Anda di halaman 1dari 12

Transkrip Materi Kultum Singkat Ramadhan: Manusia Yang Merugi di Bulan Ramadhan

Tentu satu hal yang tidaklah kita ragukan bahwasanya berjumpa dengan Ramadhan adalah satu
nikmat yang besar. Akan tetapi orang yang mendapatkan nikmat yang besar ini, belum tentu dia
menjadi manusia yang beruntung. Boleh jadi ada orang berjumpa dengan Ramadhan dan dia
menjadi manusia yang celaka. Dan sungguh betapa celakanya orang yang semacam ini. Allah berikan
kepadanya nikmat yang besar, namun dia malah menjadi manusia yang celaka dalam nikmat besar
dalam nikmat besar yang Allah berikan kepadanya.

Siapakah orang yang menjadi manusia yang celaka, manusia yang merugi, pada saat Allah
Subhanahu wa Ta’ala memberikan nikmat besar kepadanya?

Hal ini telah Nabi jelaskan dalam satu hadits yang shahih diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫ضانُ ُث َّم ا ْن َسلَ َخ َق ْب َل َأنْ ي ُْغ َف َر َل ُه‬


َ ‫َرغِ َم َأ ْنفُ َرج ٍُل د ََخ َل َعلَ ْي ِه َر َم‬

“Sungguh celaka seorang yang berjumpa dengan bulan Ramadhan, kemudian Ramadhan itu berakhir
dalam keadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala belum mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Tirmidzi)

Demikian yang Nabi sampaikan.

Manusia yang celaka di bulan Ramadhan, manusia yang celaka dalam keadaan Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberikan nikmat yang besar untuk dirinya adalah orang yang berjumpa dengan bulan
Ramadhan namun ketika Ramadhan berakhir ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala belum
mengampuni dosa-dosanya.

Padahal selama bulan Ramadhan terdapat banyak amal yang jika dikerjakan akan menyebabkan
ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semisal amal berupa puasa. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengatakan:

Lihat juga: Kumpulan Ceramah Singkat dan Praktis

‫ان ِإي َما ًنا َواحْ ِت َسابًا ُغف َِر لَ ُه َما َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه‬
َ ‫ض‬ َ ْ‫َمن‬
َ ‫صا َم َر َم‬
“Siapa yang berpuasa dengan motivasi yang benar karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Allah ampuni dosa-dosanya yang lewat.”

Demikian juga Qiyam Ramadhan, Nabi katakan:

‫ ُغف َِر لَ ُه َما َت َق َّد َم مِنْ َذ ْن ِب ِه‬،‫ان ِإي َما ًنا َواحْ ِت َسابًا‬
َ ‫ض‬َ ‫َمنْ َقا َم َر َم‬

“Siapa yang shalat tarawih di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Allah ampuni dosa-dosanya yang lewat.”

Demikian juga shalat dimalam hari saat Lailatul Qadar. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam:

‫ ُغفِر لَ ُه َما تقدَّم مِنْ ذ ْن ِب ِه‬،ً‫َمنْ َقا َم لَ ْيلَ َة ال َق ْد ِر ِإيمانا ً واحْ ِت َسابا‬

“Siapa yang mengerjakan shalat dimalam hari dan malam tersebut bertepatan dengan Lailatul
Qadar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala ampuni dosa-dosa yang lewat.”

Terdapat banyak amal yang disyariatkan di bulan Ramadhan yang menjadi sebab terampuninya
dosa. Namun ternyata ada orang yang Ramadhan berakhir dan Allah Subhanahu wa Ta’ala belum
mengampuni dosa-dosanya. Maka sungguh dia adalah orang yang teledor, sungguh dia adalah orang
yang ceroboh.

Waktu yang Allah berikan demikian panjang. Satu bulan lamanya, boleh jadi 29 hari, menjadi 30 hari.
Ternyata dari sekian waktu lamanya ini dengan terdapat berbagai macam amal didalamnya yang itu
adalah amal-amal yang menghapus dosa, ternyata tidak mendapatkan bagian dari orang-orang yang
mendapatkan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka berarti, sungguh puasanya adalah puasa yang sangat tidak berkualitas, shalat malamnya
adalah shalat malam yang betu-betul tidak ada nilainya dan tidak ada harganya, shalat tarawihnya
adalah shalat tarawih yang tidak ada faidahnya, dia hanya mendapat capek saja dari shalat tarawih
yang dia lakukan tersebut. Yang dia dapatkan dari puasa yang dia kerjakan hanya lapar dan dahaga
semata.

