Anda di halaman 1dari 12

PEMAKNAAN KATA LIBAS DIDALAM AL-QUR’AN

(Semantik Al-Qur’an)

Khamim Jazuli Ahmad

Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah

UINSATU Tulungagung

Jazulie98@gmail.com

Abstrak

Tulisan ini berisikan kajian semantik yang objek kajiannya yaitu kata libas didalam Al-
Qur’an. Penulis berupaya menampilkan kajian kata libas melalui model kajian pustaka atas
beberapa jurnal dan tulisan sebelumnya yang telah membahas objek ini. Akan tetapi, penulis
dalam menyajikannya lebih kepada menyimpulkan dari uraian yang panjang hingga kemudian
yang penulis harapkan dapat menyederhanakan pemaknaan kata libas menurut kajian semantik
pada umumnya. Kemudian penulis dalam kajian ini mendapatkan hasil bahwasannya kata libas
memiliki makna relasional seperti kata tsiyab, saraabil, dan yuwaari. Dan di akhir penulisan ini
penulis juga menyajikan pemaknaan kata libas dari masa pra-qur’anik sampai masa pasca
qur’anik. Yang penulis harapkan yakni kemakluman atas ringkasnya pembahasan yang
diangkat dalam tema yang luas ini dikarenakan tujuan utama penulis adalah menyederhanakan
sebuah kajian semantik kata libas itu sendiri.

