Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimiayang terdapat
didalam bahan alam atau berasal dari dalam seldengan menggunakan pelarut dan
metode yang tepat. Sedangkanekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi, bahan
yang diekstraksimerupakan bahan alam (Ditjen POM, 1986). Ekstrak adalah
sediaan kental yang diperoleh denganmengekstraksi senyawa aktif dari simplisia
nabati atau simplisiahewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atauhampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yangtersisa
diperlakukan (Ditjen POM, 1995). Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk
menarikkomponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi inididasarkan
pada prinsip perpindahan massa komponen zat kedalam pelarut, dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka kemudian berdifusi masuk ke
dalam pelarut.

2.2 Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah maceraceae (bahasa Latin, artinya
merendam). Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair
yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam
menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya
etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku
resmi kefarmasian. Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstraksi dengan
sistem
tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini
pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak
tahan panas ataupun tahan panas (Muflihah, 2014)
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari (Moulana, 2012)
Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan cara
merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan
tanpa pemanasan.

2.2.1 Prinsip Maserasi


Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat
kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya adalah
merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu
selama beberapa hari sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya.
Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu
tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut
tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri,
disebut  pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air”
(contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik).
Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarutnon-polar.
Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang 
dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara 
zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari)
sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung
zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat
aktif (0 %) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif didalam dan di luar sel
ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar
berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zataktif di dalam dan di luar
sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan
konsentrasi (istilahnya “jenuh”).
2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi
Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a) Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam 
b) Biaya operasionalnya relatif rendah
c) Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan
Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a) Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya
mamputerekstraksi sebesar 50% saja 
b) Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.Maserasi dapat dilakukan
modifikasi misalnya:
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 40 – 50°C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan
diperoleh keuntungan antara lain:
a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya
lapisan-lapisan batas. 
b) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan
tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding
terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruh
pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila
suhu dinaikkan.
d) Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan,
maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan meng
uap kembali ke dalam bejana.
2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk 
  Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3. Remaserasi
 Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasidengan
cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas,
ampasdimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4.  Maserasi Melingkar 
 Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan
penyariselalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir
kembalisecara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat
aktifnya.
5. Maserasi Melingkar Bertingkat 
Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan
secarasempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan
telahterjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat
(M.M.B),yang akan didapatkan :
a) Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan
bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut
dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.
b) Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan 
penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar
memberikan hasil penyarian yang maksimal.
c) Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk
simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang
maksimal.
d) Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang
lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang
sama (Saifudin, 2011).
2.3 Perkolasi
Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara penyarian
dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi. Perkolasi
adalah metode ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang
selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari
bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas (Istiqomah, 2013).
Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari
melalui bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.
2.3.1 Prinsip Perkolasi
Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: Serbuk simplisia ditempatkan
dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya.,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
  Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,
daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya
geseran (friksi).
            Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan yang


digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif
yang keluar dari percolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah
dilakukanya penyarian disebuat ampas atau sisa perkolasi.
Bentuk percolator ada 3 macam yaitu percolator berbentuk tabung,
percolator berbentuk paruh, dan percolator berbentuk corong. Pemilihan
percolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan di sari. Serbuk kina
yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik jika diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan
berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari
yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan jumlah cairan penyari yang
diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan
digunakan percolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi.  
Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak
cair, percolator berbentuk paruh biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak
atau tingtur dengan kadar tinggi, percolator berbentuk corong biasanya digunakan
untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah.
            Ukuran percolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah
bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi percolator.
Percolator dibuat dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang tidak saling
mempengaruhi dengan obat atau cairan penyari.
           Percolator dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain, yang
berfungsi untuk mencegah penguapan. Tutup karet dilengkapi dengan lubang
bertutup yang dapat dibuka atau ditutup dengan menggesernya. Pada beberapa
percolator sering dilengkapi dengan botol yang berisi cairan penyari yang
dihubungkan ke percolator melalui pipa yang dilengkapi dengan keran. Aliran
percolator diatur oleh keran. Pada bagian bawah, pada leher percolator tepat di
atas keran diberi kapas yang di atur di atas sarangan yang dibuat dari porselin atau
di atas gabus bertoreh yang telah dibalut kertas tapis
            Kapas yang digunakan adalah yang tidak terlalu banyak mengandung
lemak. Untuk menampung perkolat digunakan botol perkolat, yang bermulut tidak
terlalu lebar tetapi mudah dibersihkan. Di bawah ini adalah gambar alat perkolasi.
1. Reperkolasi
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka
cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan
pemekatan sari dengan pemanasan. Pada perkolasi tidak dilakukan pemekatan.
Reperkolasi dilakukan dengan cara : simplisia dibagi dalam beberapa percolator,
hasil percolator pertama dipekatkan menjadi perkolat I dan sari selanjutnya
disebut susulan II. Susulan II digunakan untuk menjadi perkolat II. Hasil
perkolator II dipisahkan menjadi perkolat II dan sari selanjutnya disebut susulan
III. Pekerjaan tersebut diulang sampai menjadi perkolat yang diinginkan.

