Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

BIAYA PENDIDIKAN

DI SUSUN OLEH:

Sri Regina Amir (C1C119001)

PROGRAM SARJANA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MEGA REZKI MAKASSAR

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah yang maha esa yang telah memberi rahmat dan hidayah nya kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah “BIAYA PENDIDIKAN”
secara tepat waktu.

Shalawat beserta salam juga kami kepada kekasih allah junjungan kita nabi agung
muhammad SAW, yang telah selalu membimbing kita ke jalan yg baik dan benar dan semoga
kita tetap sebagai pengikut sunah nya sampai akhir zaman nanti. Amin ya robbal alamin.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
membuat dan menyelesaikan makalah ini. Tanpa bantuan dari rekan-rekan sekalian maka penulis
akan sulit untuk menyelesaikannya.

Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari betul terdapat banyak kesalahan dan
kekeliruan maka dari itu penulis mengharapkan betul kritik dan saran agar pembuatan makalah
selanjutnya dapat di buat semaksimal mungkin.

BULUKUMBA, 18 JULI 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................

A. Bagaimana konsep dasar biaya dan mengapa dalam perkembangannya pendidikan


memerlukan biaya?
B. Apa sajakah komponen-komponen dalam biaya pendidikan serta faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi biaya pendidikan?
C. Apakah yang dimaksud dengan konsep efiensi pendidikan?
D. Ada berapa jenis biaya pendidikan serta sumber-sumber biayanya?
E. Apa yang dimaksud dengan penganggaran serta prinsip-prinsip dan tahapan-tahapan
dalam penyusunannya?
F. Apakah fungsi anggaran pendidikan serta bentuk-bentuk anggaran tersebut?
G. Mengapa anggaran butuh pengawasan serta tahapan-tahapan pengawasan?

BAB III PENUTUP.............................................................................................................

Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu lembaga akan dapat berfungsi dengan memadai kalau memiliki sistem manajemen yang didukung
dengan sumberdaya manusia (SDM), dana/biaya, dan sarana prasarana. Sekolah sebagai satuan
pendidikan juga harus memiliki tenaga (kepalasekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga administratif,
laboran, pustakawan, dan teknisi sumber belajar), sarana (bukupelajaran, buku sumber, buku
pelengkap, buku perpustakaan, alat peraga, alat praktik, bahan dan ATK, perabot), dan prasarana
(tanah, bangunan, laboratorium, perpustakaan, lapanganolahraga), serta biaya yang mencakup biaya
investasi (biaya untuk keperluan pengadaan tanah, pengadaan bangunan, alat pendidikan, termasuk
buku-buku dan biaya operasional baik untuk personil maupun nonpersonil). Biaya untuk personil antara
lain untuk kesejahteraan dan pengembangan profesi, sedangkan untuk biaya nonpersonil berupa
pengadaan bahan dan ATK, pemeliharaan, dan kegiatan pembelajaran.

Suatu sekolah untuk memiliki tenaga kependidikan yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi
kebutuhan memerlukan biaya rekrutmen, penempatan, penggajian, pendidikan dan latihan,
sertamutasi. Dalam usaha pengadaan sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran
tentu saja diperlukan dana yang tidak sedikit, bahkan setelah diadakan maka diperlukan dana untuk
perawatan, pemeliharaan, dan pendayagunaannya. Meskipun ada tenaga, ada sarana dan prasarana,
untuk memanfaatkan dan mendayagunakan secara optimal perlu biaya operasional baik untuk bahan
dan ATK habis pakai, biaya pemeliharaan, maupun pengembangan personil agar menguasai kompetensi
yang dipersyaratkan. Dari uraian di atas jelas bahwa untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah
termasuk di SMP perlubiaya, perludana, paling tidak memenuhi pembiayaan untuk memberikan standar
pelayanan minimal. Biaya pendidikan merupakan komponen sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Dapat dikatakan bahwa proses pendidikan tidak dapat berjalan tanpa dukungan biaya.
Dalam konteks perencaaan pendidikan, pemahaman tentang anatomi dan problematik pembiayaan
pendidik anamat diperlukan. Berdasarkan pemahaman ini dapat dikembangkan kebijakan pembiayaan
pendidikan yang lebih tepat dan adil serta mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan, baik tujuan
yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar biaya dan mengapa dalam perkembangannya pendidikan memerlukan
biaya?

2 .Apa sajakah komponen-komponen dalam biaya pendidikan serta faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi biaya pendidikan?
3. Apakah yang dimaksud dengan konsep efiensi pendidikan?

4. Ada berapa jenis biaya pendidikan serta sumber-sumber biayanya?

5. Apa yang dimaksud dengan penganggaran serta prinsip-prinsip dan tahapan-tahapan dalam
penyusunannya?

6. Apakah fungsi anggaran pendidikan serta bentuk-bentuk anggaran tersebut?

7. Mengapa anggaran butuh pengawasan serta tahapan-tahapan pengawasan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pembiayaan dalam pendidikan

2. Untuk mengetahui komponen dan sumber pembiayaan pendidikan

3. Untuk mengetahui tentang penganggaran pendidikan

4. Untuk mengetahui pengawasan anggaran

5. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan penganggaran serta prinsip-prinsip dan tahapan-tahapan
dalam penyusunannya?

6. Untuk mengetahui fungsi anggaran pendidikan serta bentuk-bentuk anggaran tersebut?

7. Untuk mengetahui mengapa anggaran butuh pengawasan serta tahapan-tahapan pengawasan?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Biaya

Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan tidak langsung(indirect cost), biaya
langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan
kegiatan-kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pembelajaran, sarana belajar, biaya
transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua maupun siswa sendiri.
Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning forgone) dalam bentuk biaya
kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar.

Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi anggaran
penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Anggaran
penerimaan adalah pendapatan yang diproleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan
diterima secara teratur. Sedangkan anggaran dasar pengeluaran adalah jumlah uang yang dibelanjakan
setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah.

Belanja sekolah sangat ditentukan oleh komponen-komponen yang jumlah dan proporsinya bervariasi
diantara sekolah yang satu dan daerah yang lainnya. Serta dari waktu kewaktu. Berdasarkan pendekatan
unsur biaya pengeluaran sekolah dapat dikategorikan ke dalam beberapa item pengeluaran, yaitu:

1. Pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran

2. Pengeluaran untuk tata usaha sekolah

3. Pemeliharaan sarana-prasarana sekolah

4. Kesejahteraan pegawai

5. Administrasi

6. Pembinaan teknis edukatif

7. Pendataan

Dalam konsep pembiayaan pendidikan dasar ada dua hal penting yang perlu dikaji atau dianalisis, yaitu
biaya pendidikan secara keseluruhan (total cost) dan biaya satuan per siswa (unit cost). Biaya satuan
ditingkat sekolah merupakan agregate biaya pendidikan tingkat sekolah, baik yang bersumber dari
pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan dalam satu
tahun pelajaran. Biaya satuan permurid merupakan ukuran yang menggambarkan seberapa besar uang
yang dialokasikan ke sekolah-sekolah secara efektif untuk kepentingan murid dalam menempuh
pedidikan.