Kata Kunci : Semantik Al-Qur’an, Libas, Saraabil, Tsiyab, Linguistik

A. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan kitab yang didalamnya berisikan segala sesuatu yang
dapat mengatur alam semesta dengan susunan firman-Nya. Susunan firman didalam
Al-Qur’an memiliki nilai sastra yang sangatlah tinggi. Dimulai dari keseimbangan
pemakaian kata yang berlawanan, derivasi penggunaan kata dengan pengkhususan
pemakaian teks pada konteks yang berbeda, serta memuat ragam ayat muhkam yang
sudah pasti diterima apa adanya dan ayat mutasyabihat yang menjadi ramai
perbincangan dikarenakan samar dan luasnya pemaknaan yang diberikan oleh Allah
kepada manusia untuk mengupasnya dengan perspektif masing-masing.
Sedikit bahasan mengenai ayat muhkam dan banyaknya pembahasan terkait
ayat mutasyabihat sudah maklum adanya. Dimana kita sebagai hamba diperintah untuk
taat setaat-taatnya pada ayat muhkam dengan satu pemaknaannya saja dan kita juga
dibebaskan dalam koridor pengetahuan dan penalaran sewajarnya untuk berpikir dan
mencari makna dari ayat mutasyabihat selain makna tekstualnya saja.
Adapun contoh ayat mutasyabihat yang menjadikan lahirnya aliran yang
bermacam-macam yakni seperti dalam Q.S Al-Fath : 10 yang isinya berbunyi
“yadullah fauqa aidiihim”. Tanggapan manusia terkait ayat ini bermacam-macam. Ada
sekelompok yang tidak menerima pemaknaan konstektual yang melibatkan akal dengan
mengartikan “tangan allah diatas tangan mereka” begitu saja, sedangkan jika difikir
allah mempunyai tangan, bagaimana keselarasan pemaknaan tersebut dengan sifat
Allah yang Mukholafatu lil Hawaditsi. Disamping hal tersebut ada pula kelompok lain
yang dengan bijak memposisikan wahyu sebagai firman yang tak boleh ditolak
pemaknaannya dengan merelevansikan pada akal dalam memaknai ayat mutasyabihat
dengan lebih hati-hati. Jadi, kelompok satu ini mengalihkan makna “yadun” dari
makna dasarnya yang berarti tangan kepada makna realsionalnya yang berarti
kekuasaan. Lantas kemudian dalam pemaknaannya, kelompok terakhir ini
mengartikan dengan “kekuasaan allah diatas kekuasaan mereka”. Bukankah makna ini
lebih pas jika didengar atau dibaca demikian?
Berdasarkan metode penelitian semantik Al-Qur’an, penulis mencoba untuk
mengulas objek kajian kata libas yang bersumber daripada studi pustaka dan telaah atas
kata libas didalam buku ataupun jurnal yang membahasnya. Kemudian dalam tulisan
ini, kurang lebihnya penulis akan membahas sebuah kajian yang secara jelas berfokus
pada kajian ayat yang mutasyabihat, atau lebih tepatnya kajian linguistik dan
pemaknaan kosa kata libas yang memiliki makna dasar pakaian dan beberapa makna
yang sifatnya denotatif atau memiliki ragam pemaknaan didalam Al-Qur’an seperti
sakan, kholath, tsiyab, ataupun amal sholih berdasarkan konstektualisasi ayat dengan
isi ataupun latar belakang diturunkannya ayat.
B. Kata Libas Didalam Al-Qur’an
Tak ada yang namanya kata tak bermakna. Setiap kata dikatakan sebagai wadah
sedang maknanya sebagai isi daripada wadahnya. Bagi ahli sastra atau kalangan
mufassir kiranya, pemahaman akan sebuah makna akan menentukan kredibilitasnya
dalam melahirkan produk pemikirannya dalam pemilihan kata dengan menyesuaikan
antara kata dengan makna. Yang kemudian akan sangat mempengaruhi pemikirannya
yang tertuang dengan kata yang pas dengan aspek yang tepat pula. Jika dalam pemilihan
kata sudah tepat dengan makna yang difahami banyak orang maka pemikirannya akan
laris dijadikan tumpuan masyarakat luas dikarenakan mudah diterima. Seperti pada
pendahuluan sudah disebutkan contoh kata yad yang memiliki makna relasional, begitu
pula dengan kata libas yang juga memiliki banyak makna relasional disamping makna
dasarnya yakni pakaian.
Didalam al-Qur’an disebutkan 23 kali lafadz libas dengan ragam bentukan
darinya.1 Disebutkan Pertama pada Q.S. Al-Baqarah : 187 yang berisi dibolehkannya
bersetubuh bagi suami-istri pada malam hari dibulan ramadhan. Adapun penyebutan
ّ ‫هن لباس لكم وانتم لباس‬.
kata libas lebih jelasnya berbunyi ‫لهن‬ ّ Kemudian oleh Ibn Abbas
kata libas ini ditafsirkan dengan makna “mereka adalah ketenangan bagi kalian dan
kalian juga ketenangan bagi mereka”. Dan Al-Rabi juga memberikan makna pada ayat
ini dengan “mereka adalah selimut bagi kalian dan kalian pun selimut bagi mereka.”
Dari dua tokoh diatas kita dapati dua makna yang berbeda dari satu kata libas yakni
dapat berati ketenangan dan selimut. Dua pemaknaan ini juga diungkapkan oleh Al-
Mawardi dengan tafsiran “suami-istri hendaknya saling menutupi aib dan juga saling
memberikan ketenangan.”2
Yang kedua terletak pada Q.S. Al-A’raf : 26 dan 27, Kata libas dalam ayat ini
memiliki arti berbeda. Imam Al-Qurthubi mengemukakan ayat ini sebagai dalil
wajjibnya menutup aurat. pada ayat ini kata libas yang pertama memiliki makna
pakaian yang menutupi aurat, dan berbeda dengan kata libas yang kedua yang memiliki
makna amal shalih, malu, dan takut pada Allah swt.3 Ibn Abbas dalam kitab tafsirnya
menafsirkan kata libas yang pertama dengan arti pakaian dari katun ataupun sejenisnya,
sedang yang kedua diartikan dengan pakaian tauhid dan ‘iffah. Tambahan dari Ibn

1
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, al-mu’jam al-mufahras li Alfaadz al-qur’an al-kariim, (Kairo:
Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1364 H), hlm.645
2
Nashiruddin Abu Sa’d Abdullahbin Umar bin Muhammad al-syairazi al-baidlowi, Anwaar
al-Tanzil wa Asroor at-Ta’wil, (Beirut :Dar Ihya’ al-Thurats al-‘Arabiy, 1418 H), juz I,
hlm.125
3
Abū Abdillāh Muḥammad bin Aḥmad bin Abī Bakr bin Farh al-Anshāri al-Khuzraji Shams
al-Dīn al-Qurṭubi, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur’ān, (Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964),
hlm. 184-185.
Munabbih menafsirkannya dengan makna cahaya, dan Imam Mujahid menafsirkannya
dengan takwa.4
Oleh imam Asy-Syaukani makna dari kata libas at-taqwa digambarkan dalam
syairnya yang berbunyi :

‫ تقلّب عرايان وإن كان كاسبا‬# ‫إذا املرء مل يلبس ثيااب من التّقى‬

Ketika seseorang tidak memakai pakaian taqwa, maka telanjanglah ia walaupun memakai
pakaian.

