan baik. Penentuan tempat
pemrosesan akhir (TPA) sampah harus mengikuti persyaratan dan ketentuanketentuan yang
telah ditetapkan pemerintah. Diharapkan dengan mengikuti kriteria-kriteria penentuan lokasi
TPA hendaknya dapat meminimalisir dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan di
sekitar lokasi TPA karena semuanya ditetapkan memperhatikan banyak aspek lingkungan,
kesehatan, dan kebersihan, seperti kondisi geologis, mata air, lokasi pemukiman, dan lokasi
lahan yang masih produktif. (Maulidah, Wirahayu, & Wiwoho, 2013).

Gambar 2.22Tempat Pemrosesan Akhir


Sumber: Joniansyah, 2009

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-30
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

2.2.9 Perhitungan Sampah


Perhitungan sampah adalah hitungan mengenai banyaknya suatu sampah pada daerah
tertentu. Perhitungan sampah sangat penting karena dengan adanya perhitungan sampah bisa
mendapat data yang akurat tentang banyaknya sampah di daerah tertentu dengan begitu
pemerintah dapat mengambil kebijakan tentang apa yang harus dilakukanya untuk
mengelolah sampah nantinya. Menurut Otto Soemarwoto (2003:205) Berikut adalah metode
perhitungan volume sampah:
Rumus 2.1 Volume Sampah

Z=X.b
……………………………………………………………………………………………(2-1)
Sumber: Otto Soemarwoto, 2003
Keterangan:
Z = Volume sampah yang terkumpul (m³/hari)
X = Jumlah penduduk
b = Standar kuantitas timbulan sampah (1/orang/hari), berdasar tingkat ekonomi
dengan standar:
a. Ekonomi rendah b = 1,868 1/org/hari
b. Ekonomi sedang b = 1,803 1/org/hari
c. Ekonomi tinggi b = 1,873 1/org/hari
2.5.1. Timbulan Sampah
Timbulan Sampah adalah banyak sampah yang ditimbul dari masyarakat dalam satuan
volume maupun berat per kapita per hari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan (SNI
19-2454-2002). Cara penghitungan beban timbulan sampah adalah sebagai berikut:
Rumus 2.2 Beban Timbulan Sampah

BTS = ∑ Penduduk x Timbulan Sampah


…………………………………………………………………………………(2-2)
Sumber : SNI 3242-2008
Keterangan:
BTS = Beban Timbulan Sampah
Timbulan Sampah = 3.25 liter/hari/orang untuk ukuran kota besar

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-31
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Timbulan sampah adalah volume sampah atau berat sampah yang di hasilkan dari
jenis sumber sampah diwilayah tertentu persatuan waktu (Departemen PU, 2004).
Berdasarkan UU Nomor 18 tahun 2008 sumber sampah adalah asal timbulan sampah dan
penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan
timbulan sampah. Pengur angan sampah dapat dilakukan melalui kegiatan pembatasan
timbulan sampah. Menurut SNI 19-3964-1995 apabila pengamatan belum ada untuk
menghitung besaran sistem, angka timbulan sampah dapat digunakan sebagai berikut:
1. Satuan timbulan sampah kota sedang 2,75-3,25 L/orang/hari atau 0,070-0,080
kg/orang/hari.
2. Satuan Timbulan sampah kota kecil = 2,5-2,75 L/orang/hari atau 0,625-0,70
kg/orang/hari
Keterangan:
a. Kota sedang jumlah penduduknya 100.000 < p < 500.000
b. Kota kecil jumlah penduduknya < 100.000
Beberapa faktor yang menyebabkan di setiap wilayah memiliki rata-rata timbulan
sampah yang berbeda, antara lain (Damanhuri dan Padmi, 2004):
1. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya.
2. Tingkat hidup.
3. Perbedaan musim.
4. Cara hidup dan mobilitas penduduk.
5. Iklim.
6. Cara penanganan makanannya.
Timbulan sampah diperlukan sebagai data yang diperlukan dalam perencanaan,
perancangan, dan pengkajian sistem persampahan di suatu wilayah. Prakiraan timbulan
sampah bisa menjadi langkah awal dalam pengelolaan persampahan. Satuan timbulan sampah
biasanya dinyatakan sebagai satuan skala kuantitas perorang atau perunit bangunan dan
sebagainya.
Ritasi merupakan banyaknya gerakan bolak-balik dalam pengambilan sampah di
wilayah tertentu, yaitu gerakan pengambilan sampah menuju ke TPS dan kembali lagi ke
sumber sampah.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-32
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

Rumus 2.3 Ritasi

Intensitas Rata-rata= ∑intensitas / ∑gerobak(unit)


Ritasi rata-rata tiap gerobak= ∑Ritasi / ∑gerobak(unit)
…………………………………………………………………………………………………(2-3)
Sumber : SNI 3242-2008

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-33
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
STUDIO PERMUKIMAN KOTA 2019
STUDIO PERMUKIMAN
SEKTOR SAMPAH KELURAHAN KOTA 2019
LOWOKWARU
TIM INTEGRASI KELURAHAN LOWOKWARU
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG
KECAMATAN LOWOKWARU KOTA MALANG

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA II-34
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Anda mungkin juga menyukai