B. Permasalahan Pembiayaan Pendidikan

Permasalahan pendidikan nasional tak pernah usai. Lebih khusus lagi jika menyangkut masalah
pembiayaan pendidikan, siapa pun mengakui makin mahalnya biaya untuk memasuki jenjang
pendidikan saat ini. Memang tidaklah salah jika dikatakan pendidikan bermutu membutuhkan biaya.
Namun persoalannya, daya finansial sebagian masyarakat di negeri ini masih belum memadai akibat
sumber pendapatan yang tak pasti.

Fenomena pendidikan yang menyedot biaya begitu besar dari masyarakat ini juga sempat terlihat saat
pendaftaran siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu. Orangtua siswa pun dibuat meradang mengenai
biaya yang harus ditanggung dalam menyekolahkan anaknya. Memang harus diakui jika Pemerintah tak
lepas tangan membiayai pendidikan. Untuk bidang pendidikan khusus siswa SD-SMP, Pemerintah telah
menggulirkan program bantuan operasional sekolah (BOS) untuk BOS tetaplah terbatas. Apalagi jika
bicara dana BOS khusus buku yang masih minim untuk membeli satu buku pelajaran berkualitas. Dengan
masih terbatasnya dana BOS itu mungkin ada yang berdalih jika Pemerintah sekadar membantu dan
meringankan beban masyarakat miskin. Jika benar demikian, maka Pemerintah bisa dikatakan tidak
peka. Bukti konkret adalah angka drop out anak usia sekolah antara usia 7-12 tahun pada 2005 lalu.
Hasil survei menyebutkan 185.151 siswa drop out dari sekolah. Padahal, siapa pun tahu jika program
BOS mulai dirintis sejak 2005.

Dalam hal ini, kita perlu memikirkan bersama persoalan pembiayaan pendidikan. Di lihat dari konstitusi,
Pemerintah bertanggung jawab mutlak membiayai anak-anak usia sekolah untuk menempuh jenjang
pendidikan dasar. Dalam UUD 1945 Pasal 31 (2) ditegaskan mengenai kewajiban pemerintah membiayai
pendidikan dasar setiap warga negara. Kita tentu melihat ketidaktaatan Pemerintah terhadap konstitusi.
Jika mengacu pada UUD 1945 Pasal 31 (2), anak usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan dasar
tanpa biaya. Lalu muncul pertanyaan, atas dasar apa pula pihak sekolah sering kali menarik pungutan-
pungutan kepada siswa dan orang tua siswa. UU No 20/2003 Pasal 34 (2) tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) pun menggariskan agar Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa pemungutan biaya.

Ditinjau lebih jauh, Pemerintah tampak tak memiliki komitmen politik terhadap pendidikan. Sebut saja
misalnya ketentuan anggaran pendidikan sebesar 20 % dalam APBN. Putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) terkait uji materi UU No 18/2006 tentang APBN 2007 yang mengalokasikan anggaran pendidikan
11,8 % bertentangan dengan UUD 1945 malah ditanggapi dingin Pemerintah. Tidak jauh berbeda pada
2006 lalu, dimana Pemerintah tidak merespon positif putusan MK yang memutuskan UU No 13/2005
tentang APBN 2006 dengan alokasi anggaran pendidikan 9,1 % bertentangan dengan UUD 1945.

Bagaimana pun, kita tidak bisa menutup mata terhadap mahalnya biaya menempuh jenjang pendidikan
di negeri ini. Ketika disinggung tentang anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN/APBD
sebagaimana amanat UUD 1945 dan UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas, pemerintah selalu mengatakan
tidak memiliki anggaran yang cukup. Ada sektor kebutuhan non-pendidikan yang semestinya juga harus
diperhatikan disamping terus mengupayakan secara bertahap anggaran pendidikan menuju 20 %.

Melihat kenyataan pengelolaan anggaran negara di republik ini, tampaknya terjadi ketidakefektifan di
samping mentalitas korupsi yang masih akut. Pemerintah tidak bisa tidak memang perlu memikirkan
lebih serius lagi pembiayaan pendidikan di Indonesia. Anggaran negara seyogianya dikelola lebih hemat
dan efektif agar benar-benar memberikan kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan pendidikan.

Disadari atau tidak, apa yang tertera dalam UUD 1945 tentu menyimpan harapan besar terhadap
kemajuan pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui, Pasal 31 (2) merupakan perubahan ketiga UUD
1945 yang disahkan 10 November 2001 dan Pasal 31 (4) merupakan perubahan keempat UUD 1945 yang
disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Rumusan UUD 1945 hasil amandemen itu secara implisit
mengajak Pemerintah untuk memperhatikan pembangunan sektor pendidikan. Siapa pun tentu sepakat
bahwa pembangunan sektor pendidikan tidak bisa diabaikan mengingat salah satu fungsi negara adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa.

Terkait dengan pembiayaan pendidikan, kita selalu mengharapkan komitmen Pemerintah agar tidak
berlepas tangan. Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan harus dimiliki para penyelenggara negara
untuk lebih memprioritaskan pembangunan manusia melalui usaha pendidikan. Hasil pendidikan yang
tidak bisa dinikmati seketika mungkin memberatkan para penyelenggara negara yang bermental
pragmatis alias ingin menikmati hasil dengan segera. Yang perlu diingat, pendidikan merupakan aspek
fundamental meningkatkan kualitas individu-individu manusia. Melalui pendidikan, individu-individu
manusia diupayakan memiliki kemampuan dan daya adaptabilitas terhadap perkembangan zaman.
Bangsa yang ingin maju tentu saja tidak bisa mengabaikan pendidikan anak bangsanya.

Biaya pendidikan memang mahal. Tidak ada satu individu yang dari dirinya sendiri mampu membiayai
kebutuhan pendidikan. Karena itu harus ada manajemen publik dari negara. Sebab negaralah yang
dapat menjamin bahwa setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak. Negaralah yang
semestinya berada di garda depan menyelamatkan pendidikan anak-anak orang miskin. Tanpa bantuan
negara, orang miskin tak akan dapat mengenyam pendidikan.