Inilah manusia yang celaka pada saat Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan nikmat kepadanya.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita semuanya dari keadaan tragis semacam ini.
Transkrip Materi Kultum Ramadhan Singkat: Keistimewaan Bulan Ramadhan

Bapak dan Ibu kaum Muslimin dan Muslimah rahimani wa


rahimakumullah..

Satu hal yang tidak kita ragukan bahwasannya berjumpa dengan


bulan Ramadhan adalah nikmat yang besar, nikmat yang sangat mulia
yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita. Dan kita tidak
tahu, boleh jadi Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir kita.

Oleh karena itu maka menjadi keharusan kita, menjadi kewajiban kita
seorang Muslim yang menyadari hal ini untuk meningkatkan
kesungguhan kita dalam mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai
macam ibadah dan amal shalih.

Dan diantara hal yang menunjukkan istimewanya bulan Ramadhan


dan bahwasannya dia adalah tamu yang agung, tamu yang mulia dan
nikmat yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah mengisi
Ramadhan dengan baik, dengan puasa yang berkualitas, itu bisa
menyebabkan seseorang mendapatkan pahala yang bisa menyaingi
pahala yang didapatkan oleh orang yang mati syahid.

Tentu satu hal yang tidaklah kita ragukan bahwasannya orang yang
gugur di medan jihad adalah orang yang sangat besar ganjarannya,
seorang yang sangat mulia kedudukannya disisi Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Namun orang yang matinya tidak mati syahid bisa
mendapatkan pahala yang menyayangi atau bahkan lebih unggul
daripada pahalanya orang yang mati syahid dan diantara sebabnya
adalah ketika dia mengisi Ramadhan dengan baik. Ramadhannya
adalah Ramadhan yang berkualitas.

Sebagaimana dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan


hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani, di riwayat tersebut diceritakan
bahwa dimasa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terdapat tiga orang
yang berkawan. Dua diantaranya gugur sebagai syahid di medan
jihad. Kemudian setahun setelah itu yang ketiga meninggal dunia.

Ternyata setelah kemudian tiga orang tadi meninggal dunia, ada salah
satu Sahabat yang melihat dalam mimpi bahwasanya orang yang
ketiga, yang matinya di atas kasur, tidak mati sebagai syahid,
kedudukannya di akhirat malah lebih dulu masuk surga dibandingkan
dua kawannya yang gugur sebagai syahid. Satu hal yang
mengherankan. Dan ini pun juga telah mengharamkan para Sahabat.
Maka para Sahabat pun datang menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan menceritakan hal ini. Maka lihat apa komentar Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi katakan:

ً‫ث هَ َذا بَ ْع َدهُ َسنَة‬ َ ‫َألَي‬


َ ‫ْس قَ ْد َم َك‬
Lihat juga: Kumpulan Ceramah Singkat dan Praktis

“Bukankah orang yang ketiga itu umurnya lebih panjang satu tahun?”

‫ان‬
َ ‫ض‬ َ ‫َوَأ ْد َر‬
َ ‫ك َر َم‬
“dengan tambahan umur satu tahun itu dia berjumpa Ramadhan
tahun selanjutnya”

َ َ‫ف‬
ُ‫صا َمه‬
“dan dia berpuasa dengan baik dengan puasa yang berkualitas di
Ramadhan tersebut,”
‫صلَّى َك َذا َو َك َذا ِم ْن َسجْ َد ٍة فِى ال َّسنَ ِة‬
َ ‫َو‬
“dan dia telah selama satu tahun mengerjakan shalat sekian ribu
rakaat jumlahnya”

ِ ْ‫فَ َما بَ ْينَهُ َما َأ ْب َع ُد ِم َّما بَي َْن ال َّس َما ِء َواَألر‬
‫ض‬
“Maka diantara keduanya (antara yang mati belakangan yang
meninggal belakang dengan yang duluan) terdapat jarak yang lebih
jauh daripada antara langit dan bumi.”

Allahu Akbar..  Satu fadhilah yang sangat luar biasa..

Ada satu Sahabat yang meninggal dunia di atas kasur, di atas tempat
tidurnya, namun dia mendapatkan kedudukan yang jauh lebih tinggi
daripada dua kawannya yang mati sebagai syahid dengan jarak antara
langit dan bumi.

Apa sebabnya?

Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena dia umurnya lebih


panjang satu tahun. Pada saat itu dia berpuasa Ramadhan dan
puasanya adalah puasa yang berkualitas dan tentu selama satu tahun
tersebut dan mengerjakan sekian banyak shalat fardu dan shalat-
shalat sunnah. Karena itulah jarak antara dia dengan dua kawannya
adalah jarak antara langit dan bumi.

Hal ini menunjukkan betapa mulianya tamu Ramadhan. Betapa dia


adalah nikmat besar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada
kita. Dan sungguh celaka, dan sungguh siallah orang yang ceroboh
ketika dia berjumpa dengan Ramadhan dan tidak bisa mengisi
Ramadhan secara baik, tidak bisa mengisi Ramadhan dengan
maksimal. Sungguh ini adalah keteledoran yang sangat memalukan.
Sungguh ini adalah keteledoran yang sangat tragis dan menyedihkan.
Maka mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa
memberikan kepada kita hidayahNya dan menuntun langkah-langkah
kaki kita sehingga kita menjadi orang-orang yang sukses di bulan
Ramadhan dan kita keluar dari bulan Ramadhan dalam keadaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengampuni dosa-dosa kita.

Semakin Semangat Ibadah di Akhir Ramadhan

 Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  Follow on TwitterSend an emailAugust 23, 2011

0 8,332 5 minutes read

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebagian kaum muslimin di akhir Ramadhan malah tersibukkan dengan hal-hal dunia.
Dirinya lebih memikirkan pulang mudik, baju baru dan silaturahmi kepada kerabat.
Contoh dari suri tauladan kita tidaklah demikian. Di akhir Ramadhan, Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih tersibukkan dengan ibadah, apalagi shalat malam.

Raih Lailatul Qadar


Selayaknya bagi setiap mukmin untuk terus semangat dalam beribahadah di sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan lebih dari lainnya. Di sepuluh hari terakhir tersebut
terdapat lailatul qadar. Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫لَ ْيلَةُ ْالقَ ْد ِر َخ ْي ٌر ِم ْن َأ ْل‬


‫ف َشه ٍْر‬

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadar: 3). Lailatul qadar adalah
malam yang penuh kemuliaan. Telah terdapat keutamaan yang besar bagi orang yang
menghidupkan malam tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫َم ْن قَا َم لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر ِإي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no.
1901)
An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”
(Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341). Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan
pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat
lailatul qadar (Zaadul Masiir, 9/191).

Kapan Lailatul Qadar Terjadi?


Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ ‫ر ِم ْن َر َم‬Sِ ‫ لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر فِى ْال َع ْش ِر اَأل َوا ِخ‬S‫تَ َح َّروْ ا‬


َ‫ضان‬

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari
no. 2020 dan Muslim no. 1169)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-
malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ِ ‫ لَ ْيلَةَ ْالقَ ْد ِر فِى ْال ِو ْت ِر ِمنَ ْال َع ْش ِر اَأل َو‬S‫تَ َح َّروْ ا‬


َ ‫ر ِم ْن َر َم‬Sِ ‫اخ‬
َ‫ضان‬

“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari no. 2017)
Tidak Perlu Mencari Tanda
Sebagian orang sibuk mencari tanda kapan lailatul qadar terjadi. Namun sebenarnya
tanda tersebut tidak perlu dicari. Tugas kita di akhir Ramadhan, pokoknya terus
perbanyak ibadah. Karena kalau sibuk mencari tanda malam tersebut, kita malah tidak
akan memperbanyak ibadah. Walaupun memang ada tanda-tanda tertentu kala itu. 
Tanda tersebut di antaranya:
Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang
penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi
hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath
Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18/361, shahih)
Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan
ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak dirasakan
pada hari-hari yang lain.
Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada
sebagian sahabat.
Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tanpa sinar yang
menyorot. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Malam itu adalah malam yang cerah yaitu
malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi
harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR. Muslim no.
762)
Jika Engkau Dapati Lailatul Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang
dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-
sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

ُ‫ال « قُولِى اللَّهُ َّم ِإنَّكَ َعفُ ٌّو تُ ِحبُّ ْال َع ْف َو فَاعْف‬
َ َ‫ت َأىُّ لَ ْيلَ ٍة لَ ْيلَةُ ْالقَ ْد ِر َما َأقُو ُل فِيهَا ق‬
ُ ‫يَا َرسُو َل هَّللا ِ َأ َرَأيْتَ ِإ ْن َعلِ ْم‬
‫َعنِّى‬

