Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologi Hipertensi

Masih banyak ketidakpastian tentang patofisiologi hipertensi. Sejumlah kecil pasien


(antara 2% dan 5%) memiliki penyakit ginjal atau adrenal yang mendasari sebagai penyebab
tekanan darah mereka meningkat. Namun demikian, sebagian besar sisanya (>90%), tidak ada
satu pun penyebab jelas yang dapat diidentifikasi dan kondisi mereka diberi label "hipertensi
esensial". Sejumlah mekanisme fisiologis yang terlibat dalam gangguan pemeliharaan tekanan
darah normal mereka mungkin memainkan bagian dalam pengembangan hipertensi esensial.1,2
Sangat mungkin bahwa banyak faktor saling terkait berkontribusi terhadap tekanan darah
tinggi pada pasien hipertensi, dan peran relatif mereka mungkin berbeda antar individu. Di antara
faktor yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas dan resistensi insulin,
sistem renin-angiotensin, dan sistem saraf simpatik. Dalam beberapa tahun terakhir, faktor lain
telah dievaluasi, termasuk genetika, disfungsi endotel (seperti yang dinyatakan oleh perubahan
dalam endotelium dan oksida nitrat), berat lahir rendah dan nutrisi intrauterin, dan anomali
neurovaskular.1
Regulasi tekanan darah normal merupakan proses kompleks. Tekanan darah arterial
merupakan produk dari curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Curah jantung dipengaruhi
oleh asupan garam, fungsi ginjal dan hormon mineralokortikoid, sedangkan efek inotropik
timbul dari peningkatan volume cairan ekstraselular dan peningkatan denyut jantung serta
kontraktilitas.1
Resistensi vaskular perifer bergantung pada sistem saraf simpatis, faktor humoral dan
autoregulasi lokal. Sistem saraf simpatis bekerja melalui efek vasokonstriktor alfa atau
vasodilator beta. Faktor humoral dipengaruhi oleh berbagai mediator vasokonstriktor (seperti
angiotensin dan katekolamin) atau mediator vasodilator (seperti prostaglandin dan kinin).1
Viskositas darah, kecepatan dan tegangan geser (shear stress) dinding vaskular,
kecepatan aliran darah (komponen rerata dan pulsasi) memiliki hubungan dengan regulasi
tekanan darah pada vaskular dan fungsi endotel. Volume darah sirkulasi diatur dengan
pengendalian air dan garam di dalam ginjal, suatu fenomena yang berperan penting pada
individu sensitif-garam.1
Autoregulasi tekanan darah terjadi melalui pengaturan kontraksi dan ekspansi volume
intravaskular oleh ginjal, juga melalui kiriman dari cairan transkapiler. Melalui mekanisme
tekanan natriuresis, keseimbangan garam dan air tercapai dengan tekanan sistemik tinggi.
Interaksi antara curah jantung dan resistensi perifer terautoregulasi untuk mempertahankan suatu
tingkat tekanan darah seseorang.1
Vasoreaktivitas pembuluh darah merupakan fenomena penting dalam mediasi perubahan
tekanan darah, dapat dipengaruhi oleh aktivitas faktor vasoaktif, reaktivitas sel otot polos dan
perubahan struktur dan kaliber dinding pembuluh darah, terekspresi sebagai rasio lumen :
dinding. Endotel vaskular merupakan organ vital, tempat sintesis berbagai vasodilator dan
vasokonstriktor, mengakibatkan pertumbuhan dan remodeling dinding pembuluh darah dan
regulasi hemodinamik tekanan darah. Berbagai hormon, vasoaktif humoral dan peptida pengatur
dan pertumbuhan dihasilkan di dalam endotel vaskular. Mediator-mediator termasuk angiotensin
II, bradikinin, endotelin, nitric-oxide, dan beberapa faktor pertumbuhan.1
Endotelin merupakan vasokonstriktor kuat dan faktor pertumbuhan yang berperan
penting pada patogenesis hipertensi. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor hasil sintesis dari
angiotensin I dengan bantuan angiotensin-converting enzyme (ACE). Nitric-oxide merupakan
vasodilator kuat yang memengaruhi autoregulasi lokal dan fungsi organ penting lain.1