Namun, ketika negara sudah dibelenggu oleh empasan gelombang modal, sistem pendidikan pun bisa
ditelikung dan diikat oleh lembaga privat. Serangan ini pada gilirannya semakin mereproduksi
kemiskinan, melestarikan ketimpangan, mematikan demokrasi dan menghancurkan solidaritas di antara
rakyat negeri!

Mengapa sekolah mahal bisa dilacak dari relasi kekuasaan antar-instansi ini, yaitu antara lembaga publik
negara dan lembaga privat swasta. Ketimpangan corak relasional di antara dua kubu ini melahirkan
kultur pendidikan yang abai pada rakyat miskin, menggerogoti demokrasi, dan melukai keadilan.

Sekolah kita mahal, pertama, karena dampak langsung kebijakan lembaga pendidikan di tingkat sekolah.
Ketika negara abai terhadap peran serta masyarakat dalam pendidikan, pola pikir Darwinian menjadi
satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sebab tanpa biaya, tidak akan ada pendidikan. Karena itu,
membebankan biaya pada masyarakat dengan berbagai macam iuran merupakan satu-satunya cara
bertahan hidup lembaga pendidikan swasta. Ketika lembaga pendidikan negeri yang dikelola oleh
negara berlaku sama, semakin sempurnalah penderitaan rakyat negeri. Sekolah menjadi mimpi tak
terbeli!

Kedua, kebijakan di tingkat sekolah yang membebankan biaya pendidikan pada masyarakat terjadi
karena kebijakan pemerintah yang emoh rakyat. Ketika pemerintah lebih suka memuja berhala baru ala
Adam Smith yang "gemar mengeruk kekayaan, melupakan semua, kecuali dirinya sendiri," setiap
kewenangan yang semestinya menjadi sarana pelayanan berubah menjadi ladang penjarahan kekayaan.
Pejabat pemerintah dan swasta (kalau ada kesempatan!) akan berusaha mengeruk uang sebanyak-
banyaknya dari proyek anggaran pendidikan.

Ketiga, mental pejabat negara, juga swasta, terutama karena tuntutan persaingan di pasar global.
Indikasi Noam Chomsky tentang keterlibatan perusahaan besar Lehman Brothers dalam menguasai
sistem pendidikan rupanya juga telah menyergap kultur pendidikan kita. "Jika kita dapat memprivatisasi
sistem pendidikan, kita akan menggunungkan uang." Itulah isi pesan dalam brosur mereka

Banyak perusahaan berusaha memprivatisasi lembaga pendidikan, kalau bisa membeli sistem
pendidikan. Caranya adalah dengan memanfaatkan kelemahan moral para pejabat negara. Bagaimana?
Dengan membuatnya tidak bekerja! Karena itu, cara paling gampang untuk memprivatisasi lembaga
pendidikan adalah dengan membuat para pejabat negara membiarkan lembaga pendidikan mati tanpa
subsidi, mengurangi anggaran penelitian, memandulkan persaingan, dan lain-lain. Singkatnya, agar
dapat dijual, lembaga pendidikan negeri harus dibuat tidak berdaya. Kalau sudah tidak berdaya, mereka
akan siap dijual. Inilah yang terjadi dalam lembaga pendidikan tinggi kita yang telah mengalami
privatisasi.

Pendidikan merupakan conditio sine qua non bagi sebuah masyarakat yang solid, demokratis, dan
menghormati keadilan. Karena kepentingan strategisnya ini, mengelola pendidikan dengan manajemen
bisnis bisa membuat lembaga pendidikan menjadi sapi perah yang menggunungkan keuntungan. Karena
itu, sistem pendidikan akan senantiasa menjadi rebutan pasar. Jika pasar melalui jaring-jaring privatnya
menguasai sistem pendidikan, mereka dapat merogoh kocek orangtua melalui berbagai macam
pungutan, seperti, uang gedung, iuran, pembelian formulir, seragam, buku, jasa lembaga bimbingan
belajar, dan lain-lain.

Negara sebenarnya bisa berperan efektif mengurangi mahalnya biaya pendidikan jika kebijakan politik
pendidikan yang berlaku memiliki semangat melindungi rakyat miskin yang sekarat di jalanan tanpa
pendidikan. Jika semangat "mengeruk kekayaan, melupakan semuanya, kecuali diri sendiri" masih ada
seperti sekarang, sulit bagi kita menyaksikan rakyat miskin keluar dari kebodohan dan keterpurukan.
Maka yang kita tuai adalah krisis solidaritas, mandeknya demokrasi, dan terpuruknya keadilan sosial.

Pembiayaan dalam Pengembangan Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk miningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas. Dalam UUD 1945 pasal 31 “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.” Hal ini
membuktikan adanya langkah pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia.
Kenyataannya, tidak semua orang dapat memperoleh pendidikan yang selayaknya, dikarenakan
berbagai faktor termasuk mahalnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan. Kondisi inilah kemudian
mendorong dimasukannya klausal tentang pendidikan dalam amandemen UUD 1945. Konstitusi
mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan biaya pendidikan 20% dari APBN
maupun APBD agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan pendidikan. Ketentuan ini memberikan
jaminan bahwa ada alokasi dana yang secara pasti digunakan untuk penyelenggaraan pendidikan.

Namun, dalam pelaksanaanya pemerintah belum punya kapasitas finansial yang memadai, sehingga
alokasi dana tersebut dicicil dengan komitmen peningatan alokasi tiap tahunnya. Peningkatan kualitas
pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manfaat berupa peningkatan kualitas SDM. Disisi lain,
prioritas alokasi pembiayaan pendidikan seyogianya diorientasikan untuk mengatasi permasalahan
dalam hal aksebilitas dan daya tampung. Karena itu, dalam mengukur efektifitas pembiayaan
pendidikan, terdapat sejumlah prasyarat yang perlu dipenuhi agar alokasi anggaran yang tersedia dapat
terarah penggunaannya.

Menurut Adam Smith, Human Capital yang berupa kemampuan dan kecakapan yang diperoleh melalui
Pendidikan, belajar sendiri, belajar sambil bekerja memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang
bersangkutan. Perolehan ketrampilan dan kemampuan akan menghasilkan tingkat balik Rate of Return
yang sangat tinggi terhadap penghasilan seseorang. Berdasarkan pendekatan Human Kapital ada
hubungan Lenier antara Investment Pendidikan dengan Higher Productivity dan Higher Earning. Manusia
sebagai modal dasar yang di Infestasikan akan menghasilkan manusia terdidik yang produktif dan
meningkatnya penghasilan sebagai akibat dari kualitas kerja yang ditampilkan oleh manusia terdidik
tersebut,dengan demikian manusia yang memperoleh penghasilan lebih besar dia akan membayar pajak
dalam jumlah yang besar dengan demikian dengan sendirinya dapat meningkatkan pendapatan negara.

