(Nahar Mardiyantoro)
HAKEKAT KEBENARAN
Mencari hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi susah dilaksanakan. Makhluk apa itu
kebenaran juga kita kadang masih tidak mengerti. Yang pasti bahwa “benar” itu pasti “tidak salah”.
Pertanyaan-pertanyaan kritis kita di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki empat, mengapa
burung bisa terbang, dan lain sebagainya kadang tidak terjawab secara baik oleh orang tua kita.
Sehingga akhirnya sering sesuatu kita anggap sebagai yang memang sudah demikian wajarnya (taken for
granted). Banyak para ahli yang memaparkan ide tentang sudut pandang kebenaran termasuk
bagaimana membuktikannya. Saya mencoba ulas masalah hakekat kebenaran ini dari tiga sudut
pandang yaitu: kebenaran ilmiah, kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat.
Harus kita pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran ilmiah sifatnya lebih sahih, logis, terbukti,
terukur dengan parameter yang jelas, bukan berarti bahwa kebenaran non-ilmiah atau filasat selalu
salah. Malah bisa saja kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat terbukti lebih “benar” daripada
kebenaran ilmiah yang disusun dengan logika, penelitian dan analisa ilmu yang matang. Contoh menarik
adalah kasus patung Kouros yang telah diteliti dan dibuktikan keasliannya oleh puluhan pakar selama
lebih dari 1,5 tahun di tahun 1983, bahkan juga dianalisa dengan berbagai alat canggih seperti mikroskop
elektron, mass spectrometry, x-ray diffraction, dan lain sebagainya. Namun beberapa pakar lain (George
Despinis, Angelos Delivorrias) menggunakan pendekatan intuitif sebagai ahli geologi dan mengatakan
bahwa patung tersebut palsu (terlalu fresh, seolah tidak pernah terkubur, kelihatan janggal). Akhirnya
patung itu dibeli dengan harga tinggi oleh museum J. Paul Getty di California dengan asumsi kebenaran
ilmiah lebih bisa dipertanggungjawabkan. Kenyataan kemudian membuktikan bahwa semua dokumen
tentang surat tersebut palsu, dan patung itu dipahat disebuah bengkel tempa di Roma tahun 1980. Cerita
ini menjadi pengantar buku bestseller berjudul Blink karya Malcolm Gladwell.
KEBENARAN ILMIAH
Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian dan penalaran logika ilmiah.
Kebenaran ilmiah ini dapat ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden, koheren.
1. Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila memiliki
kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Yadi
mau bekerja di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat pragmatis,
artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu
mendapatkan gaji tinggi.
2. Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila materi pengetahuan
yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang
dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya
metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan
kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan
dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan teknik informatika, teknik mesin, dan teknik sipil
UNSIQ ada di kalibeber. Jadi Fakultas Teknik UNSIQ ada di Kalibeber.
3. Kebenaran Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila konsisten dan memiliki
koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan
logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal
umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa UNSIQ harus mengikuti kegiatan Ospek. Yani
adalah mahasiswa UNSIQ, jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.
KEBENARAN NON-ILMIAH
Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran logika ilmiah, ada juga
kebenaran karena faktor-faktor non-ilmiah. Beberapa diantaranya adalah :
1. Kebenaran Karena Kebetulan: Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan
secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang
tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran
ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S. Summers.
2. Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense): Akal sehat adalah serangkaian konsep yang
dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik
merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini. Penelitian
psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak benar.
3. Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa
hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.
4. Kebenaran Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan
penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan,
hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu
bidang. Contohnya adalah kasus patung Kouros dan museum Getty diatas.
5. Kebenaran Karena Trial dan Error: Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang
pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya menemukan
sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
6. Kebenaran Spekulasi: Kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan
secara matang. Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya lebih rendah
daripada trial-error.
7. Kebenaran Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan
seseorang. Seorang tersebut bisa ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan
otoritas dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja
tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.
KEBENARAN FILSAFAT
Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu sedalam-dalamnya dan
seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses penemuan
dan pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok (madzab). Bagi yang tidak
terbiasa mungkin terminologi yang digunakan cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis alias
menganut madzab dualisme kelompok, misal mengakui kebenaran realisme dan naturalisme sekaligus.
1. Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada
hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
2. Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam
dan terjadi menurut kodratnya sendiri.
3. Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat
ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki
keseimbangan logika.
4. Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah materi, karena materi merupakan satu-
satunya hal yang nyata, yang terdalam dan berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari
ajaran komunisme.
5. Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam dan pengalaman sebagai
pernyataan pikiran.
6. Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan
konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan erat
dengan makna dan kebenaran.
HAKEKAT PENELITIAN
Penelitian atau riset merupakan terjemahan dari bahasa Inggris research, yang merupakan gabungan
dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa research
adalah berasal dari bahasa Perancis recherche.Intinya hakekat penelitian adalah “mencari kembali”.
Banyak sekali definisi tentang penelitian yang muncul, salah satu yang cukup terkenal adalah menurut
Webster’s New Collegiate Dictionary yang mengatakan bahwa penelitian adalah “penyidikan atau
pemeriksaan bersungguh-sungguh, khususnya investigasi atau eksperimen yang bertujuan menemukan
dan menafsirkan fakta, revisi atas teori atau dalil yang telah diterima”.
T. Hillway dalam bukunya berjudul Introduction to Research menambahkan bahwa penelitian adalah
“studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu
masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut”. Ilmuwan lain bernama
Woody memberikan gambaran bahwa penelitian adalah “metode menemukan kebenaran yang
dilakukan dengan critical thinking (berpikir kritis)”.
Penelitian bisa menggunakan metode ilmiah (scientific method) atau non-ilmiah (unscientific method).
Pencarian kebenaran secara ilmiah dan non-ilmiah sudah saya bahas di artikel berjudul hakekat
kebenaran. Tapi kalau kita lihat dari definisi diatas, penelitian banyak bersinggungan dengan pemikiran
kritis, rasional, logis (nalar), dan analitis, sehingga akhirnya penggunaan metode ilmiah (scientific
method) adalah hal yang jamak dan disepakati umum dalam penelitian. Metode ilmiah juga dinilai lebih
bisa diukur, dibuktikan dan dipahami dengan indera manusia. Penelitian yang menggunakan metode
ilmiah disebut dengan penelitian ilmiah (scientific research).
Kalau ada pertanyaan untuk apa penelitian perlu dilakukan? beberapa jawaban sementaranya adalah:
1. Memecahkan atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
2. Menemukan, mengembangkan dan memperbaiki teori
3. Menemukan, mengembangkan dan memperbaiki metode kerja.
REFERENSI
1. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kencana Prenada Media Group, 2005.
2. I Made Wirartha, Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Penerbit Andi, 2006.
3. Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Agustus 2003.
4. Romi Satria Wahono, Metode Penelitian, ilmukomputer, September 2017.
5. Sulistyo-Basuki, Metode Penelitian, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia,
April 2006.