Referensi :
1. Suling, FRW. Hipertensi [Internet]. Simatupang A, editor. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia; 2020. Hal. 29–31. Tersedia dari :
http://repository.uki.ac.id/2680/1/BukuHipertensi.pdf
2. Kemenkes RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi [Internet]. Jakarta:
Kemenkes RI; 2013. Hal. 6. Tersedia dari :
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Pedoman-Teknis-Penemuan-dan-Tatalaksana-
Hipertensi.pdf
Referensi :
1. Krisnanda MY. Hipertensi [Laporan Penelitian]. Denpasar: Fakultas Kedokteran Udayaana;
2017. Tersedia dari:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/3f252a705ddbef7abf69a6a9ec69b2fd
.pdf
Diagnosis Hipertensi
Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat asimptomatik. 1 Tidak
semua pasien mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala, sehingga hipertensi sering
dijuluki sebagai silent killer.2 Beberapa pasien mengalami keluhan-keluhan yang tidak spesifik
berupa sakit kepala, rasa seperti berputar, mudah lelah, gelisah, atau penglihatan kabur. Hal yang
dapat menunjang kecurigaan ke arah hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan
seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID, sakit kepala
paroksismal, berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Pada
anamnesis, dapat pula digali mengenai faktor risiko kardiovaskular seperti merokok, obesitas,
aktivitas fisik yang kurang, dislipidemia, diabetes milletus, mikroalbuminuria, penurunan laju
GFR, dan riwayat keluarga.1
Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata dua kali
pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada
dua atau lebih kunjungan, maka hipertensi dapat ditegakkan. Pemeriksaaan tekanan darah harus
dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung)
serta teknik yang benar.1
Monitoring mandiri tekanan darah di rumah (Home Blood Pressure Monitoring/HBPM
dan Ambulatory Blood Pressure Monitoring/ABPM) dapat mendeteksi ‘white coat hypertension’
(kenaikan tekanan darah karena cemas melihat dokter, sehingga tekaanan darah yang diukur di
pelayanan kesehatan lebih tinggu daripada di rumah). Monitoring mandiri tekanan darah di
rumah dapat dilakukan dengan menggunakan alat digital. Pengukuran dilakukan dua kali
berturut-turut, kemudian direratakan untuk mendapatkan estimasi nilai tekanan darah yang dapat
dipercaya.2
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa komplikasi yang telah atau sedang
terjadi berupa pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula
darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi
jantung berupa elektrokardiografi, funduskopi, USG ginjal, foto toraks dan ekokardiografi.1
Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder, dapat dilakukan pemeriksaan sesuai
indikasi dan diagnosis banding yang dibuat. Pada hiper atau hipotiroidisme dapat dilakukan
pemeriksaan fungsi tiroid (TSH, FT4, FT3), hiperparatiroidisme (kadar PTH, Ca2+),
hiperaldosteronisme primer berupa kadar aldosteron plasma, renin plasma, CT scan abdomen,
peningkatan kadar serum Na, penurunan K, peningkatan eksresi K dalam urin ditemukan
alkalosis metabolik. Pada feokromositoma, dilakukan pengukuran kadar metanefrin, CT
scan/MRI abdomen. Pada sindrom cushing, dilakukan pengukuran kadar kortisol urin 24 jam.
Pada hipertensi renovaskular, dapat dilakukan CT angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler
Sonografi.1
Referensi :
1. Krisnanda MY. Hipertensi [Laporan Penelitian]. Denpasar: Fakultas Kedokteran Udayana;
2017. Tersedia dari:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/3f252a705ddbef7abf69a6a9ec69b2fd
.pdf
2. Kemenkes RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi [Internet]. Jakarta:
Kemenkes RI; 2013. Hal. 6. Tersedia dari :
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Pedoman-Teknis-Penemuan-dan-Tatalaksana-
Hipertensi.pdf