Referensi :
1. Suling, FRW. Hipertensi [Internet]. Simatupang A, editor. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia; 2020. Hal. 29–31. Tersedia dari :
http://repository.uki.ac.id/2680/1/BukuHipertensi.pdf
2. Kemenkes RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi [Internet]. Jakarta:
Kemenkes RI; 2013. Hal. 6. Tersedia dari :
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Pedoman-Teknis-Penemuan-dan-Tatalaksana-
Hipertensi.pdf

Manifestasi Klinis Hipertensi


Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang
disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial. Penglihatan kabur
akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan
susunan saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang
umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.1

Referensi :
1. Krisnanda MY. Hipertensi [Laporan Penelitian]. Denpasar: Fakultas Kedokteran Udayaana;
2017. Tersedia dari:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/3f252a705ddbef7abf69a6a9ec69b2fd
.pdf

Diagnosis Hipertensi
Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimptomatik. 1 Tidak
semua pasien mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala, sehingga hipertensi sering
dijuluki sebagai silent killer.2 Beberapa pasien mengalami keluhan-keluhan yang tidak spesifik
berupa sakit kepala, rasa seperti berputar, mudah lelah, gelisah, atau penglihatan kabur. Hal yang
dapat menunjang kecurigaan ke arah hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan
seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID, sakit kepala
paroksismal, berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Pada
anamnesis, dapat pula digali mengenai faktor risiko kardiovaskular seperti merokok, obesitas,
aktivitas fisik yang kurang, dislipidemia, diabetes milletus, mikroalbuminuria, penurunan laju
GFR, dan riwayat keluarga.1
Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua kali
pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada
dua atau lebih kunjungan, maka hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaaan tekanan darah harus
dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung)
serta teknik yang benar.1
Monitoring mandiri tekanan darah di rumah (Home Blood Pressure Monitoring/HBPM
dan Ambulatory Blood Pressure Monitoring/ABPM) dapat mendeteksi ‘white coat hypertension’
(kenaikan tekanan darah karena cemas melihat dokter, sehingga tekaanan darah yang diukur di
pelayanan kesehatan lebih tinggu daripada di rumah). Monitoring mandiri tekanan darah di
rumah dapat dilakukan dengan menggunakan alat digital. Pengukuran dilakukan dua kali
berturut-turut, kemudian direratakan untuk mendapatkan estimasi nilai tekanan darah yang dapat
dipercaya.2
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa komplikasi yang telah atau sedang
terjadi berupa pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula
darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi
jantung berupa elektrokardiografi, funduskopi, USG ginjal, foto toraks dan ekokardiografi.1
Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder, dapat dilakukan pemeriksaan sesuai
indikasi dan diagnosis banding yang dibuat. Pada hiper atau hipotiroidisme dapat dilakukan
pemeriksaan fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3), hiperparatiroidisme (kadar PTH, Ca2+),
hiperaldosteronisme primer berupa kadar aldosteron plasma, renin plasma, CT scan abdomen,
peningkatan kadar serum Na, penurunan K, peningkatan eksresi K dalam urin ditemukan
alkalosis metabolik. Pada feokromositoma, dilakukan pengukuran kadar metanefrin, CT
scan/MRI abdomen. Pada sindrom cushing, dilakukan pengukuran kadar kortisol urin 24 jam.
Pada hipertensi renovaskular, dapat dilakukan CT angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler
Sonografi.1

Referensi :
1. Krisnanda MY. Hipertensi [Laporan Penelitian]. Denpasar: Fakultas Kedokteran Udayana;
2017. Tersedia dari:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/3f252a705ddbef7abf69a6a9ec69b2fd
.pdf
2. Kemenkes RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi [Internet]. Jakarta:
Kemenkes RI; 2013. Hal. 6. Tersedia dari :
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Pedoman-Teknis-Penemuan-dan-Tatalaksana-
Hipertensi.pdf

Anda mungkin juga menyukai