2. Perkolasi bertingkat
Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar
yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia,
maka terjadi aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai
pelarutan zat aktifnya. Proses penyarian tersebut akan menghasilkan perkolat yang
pekat pada tetesan pertama dan tetesan terakhir akan diperoleh perkolat yang
encer. Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi
bertingkat.serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna, sebelum dibuang, disari
dengan penyari yang baru, diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari
sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru, disari dengan perkolat yang
hampir jenuh dengan demikian akan diperoleh perkolat akhir yang jenuh. Perkolat
dipisahkan dan dipekatkan.
            Cara ini cocok jika digunakan untuk perusahaan obat tradisional,termasuk
perusahaan yang memproduksi sediaan galenik. Agar diperoleh cara yang tepat,
perlu dilakukan percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat
ditetapkan:
1. Jumlah perkolator yang diperlukan
2. Bobot serbuk simplisia untuk tiapa perkolasi
3. Jenis cairan penyari
4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi
5. Besarnya tetesan dan lain-lain
2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Perkolasi
Kelebihan dari metode perkolasi adalah:
1. Tidak terjadi kejenuhan
2. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat
seperti terdorong untuk keluar dari sel)
Kekurangan dari metode perkolasi adalah
1. Cairan penyari lebih banyak
2. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara
terbuka (Soebagio, 2005).

2.4 Uraian Tanaman Jamblang (Syzigium cumini) (Tjitrosoepomo,2007)

2.4.1 Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzigium
Spesies : Syzigium cumini
Gambar 2.4.1 Jamblang
(Syzigium cumini)
2.4.2 Morfologi
Pohon Jamblang tumbuh kokoh dengan tinggi 10-20 m dengan diameter
batang 40-90 cm, berdinding tebal, tumbuhnya bengkok dan bercabang banyak
(Dalimartha, 2003).
Kulit kayu yang berada dibagian bawah tanaman memiliki permukaan
kasar dan berwarna kelabu tua, sedangkan semakin keatas akan semakin licin dan
berwarna kelabu muda (Verheij dan Cornel, 1997).
Daun jamblang merupakan daun tunggal dan tebal dengan tangkai daun 1-
3,5 cm. Helaian daun lebar bulat memanjang atau bulat terbalik dengan pangkal
lebar berbentuk baji, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 7-16 cm, lebar 5-9
cm dan berwarna hijau. Tumbuhan jamblang memiliki bunga majemuk berbentuk
malai dengan cabang yang berjauhan, tumbuh diketiak daun dan diujung
percabangan, kelopak bentuk lonceng berwarna hijau muda, mahkota bentuk bulat
telur, benang sari banyak, berwarna putih dan baunya harum.Buahnya berupa
buah buni, lonjong dengan panjang 2-3 cm, ketika masih muda warnanya hijuan,
setelah masak warnanya merah tua keunguan, rasanya agak asam dan sepat.
Berbiji satu dengan bentuk lonjong keras dan warnanya putih. Tumbuhan
jamblang berakar tunggang, bercabang-cabang dan berwarna coklat muda
(Dalimartha, 2003)
2.4.3 Manfaat
Daun Tumbuhan Jamblang (Syzygium cumini) merupakan salah satu
tumbuhan dari suku Myrtaceae yang tumbuh di sekitaran dataran tinggi
Kabupaten Deli Serdang khususnya di Taman Biro Rektor Universitas Sumatera
Utara, yang dipercaya khasiatnya sebagai obat diabetes, sembelit, keputihan,
demam serta untuk menghambat keluarnya darah dari feses (Ayyanar, dkk, 2012).
Daunnya juga dapat digunakan sebagai pakan ternak dan sebagai makanan
bagi ulat sutra di India. Ekstrak daunnya menghasilkan minyak esensial yang
digunakan sebagai wewangian dalam sabun (Chaudhary & Mukhophadyay,
2012).
2.4.4 Kandungan Kimia
Tanaman jamblang diketahui memiliki fitokimia yang beragam dan
sebagian besar telah diamati manfaat kesehatannya. Syzygium cumini yang
termasuk kedalam suku Myrtaceae ini mengandung senyawa kimia antara lain
suatu alkaloid, flavonoid, tanin, triterpenoid, monoterpen, minyak atsiri. Daun
jamblang ini juga mengandung β-sistosterol, kuarsetin, myresetin, myrisetin,
flavonol glikosid, asilasi flavonol glikosida, triterpenoid dan tanin. Daun jamblang
ini juga kaya akan minyak essensial seperti myrtenol serta mengandung asam
ellagik, isoquarsetin, quarsetin dan kampferol (Baliga et al, 2011).
2.5 Uraian Tanaman Akar Kucing (Acalypha indica) (Akerele, 2007)
2.5.1 Klasifikasi

Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Acalypha Gambar 2.5.1 Akar Kucing
(Acalypha indica)
Spesies : Acalypha indica

2.5.2 Morfologi
Tanaman akar kucing merupakan tanaman rumput atau yang mempunyai
batang tegak dengan tinggi 30-50 cm. Tanaman akar kucing bercabang dengan
garis memanjang kasar, berambut halus. Daun tanaman akar kucing tunggal yang
bertangkai panjang dengan letak yang tersebar. Helaian daun tanaman akar kucing
berbentuk bulat seperti telur sampai lanset dengan ketebalan daun yang tipis,
ujung dan pangkal daun runcing dengan bentuk tepian daun bergerigi dengan
panjang 2.5-8 cm dan lebar 1.5-3.5 cm, daun tanaman akar kucing berwarna hijau.
Bunga tanaman akar kucing majemuk, berkelamin satu yang mana bunganya
keluar dari ketiak daun yang berbentuk kecil-kecil, dalam rangkaian berbentuk
seperti bulir. Buahnya tanaman akar kucing berbentuk kotak, bulat, hitam. Biji
tanaman akar kucing berbentuk bulat panjang, berwarna cokelat. Akar tanaman
akar kucing tunggang, berwarna putih. Habitat tanaman ekor kucing di dataran
tinggi dan rendah. Tanaman akar kucing berkembang biak menggunakan biji
(Kusuma, F. R, Zaky B. M, 2007).
2.5.3 Manfaat
Tanaman akar kucing berkhasiat sebagai antioksidan, antidiabetes,
antimikroba, dan antikanker (Kusuma, F. R, Zaky B. M, 2007).
2.5.4 Kandungan Kimia
Kandungan kimia dari tanaman kucing-kucingan baik dari daun, batang,
dan akar adalah saponin dan tanin, batangnya mengandung flavonoid (glikosida
kaempferol), dan daunnya mengandung minyak atsiri, steroid, dan triterpenoid ,
asam askorbat, β-sitosterol, fiber, quercetin, dan kaemferol (Kusuma, F. R, Zaky
B. M, 2007).
2.6 Uraian Bahan
2.6.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama IUPAC : Alkohol, Alkanol
Rumus Struktur :

OH

Berat Molekul : 46,068 g/mol


Rumus Molekul : C2H5OH
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, dan
mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P,
dan dalam eter P
Khasiat : Antiseptik dan desifektan
Kegunaan : Sebagai desinfektan
Penyimpanan : Dalam botol yang tertutup baik
2.6.2 Metanol (Dirjen POM, 1979)  
Nama Resmi : Metanol  
Nama IUPAC : Metanol absolute
Rumuz Molekul : CH3OH
Berat Molekul : 32,04 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas


Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
 jernih tidak berwarna
Kegunaan   : Sebagai pelarut
Khasiat : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Ditjen POM.(1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Depkes RI
Irawan, Bambang. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan
Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut. Semarang: Universitas
Negeri Gorontalo
Soebagio, dkk. 2005. Kimia Analitik. Malang: Universitas Negeri Malang
Saifudin, azis et al. 2011. Stansarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu

Muflihah. (2014). Pemanfaatan Ekstrak dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Bunga
Nusa Indah Merah (Musaenda frondosa), Bunga Mawar Merah (Rosa),
dan Bunga Karamunting (Melastoma malabathricum) sebagai Indikator
Asam-Basa Alami. Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim.
ISBN: 978-602-19421-0-9.
Moulana, dkk,. (2012). Efektivitas Penggunaan Jenis Pelarut Dan Asam Dalam
Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus
Sabdariffa L). Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, Vol 4(3).
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope
Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatohyta). Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta

Dalimartha S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Puspa Swara, Jakarta.
Verheij, E.W.M. dan R.E Coronel, 1997.Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 2.Penerjemah
S. Danimihardja; H. Sutarno; N.W Utami Dan D.S.H. Hopsen. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Chaudary, B., Mukhopadhyay, K. 2012. Syzygium cumini (L) Skeels: A Potential Source of
Nutraceuticals. UPBS, 2 (1); 46 – 53.
Akerele, O. 2007. Medicinal Plants and Primary Health Care: an Agenda for Action.
Fitoterapia 59 : 355-363.
Baliga, MS, Baliga BRV, Kandathil SM, et al. (2011). A Review of The Chemistry and
Pharmacology of The Date Fruits (Phoenix dactylifera L.). Food Research International,
44 (7), 1812-1822.
Kusuma, F. R, Zaky B. M. 2007. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Jakarta : Agromedia
Pustaka

Anda mungkin juga menyukai