Tentu satu hal yang tidaklah kita ragukan bahwasanya berjumpa dengan Ramadhan adalah satu
nikmat yang besar. Akan tetapi orang yang mendapatkan nikmat yang besar ini, belum tentu dia
menjadi manusia yang beruntung. Boleh jadi ada orang berjumpa dengan Ramadhan dan dia
menjadi manusia yang celaka. Dan sungguh betapa celakanya orang yang semacam ini. Allah berikan
kepadanya nikmat yang besar, namun dia malah menjadi manusia yang celaka dalam nikmat besar
dalam nikmat besar yang Allah berikan kepadanya.
Siapakah orang yang menjadi manusia yang celaka, manusia yang merugi, pada saat Allah
Subhanahu wa Ta’ala memberikan nikmat besar kepadanya?
Hal ini telah Nabi jelaskan dalam satu hadits yang shahih diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sungguh celaka seorang yang berjumpa dengan bulan Ramadhan, kemudian Ramadhan itu berakhir
dalam keadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala belum mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Tirmidzi)
Manusia yang celaka di bulan Ramadhan, manusia yang celaka dalam keadaan Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberikan nikmat yang besar untuk dirinya adalah orang yang berjumpa dengan bulan
Ramadhan namun ketika Ramadhan berakhir ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala belum
mengampuni dosa-dosanya.
Padahal selama bulan Ramadhan terdapat banyak amal yang jika dikerjakan akan menyebabkan
ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semisal amal berupa puasa. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengatakan:
ان ِإي َما ًنا َواحْ ِت َسابًا ُغف َِر لَ ُه َما َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه
َ ض َ َْمن
َ صا َم َر َم
“Siapa yang berpuasa dengan motivasi yang benar karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Allah ampuni dosa-dosanya yang lewat.”
ُغف َِر لَ ُه َما َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه،ان ِإي َما ًنا َواحْ ِت َسابًا
َ ضَ َمنْ َقا َم َر َم
“Siapa yang shalat tarawih di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Allah ampuni dosa-dosanya yang lewat.”
Demikian juga shalat dimalam hari saat Lailatul Qadar. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam:
ُغفِر لَ ُه َما تقدَّم مِنْ ذ ْن ِب ِه،ًَمنْ َقا َم لَ ْيلَ َة ال َق ْد ِر ِإيمانا ً واحْ ِت َسابا
“Siapa yang mengerjakan shalat dimalam hari dan malam tersebut bertepatan dengan Lailatul
Qadar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala ampuni dosa-dosa yang lewat.”
Terdapat banyak amal yang disyariatkan di bulan Ramadhan yang menjadi sebab terampuninya
dosa. Namun ternyata ada orang yang Ramadhan berakhir dan Allah Subhanahu wa Ta’ala belum
mengampuni dosa-dosanya. Maka sungguh dia adalah orang yang teledor, sungguh dia adalah orang
yang ceroboh.
Waktu yang Allah berikan demikian panjang. Satu bulan lamanya, boleh jadi 29 hari, menjadi 30 hari.
Ternyata dari sekian waktu lamanya ini dengan terdapat berbagai macam amal didalamnya yang itu
adalah amal-amal yang menghapus dosa, ternyata tidak mendapatkan bagian dari orang-orang yang
mendapatkan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka berarti, sungguh puasanya adalah puasa yang sangat tidak berkualitas, shalat malamnya
adalah shalat malam yang betu-betul tidak ada nilainya dan tidak ada harganya, shalat tarawihnya
adalah shalat tarawih yang tidak ada faidahnya, dia hanya mendapat capek saja dari shalat tarawih
yang dia lakukan tersebut. Yang dia dapatkan dari puasa yang dia kerjakan hanya lapar dan dahaga
semata.
Inilah manusia yang celaka pada saat Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan nikmat kepadanya.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita semuanya dari keadaan tragis semacam ini.
Transkrip Materi Kultum Ramadhan Singkat: Keistimewaan Bulan Ramadhan
Oleh karena itu maka menjadi keharusan kita, menjadi kewajiban kita
seorang Muslim yang menyadari hal ini untuk meningkatkan
kesungguhan kita dalam mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai
macam ibadah dan amal shalih.
Tentu satu hal yang tidaklah kita ragukan bahwasannya orang yang
gugur di medan jihad adalah orang yang sangat besar ganjarannya,
seorang yang sangat mulia kedudukannya disisi Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Namun orang yang matinya tidak mati syahid bisa
mendapatkan pahala yang menyayangi atau bahkan lebih unggul
daripada pahalanya orang yang mati syahid dan diantara sebabnya
adalah ketika dia mengisi Ramadhan dengan baik. Ramadhannya
adalah Ramadhan yang berkualitas.
Ternyata setelah kemudian tiga orang tadi meninggal dunia, ada salah
satu Sahabat yang melihat dalam mimpi bahwasanya orang yang
ketiga, yang matinya di atas kasur, tidak mati sebagai syahid,
kedudukannya di akhirat malah lebih dulu masuk surga dibandingkan
dua kawannya yang gugur sebagai syahid. Satu hal yang
mengherankan. Dan ini pun juga telah mengharamkan para Sahabat.