Ketiga terletak pada Q.S. An-Nahl : 112, ‫ط َم ِٕىنَّةا يَّأ ْ ِت ْي َها‬ ْ ‫َت ٰامِ نَةا ُّم‬
ْ ‫ّللاه َمث َ اًل قَ ْر َيةا كَان‬
ٰ ‫ب‬ َ ‫ض َر‬
َ ‫َو‬
ْ ‫ع َو ْالخ َْوفِ ِب َما كَانه ْوا َي‬
َ‫صنَعه ْون‬ ْ َ ‫ّللاه ِل َب‬
ِ ‫اس ال هج ْو‬ ٰ ‫ّللا َفاَذَا َق َها‬
ِ ٰ ‫ت ِبا َ ْنعه ِم‬
ْ ‫َان فَ َكف ََر‬ َ ‫ر ْزقه َها َر‬.
ٍ ‫غداا ِ ّم ْن هك ِّل َمك‬ ِ Disini kata
‫اس‬
َ َ‫ ِلب‬diidlofahkan dengan kata ‫ع‬ ْ
ِ ‫ال هج ْو‬. Imam Thabari menafsirkan kata libas al-juu’
disisini dengan bencana kelaparan yang ditimpakan oleh allah atas suatu negeri.
Diriwayatkan pada zaman dahulu, penduduk sebuah negeri merupakan daerah yang
damai, aman dan tentram, akan tetapi penduduknya kemudian menjadi pembangkang
atas perintah allah dikarenakan kekufuran mereka. Lalu oleh Allah mereka ditimpakan
musibah berupa rasa lapar dan takut. Kemudian Allah mengutus seorang rasul yang
membawakan wahyu atas mereka akan tetapi mereka malah mendustakannya sehingga
rasa lapar dan takut tetap mereka alami.5 Jadi, Imam At-Thabari memaknai kata libas
disini dengan bencana dikarenakan adanya penyesuaian dengan kata setelahnya yakni
al-juu’ yang artinya rasa lapar atau kelaparan.
Keempat terletak pada Q.S. Al-Hajj 23, dalam ayat ini secara singkat
merupakan penjelasan tentang balasan yang diberikan kepada orang yang beriman.
Kata ‫ لباس‬diartikan oleh mufassir Al-Maraghi didalam kitabnya sebagai pakaian

4
Abdurraḥmān bin Abī Bakr Jalāl al-Dīn al-Suyūṭi, al-Dūr al-Manthūr, (Beirut : Dar al-Fikr,
tth), 3: hlm. 436.

5
Aḥmad bin Muṣṭafa al-Marāghī, Tafsīr al-Marāghi, (Kairo: Shirkah Maktabah wa Maṭba‟ah
Muṣṭafa al-Bābi al-Ḥalabi, 1946), juz 14, hlm. 150-151.
disurga sebagai ganti atau balasan dari Allah swt.6 Senada dengan penafsiran Al-
Maraghi, An-Nasafi juga mendefinisikan sama demikian dalam kitabnya.7
Kelima terletak pada Q.S. Al-Furqan : 47, pada ayat ini Allah menjelaskan
bahwasannya Dialah yang menciptakan malam untuk manusia sebagai pakaian (yang
menutupi) dan untuk istirahat, dan Dialah yang menjadikan siang (sebagai waktu) untuk
bekerja. Jelas dalam ayat ini kata libas diartikan sebagai pakaian dalam arti kiasan.8
Sebagaimana pakaian yang menutupi seluruh badan, maka waktu malam oleh allah
dijadikan sebagai pakaian yang menutupi bumi supaya manusia didalamnya bisa
beristirahat dan bekerja pada siang harinya yang sudah terang atau tidak tertutup oleh
gelapnya malam.9
Keenam terletak pada Q.S. An-Naba’, pada ayat ini pemaknaan kata libas bisa
dikatakan sama dengan pembahasan sebelumnya, yakni berarti pakaian yang
merupakan kiasan daripada gelapnya malam yang menutupi bumi sehingga keadaan
menjadi gelap dan tak terlihat sebagaimana tidak terlihatnya badan yang tertutupi oleh
pakaian.10 Berbeda halnya dengan penafsiran Qatadah yang menafsirkan kata libas
dalam ayat ini dengan tendensi syair :
‫ت * لَهه مِ ْن خِ ذَا اذَانِ َها َوهه َو َحانِح‬ َ َ‫فَلَ َّما لَ ِبسْنَ اللّيل أ َ ْو حِ يْنَ ن‬
ْ َ‫صب‬
Tatkala malam sudah menyelimutinya atau tatkala ia memasang kedua
telinganya untnuk mendengarkannya pada saat malam itu
Dari sini penulis dapat menyimpulkan makna kata libas yang tersebar didalam
beberapa tempat didalam Al-Qur’an. Diantaranya yakni kata libas bisa bermakna
sebagai ketenangan, pakaian, selimut, takut kepada Allah (taqwa), bencana, penutup,
pakaian surga, dan gelapnya malam.

