PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupannya, manusia saling berinteraksi satu dengan lainnya.
Ini karena fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan.
Manusia dalam kesehariannya membutuhkan makan dan juga kebutuhan lain.
Dalam hal ini, tidak semua manusia bisa bertemu dengan orang yang berbeda
kebutuhannya dan membutuhkannya. Karena perbedaan cara memperoleh
kebutuhan itulah, manusia sulit untuk mencari barang yang mereka butuhkan.
Hingga berjalannya waktu, manusia menemukan lokasi yang tepat untuk
menukarkan barang kebutuhan mereka, yang dinamakan dengan pasar.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Dalam sejarahnya, (Fauzia dan Riyadi, 2014: 197) Islam diturukan di suatu
penduduk yang aktivitas perdagangannya tergolong maju pada saat itu. Bangsa
Quraisy di Mekkah sering kali melakukan perjalanan perdagangan ke Syam dan
Yaman. Jalur perdagangan mereka pada saat itu terbentang dari Yaman sampai
ke daerah-daerah Mediteranian. Keterangan ini dapat dilihat dari penjelasan
Surat al-Quraisy: 1 – 4.
هَـــــــ َذا َّفَ ْـلـيَـعْــــــبُ ُدوْ ا َرب )2( ْــــف
ِ اِلَـفِــ ِهــــ ْم ِرحْ ــــلَـــةَ الـ ِّشــــتَـــا ِء َوالـصَّــي )1( ش َ ُف ق
ٍ ـريْــــ ِ َِإِل يْــــل
)4( ف ٍ ْـن خَ ـوْ َّواَ َمــنَــهُــ ْـم ِم ال ع ْ َالَّـ ِذيْ ا )3( ت
ٍ ْطـ َعـــ َمــهُــ ْـم ِمــ ْنـجُـو ِ ْالـبَــــيْـ
Artinya: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,(yaitu) kebiasaan mereka
bepergian pada musim dingin dan musim panas, maka hendaklah mereka
menyembah Tuhan pemilik rumah ini (ka’bah). Yang telah memberi makanan
kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari
ketakutan.” (QS. Al-Quraisy: 1 – 4)
Dengan demikian dapat kita lihat sejarahnya, bahwa masyarakat Arab sudah
memiliki budaya sendiri dalam memenuhi kebutuhan mereka pada saat itu yaitu
dengan berdagang. Dan dalam al-Quran sudah dijelaskan diatas, bagaimana
perjalanan dagang bangsa Arab, yaitu mereka bepergian di musim dingin
sampai berganti musim panas dengan menempuh jarak yang begitu jauh dari
tempat tinggal mereka dengan bertaruhkan nyawa melewati padang pasir yang
panas.
Dari penjelasan diatas bahwasanya pasar pada permulaan Islam berawal dari
bangsa Arab yang melakukan pemenuhan kebutuhannya melalui perdagangan di
pasar bahkan sampai ke luar negeri melalui perdagangan dengah model Upah,
Perdagangan dengan model Mudharabah dan perdagangan dengan modal
bersama (Jusmaliani, 2008: 48-51). Sebagai contoh nabi Muhammad pun
melakukan aktivitas dagangnya yang sejak kecil dengan menggembala kambing
bagi penduduk Mekkah dan kemudian diberikan upah.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Nabi Saw. tidak menetapkan harga jual,
dengan alasan bahwa dengan menetapkan harga akan mengakibatkan
kezaliman, sedangkan zalim adalah haram. Karena jika harga yang terlalu
mahal, maka akan menzalimi pembeli, dan jika harga yang ditetapkan terlalu
rendah, maka akan menzalimi penjual.
Dalam hadits diatas juga jelas dinyatakan bahwa pasar (Al Arif dan Amalia,
2010: 265) merupakan hukum alam (sunnatullah) yang harus dijunjung tinggi.
Tak seorang pun secara individual dapat memengaruhi pasar, sebab pasar
adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah. Pelanggaran
terhadap harga pasar, misalnya penetapan harga dengan cara dan alasan yang
tidak tepat, merupakan suatu ketidakadilan (zulm/injustice) yang akan dituntut
pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Sebaliknya, dinyatakan bahwa
penjual yang menjual dagangannya dengan harga pasar adalah laksana orang
yang berjuang dijalan Allah (jihad fii sabilillah), sementara yang menetapkan
sendiri termasuk sebuah perbuatan ingkar kepada Allah. Dari Ibn Mughirah
terdapat suatu riwayat ketika Rasulullah Saw. melihat laki-laki menjual
makanan dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga pasar. Rasulullah Saw.
bersabda: “Orang-orang yang datang membawa barang ke pasar ini laksana
orang berjihad fisabilillah, sementara orang-orang yang menaikkan harga
(melebihi harga pasar) seperti orang yang ingkar kepada Allah.”
