Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Penelitian Perikanan lndonesia Volume 6 Nomor 3-4 Tahun 2000

KETERKAITAN FAKTOR OSEANOGRAFI DENGAN SUMBER DAYA


IKAN PELAGIS
Bagian l: Deskripsi Faktor Fisik, Abiotik, dan Penyebaran Agregasi
Akustik di Laut Flores
Bambang Sadhotomo.) dan Subhat Nurhakim.t

ABSTRAK

Berlandaskan anggapan bahwa sumber daya ikan pelagis kecil menempati wilayah perairan
yang luas, mencakup perairan Laut Flores, sehingga peningkatan produksi ikan masih layak
dilaksanakan. Berbasis pada data survai akustik dan oseanografi yang dikumpulkan pada bulan
November 'l 999, penelitian ini bertujuan merangkum berbagai informasi mengenai dinamika
spasial agregasi ikan dan hubungannya dengan karakteristik perairan yang diperlukan dalam
pengembangan penangkapan. Data menunjukkan bahwa densitas akustik di perairan ini relatif
rendah dibandingkan dengan wilayah perairan di sebelah Barat, kecuali di beberapa area mar-
ginal di sekitar selat dan gugus terumbu karang. Profil massa air, kandungan nutrien dan
konsentrasi plankton serta larva memberi petunjuk adanya fenomena munculnya area marginal
yang subur di beberapa lokasi selama penelitian.

ABSTRACT: On the relationship between ocenographic factors and pelagic abundance.


Part I: Description of physical, biotic factors and distribution of acoustic
aggregation in the Flores Sea. By.' Bambang Sadhotomo and Subhat
Nurhakim.

This study ls based on the acoustical and oceanographycal characterlsfics observed during a
survey cottducted in November 1999. The objective was fo synthesize various information being
generated by hydrographic and acoustic data. Longitudinal profile of the area was figurized by
performitry graphical analysis on the salinity, temperature, nutrient, and acoustic data, as well as
orr plankton and larva sampling data. The data showed that the acoustic density in this area was
considered to be lower than those of the Java Sea. High feftile area and concentration of aggrega-
tion of trace were observed in the marginal area that was characterized by a turbulence and
intental wave near /he passage of the shifting of water masses from nofthern area to the lndian
Ocean.

KEYWORDS: pelagic, Flores, oceanography, acoustic, and aggregation

PENDAHULUAN menempati perairan di kawasan timur Sementara itu,


tekanan eksploitasi yang rendah di Laut Flores dan
Sumber daya perikanan pelagis di kawasan Indo- kurangnya pengetahuan akan penyebaran jenis-jenis
nesia bagian barat telah cukup lama dimanfaatkan. ikan pelagis kecil di perairan ini melatarbelakangi
Tekanan penangkapan dinilai telah cukup tinggi, penelitian ini. Berkenaan dengan haltersebut, dapat
terutama sejak perkembangan pesat pukat cincin di dikemukakan bahwa sebagran besar dari stok
Laut Jawa sejak 20 tahun terakhir. Suatu upaya untuk menempati wilayah perairan di luar Laut Jawa
tetap mempertahan kan atau men ingkatkan prod u ksi (Sadhotomo, 1998).
perikanan dapat dicapai melalui perluasan dan
Untuk itu, penggambaran pola penyebaran spasial
pengembangan daerah penangkapan baru di kawasan
yang mengacu pada informasi geografis perlu
timur. Sudah dapat dipastikan bahwa stok ikan pelagis
dilaksanakan untuk memberi landasan bagi penentuan
kecil yang dominan di perairan Laut Cina Selatan dan
taktik penangkapan di masa mendatang. Haldi atas
Laut Jawa berasal dari satu kesatuan populasi memberi suatu peluang untuk pengembangan
sebagaimana dapat ditafsirkan dari hasil penelitian penangkapan dan perlunya mempersiapkan informasi
genetik dari jenis Decapterus macrosoma (Perin, yang akurat untuk mengantisipasi berbagai masalah
1998) potensial dalam pengelolaan di masa mendatang,
Namun toleransi yang cukup tinggi terhadap seperti interaksi antar perikanan di wilayah barat dan
perubahan salinitas memungkinkan jenis-jenis ikan timur. Untuk itu perlu informasi relevan yang
pelagis kecil utama yang tertangkap di paparan Sunda menyangkut dinamika agregasi ikan yang merupakan