Peningkatan ketrampilan yang dapat mengahasilkan tenaga kerja yang Produktivitasnya tinggi dapat
dilakukan melalui Pendidikan yang dalam pembiayaannya menggunakan efesiensi Internal dan
Eksternal. Dalam upaya mengembangkan suatu sistem pendidikan nasional yang berporos pada pada
pemerataan, relevansi, mutu, efisiensi, dan efektivitas dikaitkan dengan tujuan dan cita-cita pendidikan
kita, namun dalam kenyataannya perlu direnungkan, dikaji, dibahas, baik dari segi pemikira tioritis
maupun pengamatan emperik.

Untuk dapat tercapai tujuan pendidikan yang optimal, maka salah satunya hal paling penting adalah
mengelola biaya dengan baik sesuai dengan kebutuhan dana yang diperlukan. Administrasi pembiayaan
minimal mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyaluran anggaran perlu dilakukan
secara strategis dan intergratif antara stakeholder agar mewujutkan kondisi ini, perlu dibangun rasa
saling percaya, baik internal pemerintah maupun antara pemerintah dengan masyarakat dan
masyarakat dengan masyarakat itu sendiri dapat ditumbuhkan. Keterbukaan, partisipasi, akuntabilitas
dalam penyelenggaraan pendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan menjadi
kata- kata kunci untuk mewujutkan efektifitas pembiayaan pendidikan.

B. Komponen Biaya Pendidikan

Konsep biaya pendidikan sifatnya lebih kompleks dari keuntungan, karena komponen biaya terdiri dari
lembaga jenis dan sifatnya. Biaya pendidikan bukan hanya berbentuk uang dan rupiah, tetapi juga dalam
bentuk biaya kesempatan (opportunity cost). Biaya kesempatan ini sering disebut “income forgon” yaitu
potensi pendapatan bagi seorang siswa selama ia mengikuti pelajaran atau mengikuti studi. Sebagai
contoh, seorang lulusan SMP yang tidak diterima untuk melanjutkan pendidikan SMU, jika ia bekerja
tentu memproleh penghasilan dan jika ia melanjutkan besarnya pendapatan (upah,gaji) selama tiga
tahun belajar di SMU harus diperhitungkan. Oleh karena itu, biaya pendidikan akan terdiri dari biaya
langsung dan biaya tidak langsung atau biaya kesempatan.

Biaya pendidikan merupakan dasar empiris untuk memberikan gambaran karakteristik keuangan
sekolah. Analisis efesiensi keuangan sekolah dalam pemanfataan sumber-sumber keuangan sekolah dan
hasil (output) sekolah dapat dilakukan dengan cara menganalisa biaya satuan (unit cost) per siswa. Biaya
satuan persiswa adalah biaya rata-rata persiswa yang dihitung dari total pengeluaran sekolah dibagi
seluruh siswa yang ada di sekolah dalam kurun waktu tertentu. Dengan mengetahui besarnya biaya
satuan persiswa menurut jenjang dan jenis pendidikan berguna untuk menilai berbagai alternatif
kebijakan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Didalam menentukan biaya satuan terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan makro dan mikro.
Pendekatan makro mendasarkan perhitungan pada keseluruhan jumlah pengeluaran pendidikan yang
diterima dari berbagai sumber dana kemudian dibagi jumlah murid. Pendekatan mikro mendasarkan
perhitungan biaya berdasarkan alokasi pengeluaran perkomponen pendidikan yang digunakan oleh
murid.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan

Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan pembiayaan pendidikan sekolah hal ini dipengaruhi oleh:

1. Kenaikan harga (rising prices)

2. Perubahan relatif dalam gaji guru (teacher’s sallaries)

3. Perubahann dalam populasi dan kenaikannya prosentasi anak disekolah negeri

4. Standard pendidikan (educational standards)

5. Meningkatnya usia anak yang meninggalkan sekolah

6. Meningkatkan tuntutan terhadap pendidikan lebih tinggi (higher education)

Sumber dana pembiayaan pendidikan yaitu :

1. Pemerintah Pusat

Pemerintah pusat membantu keuangan sekolah melalui beberapa cara, antara lain mencakup yang
berikut :

1. Hibah (grant) dan dana bantuan biaya operasional kepada sekolah.

2. Membayar gaji guru.

3. Membantu sekolah untuk mengadakan proyek penggalangan dana dengan menyediakan bantuan
teknis termasuk bahan dan perlengkapan, serta

4. Ikut mendanai pembangunan dan rehabilitasi bangunan sekolah.

Pemerintah juga melakukan kontribusi tidak langsung kepada sekolah. Misalnya, melalui pelatihan
kepala sekolah dan guru, menyiapkan silabus dan bahan, serta melakukan pengawasan.

2. Pemerintah Daerah

Di negara kita, urusan pendidikan dasar dan menengah dilimpahkan kepada pemerintah daerah.
Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk membangun sekolah, membayar gaji guru, menyediakan
sarana fisik, fasilitas ruang kelas, dan peralatan kantor sekolah dengan dana yang berasal dari APBD dan
APBN. Daerah yang memiliki pendapatan asli daerah yang tinggi, akan memiliki peluang lebih besar
untuk membantu pemenuhan kebutuhan dana penyelenggaraan sekolah.

3. Orang Tua Peserta didik


Kontribusi orang tua kemungkinan merupakan keharusan karena pemerintah belum mampu
mendanai seluruh kebutuhan dasar dana sekolah. Hal ini umumnya terjadi di negara-negara
berkembang seperti negara kita. Namun, di negara maju yang pemerintahnya dapat membangun
fasilitas pendidikan yang baik, menyediakan guru yang cakap, dan menyediakan dana untuk berbagai
program sekolah. Orang tua peserta didik masih berkehendak untuk menyumbang dana atau berbagai
peralatan yang diperlukan sekolah. Mereka ingin agar anak-anak mereka memasuki dunia nyata dengan
bekal pendidikan terbaik yang dapat mereka peroleh. Mereka ingin anak-anak mereka memiliki
keunggulan ketika memasuki dunia kerja.

Cara orang tua berkontribusi kemungkinan mencakup yang berikut:

1. Membayar biaya pendidikan yang ditentukan secara resmi.

2. Memberi kontribusi kepada komite sekolah.

3. Membayar sumbangan untuk membangun fasilitas tertentu, seperti perumahan bagi guru.

4. Orang tua kemungkinan menyumbangkan tenaga dan keterampilan tertentu dalam berbagai
kegiatan seperti pekerjaan bangunan atau membantu dalam pelatihan olahraga, atau bahkan mungkin
dapat menggantikan guru yang tidak hadir.

