TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimiayang terdapat
didalam bahan alam atau berasal dari dalam seldengan menggunakan pelarut dan
metode yang tepat. Sedangkanekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi, bahan
yang diekstraksimerupakan bahan alam (Ditjen POM, 1986). Ekstrak adalah
sediaan kental yang diperoleh denganmengekstraksi senyawa aktif dari simplisia
nabati atau simplisiahewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atauhampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yangtersisa
diperlakukan (Ditjen POM, 1995). Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk
menarikkomponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi inididasarkan
pada prinsip perpindahan massa komponen zat kedalam pelarut, dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka kemudian berdifusi masuk ke
dalam pelarut.
2.2 Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah maceraceae (bahasa Latin, artinya
merendam). Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair
yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam
menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya
etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku
resmi kefarmasian. Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstraksi dengan
sistem
tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini
pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak
tahan panas ataupun tahan panas (Muflihah, 2014)
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari (Moulana, 2012)
Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan cara
merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan
tanpa pemanasan.
2. Perkolasi bertingkat
Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar
yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia,
maka terjadi aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai
pelarutan zat aktifnya. Proses penyarian tersebut akan menghasilkan perkolat yang
pekat pada tetesan pertama dan tetesan terakhir akan diperoleh perkolat yang
encer. Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi
bertingkat.serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna, sebelum dibuang, disari
dengan penyari yang baru, diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari
sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru, disari dengan perkolat yang
hampir jenuh dengan demikian akan diperoleh perkolat akhir yang jenuh. Perkolat
dipisahkan dan dipekatkan.
Cara ini cocok jika digunakan untuk perusahaan obat tradisional,termasuk
perusahaan yang memproduksi sediaan galenik. Agar diperoleh cara yang tepat,
perlu dilakukan percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat
ditetapkan:
1. Jumlah perkolator yang diperlukan
2. Bobot serbuk simplisia untuk tiapa perkolasi
3. Jenis cairan penyari
4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi
5. Besarnya tetesan dan lain-lain
2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Perkolasi
Kelebihan dari metode perkolasi adalah:
1. Tidak terjadi kejenuhan
2. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat
seperti terdorong untuk keluar dari sel)
Kekurangan dari metode perkolasi adalah
1. Cairan penyari lebih banyak
2. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara
terbuka (Soebagio, 2005).
2.4.1 Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzigium
Spesies : Syzigium cumini
Gambar 2.4.1 Jamblang
(Syzigium cumini)
2.4.2 Morfologi
Pohon Jamblang tumbuh kokoh dengan tinggi 10-20 m dengan diameter
batang 40-90 cm, berdinding tebal, tumbuhnya bengkok dan bercabang banyak
(Dalimartha, 2003).
Kulit kayu yang berada dibagian bawah tanaman memiliki permukaan
kasar dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin keatas akan semakin licin dan
berwarna kelabu muda (Verheij dan Cornel, 1997).
Daun jamblang merupakan daun tunggal dan tebal dengan tangkai daun 1-
3,5 cm. Helaian daun lebar bulat memanjang atau bulat terbalik dengan pangkal
lebar berbentuk baji, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 7-16 cm, lebar 5-9
cm dan berwarna hijau. Tumbuhan jamblang memiliki bunga majemuk berbentuk
malai dengan cabang yang berjauhan, tumbuh diketiak daun dan diujung
percabangan, kelopak bentuk lonceng berwarna hijau muda, mahkota bentuk bulat
telur, benang sari banyak, berwarna putih dan baunya harum.Buahnya berupa
buah buni, lonjong dengan panjang 2-3 cm, ketika masih muda warnanya hijuan,
setelah masak warnanya merah tua keunguan, rasanya agak asam dan sepat.
Berbiji satu dengan bentuk lonjong keras dan warnanya putih. Tumbuhan
jamblang berakar tunggang, bercabang-cabang dan berwarna coklat muda
(Dalimartha, 2003)
2.4.3 Manfaat
Daun Tumbuhan Jamblang (Syzygium cumini) merupakan salah satu
tumbuhan dari suku Myrtaceae yang tumbuh di sekitaran dataran tinggi
Kabupaten Deli Serdang khususnya di Taman Biro Rektor Universitas Sumatera
Utara, yang dipercaya khasiatnya sebagai obat diabetes, sembelit, keputihan,
demam serta untuk menghambat keluarnya darah dari feses (Ayyanar, dkk, 2012).
Daunnya juga dapat digunakan sebagai pakan ternak dan sebagai makanan
bagi ulat sutra di India. Ekstrak daunnya menghasilkan minyak esensial yang
digunakan sebagai wewangian dalam sabun (Chaudhary & Mukhophadyay,
2012).