) Peneliti Dada Balai Penelitian Perikanan Laut


B. Sadhotomo dan S. Nurhakin

Laut Flores/F/ores Sea

1 1

7
2 I B

q)
2

1
G
J ; z q
1
1 1""
7 6"
-72 1

33
I ts Zft
'7, 3z

-f----
0116 116 117 117 118 118 119 119 120 120 121 121 122 122 12
0505.0.5 o LofgitudS (E) '5 .0.50.5.0
Gambar 1a Area yang dicakup dalam penelitian (garis terputus adalah cruise track KM Mutiara 4, nomor
adalah stasiun oseanografi dan plankton)
Figure 1a. Area covered during survey (dotted line are the cruise track of R/v Mutiara 4, figure numbers are
oce a nog ra ph tc station s)

basrs bagr protokol pengendalian dan pengoperasian oseanografidi Perairan Laut Flores Sebagian besar
penangkapan secara efisren. Makalah ini merupakan data yang digunakan dalam makalah ini bersumoer
bagran darr studr menyeluruh yang bertujuan pada pelayaran akustik dengan KM Mutiara 4 pada
merangkum segala informasi berkaitan dengan hal bulan November 1999. Track khusus bark yang
tersebut di atas dilaksanakan dengan kapal penelitian maupun kapal
komersial di perairan sekitar Selat Sape dan
BAHAN DAN METODE Kepulauan Komodo melengkapi studi ini (Gambar 1a
Penelitian ini berbasis pada data primer yang dan 1b).
dikumpulkan selama pelavaran akustik dan

-82

-83

-84

-85

-86

-87

-8. B

).2 119.3 119.4 119.5 119.6 119.7 119.8 119.9 12oO


Longitude (E)

Gambar 1b rrack dan stasiun oseanografi untuk studi khusus di selat sape
Figure 1b. Cruise track and oceanographic stations made during speciatcrulses rn Sape Strail
Jurnal Penelitian Perikanan lndonesia Volume 6 Nomor 3-4 Tahun 2000

Akuisisidata yang bekerla masing-masing pada frekuensi 120


kHz dan 38 kHz
Dua bentuk data utama telah diperoleh selama
(b) Data oseanografi:
periode pengamatan, yaitu.
fisik : salinitas, suhu, dan nutrien (DO, nitrat, dan
(a) Data akustik dan target Strengthyang dikumpulkan
fosfat)
dengan echosounder Biosonic dan Sirnrad EY500
plankton dan larva
(a) Salinitas/ Sal i n ity
Perairan dekat pantai I Near shore ltne Perairan lepas pantai I Offshore

- +t-l

-EO -EO
E
l:
- il:l -EE
4'
(:r
-
.1
t:t t:l -1 rlrl

o -1 lr:l -128
o
ooo -l.lO -148
)l

Garis bujr-rr / Lr,nllitude 1'E.1

(b) Suhu/Iemperature
Perairan dekat oantar I Near shore line Perairan lepas pantai I Offshore

.l,jr

t':l

:.5

:l
E 2E
.H
|1
'u 2.5
trl
I4
E
(O ,-r
!.1
_.t
c
(I' ti
o
9U -r.l '-J I
Y
tn
Garis brrlur / Longitu,Je LEr

Gambar2. Profil salinitas dan suhu Laut Flores dalam area cakupantrack (diagram sebelah kiriditurunkan
dari stasiun pengamatan di daerah pantai, sebelah kanan dari perairan lepas pantai)
Figure 2. Salinity and temperature profile in the area covered during cruise (left diagram presenfs near shore
statlons, right side, presenfs offshore ones)
B. Sadhotomo dan S. Nurhakim

20 25 30
0
10
20

40
50
cF6o
ts:zn
(! a 'v

xoon
v o156
110
120
1?n
140
150

Gambar 3. Diagram yang menunjukkan nilai suhu menurut kedalaman di beberapa lokasi
Figure3. Showing temperature-depth relationship in various sfafions