6
Abū Ḥafṣ Sirāj al-Dīn Umar bin Ali bin „Ādl al-Ḥanbali al-Dimasyqī al-Nu‟māni, al-Lubāb
fī ‘Ulūm al-Kitāb,
(Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah. 1998), juz 14, hlm. 55.
7
Abū al-Barakāt Abdullāh bin Aḥmad bin Maḥmūd Hāfiẓ al-Dīn al-Nasafi, Madārik al-Tanzīl
wa Ḥaqāiq al Ta’wīl, (Beirut: Dār al-Kalm al-Ṭayb, 1998), juz 2, hlm. 343.
8
Al-Qurṭubi, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur’ān, juz 13, hlm. 38
9
Azizah Nurin Taufiqotuzzahhro’, SEMANTIK AL-QUR’AN : ANALISIS PENGGUNAAN
KATA LIBAS PRA DAN PASCA QUR’ANIK, Jurnal AL-ITQAN, Vol.2, No.2, Agustus 2016,
hlm.70
10
Al-Baiḍāwi, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Takwīl, juz 5, hlm. 278.
C. Makna Dasar dan Relasional Kata Libas
Dalam pemaknaan sebuah kata, biasanya ditemukan makna bawaan dan makna
sampingan yang beragam jenisnya. Begitupula dengan kata libas disini juga memiliki
makna bawaan (basic meaning) dan juga makna sampingan yang beragam (relational
meaning). Berikut penjelasannya lebih lanjut.
1. Makna Dasar Kata Libas
Didalam kitab Mu’jam al-Wasith, kata libas didefinisikan dengan ma yasturu
al-jism atau jika diartikan yakni sesuatu yang menutupi badan.11 Dan didalam
Kamus Al-Muntashir, kata libas didefinisikan dengan ragam derivasinya seperti
berbentuk kata ‫ي‬
ُّ ‫الز‬ ‫ اللُّب ه‬yang kesemuanya memiliki makna sama yakni
ّ ِ / ‫ الث َّ ْوبه‬/ ‫ْس‬
pakaian.12 Lafadz ini memiliki dua wazan jika di peta-kan dalam tashrif, yaitu
labisa dan labasa. Berikut ini diantara ragam makna dasar dari akar kata libas :
a. Memakai
Lafadz labisa yang bermakna demikian seperti dimisalkan pada
perkataan albastu libasan jaddiy saya memakaikan pakaian kakek saya.
Contoh ini merupakan derivasi kata libas yang dalam linguistiknya sudah
memiliki faedah muta’adi. Adapun ragam bentukan lainnya yang senada
diantarannya, libas, malbas, lubs, labis, labaa’is, dan labus.13
b. Menutupi
Selain bermakna dasar Memakai, kata libas juga memiliki makna dasar
menutupi. Gambaran contoh kata libas yang bermakna menutupi seperti
pada perkataan albasat as-sahaabu as-samaa’a yang artinya awan menutupi
langit, atau contoh lainnya labisat al-ard yang artinya tanah tertutup. Pada
masa jahiliyah terdapat sebuah syair yang menegaskan pemaknaan kata
libas dengan arti menutupi, berikut syairnya :
‫علَ ْي ِه ِلبَا ا‬
‫سا‬ ْ ‫ فَكَان‬,‫ت‬
َ ‫َت‬ ْ ‫إِذَا َما الض َِّج ْي هع ثَنَى ع‬
ْ ‫ تَث َ َّن‬. . . , ‫ِطفَ َها‬
Bilamana teman tidur melipatkan lehernya, berarti ia mengajak, maka
jadilah ia seperti pakaian (yang menutupi satu sama lain)