5. Membayar guru atas tambahan pelajaran di luar jam sekolah.

6. Membayar pembelian buku pelajaran, alat tulis, sepatu dan seragam sekolah, meja dan kursi,
perpustakaan, dan dana kegiatan olahraga.

7. Mendanai kesejahteraan anak-anak mereka, seperti uang transpor, uang makan, dan sebagainya.

Kita perlu berasumsi bahwa semua orang tua dapat memberikan kontribusi yang sama, apakah
itu sifatnya finansial atau dalam bentuk-bentuk kontribusi lainnya. Tingkat penghasilan orang tua di
daerah perkotaan dan daerah pedesaan tampaknya cukup berbeda, seperti halnya juga ukuran keluarga.
Diperlukan pendekatan yang sensitif oleh kepala sekolah. Kepala sekolah harus mampu mengetahui
perbedaan keadaan orang tua peserta didik dan kemudian memberi kelonggaran bagi peserta didik yang
orang tuanya kurang beruntung secara ekonomi. Jika di satu pihak kepala sekolah harus menetapkan
target yang cukup ambisius untuk menggalang dana bagi sekolah, di lain pihak kepala sekolah juga perlu
menerima keadaan bahwa tidak semua orang dapat berkontribusi dalam kadar yang sama.

Dalam upaya mendorong orang tua berkontribusi, Anda akan perlu menargetkan upaya Anda itu
pada mereka yang memiliki sarana, tetapi tidak termotivasi. Untuk melayani keluarga yang kurang
mampu, Anda perlu menyiapkan dana dukungan beasiswa bagi mereka yang menunjukkan kemampuan
akademik.
4. Kelompok Masyarakat

Kelompok-kelompok masyarakat seringkali termasuk sebagai sumber penting pendanaan sekolah.


Kelompok-kelompok ini dimobilisasi untuk melaksanakan tugas dari para tokohnya (utamanya informal)
di masyarakat, seperti kaum ulama. Di Indonesia, banyak sekolah (swasta) yang dibangun dan
diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat. Cara yang Anda identifikasi dalam memobilisasi
dana kemungkinan mencakup yang berikut.

1. Memobilisasi kelompok-kelompok masyarakat dalam proyek pengembangan sekolah.

2. Melibatkan tokoh masyarakat dalam memobilisasi massa untuk berpartisipasi secara efektif dalam
proyek-proyek sekolah.

3. Mengumpulkan dana untuk sekolah-sekolah di suatu wilayah.

4. Melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dan mantan peserta didik dalam proyek swakarsa
penggalangan dana.

5. Memungut pajak khusus pendidikan dari warga masyarakat.

Di dalam masyarakat kemungkinan ada orang-orang yang juga memutuskan untuk membantu
satu atau beberapa sekolah dengan dana dalam jumlah cukup besar. Adakalanya ada saja pengusaha
yang ingin mendermakan sesuatu bagi satu atau lebih sekolah. Kontribusi seperti ini hendaknya
disambut dengan baik dan bahkan sebaiknya didorong. Namun, pemerintah seyogianya perlu bersikap
tegas terhadap yayasan yang menyelenggarakan sekolah semata-mata untuk memperoleh keuntungan
finansial. Dewasa ini kecenderungan seperti itu telah semakin menggejala. Fungsi sosial pendidikan telah
mulai memudar berganti dengan penekanan pada fungsi keuntungan ekonominya, khusus bagi para
pengelolanya.

5. Peserta didik

Para peserta didik kemungkinan merupakan sumber penggalangan dana sekolah yang baik, jika
mereka tahu manfaatnya bagi diri mereka sendiri dan bagi sekolah. Berikut adalah cara-cara pelibatan
peserta didik yang dapat dipertimbangkan:

1. Pengumpulan dana melalui kegiatan seperti pertanian, memelihara ayam petelur, membuat
kerajinan tangan, dan lain-lain.

2. Kegiatan pengumpulan dana; misalnya melalui konser musik, tari, olahraga, pameran, bazar, atau
turnamen.

6. Yayasan
Ada sekolah yang didirikan oleh lembaga keagamaan atau lembaga lain yang bukan berdasarkan
ideologi tertentu yang merupakan organisasi non pemerintah. Masing-masing memiliki tujuan spesifik
dalam mendirikan dan mengoperasikan sekolahnya yang juga bertujuan untuk menghasilkan lulusan
yang cerdas dan beradab. Yayasan ini memberikan dukungan finansial kepada sekolah dalam berbagai
bentuk, seperti bangunan, peralatan, dan sumber daya manusia. Kemungkinan yayasan ini menyimpan
dana di bank, yang kemudian diinvestasikan dalam bentuk saham, dan lain-lain. Hasil yang diperoleh
digunakan untuk menyediakan dana pengoperasian sekolah.

C. Konsep Efisiensi Pendidikan

Istilah efisiensi menggambarkan hubungan antara pemasukan dan pengeluaran. Suatu system yang
efisien ditunjukkan oleh keluaran yang lebih untuk sumber masukan (resources input). Efisiensi
pendidikan artinya memiliki kaitan antara pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas
sehingga mencapai optimalisasi yang tinggi. Untuk mengetahui efisiensi biaya pendidikan biasanya
digunakan metode analisi keefektifan biaya (cost effectiveness method) yang memperhitungkan
besarnya kontribusi setiap masukan pendidikan terhadap efektivitas pencapaian tujuan pendidikan atau
prestasi belajar.

Upaya efisiensi dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu:

1. Efisiensi Internal

Suatu sistem pendidikan dinilai memiliki efisiensi internal jika dapat menghasilkan output yang
diharapkan dengan biaya minimum. Dapat pula dinyatakan bahwa dengan input yang tertentu dapat
memaksimalkan output yang diharapkan. Efisiensi internal sangat bergantung pada dua factor utama,
yaitu faktor institusional dan faktor manajerial.

Dalam rangka pelaksanaan efisiensi internal, perlu dilakukan penekanan biaya pendidikan melalui
berbagai jenis kebijakan, antara lain:

a. Menurunkan biaya operasional

b. Memberikan biaya prioritas anggaran terhadap komponen-pomponen input yang langsung berkaitan
dengan proses belajar mengajar.

c. Meningkatkan kapasitas pemakaian ruang kelas, dan fasilitas belajar lainnya

d. Meningkatkan kualitas PBM

e. Meningkatkan motivasi kerja guru

f. Memperbaiki rasio guru-murid.