Protokol penggunan aparatus dan pengambilan udara di lapisan kedalaman tertentu dapat diamati
contoh meng ikuti cara-carc yang baku. Hasil observasi dengan jelas melalui alat akustik di sekitar s/ope
lain berupa pengamatan kondisiterumbu karang akan dalam selat. Fenomena ini terekam dengan baik,
disajikan dalam makalah terpisah. Analisis deskriptif namun masih memerlukan pencarian lebih lanjut untuk
berbasis pada presentasi grafikal merupakan dasar memisahkan dari data yang dibangkitkan oleh frace
bagi penafsiran data dan penyusunan informasi. Teknik atau agregasi ikan. Sifat massa air di lokasi yang
dalam analisis dan teori yang melatarbelakanginya relatif sempit ini ditunjukkan oleh perubahan ekstrim
seperti krigging, interpolasi, matematik-statistika, dan kandungan parameter oseanografi seperti nutrien,
sebagainya telah banyak disajikan dalam berbagai oksigen terlarut dan sebagainya yang selanjutnya
literatur. diikuti oleh konsentrasi plankton dan ikan.

HASIL DAN BAHASAN Penggambaran profil nutrien (dalam hal iniadalah


nitrate dan phosphafe) dengan cara yang sama
Profil massa air (Gambar 4) memberi petunjuk adanya fenomena
tersebut di atas. Penyuburan di lokasi tertentu dapat
Dalam skala luas, profil salinitas dan suhu ditunjukkan oleh nilai kandungan nutrien yang relatif
digambarkan sebagai contour menurut kedalaman dan tinggi pada kantong-kantong massa air di sekitar bujur
bujur Gradien vertikal di lokasi lepas pantai merupakan 119 derajat BT (dekat mulut Selat Sape) dan 1Zj
fenomena yang umum terdapat diwilayah perairan di derajat BT (di utara Teluk Maumere). Pengangkatan
lndonesia, yaitu suhu yang rendah mencerminkan massa air dari lapisan bawah dengan pola semacam
lapisan massa air dengan kadar garam yang lebih upwelling belum dapat dibuktikan dari penelitian ini,
tinggi (Wyrtki 1956). Namun di lokasi dekat pantai mengingat profil vertikal diturunkan dari pengukuran
dan selat, pelapisan massa air lebih disebabkan oleh hanya sampai kedalaman 150 m di bawah permukaan.
pertemuan dua massa air dari utara dan Samodera
Hindia. Selat Sape dapat dianggap sebagai salah satu Kelimpahan ikan
passage aliran massa air dari Samodera Pasifik ke
Samodera Hindia, sebagaimana Laut Timor dan Selat Agregasi
Makassar. Lokasi perairan dengan kondisi khusus
dapat diharapkan merupakan tempat berkumpulnya Indeks kelimpahan digambarkan berdasarkan
ikan tertentu dalam lumlah besar dengan pola agregasi reverberasi akustik yang dinyatakan dalam satuan Sa
yang spesifik (Marchal et a/., 1993). (mV'?) pada setiap 1.000 ping. Bentuk pengukuran lain

Dalam penelitian ini lokasi perairan tersebut dapat seperti target per mil persegi dan sebagainya dianggap
dicirikan oleh hubungan suhu dengan kedalaman yang sebagai proporsional dengan satuan tersebut
ditunjukkan oleh termoklin pada kedalaman kurang sehingga analisis cukup dilakukan terhadap
dari 100 m yang terdapat di Selat Sape. Percampuran pengukuran pada satuan Sa. Penggambaran
massa air dan umbalan merupakan kejadian yang kelimpahan diseragamkan dengan diagram contour
sering terlihat secara visual dan akustik selama profil massa air (Gambar 5). Dalam cakupan area
penelitian. Berbagai pola spesifik teramati seperti Deep skala luas, jumlah dan nilai agregasi target dinilai
Scattering Layer, pola gelombang dari gelembung rendah dan tidak memberi indikasi yang jelas
Jurnal Penelitian Perikanan lndonesia volume 6 Nomor 3-4 Tahun 2000

25 nr

50 nr

rril--ll7i llilo ttds ttt6o ttis l2o o t26 s f2l rl 121 E 122 D 122 s

rng/l-

l(X) nr

l:.
M"
150 nt n"
il6s:r100 1195 l2oo
E:
Garis bujur / L'ngirude

l5 ut

50 rn

100 nr
4,

.00 11?.50 l l8.0D I I s0 12t.00 t21.50 t .00 r22.50


=
=
150 nt -rl 1

@
ll
Longilude IE]

garts
Gambar4 Kontur kandungan nitrat dan fosfat menurut kedalaman dan bujur (garis terputus adalah
bantu untuk menunjukkan bujur yang sama)
Figure 4. Counturs showing nitrate and phosphate content by depths (dotted line presents the same
longitude)