11
Ibrahim Muṣṭafa (dkk). al-Mu’jam al-Wasīṭ, (ttp: Dār al-Da‟wah, tth), hlm. 813.
12
Wahyudi Abdullah, Kamus Al-Muntashir, (Tangerang, Mediatama Publishing Group, 2010),
hlm.386
13
Ibnu Manẓūr, Lisān al-‘Arab, juz 6, hlm. 202-204
Syair tersebut mengartikan kata libas dengan pakaian dalam arti kiasan
yang maknanya menutupi satu sama lain. Dalam hal ini suami-istri yang
harus saling menutupi aib diantara mereka.
Pemaknaan kata libas dengan makna pakaian ternyata sudah dipakai
sejak zaman jahiliyah dahulu seperti dalam contoh syair yang dikemukakan
diatas. Pada zaman dahulu yang sudah termasuk dalam cakupan makna libas
yakni apapun yang menutupi badan ataupun sebagian badan. Termasuk
hijab atau jilbab yang sudah dikenakan oleh wanita jahiliyah. Meskipun
jilbab pada jaman jahiliyah hanya menutupi kepala, dan rambut yang tetap
terlihat, bahkan kainnya tipis, leher yang masih terlihat, kesemua itu
dikarenakan kebiasaan wanita jaman jahiliyah yang suka menonjolkan
kecantikan dirinya.14 Berbeda dengan jilbab pada jaman ini yang sudah
diwajibkan oleh Allah didalam Firman-Nya Q.S. Al-Ahzab : 59 dengan
ketentuan harus menutupi seluruh kepala, juga leher dan dada wanita.
2. Makna Relasional Kata Libas
Makna relasional adalah sesuatu makna yang konotatif yang disematkan pada
makna yang sudah ada (makna dasar) yang dalam penggunaannya ditempatkan
pada posisi khusus dalam bidang yang khusus pula. Setiap kaya pasti memiliki
sistem kosneptual yang luas dan didalamnya terdapat sistem konseptual yang lebih
kecil. Tumpang tindihnya antara konsep kata secara luas dengan adanya sub konsep
didalamnya ini biasa disebut dengan medan semantik. Kata-kata yang saling
berkaitan tersebut bersatu-padu menjadi konsep-konsep yang individual yang
memiliki satu kata kunci yang sama. Adapun penjelasan makna relasional kata libas
beserta yang berkaitan dengan kata tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Kesatuan antar konsep kata
Seperti telah disebutkan sebelumnya, yakni makna dasar dari kata libas
adalah pakaian atau sesuatu yang memiliki sifat menutupi, sudah digunakan
pemaknaan tersebut sejak zaman jahiliyah. Termasuk didalamnya hijab atau
jilbab yang dikenakan oleh wanita. Adapun kata yang masih semakna dan
satu konsep dengan kata libas yakni diantaranya tsiyab, saraabil, dan

14
Kementrian agama RI, Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir al-Qur’an Tematik. Edisi
yang
Disempurnakan), (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), hlm. 103-104
yuwaari dan masih ada yang lainnya dan belum penulis temukan. Berikut
penjelasannya :
1. Tsiyab
Kata tsiyab sebagai derivasi dari kata libas didalam Al-Qur’an
terletak pada Q.S. Al-Kahfi : 31, dalam redaksi ayatnya kata tsiyab
ini diartikan dengan pakaian, sama dengan pemaknaan kata libas
sebelumnya. Berbeda kata akan tetapi satu makna dan konsepnya.
Kata tsiyab ini sendiri masih satu bentukan dengan kata tsaub.
Dalam pemaknaannya didalam syair arab kata tsaub hanya
digunakan untuk pakaian secara lahiriyah saja yang digunakan untuk
menutupi tubuh dan juga bermakna perhiasan.15
2. Saraabil
Kata saraabil juga termasuk sebagai ragam derivasi kata libas
sebagaimana kata tsiyab. Penggunaan kata saraabil dapat dilihat
didalam Q.S. Ibrahim : 50, didalamnya kata saraabil juga diartikan
pakaian. Kata saraabil didalam kamus-kamus bahasa arab biasa
diartikan sebagai gamis, baju perang, atau kemeja. Selain saraabil
ada juga bentukan lainnya yang serupa dengannya, yakni kata sirbal
yang artinya segala yang dipakai. Akan tetapi, kata ini lebih sering
dinisbatkan pada baju atasan atau baju perang.16
3. Yuwaari
Kata ini merupakan kalimat fiil atau kata kerja. Dalam gramatika
arab, kata yuwari merupakan bentukan dari asal kata wara-yari-
wariyan yang artinya merusak. Kemudian kata wara disini
berkembang maknanya dengan adanya huruf tambahan dan oada
akhirnya muncul makna baru, menjadi samar atau menutupi. Dan
didalam Q.S. Al-A’raf : 26, ayat ini menjadi sifat dan penegas arti
daripada kata libas. Bunyinya yaa banii aadama qod anzalna
‘alaikum libaasan yuwaarii sauaaikum wariisya..., kata yuwari dan