2.4.4 Kandungan Kimia
Tanaman jamblang diketahui memiliki fitokimia yang beragam dan
sebagian besar telah diamati manfaat kesehatannya. Syzygium cumini yang
termasuk kedalam suku Myrtaceae ini mengandung senyawa kimia antara lain
suatu alkaloid, flavonoid, tanin, triterpenoid, monoterpen, minyak atsiri. Daun
jamblang ini juga mengandung β-sistosterol, kuarsetin, myresetin, myrisetin,
flavonol glikosid, asilasi flavonol glikosida, triterpenoid dan tanin. Daun jamblang
ini juga kaya akan minyak essensial seperti myrtenol serta mengandung asam
ellagik, isoquarsetin, quarsetin dan kampferol (Baliga et al, 2011).
2.5 Uraian Tanaman Akar Kucing (Acalypha indica) (Akerele, 2007)
2.5.1 Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Acalypha Gambar 2.5.1 Akar Kucing
(Acalypha indica)
Spesies : Acalypha indica
2.5.2 Morfologi
Tanaman akar kucing merupakan tanaman rumput atau yang mempunyai
batang tegak dengan tinggi 30-50 cm. Tanaman akar kucing bercabang dengan
garis memanjang kasar, berambut halus. Daun tanaman akar kucing tunggal yang
bertangkai panjang dengan letak yang tersebar. Helaian daun tanaman akar kucing
berbentuk bulat seperti telur sampai lanset dengan ketebalan daun yang tipis,
ujung dan pangkal daun runcing dengan bentuk tepian daun bergerigi dengan
panjang 2.5-8 cm dan lebar 1.5-3.5 cm, daun tanaman akar kucing berwarna hijau.
Bunga tanaman akar kucing majemuk, berkelamin satu yang mana bunganya
keluar dari ketiak daun yang berbentuk kecil-kecil, dalam rangkaian berbentuk
seperti bulir. Buahnya tanaman akar kucing berbentuk kotak, bulat, hitam. Biji
tanaman akar kucing berbentuk bulat panjang, berwarna cokelat. Akar tanaman
akar kucing tunggang, berwarna putih. Habitat tanaman ekor kucing di dataran
tinggi dan rendah. Tanaman akar kucing berkembang biak menggunakan biji
(Kusuma, F. R, Zaky B. M, 2007).
2.5.3 Manfaat
Tanaman akar kucing berkhasiat sebagai antioksidan, antidiabetes,
antimikroba, dan antikanker (Kusuma, F. R, Zaky B. M, 2007).
2.5.4 Kandungan Kimia
Kandungan kimia dari tanaman kucing-kucingan baik dari daun, batang,
dan akar adalah saponin dan tanin, batangnya mengandung flavonoid (glikosida
kaempferol), dan daunnya mengandung minyak atsiri, steroid, dan triterpenoid ,
asam askorbat, β-sitosterol, fiber, quercetin, dan kaemferol (Kusuma, F. R, Zaky
B. M, 2007).
2.6 Uraian Bahan
2.6.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama IUPAC : Alkohol, Alkanol
Rumus Struktur :
OH
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Ditjen POM.(1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Depkes RI
Irawan, Bambang. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan
Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut. Semarang: Universitas
Negeri Gorontalo
Soebagio, dkk. 2005. Kimia Analitik. Malang: Universitas Negeri Malang
Saifudin, azis et al. 2011. Stansarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu
Muflihah. (2014). Pemanfaatan Ekstrak dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Bunga
Nusa Indah Merah (Musaenda frondosa), Bunga Mawar Merah (Rosa),
dan Bunga Karamunting (Melastoma malabathricum) sebagai Indikator
Asam-Basa Alami. Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim.
ISBN: 978-602-19421-0-9.
Moulana, dkk,. (2012). Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut Dan Asam Dalam
Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
Sabdariffa L). Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, Vol 4(3).
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope
Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatohyta). Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta
Dalimartha S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Puspa Swara, Jakarta.
Verheij, E.W.M. dan R.E Coronel, 1997.Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 2.Penerjemah
S. Danimihardja; H. Sutarno; N.W Utami Dan D.S.H. Hopsen. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Chaudary, B., Mukhopadhyay, K. 2012. Syzygium cumini (L) Skeels: A Potential Source of
Nutraceuticals. UPBS, 2 (1); 46 – 53.
Akerele, O. 2007. Medicinal Plants and Primary Health Care: an Agenda for Action.
Fitoterapia 59 : 355-363.
Baliga, MS, Baliga BRV, Kandathil SM, et al. (2011). A Review of The Chemistry and
Pharmacology of The Date Fruits (Phoenix dactylifera L.). Food Research International,
44 (7), 1812-1822.
Kusuma, F. R, Zaky B. M. 2007. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Jakarta : Agromedia
Pustaka