Maka para Sahabat pun datang menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan menceritakan hal ini. Maka lihat apa komentar Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi katakan:
“Bukankah orang yang ketiga itu umurnya lebih panjang satu tahun?”
ان
َ ض َ َوَأ ْد َر
َ ك َر َم
“dengan tambahan umur satu tahun itu dia berjumpa Ramadhan
tahun selanjutnya”
َ َف
ُصا َمه
“dan dia berpuasa dengan baik dengan puasa yang berkualitas di
Ramadhan tersebut,”
صلَّى َك َذا َو َك َذا ِم ْن َسجْ َد ٍة فِى ال َّسنَ ِة
َ َو
“dan dia telah selama satu tahun mengerjakan shalat sekian ribu
rakaat jumlahnya”
ِ ْفَ َما بَ ْينَهُ َما َأ ْب َع ُد ِم َّما بَي َْن ال َّس َما ِء َواَألر
ض
“Maka diantara keduanya (antara yang mati belakangan yang
meninggal belakang dengan yang duluan) terdapat jarak yang lebih
jauh daripada antara langit dan bumi.”
Ada satu Sahabat yang meninggal dunia di atas kasur, di atas tempat
tidurnya, namun dia mendapatkan kedudukan yang jauh lebih tinggi
daripada dua kawannya yang mati sebagai syahid dengan jarak antara
langit dan bumi.
Apa sebabnya?
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebagian kaum muslimin di akhir Ramadhan malah tersibukkan dengan hal-hal dunia.
Dirinya lebih memikirkan pulang mudik, baju baru dan silaturahmi kepada kerabat.
Contoh dari suri tauladan kita tidaklah demikian. Di akhir Ramadhan, Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih tersibukkan dengan ibadah, apalagi shalat malam.
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadar: 3). Lailatul qadar adalah
malam yang penuh kemuliaan. Telah terdapat keutamaan yang besar bagi orang yang
menghidupkan malam tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َم ْن قَا َم لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر ِإي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no.
1901)
An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”
(Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341). Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan
pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat
lailatul qadar (Zaadul Masiir, 9/191).
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari
no. 2020 dan Muslim no. 1169)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-
malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari no. 2017)
Tidak Perlu Mencari Tanda
Sebagian orang sibuk mencari tanda kapan lailatul qadar terjadi. Namun sebenarnya
tanda tersebut tidak perlu dicari. Tugas kita di akhir Ramadhan, pokoknya terus
perbanyak ibadah. Karena kalau sibuk mencari tanda malam tersebut, kita malah tidak
akan memperbanyak ibadah. Walaupun memang ada tanda-tanda tertentu kala itu.
Tanda tersebut di antaranya:
Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang
penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi
hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath
Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18/361, shahih)
Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan
ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak dirasakan
pada hari-hari yang lain.
Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada
sebagian sahabat.
Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tanpa sinar yang
menyorot. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Malam itu adalah malam yang cerah yaitu
malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi
harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR. Muslim no.
762)
Jika Engkau Dapati Lailatul Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang
dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-
sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
ُال « قُولِى اللَّهُ َّم ِإنَّكَ َعفُ ٌّو تُ ِحبُّ ْال َع ْف َو فَاعْف
َ َت َأىُّ لَ ْيلَ ٍة لَ ْيلَةُ ْالقَ ْد ِر َما َأقُو ُل فِيهَا ق
ُ يَا َرسُو َل هَّللا ِ َأ َرَأيْتَ ِإ ْن َعلِ ْم
َعنِّى
”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul
qadar. Apa yang mesti aku ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, ”Katakanlah:
‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (artinya: Ya Allah, Engkau Maha
Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–,
karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu
Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171, shahih)
Lebih Giat Ibadah di Akhir Ramadhan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat lebih rajin di akhir Ramadhan lebih dari hari-
hari lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
ِ يَجْ تَ ِه ُد فِى ْال َع ْش ِر اَأل َو-صلى هللا عليه وسلم- ِ َكانَ َرسُو ُل هَّللا.
ر َما الَ يَجْ تَ ِه ُد فِى َغي ِْر ِهSِ اخ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR.
Muslim no. 1175)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi contoh dengan memperbanyak ibadahnya
saat sepuluh hari terakhir Ramadhan. Untuk maksud tersebut beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam sampai menjauhi istri-istri beliau dari berhubungan intim. Beliau pun tidak
lupa mendorong keluarganya dengan membangunkan mereka untuk melakukan
ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan. ‘Aisyah mengatakan,
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan
Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari
berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR.
Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174). Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Disunnahkan untuk memperbanyak ibadah di akhir Ramadhan dan disunnahkan pula
untuk menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.” (Al Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 8:71)
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam
tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat
jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)
Sumber https://rumaysho.com/1916-semakin-semangat-ibadah-di-akhir-ramadhan.html
Referensi: https://almanhaj.or.id/11560-ramadhan-bulan-penuh-berkah-
2.html
Referensi: https://almanhaj.or.id/4168-renungan-di-bulan-ramadhan.html