َ َأ ْمــ َولَـ ُكــ ْم بـَـيْـنَــكـُــ ْم بِـــا ْلــبَــ ِطــ ِل اِاَّل َأ ْن تَـ ُكــــوْ نَ تِـ َجـــ ُكـــلُـوْ ا يـَـَأ يُّــهَــا الَّـ ِذ يـْنَ َءا َمـنُـوْ ا اَل تَـْأ
ْ عَــ ًـرة
ـن
)29( اِ َّن هللاَ َكا نَ بِـ ُكــ ْم َر ِحــيْــ َمـــا ج َواَل تَـ ْقــتُـلُــوْ ا اَ ْنـفُــ ِســ ُكــ ْم ج ض ِمـ ْنــ ُكــ ْم ِ تَـ َرا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan jangalah kamu membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.”(QS. An-Nisa’: 29)
Nilai moralitas yang dimaksudkan adalah persaingan yang sehat (fair play),
kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy) dan keadilan (justice). Jika
nilai-nilai ini telah ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga
pasar. Bila terjadi kenaikan harga ataupun penurunan harga, sepanjang kenaikan
terjadi karena kekuatan yang tidak dibarengi dengan dorongan-dorongan
monopilistik dan monopsonitik, maka tidak ada alasan untuk tidak menghormati
harga pasar.
Fakta lain adalah bahwa Rasulullah Saw. telah banyak memberikan contoh
dalam melakukan perdagangan secara adil dan jujur yang berkaitan juga dengan
mekanisme pasar dalam perdagangan. Dalam suatu transaksi perdagangan,
kedua belah pihak dapat saling menjual dan membeli barang secara ikhlas
artinya tidak ada campur tangan serta intervensi pihak lain dalam menentukan
harga barang (Jusmaliani, 2008: 55).
Mengenai apakah ada penentuan harga dalam kondisi tertentu misalnya dan
bagaimana hukumnya? Dalam hal ini Fauzia dan Riyadi menuliskan (2014:
202) hukum asal penentuan harga yang dikutip dari Wahbah Zuhaili yaitu tidak
ada penentapan harga (al-tas’ir) dan ini merupakan kesepakatan para ahli fiqh.
Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa pemimpin tidak berhak untuk
menetapkan harga, akan tetapi masyarakat mempunyai kewenangan untuk bisa
memperjualbelikan sesuatu menurut apa yang mereka tetapkan. Imam Syafi’i
berpendapat bahwa penetapan harga adalah haram, yaitu menetapkan harga
barang untuk menyusahkan masyarakat dengan meninggikan harga tersebut dan
ini tidak dikhususkan hanya untuk makanan.
A. Kesimpulan
Mekanisme pasar adalah kecenderungan dalam pasar bebas untuk
terjadinya perubahan harga sampai pasar mnjadi seimbang (jumlah yang
ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta). Jadi mekanisme pasar
merupakan suatu proses penentuan harga berdasarkan permintaan dan
penawaran. Prinsip mekanisme pasar yang pertama adalah Ar-Ridha,
berdasarkan persaingan yang sehat, jujur, terbukan dan adil.
Pasar pada permulaan Islam berawal dari bangsa Arab yang melakukan
pemenuhan kebutuhannya melalui perdagangan di pasar bahkan sampai ke luar
negeri melalui perdagangan dengah model Upah, Perdagangan dengan
model Mudharabah dan perdagangan dengan modal bersama. Sebagai contoh
nabi Muhammad pun melakukan aktivitas dagangnya yang sejak kecil dengan
menggembala kambing bagi penduduk Mekkah dan kemudian diberikan upah.
Mekanisme pasar menurut Rasulullah Saw. merupakan hukum alam
(sunnatullah) yang harus dijunjung tinggi. Tak seorang pun secara individual
dapat memengaruhi pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah
menjadi ketentuan Allah. Pelanggaran terhadap harga pasar, misalnya penetapan
harga dengan cara dan alasan yang tidak tepat, merupakan suatu ketidakadilan
(zulm/injustice) yang akan dituntut pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
B. Saran
Setelah membahas Prinsip Dasar Mekanisme Pasar ini, diharapkan mampu
melaksanakannya melalui pendekatan Maqoshid Syariah. Tidak melakukan
pengurangan timbangan atau menimbung barang untuk mendapatkan
keuntungan yang besar.
DAFTAR PUSTAKA