Anda di halaman 1dari 3

K3 KONSTRUKSI

ARTIKEL KEGAGALAN ATAU KASUS KECELAKAN KERJA (KONSTRUKSI)

Disusun Oleh:
BETI MAHARANI
201017

Dosen Pengampu:
Daru Jaka Sasangka, ST, M.Eng
Wahyu Prasetyo, ST, MT

SEMESTER 4
TEKNOLOGI KONSTRUKSI BANGUNAN AIR
POLITEKNIK PEKERJAAN UMUM
2022
KECELAKAAN DAN KEGAGALAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN
KERETA CEPAT JAKARTA-BANDUNG
Pembangunan infrastruktur di Indonesia semakin pesat hal ini tentunya sejalan dengan slogan
“Infrastruktur Berkembang, Indonesia Maju”, pemerintah terus berupaya meningkatkan
pembangunan di seluruh wilayah Indonesia baik pembangunan jalan, jembatan, bangunan gedung
dan bangunan air. Pembangunan infrastruktur di setiap wilayah ini tentunya didukung oleh
berbagai pihak baik itu pihak dari pemerintah maupun dari swasta.
Dalam pembangunan sebuah infrastruktur tentunya memerlukan berbagai hal baik dari segi tenaga
kerja, alat kerja dan lainnya. Selain itu pembangunan yang dalam skala besar inipun memiliki
resiko kerja yang besar baik bagi keselamatan tenaga kerja maupun keberhasilan pembangunan.
Dari hal tersebut maka pemerintah maupun perusahaan-perusahaan konstruksi menjamin
keselamatan dalam bekerja dengan membuat dan menerapkan K3. K3 ini dibuat untuk melindungi
tenaga kerja agar selamat dan dalam proses pembangunan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
Meskipun dengan adanya K3 ini kasus kecelakaan maupun kegagalan dalam konstruksi masih
sering terjadi, hal ini dikarenakan saat proses konstruksi pekerja lalai menerapkan K3. Salah satu
kasus yang terjadi akibat lalainya dalam menerapkan K3 yaitu kasus robohnya terowongan yang
terjadi pada 1 Juni 2021 dan pilar pada 5 Desember 2021 kereta cepat Jakarta-Bandung. Pada kasus
pertama yaitu robohnya terowongan dengan diameter lubang ±12 meter dan kedalaman ke
terowongan 30 meter, hal ini terjadi karena akibat dari kondisi tanah yang labil sehingga saat
adanya getaran dari kendaraan yang melintasi jalan di atas terowongan serta jalur rel kereta api
yang dekat, kejadian inipun bukan kali pertama terjadi, sebelumnya terowongan ini juga pernah
roboh pada 1 Januari 2020. Terjadinya kasus ini tidak lepas dari kurangnya menerapkan K3 disaat
pembangunan terowongan. Seharusnya sebelum memulai suatu pekerjaan para kontraktor dan
perencana sudah mengetahui bahwa kondisi sekitar pembangunan tidak memungkinkan dilakukan
pembangunan. Kasus yang terjadi ini tidak memakan korban jiwa, namun tentunya proses
pembangunan yang menjadi lebih lama dan tidak sesuai target selesai dan juga sewaktu-waktu
dapat membahayakan baik bagi pengguna jalan diatasnya maupun pekerja di dalam terowongan.
Selanjutnya pada kasus yang kedua yaitu kasus ambruknya pilar yang terjadi pada 5 Desember
2021 yang terjadi saat proses pembongkaran pier untuk rework. Kasus ini terjadi akibat dari
kontraktor yang melangggar SOP Engineering yang terkait dengan kegiatan pembongkaran
tersebut, dalam kasus ini tidak ada korban jiwa namun puang-puing pilar menimpa dua buah
eskavator. Kasus kedua ini juga tentunya terjadi karena kontraktor mengabaikan SOP sehingga
menyebabkan kecelakaan kerja. Meskipun tidak memakan korban jiwa namun karena kejadian ini
menyebabkan kerugian baik dari alat berat yang digunakan maupun waktu dalam pembangunan.
Dijelaskan juga dalam kejadian ini kontraktor harus menanggung semua kerugian terutama dalam
pembangunan pilar yang dibebankan kepada kontraktor.
Dari kedua kasus kecelakaan atau kegagalan kerja (konstruksi) ini mengakibatkan dampak baik
level mikro, level meso bahkan level makro yang menyebabkan kerugian bagi proses
pembangunan tersebut.
Kesimpulan yang dapat diambil dari kedua kasus yaitu kurangnya kesadaran dalam menerapkan
K3 didalam proses pembangunan, padahal K3 merupakan hal yang penting untuk berjalannya
sebuah proyek dengan baik dan memperoleh hasil yang sesuai rencana serta berguna untuk
penilaian apakah perusahaan tersebut kompeten dalam pekerjaannya.

Anda mungkin juga menyukai