2. Efisiensi Eksternal

Istilah efisiensi eksternal sering dihubungkan dengan metode cost benefit analysis, yaitu rasio antara
keuntungan financial sebagai hasil pendidikan (biasanya diukur dengan penghasilan) dengan seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan. Analisis efisiensi eksternal berguna untuk menentukan
kebijakan dalam pengalokasian biaya pendidikan atau distribusi anggaran kepada seluruh sub-sub sector
pendidikan.

Fattah (2006:43) merumuskan arahan-arahan dalam meningkatkan efisiensi pembiayaan pendidikan


sebagai berikut :

a. Pemerataan kesempatan memasuki sekolah (equality of acces)

b. Pemerataan untuk bertahan disekolah (equality of survival)

c. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar (equality of output)

d. Pemerataan kesempatan menikmati manfaat pendidikan dalam kehidupan masyarakat (equality of


outcome).

D. Jenis Biaya Pendidikan

Pendanaan pendidikan sebagaimana tertuang dalam PP No 48 tahun 2008 tentang Penganggaran


Pendidikan dinyatakan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.

Biaya pendidikan dibagi menjadi :

1. Biaya Satuan Pendidikan, adalah biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
yang meliputi biaya investasi, biaya operasional, bantuan biaya pendidikan dan beasiswa.

2. Biaya Penyelenggaraan dan/ atau Pengelolaan Pendidikan, adalah biaya penyelenggaraan dan/ atau
pengelolaan pendidikan oleh pemerintah, pemprov, pemko/ pemkab, atau penyelenggara satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat/ Yayasan.

3. Biaya Pribadi Peserta Didik, adalah biaya operasional yang meliputi biaya pendidikan yang harus
dikeluarkan oleh peserta didik untuk bias mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan.

Penganggaran

Penganggaran merupakan proses penyusunan anggaran. Anggaran merupakan rencana keuangan


periodik yang disusun berdasarkan program yang telah disahkan dan merupakan rencana tertulis
mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif untuk jangka waktu tertentu.
Anggaran pada dasarnya terdiri dari pemasukan dan pengeluaran. Sisi penerimaan atau perolehan biaya
ditentukan oleh besarnya dana yang diterima oleh lembaga dari setiap sumber dana. Biasanya dalam
pembahasan pembiayaan pendidikan, sumber-sumber biaya dibedakan dalam tiap golongan
pemerintah, orangtua, masyarakat dan sumber-sumber lainnya. Sisi pengeluaran terdiri dari alokasi
besarnya biaya pendidikan untuk setiap komponen yang harus dibiayai. Anggran menurut para Ahli,
yaitu:
1. Glenn A Welsch mendefenisikan anggaran sebagai berikut: “Profit planning and control may be
broadly as de fined as sistematic and formalized approach for accomplishing the planning, coordinating
and control responsibility of management”.

2. Menurut Gomes (1995), anggaran merupakan dokumen yang berusaha untuk mendamaikan
prioritas-prioritas program dengan sumber-sumber pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran
menggabungkan suatu pengumuman dari aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka waktu
yang ditentukan dengan informasi mengenai dana yang dibutuhkan untuk aktivitas tersebut atau untuk
mencapai tujuan tersebut.

3. Menurut Mulyadi (2001), anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara
kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang menvakup
jangka waktu satu tahun.

4. Menurut Garrison, Norren and Brewer (2007:4), “Anggaran adalah rencana terperinci tentang
perolehan dan penggunaan sumber daya keuangan dan sumber daya lainnya selama suatu periode
waktu tertentu”.

5. Menurut M. Nafarin (2004:12), Anggaran merupakan rencan tertulis mengenai kegiatan suatu
organisasi yang dinyatakan secara kuantitif dan umumnya dalam satuan uang untuk jangka waktu
tertentu”. Menurut Herawati dan Sunarto (2004:2),”

Penganggaran adalah penciptaan suatu rencana kegiatan yang dinyatakan dalam ukuran keuangan.
Penganggaran menurut Menurut Supriyono (1990), penganggaran merupakan perencanaan keuangan
perusahaan yang dipakai sebagai dasar pengendalian (pengawasan) keuangan perusahaan untuk
periode yang akan datang.

Penyusunan anggaran merupakan langkah-langkah positif yang sangat fundamental untuk


merealisasikan rencana yang telah disusun. Kegiatan ini melibatkan pimpinan tiap-tiap unit organisasi,
dalam konteks pendanaan pendidikan maka melibatkan pimpinan satuan pendidikan itu sendiri yaitu
kepala sekolah dan jajarannya.

Pada dasarnya, penyusunan anggaran merupakan negosiasi atau musyawarah antara pimpinan dengan
bawahannya dalam menentukan besarnya alokasi biaya suatu penganggaran. Sebagai organisasi sektor
public, maka penyusunan anggaran (pendanaan) pendidikan mempunyai fungsi lebih dari sekedar acuan
pengalokasian dana, tetapi lebih daripada itu juga berfungsi sebagai bentuk akuntabilitas atas
penggunaan dana public yang dikelolanya. Hasil akhir dari suatu musyawaran tentang rencana
penganggaran tersebut merupakan suatu pernyataan tentang (rencana) pengeluaran dan pendapatan
yang diharapkan dari setiap sumber dana.

E. Prinsip-prinsip Penyusunan Anggaran

Apabila anggaran menghendaki fungsi sebagai alat dalam perencanaan maupun pengendalian, maka
anggaran harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam sistem manajemen dan
organisasi.

2. Adanya sistem akuntansi yang memadai dalam melaksanakan anggaran.

3. Adanya penelitian dan analisis untuk menilai kinerja organisasi.

4. Adanya dukungan dari pelaksana mulai dari tingkat atas sampai yang paling bawah.

Keempat butir di atas dapat tercipta jika organisasi dan manajemennya berbentuk kategori yang
sehat. Persoalan penting dalam menyusun anggaran adalah bagaimana memanfaatkan dana secara
efesien, mengalokasikan secara tepat, sesuai dengan skala prioritas. Itulah sebabnya dalam prosedur
penyusunan anggaran memerlukan tahapan-tahapan yang sistematik.

Penyusunan anggaran dalam skala kecil, biasanya disusun oleh staf pimpinan atau atasan dari suatu
bagian. Sedangkan pada skala besar, penyusunan anggaran diserahkan kepada bagian, seksi atau komisi
anggaran yang secara khusus merancang anggaran. Secara khusus, anggaran rutin pendidikan untuk
penyelenggaraan sebagai contoh pada Sekolah Dasar didasarkan atas pendataan SD yang di kumpulkan,
diolah, dan dianalisis yang selanjutnya disajikan sebagai bahan pertimbangan untuk pemberian dana
bantuan dari pemerintah pusat.