15
Jumhuriyyah Mashr Mujamma’ Lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasith, (Kairo:
Dar al-Syuruq, 2004), h. 812-813

16
Lisan al-Arab, h. 1983
risya bermakna menutupi yang mensifati dan menegaskan
pemaknaan kata libas didalamnya.
D. Pra Qur’anik, Qur’anik, dan Pasca Qur’anik Kata Libas
1. Libas Era Pra Qur’anik
Secara lahiriyah, kata ini sudah dimaknai dengan arti memakai, menutup
dengan sesuatu.17 Contoh penerapan kata ini dimasa pra-qur’anik seperti dalam
syair :

ٍ ‫س َوادِي َوتَ ْحتَهه * ِلبَاس مِ نَ ْالعه ْليَاءِ بِي‬


‫ْض ِبنَائِ ِق ِه‬ َ ‫ض َّر أَثْ َوابِي‬
َ ‫َو َما‬

Dan tidaklah membahayakan pakaian hitamku * yang dibawahnya ada penutup


pakaian dari atas yang putih bersihnya

Didalam syair tersebut memuat kata libas sekaligus dengan kata atswab yang
sama artinya dengan kata tsiyab. Bedanya, kata atswab bermakna pakaian yang
melekat pada tubuh, sedang kata libas bermakna sebagai penutup saja. Kemudian
kata atswab disifati setelahnya oleh kata aswad. Hal ini mengindikasikan
bahwasannya penggunaan kata atswab atau tsiyab tertuju pada pakaian yang tidak
mewah atau bisa disebut pakaian yang biasa saja, tidak ternilai. Berbeda dengan
kata libas yang disifati dengan kata setelahnya minal ‘ulyaa biidh(in) berarti putih
yang mengindikasikan penggunaan kata libas pada pakaian yang terbilang bagus
atau mewah.18
2. Libas Era Pasca Qur’anik
Dalam era ini pemaknaan kata libas dibagi menjadi tiga periode. Periode
pertama terdapat dalam kitab tafsir yang merujuk pada Al-Qur’an sendiri, hadits,
ijtihad sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabiin. Misalnya penafsiran Imam Thabari dalam
kitabnya Tafsir Thabari yang mengartikan cukup pada makna pakaian saja. Periode
kedua terdapat pada masa setelahnya dan sudah ada sedikit pembahasan yang
berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Seperti terdapat dalam
penafsiran kata libas dalam kitabnya Ibn Katsir yang menafsirkan kata libas dengan