5
B. Sadhotomo dan S. Nurhakim

500
450
400
E 3so
E 300
CL
c)
o 250
c 2o0
o
o 150
o
E
o 100
Y

116.5 117.0 117.5 118.0 118.5 119.0 119.5 120.0 120.5 121.0 121.5 1220 122.5

Garis bujur 7 Lorgitude(Q

Gambar 5. Kontur penyebaran indeks kelimpahan target akustik dalam area yang tercakup track
Figure 5. Countur showing the distribution of acoustic density in the area covered by the tracks

mengenai kecenderungan ikan pelagis kecil strength berkisar antara antara -47dF sampai-50 dB.
menempati perairan ini sebagai habitat utama. Dengan mengadopsi hubungan panjang ikan sama
Kecenderungan ikan menempati lapisan yang lebih dengan 20 log fS + konstanta, maka ukuran ikan
dalam terlihat dengan jelas pada Gambar 6 dan yang terdapat di perairan ini relatif lebih kecil, yaitu
dipertegas dengan contoh yang diambil dari dua berkisar antara 8-12 cm. Nilai ini masih lebih rendah
lapisan, yaitu lapisan dekat permukaan (7-28 m)dan dari komposisi panjang jenis utama yang ditangkap
lapisan 75-100 m. Stratifikasi vertikal tebih nyata pukat cincin di perairan sebelah timur Laut Jawa yang
dibandingkan dengan horizontal, walaupun berkisar antara 12-15 cm dalam panjang cagak dan
kecenderungan agregasi yang lebih padat terdapat pengukuran TS yang berkisar antara44 dB hingga -
pada lokasi tertentu, seperti di sekitar gugus karang 38 dB (Sadhotomo, 1998).
di utara Pulau. Moyo dan Selat Sape. Sebagai
pembanding, pada musim yang sama jumlah dan Distribusi plankton dan larva
ukuran agregasidi Laut Jawa bagian timur relatif lebih
Pengumpulan contoh larva dan plankton distasiun-
besar sebagaimana ditunjukkan hasil pengukuran
penelitian sebelumnya (Petit ef a/., 1995; Sadhotomo,
stasiun oseanografi memberi dukungan pada
kemungkinan adanya lokasi tertentu sebagai daerah
1998).
asuhan (nursery ground). Konsentrasi kepadatan telur
TargetStrength dan larva ikan di lokasi yang sama dengan daerah
yang relatif subur seperti telah dijelaskan di atas
Secara umum nilai hasil pengukuran target memberi petunjuk bahwa sebagian perairan Laut
stre ngth men unj ukkan bahwa u ku ran organ isme ya n g Flores merupakan daerah pemijahan berbagai jenis
terkena pancaran akustik selama penelitian ini relatif ikan, walaupun masih dipedukan penegasan jenis atau
kecildibandingkan dengan nilai pengukuran di Laut spesies larva tersebut melalui identifikasiyang lebih
Jawa pada musim yang sama walaupun beberapa rinci (Gambar 7).
target dengan ukuran relatif besar terdapat dalam Distribusi plankton secara kasar (yang dinyatakan
jumlah sedikit di sebelah timur area yang tercakup dalam jumlah individu seluruh spesies) jelas berkaitan
dalam survai. Sebagian besar nilai pengukuran farget dengan kandungan nutrien seperti yang digambarkan

6
Jurnal Penelitian Perikanan lndonesia Volume 6 Nomor 3-4 Tahun 2000

l'(Edalarnan 7-75 m

n rr7.t 11a.0 118.5 119.r:r r19,5 120.0 120.5 l2l.g l2l.5 122.8 122.5 12'r

I',..erlalarnan 75- l0ll rn

'-4Sa
\e{ q

Fb,
.'.; 1

i',ii': :,i ' ..,',*


,,';: 'r" ': "

Gambar 6. Penyebaran indeks kelimpahan pada dua lapisan berbeda


Figure 6.
Distribution of abundance indice in two different layers

LarvalLarua -
0 to 100
100 to 200
200 to 300
'7 5J + 300 to 500
+ 500
800
to 800
to 1000 + o
€oj + +
I

,a* O c
-, ul
+ T'"
-i17 o 117 5 118 o '1 18 5

7Ot&
f efurleqo
i

'/--i
J1
\J
i

--lol
.a
/\ +
: 'rt
:

.8 5r
+
-9.0- 0 119.5 120.0 120.5 121.0 121.5 122.0
117 0 117 5 118.0 '118 5 119 1225

Gambar 7. Penyebaran indeks kepadatan larva dan telur ikan


Figure 7. Distribution of eggs and laNae
B. Sadhotonto dan S. Nurhakim

dalam Gambar 8. Hal ini merupakan fenomena umum (b) Berbagai lokasi tertentu massa air yang subur
yang tidak memerlukan elaborasi lebih lanjut. Peran berkaitan dengan pola aliran dari utara dan
plankton dalam kehidupan ikan dalam stadium awal pertemuan dengan massa air dari selatan, serta
sangat nyata terutama dalam hubungannya dengan pengaruh darigugus terumbu karang. Deep scat-
pemangsaan. Namun bagaimanapun Juga, belum tering layer, internal wave dan turbulence lainnya
drperoleh data yang memadai mengenai fluktuasi yang muncul sebagai akibat dari percampuran
musiman kelimpahan plankton dan musim pemijahan kedua massa air tersebut merupakan fenomena

Zooplan kton/Zooplankthon
-7 r-\- _- _ _

O +Etr
0 to 1000

-:5- '1000
1500
to 1500
to 2000

o.)
-8 5i +€'+,
€r9f-o-]-r,'-a-ll6. 1Tili
l

11 Tz-T

Fitoplanton/Ph ytopl an to n

tJ :jr:r0r:r rq 150r:ll-l
il tir:rBr:r r{ {9000
lEiOt r.: l0'10'1il
+ Irlrlrlr0( rq 150(r00
I,
l5000tl to 500000 + o +
i,r

5 l?l rl

Gambar 8. Penyebaran horizontal Fitoplanton dan zooplankton


Figure 8.
Distribution of the phytoplankton and zooplankton

di perairan ini sehingga memungkinkan


untuk yang memungkinkan menghasilkan daerah mar-
menentukan bentuk kecenderungan hubungan grnal. Peran terumbu karang dan kondisi marginal
tersebut. Secara sederhana, hubungan nutrien-plank- dilokasitertentu dalam kehidupan ikan pada sta-
ton-larva dengan kondisi perairan merupakan titik tolak dia awal merupakan isu yang relevan untuk
untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut. penelitian lebih mendalam.

KESIMPULAN DAFTARPUSTAKA

Informasi yang dapat dirangkum dari berbagai Marchal, E., Gerlotto, F & Stequert, B. 1993. On the rela-
pengamatan tersebut mengarah pada dua hal, yaitu: tionship between scattering layer, thermal structure
('l) kesimpulan yang berkaitan dengan pola ruaya dan and tuna abundance in Eastern Atlantic Eouatorial
Current System. Oceanologica Acta. 16(3)'.261 -272
agregasi, (2) berkenaan dengan perilaku ikan sebagai
Perrin, C. 1998. Phylog6nie de I'ADN Mitochondrial, Struc-
respons terhadap kondisi oseanografis
ture G1ographique et Reconstruction de I'histoire
(a) Dinamika penyebaran spasial dan pola peng- Evolutive des Populations du Complexes D'espdce
gerombolan ikan pelagis cenderung mengikuti Decapterus cf. russelli Dans le Sud-esf Asiatique.
gradien utara-selatan searah dengan pergeseran Mem. DEA. Univ. Mediterranee Aix-Marseille ll.
massa air. Konsentrasi biomassa cenderung ORSTOM/lab. G6nome et Populations, CNRS UPR
9o60. 43 pp
menempati lapisan yang relatif dalam
Jurnal Penelitian Peikanan lndonesia Volume 6 Nomor 3-4 Tahun 2000

Petit, D., Gerlotto, F.and Petitgas, P. 1995. Data stratifi- Wyrtki, K. 1956. Monthlychartsof sea surfacesalinity in
Java
cation and pelagic fish density evaluation in the Indonesian and adjacent waters. J. CIEM, 21, 268-
Sea. Ihe Foutth Asian Fishery Forum. Oct.
Beijing, 279.
1995. 5 pp
Sadhotomo, B. 1998. Bio6cologi des princpales dspeces
pdlagiques exploite6s en mer de Java. Universit6 de
Montpellier ll Tehse de docteur. 365 pp.

Anda mungkin juga menyukai