Beberapa ketentuan umum yang harus berpedoman dalam penyusunan budget kas antara lain budget
kas harus realistis, luwes dan kontinyu sebagaimana yang dikemukakan oleh Gunawan A dan Marwan
Asri (1990:7) yaitu : “Di dalam penyusunan suatu anggaran maka perlu diperhatikan beberapa syarat
yakni anggaran tersebut harus realistis artinya tidak terlalu optimis dan tidak pula berlaku pesimis, luwes
artinya tidak terlalu kaku, mempunyai peluang untuk disesuaikan dengan keadaan yang mungkin
berubah. Sedangkan kontinyu artinya membutuhkan perhatian secara terus menerus, dan tidak
merupakan usaha yang insidentil”.

Tahapan Penyusunan Anggaran

Dalam prosedur penyusunan anggaran memerlukan tahapan-tahapan yang sistematik sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama periode anggaran.

2. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, jasa dan barang.

3. Semua sumber dinyatakan dalam bentuk uang, sebab anggaran pada dasarnya merupakan
pernyataan financial.

4. Memformulasikan anggaran dalam bentuk format yang telah disetujui dan dipergunakan oleh instansi
tertentu.

5. Menyusun usulan anggaran untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang

6. Melakukan revisi usulan anggaran


7. Persetujuan revisi usulan anggaran

Pengesahan anggaran

Perlu diketahui bahwa dalam organisasi skala kecil, anggaran biasanya disusun oleh staf pimpinan atau
atasan dari suatu bagian. Sedangkan dalam organisasi skala besar, penyusunan anggaran diserahkan
kepada bagian, seksi atau komisi anggaran yang secara khusus merancang anggaran.

F. Fungsi Anggaran Pendidikan

Fungsi dari anggaran itu meliputi beberapa hal sebagai berikut:

1. Merupakan kerangka operasional dalam biaya dan waktu kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. Alat untuk mendelegasikan wewenang dalam pelaksanaan suatu rencana.

Anggaran dapat pula sebagai instrument kegiatan control dan evaluasi penampilan. Bila besarnya
pengeluaran dibandingkan dengan jatah anggaran dan tingkat penggunaan dapat menjadi ukuran
efektivitas atau efisiensi kegiatan yang dilaksanakan Pendanaan Pendidikan menurut PP NO. 48 Tahun
2008.

G. Bentuk-bentuk Desain Anggaran

a) Anggaran Butir Per Butir (line item budget)

Anggaran- butir-butir perbutir merupakan bentuk anggaran paling simpel dan banyak digunakan. Dalam
bentuk ini, setiap pengeluaran dikelompokan berdasarkan kategori-kategori, misalnya gaji, upah, honor
menjadi satu kategori satu nomor atau satu butir.

b) Anggaran Program (program budget system)

Bentuk ini dirancang untuk mengidentifikasi biaya setiap program. Pada anggaran biaya butir-perbutir
dihitung berdasarkan jenis butir item yang akan dibeli, sedangkan pada anggaran program biaya
dihitung berdasarkan jenis program. Misalnya, jika dalam anggaran butir-per butir disebut gaji guru
(item 01), sedangkan dalam anggaran laporan disebut gaji untuk perencanaan pengajaran IPA hanyalah
satu komponen.

c) Anggaran Berdasarkan Hasil (performance budget)

Sesuai dengan namanya, bentuk anggaran ini menekankan hasil (performance) dan bukan pada
keterperincian dari suatu alokasi anggaran. Anggaran bentuk ini lebih mengutamakan perhatiannya
kepada penampilan, performance, hasil atau output. Setiap pengeluaran dari anggaran ini selalu harus
dibandingkan dengan hasil yang akan dicapai. Bentuk anggaran ini sering disebut anggaran berdasarkan
cost-benefit, yaitu perbandingan antara apa yang akan dikeluarkan (cost) dan manfaat apa yang dicapai
(benefit).
d) Sistem Perencanaan Penyusunan Program dan Penganggaran PPBS (planing programming
budgeting system) atau SP4

PPBS merupakan kerangka kerja dalam perencanaan dengan mengorganisasikan informasi dan
menganalisisnya secara sistematis.Pada dasarnya anggaran bentuk ini menekankan kepada setiap
kegiatan yang telah direncanakan secra cermat. Kegiatan itu diperhitungkan dengan tujuan yang akan
dicapai. Dengan kata lain, pengkajian kegiatan beserta penganggarannya berorientasi pada prinsip cost
benefit atau asas manfaat. Namun demikian segi prosedurpun menjadi perhatian yang cukup ketat.

Pengawasan Anggaran

Konsep dasar pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur, membandingkan, menilai alokasi biaya
dan tingkat penggunaannya. Dengan kata lain melalui pengawasan anggaran diharapkan dapat
mengetahui sampai di mana tingkat efektifitas dan efisiensi dari penggunaan sumber-sumber dana yang
tersedia. Apabila terdapat ketidaksesuaian antara rencana dengan realisasinya, maka perlu diambil
tindakan perbaikan dan bila perlu diproses melalui jalur hukum.

Prinsip-prinsip Pengawasan

Dalam kebijakan umum pengawasan Departemen Pendidikan da Kebudayaan (Rakernas, 1999),


dinyatakan bahwa sistem pengawasan harus berprientasi pada hal-hal berikut:

1. Sistem pengawasan fungsional yang dimulai sejak perencanaan yang menyangkut aspek penilaian
kehematan, efisiensi, efektivitas yang mencakup seluruh aktivitas program di setiap bidang organisasi

2. Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti dengan koordinasi antara pengawasan dengan
aparat penegak hukum serta instansi terkait turut meyamakan persepsi mencari pemecahan bersama
atas masalah yang dihadapi.

3. Kegiatan pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang yang strategis dan
memperhatikan aspek manajemen.

4. Kegiatan pengawasan hendaknya memberi dampak terhadap penyeleksian masalah dengan


konsepsional dan menyeluruh.

5. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi teknis, sikap, dedikasi,
dan integritas pribadi yang baik.

6. Akurat, artinya informasi tentang kinerja yang diawasi memiliki ketepatan data/informasi yang
sangat tinggi.

7. Tepat waktu, artinya kata yang dihasilkan dapat digunakan sesuai dengan saat untuk melakukan
perbaikan.

8. Objektif dan komprehensif.

9. Tidak mengakibatkan pemborosan atau in-efisiensi.


10. Tindakan dan kegiatan pengawasan bertujuan untuk menyamakan rencana atau keputusan yang
telah dibuat.

11. Kegiatan pengawasan harus mampu mengoreksi dan menilai pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
rencana semula.