”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul
qadar. Apa yang mesti aku ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, ”Katakanlah:
‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (artinya: Ya Allah, Engkau Maha
Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–,
karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu
Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171, shahih)
Lebih Giat Ibadah di Akhir Ramadhan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat lebih rajin di akhir Ramadhan lebih dari hari-
hari lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

ِ ‫ يَجْ تَ ِه ُد فِى ْال َع ْش ِر اَأل َو‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬.
‫ر َما الَ يَجْ تَ ِه ُد فِى َغي ِْر ِه‬Sِ ‫اخ‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR.
Muslim no. 1175)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi contoh dengan memperbanyak ibadahnya
saat sepuluh hari terakhir Ramadhan. Untuk maksud tersebut beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam sampai menjauhi istri-istri beliau dari berhubungan intim. Beliau pun tidak
lupa mendorong keluarganya dengan membangunkan mereka untuk melakukan
ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan. ‘Aisyah mengatakan,

ُ‫ َوَأ ْيقَظَ َأ ْهلَه‬، ُ‫ َوَأحْ يَا لَ ْيلَه‬، ُ‫زَره‬


َ ‫َكانَ النَّبِ ُّى – صلى هللا عليه وسلم – ِإ َذا َد َخ َل ْال َع ْش ُر َش َّد ِمْئ‬

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan
Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari
berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR.
Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174). Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Disunnahkan untuk memperbanyak ibadah di akhir Ramadhan dan disunnahkan pula
untuk menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.” (Al Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 8:71)
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam
tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat
jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)

Menghidupkan Malam Penuh Kemuliaan


Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan
mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy
Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat
Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, ia berarti telah dinilai menghidupkan malam
tersebut”. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 329). Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan
hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an (‘Aunul Ma’bud,
4/176). Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar
berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar
karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan
diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901).
Jika seorang meraih lailatul qadar dengan i’tikaf, itu lebih bagus. Namun i’tikaf bukanlah
syarat untuk dapati malam kemuliaan tersebut. Begitu pula bukanlah syarat mesti di
masjid untuk dapati lailatul qadar. Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah
bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh,
musafir dan orang yang tidur (namun hatinya tidak lalai dalam dzikir), apakah mereka
bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka
tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan
mendapatkan bagian malam tersebut.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 341).
Semoga Allah beri taufik kepada kita sekalian untuk terus perbanyak ibadah di akhir-
akhir Ramadhan dan moga kita juga termasuk hamba yang mendapatkan malam penuh
kemuliaan, lailatul qadar. Wallahu waliyyut taufiq.

Sumber https://rumaysho.com/1916-semakin-semangat-ibadah-di-akhir-ramadhan.html

KEBERKAHAN BULAN RAMADHAN DAN KEUTAMAANNYA Bulan


Ramadhan memiliki banyak keberkahan, keutamaan dan berbagai
keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan lainnya. Keberkahan
Pertama : Adalah bahwa puasa Ramadhan merupakan penyebab
terampuninya dosa-dosa dan terhapusnya berbagai kesalahan.
Sebagaimana hadits yang terdapat dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda: ‫ضانَ ِإ ْي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬ َ ‫صا َم َر َم‬ َ ‫ َم ْن‬. “Barangsiapa yang
berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala (dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu.”[3] Dan dalam Shahiih Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu
anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ت ْال َكبَاِئ َر‬ ٌ ‫ضانَ ُم َكفِّ َر‬
ِ َ‫ات لِ َما بَ ْينَه َُّن ِإ َذا اجْ تُنِب‬ َ ‫ات ْال َخ ْمسُ َو ْال ُج ُم َعةُ ِإلَى ْال ُج ُم َع ِة َو َر َم‬
َ ‫ضانُ ِإلَى َر َم‬ ُ ‫صلَ َو‬
َّ ‫اَل‬.
“Shalat fardhu lima waktu, shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan
Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang
dilakukan di antara masa tersebut seandainya dosa-dosa besar
dijauhkannya.”[4] Keberkahan Kedua : Pada bulan ini terdapat satu malam
yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam lailatul Qadar. Namun
mengenai hal ini akan dibahas secara khusus dan tersendiri pada bab
selanjutnya. Keberkahan Ketiga : Terdapat banyak hadits lain yang
menjelaskan keutamaan dan keistimeaan bulan yang sangat barakah ini, di
antaranya hadits yang termaktub dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‫ِإ َذا َجا َء‬
ِ ‫صفِّ َد‬
ِ َ‫ت ال َّشي‬
ُ‫اطيْن‬ ِ َّ‫ت َأ ْب َوابُ الن‬
ُ ‫ار َو‬ ْ َ‫ت َأ ْب َوابُ ْال َجنَّ ِة َو ُغلِّق‬
ْ ‫ضانُ فُتِّ َح‬
َ ‫ َر َم‬. “Apabila Ramadhan datang
maka pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan syaitan-
syaitan dibelenggu.”[5] Sedangkan dalam riwayat an-Nasa-i dan Imam
Ahmad terdapat tambahan: “Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan
yang penuh barakah.”[6] Keberkahan Keempat : Di antara keberkahan
bulan ini adalah kaum Muslimin dapat meraih banyak keutamaan dan
manfaat puasa yang bersifat ukhrawi maupun duniawi, di antaranya yaitu:

Referensi: https://almanhaj.or.id/11560-ramadhan-bulan-penuh-berkah-
2.html

Berjumpa dengan bulan Ramadhan merupakan kenikmatan yang sangat


besar. Maka selayaknya seorang muslim benar-benar merasakan dan
menjiwai nikmat tersebut. Betapa banyak orang yang terhalang dari nikmat
ini, baik karena ajal telah menjemput, atau karena ketidakmampuan
beribadah sebagaimana mestinya, karena sakit atau yang lainnya, ataupun
karena mereka sesat dan masa bodoh terhadap bulan yang mulia ini. Oleh
karena itu, hendaknya seorang muslim bersyukur kepada Allah atas
karuniaNya ini. Berdoa kepadaNya agar dianugerahi kesungguhan serta
semangat dalam mengisi bulan mulia ini, yaitu dengan ibadah dan dzikir
kepadaNya. Yang menyedihkan, banyak orang tidak mengerti kemuliaan
bulan suci ini. Tidak menjadikan bulan suci ini sebagai lahan untuk
memanen pahala dari Allah dengan memperbanyak beribadah,
bersedekah dan membaca Al Qur`an. Namun bulan yang agung ini,
mereka jadikan musim menyediakan dan menyantap aneka ragam
makanan dan minuman, menyibukkan kaum ibu terus berkutat dengan
dapur. Sebagian yang lain ada yang memanfaatkan bulan mulia ini hanya
dengan bergadang dan ngobrol hingga pagi, kemudian pada siang harinya
dipenuhi dengan mimpi-mimpi. Bahkan ada yang terlambat untuk shalat
berjamaah di masjid. Ataupun tatkala shalat di masjid, ia berangan-angan
agar sang imam segera salam. Sebagian yang lain ada yang mengenal
bulan suci ini sebagai musim untuk mengeruk duit sebanyak-banyaknya.
Lowongan-lowongan pekerjaan ditelusurinya sebagai upaya memperoleh
kesempatan mengeruk dunia [1]. Sebagian yang lain sangat giat berjual
beli, stand bye di pasar dan meninggalkan masjid. Kalaupun shalat di
masjid, mereka shalat dalam keadaan terburu-buru. Wallahul musta’an…
[2] . Barangsiapa yang mengetahui keagungan bulan suci ini, maka dia
akan benar-benar rindu untuk bertemu dengannya. Para salaf sangat
merasakan keagungan bulan suci ini, sehingga kehadirannya selalu
dinanti-nanti oleh mereka. Bahkan jauh sebelumnya, mereka telah
mempersiapkan perjumpaan itu. Mu’alla bin Al Fadhl berkata,”Mereka
(para salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar Allah
mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan … .”[3] Pujilah Allah
dan bersyukurlah kepadaNya karena telah mempertemukan kita dengan
bulan Ramadhan dalam keadaan tentram dan damai. Renungkanlah,
bagaimanakah keadaan saudara-saudara kita di Palestina, Checnya,
Afghanistan, Iraq dan negeri-negeri yang lainnya? Bagaimanakah keadaan
mereka dalam menyambut bulan suci ini? Musibah demi musibah, derita
demi derita menimpa mereka. Dengan derita dan tangisanlah mereka
menyambut bulan suci ini. Dengan beraneka ragam makanan kita berbuka
puasa. Lantas, dengan apakah saudara-saudara kita di Somalia berbuka
puasa? Mereka terus menghadapi bencana busung lapar.[4

Referensi: https://almanhaj.or.id/4168-renungan-di-bulan-ramadhan.html

Anda mungkin juga menyukai