17
Ibrahim Muṣṭafa (dkk). al-Mu’jam al-Wasīṭ, (ttp: Dār al-Da‟wah, tth), hlm. 812.

18
Azizah Nurin Taufiqotuzzahhro’, SEMANTIK AL-QUR’AN..., hlm.84
arti sesuatu untuk menutup aurat. Periode ketiga terdapat pada periode mufassir era
modern dimana mufassir menafsirkan ayat Al-Qur’an tidak bertentangan dengan
ilmu pengetahuan. Adapun penafsiran kata libas pada era ini diartikan dengan
sesuatu untuk menutup aurat, perhiasan dan juga hati. Contohnya seperti perkataan
Abdurrohman yang dikutip oleh Sayyid Quthbi “Bertakwalah kepada Allah dengan
menutup auratmu, itulah yang dinamakan pakaian taqwa”.19
E. Kesimpulan
Kata libas merupakan kata yang memiliki makna dasar dan makna peralihan
yang beragam. Disinilah yang menjadikan celah kajian metodologi semantik dengan
objek sebuah kata yang memiliki ragam makna. Adapun makna dasar kata libas yaitu
bisa diartikan sebagai pakaian atau menutupi. Dan ujntuk makna relasionalnya, terdapat
kata seperti tsiyab, saraabil, yuwaari dan masih ada lagi sebenarnya, akan tetapi penulis
masih menemukan kesulitan dalam mengungkapkan seluruh makna relasionalnya uang
terdapat dalam satu kitab Al-Qur’an secara utuh.
Kemudian terkait sinkronisasi dan diakronisasi kata, kata libas dalam
penafsirannya oleh beberapa mufassir dibagi menjadi tiga masa dengan pemaknaan
sedikit berbeda mengikuti perkembangan zaman yang menuntut elastisitas Al-Quran
supaya tetap dapat dijadikan pedoman sejak turunnya sampai hari kiamat seperti yang
dijanjikan oleh Allah swt. Periode pertama, kata libas hanya diartikan sebagai pakaian
saja. Kemudian pada periode kedua, kata libas diartikan dengan sesuatu yang menutupi
aurat. Berlanjut pada periode ketiga, kata libas diartikan sebagai perhiasan dan juga hati
selain juga bermakna sesuatu untuk menutupi aurat.
F. Saran
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan yang ada dalam tulisan ini.
Oleh karenanya, penulis sangat mengharapkan adanya masukan berupa kritik ataupun
saran yang konstruktif sehingga dikemudian hari penulis dapat mengetahui
kekurangan-kekurangan yang harus dihindari dalam tulisan-tulisan kedepannya.
Akhirul kalam, wallahul muwafiq ilaa aqwaamith thaariq.

19
Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur’an, (Beirut : Dar al-Syuruq, 1412 H), 3: hlm. 1278.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurraḥmān bin Abī Bakr Jalāl al-Dīn al-Suyūṭi, (tth), al-Dūr al-Manthūr, (Beirut : Dar
al-Fikr).
Abū Abdillāh Muḥammad bin Aḥmad bin Abī Bakr bin Farh al-Anshāri al-Khuzraji Shams
al-Dīn al-Qurṭubi, (1964), al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur’ān, (Mesir: Dar al-Kutub al
Mishriyyah).
Abū al-Barakāt Abdullāh bin Aḥmad bin Maḥmūd Hāfiẓ al-Dīn al-Nasafi, (1998), Madārik
al-Tanzīl wa Ḥaqāiq al Ta’wīl, (Beirut: Dār al-Kalm al-Ṭayb).
Abū Ḥafṣ Sirāj al-Dīn Umar bin Ali bin ‘Ādl al-Ḥanbali al-Dimasyqī al-Nu’māni, (1998),
al-Lubāb fī ‘Ulūm al-Kitāb, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah).
Al-Baiḍāwi, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Takwīl, (tth),
Aḥmad bin Muṣṭafa al-Marāghī, (1946), Tafsīr al-Marāghi, (Kairo: Shirkah Maktabah wa
Maṭba‟ah Muṣṭafa al-Bābi al-Ḥalabi).
Azizah Nurin Taufiqotuzzahhro’, (2016), SEMANTIK AL-QUR’AN : ANALISIS
PENGGUNAAN KATA LIBAS PRA DAN PASCA QUR’ANIK, Jurnal AL-ITQAN,
Vol.2, No.2
Ibnu Manẓūr, Lisān al-‘Arab, (tth),
Ibrahim Muṣṭafa (dkk). al-Mu’jam al-Wasīṭ, (ttp: Dār al-Da‟wah, tth).
Jumhuriyyah Mashr Mujamma’ Lughah al-‘Arabiyyah, (2004), al-Mu’jam al-Wasith,
(Kairo: Dar al-Syuruq).
Kementrian agama RI, (2012), Kedudukan dan Peran Perempuan (Tafsir al-Qur’an Tematik
Edisi yang Disempurnakan), (Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an).
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, (1364 H), al-mu’jam al-mufahras li Alfaadz al-qur’an
al-kariim, (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah)
Nashiruddin Abu Sa’d Abdullahbin Umar bin Muhammad al-syairazi al-baidlowi, (1418 H),
Anwaar al-Tanzil wa Asroor at-Ta’wil, (Beirut :Dar Ihya’ al-Thurats al-‘Arabiy).
Sayyid Quṭb, (1412 H), Fī Ẓilāl al-Qur’an, (Beirut : Dar al-Syuruq).
Wahyudi Abdullah, (2010), Kamus Al-Muntashir, (Tangerang, Mediatama Publishing Group).

Anda mungkin juga menyukai