Dalam proses pengawasan terdapat beberapa unsur yang perlu mendapat perhatian, yaitu:

1. Unsur proses, yaitu usaha yang bersifat kontinu terhadap suatu tindakan yang dimiliki dari
pelaksanaan suatu rencana sampel dengan hasil akhir yang diharapkan;

2. Unsur adanya objek pengawasan yaitu sesuatu yang menjadi sasaraan pengawasan, baik
penerimaan maupun pengeluaran.

3. Ukuran atau standarisasi dari pengawasan.

4. Teknik-teknik pengawasan.

2.16 Tahapan-tahapan Pengawasan

Menurut G. R. Terry dalam Sukama (1992, hal. 116) proses pengawasan terbagi atas 4 tahapan, yaitu:

1) Menentukan standar atau dasar bagi pengawasan.

2) Mengukur pelaksanaan

3) Membandingkan pelaksanaan dengan standar dan temukanlah perbedaan jika ada.

4) Memperbaiki penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat.

Terry (dalam Winardi, 1986:397) bahwa pengawasan terdiri daripada suatu proses yang dibentuk oleh
tiga macam langkah-langkah yang bersifat universal yakni:

1. mengukur hasil pekerjaan,

2. membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan perbedaan (apabila ada
perbedaan),

3. mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan.

Maman Ukas (2004:338) menyebutkan tiga unsur pokok atau tahapan-tahapan yang selalu terdapat
dalam proses pengawasan, yaitu:
1) Ukuran-ukuran yang menyajikan bentuk-bentuk yang diminta. Standar ukuran ini bisa nyata,
mungkin juga tidak nyata, umum ataupun khusus, tetapi selama seorang masih menganggap bahwa
hasilnya adalah seperti yang diharapkan.

2) Perbandingan antara hasil yang nyata dengan ukuran tadi. Evaluasi ini harus dilaporkan kepada
khalayak ramai yang dapat berbuat sesuatu akan hal ini.

3) Kegiatan mengadakan koreksi. Pengukuran-pengukuran laporan dalam suatu pengawasan tidak


akan berarti tanpa adanya koreksi, jikalau dalam hal ini diketahui bahwa aktivitas umum tidak mengarah
ke hasil-hasil yang diinginkan.

Sumber dana Pendidikan berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan dari masyarakat. Dana
dari pemerintah pusat berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Disamping itu, pada tingkat
sekolah terdapat dana dari pemerintah pusat berupa Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang jumlahnya
ditentukan oleh karakteristik siswa dan jenjang sekolah.Sumber dana dari pemerintah daerah adalah
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik APBD Provinsi maupun Tingkat
Kabupaten/Kota. Dana dari APBD digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan bidang pendidikan
yang ada di daerah yang bersangkutan bak untuk kegiatan rutin maupun kegiatan pembangunan.Dana
dari pemerintah daerah diwujudkan berupa Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang jumlahnya
ditentukan berdasarkan kesanggupan keuangan pemerintah daerah bersangkutan. Pembiayaan yang
bersumber dari masyarakat terdiri dari orang tua siswa dan sumbangan dari pihak lain. Pembiayaan dari
orang tua terdiri dari SPP, SBP3, dan sumbangan-sumbangan lain yang semua telah dirangkap menjadi
komite sekolah. Sumbangan dari pihak lain dapat berupa pinjaman dan hibah baik sumbangan dari
perusahaan dalam negeri maupun luar negeri. Dana dari perusahaan luar negeri digunakan untuk
membantuk menunjang perwujudan pelaksanaan program-program pembangunan pendidikan
diatualkan khususnya untuk kelancaran pelaksanaan program pendidikan yang diselenggarakan oleh
swasta (sekolah swasta).

Hasil Observasi SDN 346 Timbula :

Biaya pendidikan merupakan pengeluaran dan pemanfaatan keuangan untuk penyelenggaraan


pendidikan yang sumbernya berasal dari pemerintah, perorangan dan masyarakat.

Tanda-tanda keuangan sekolah sedang bermasalah bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini:

1. Gaji guru menunggak, terutama bagi sekolah swasta

2. Kegiatan ekstrakurikuler dan hal-hal lain yang membutuhkan keuangan sekolah ditiadakan

3. Pembangunan fasilitas sekolah mangkrak alias tertunda, bisa juga tak kunjung selesai

4. Laporan keuangan tidak transparan

5. Laporan keuangan selalu minus

Solusi masalah keuangan lembaga pendidikan sekolah :


1. Memperbaiki Manajemen Keuangan

2. Kreativitas Mencari Pemasukan

3. Mencari Sumber Pemasukan Internal Sekolah

4. Memanfaatkan Lembaga Pinjaman Dana Pendidikan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu pendidikan membutuhkan biaya. Pembiayaan
terhadap pendidikan harus dibayar lebih mahal karena pendidikan adalah investasi. Human Capital yang
berupa kemampuan dan kecakapan yang diperoleh melalui pendidikan, belajar sendiri, belajar sambil
bekerja memerlukan biaya yang dikeluarkan oleh yang bersangkutan. Perolehan keterampilan dan
kemampuan akan menghasilkan tingkat balik Rate of Return yang sangat tinggi terhadap penghasilan
seseorang.

B. Saran

Pendidikan adalah tanggungjawab negara dan masyarakat, tanggungjawab kita bersama, termasuk
dalam hal pembiayaan. Peran masyarakat untuk menyokong biaya pendidikan sangat penting
diantaranya dengan menabung yang bermanfaat untuk membiayai pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina,Rangga.2014.”Peran Orang Tua dalam Upaya Membantu Meningkatkan Mutu Pendidikan”:(Online),


(http://edukasi.kompasiana.com/2014/01/23/peran-orang-tua-dalam-upaya-membantu-meningkatkan-
mutu-pendidikan-629866.html, diakses 27 April 2014).

Ardiansyah, Asrori.2011.”Tingkatkan Prestasi Belajar Siswa”: (Online),


(http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/tingkatan-prestasi-belajar-siswa.html, diakses 28 April
2014).

Jusmawati, S.pd,M.pd.”Hambatan dalam Meraih Prestasi Belajar”: (Online),


(http://www.majalahpendidikan.com/2011/05/hambatan-dalam-meraih-prestasi-belajar.html, diakses 28
April 2014).
Kusumaningsih,Yunita.2009.” Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar”.Skripsi.Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.

Herlina, Nunung Ika.2006.”Hubungan Antara Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa Smk PGRI 2
Geneng Kabupaten Ngawi”.Skripsi. Malang:Program studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai