Anda di halaman 1dari 11

DAULAH BANI UMAYYAH DAN DAULAH

BANI ABBASIYAH
Posted on March 16, 2009 by tristiono

A. BANI UMAYYAH

1. Asal Mula Bani Umayyah

Bani Umayyah diambil dari nama Umayyah, kakeknya Abu Sofyan bin Harb, atau
moyangnya Muawiyah bin Abi Sofyan. Umayyah hidup pada masa sebelum Islam, ia
termasuk bangsa Quraisy. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi
Sufyan dengan pusat pemerintahannya di Damaskus dan berlangsung selama 90 tahun
(41 – 132 H / 661 – 750 M).

Muawiyah bin Abi Sufyan sudha terkenal siasat dan tipu muslihatnya yang licik, dia
adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia pernah
dijadikan sebagai amir “Al-Bahar”. Ia mempunyai sifat panjang akal, cerdik cendekia
lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam urusan dunia, ia juga pandai
mengatur pekerjaan dan ahli hikmah.

Muawiyah bin Abi Sufyan dalm membangun Daulah Bani Umayyah menggunakan
politik tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak
gentar melakukan kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa,asal maksud dan tujuannya
tercapai.

Daulah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang
kholifah. Namun diantara kholifah-kholifah tersebut, yang paling menonjol adalah :
Kholifah Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik,
Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Malik.

2. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan Bani Umayyah


Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah,
Muawiyah selalu mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut
kekuasaan di luar Jazirah Arab, antara lain upayanya untuk terus merebut kota
Konstantinopel. Ada tiga hal yang menyebabakan Muawiyah terus berusaha merebut
Byzantium. Pertama, karena kota tersebut adalah merupakan basis kekuatan Kristen
Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-
orang Byzantium sering melakukan pemberontakan ke daerah Islam. Ketgia, Byzantium
termasuk wilayah yang memiliki kekayaan yang melimpah.

Pada waktu Bani Umayyah berkuasa, daerah Islam membentang ke berbagai


negara yang berada di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas
peta kekuasannya ke daerah Afrika Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik ,
dengan mengutus panglimanya Musa bin Nushair yang kemudian ia diangkat sebagai
gubernurnya. Musa juga mengutus Thariq bin Ziyad untuk merebut daerah Andalusia.

Keberhasilan Thariq memasuki Andalusia, membuta peta perjalanan sejarah baru


bagi kekuasaan Islam. Sebab, satu persatu wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan
mudah ditaklukan, seperti kota Cordova, Granada dan Toledo. Sehingga, Islam dapat
tersebar dan menjadi agama panutan bagi penduduknya. Tidak hanya itu, Islam menjadi
sebuah agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk
mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan social, politik, ekonomi, budaya
dan sebaginya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Islam.

3. Kemajuan dan Keunggulan Bani Umayyah

Di masa Bani Umayyah ini, kebudayaan mengalami perkembangan dari pada masa
sebelumnya. Di antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa ini
adalah seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni ukir, dan sebaginya.

Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam dengan mengambil pola
Romawi, Persia dan Arab. Contohnya adalah bangunan masjid Damaskus yang dibangun
pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dan juga masjid Agung Cordova yang
terbuat dari batu pualam.
Seni sastra berkembang dengan pesatnya, hingga mampu menerobos ke dalam jiwa
manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat dan negara. Sehingga syair yang
muncul senantiasa sering menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi.

Dalam seni suara yang berkembang adalah seni baca Al-Qur’an, qasidah, musik dan
lagu-lagu yang bernafaskan cinta. Sehingga pada saat itu bermunculan seniman dan qori’/
qori’ah ternama.

Perkembangan seni ukir yang paling menonjol adalah penggunaan khot Arab sebagai
motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan
tembok-tembok istana yang diukur dengan khat Arab. Salah satunya yang masih
tertinggal adalah ukiran dinding Qushair Amrah (Istana Mungil Amrah), istana musim
panas di daerah pegunungan yang terletak lebih kurang 50 mil sebelah Timur Amman.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan
agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, filsafat,
astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain.

Pada ini juga, politik telah mengaami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur
dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan),
dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi
Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.

Kekuatan militer pada masa Bani Umayyah jauh lebh berkembang dari masa
sebelumnya, sebab diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil
Ijbary). Sedangkan pada masa sebelumnya, yakni masa Khulafaurrasyidin, tentara adalah
merupakan pasukan sukarela. Politik ketentaraan Bani Umayyah adalah politik Arab,
dimana tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsure Arab.

Pada masa ini juga, telah dibangun Armada Islam yang hampir sempurna hingga
mencapai 17.000 kapal yang dengan mudah dapat menaklukan Pulau Rhodus dengan
panglimanya Laksamana Aqabah bin Amir. Disamping itu Muawiyah juga telah
membentuk “Armada Musin Panas dan Armada Musim Dingin”, sehingga
memungkinkannya untuk bertempur dalam segala musim.

Dalam bidang social budaya, kholifah pada masa Bani Umayyah juga telah banyak
memberikan kontribusi yang cukup besar. Yakni, dengan dibangunnya rumah sakit
(mustasyfayat) di setiap kota yang pertama oleh Kholifah Walid bin Abdul Malik. Saat
itu juga dibangun rumah singgah bagi anak-anak yatim piatu yang ditinggal oleh orang
tua mereka akibat perang. Bahkan orang tua yang sudah tidak mampu pun dipelihara di
rumah-rumah tersebut. Sehingga usaha-usaha tersebut menimbulkan simpati yang cukup
tinggi dari kalangan non-Islam, yang pada akhirnya mereka berbondong-bondong
memeluk Islam.

4. Keruntuhan Bani Umayyah

Bani Umayyah mengalami keruntuhan oleh banyak hal, diantaranya adalah terbaginya
kekuasaan Daulah Bani Umayyah ke dalam dua wilayah. Kholifah Marwan bin
Muhammad berkuasa di wilayah Semenanjung Tanah Arab, dan Kholifah Yazid bin
Umar berkuasa di wilayah Wasit. Namun yang paling kuat di antara kedua wilayah
tersebut adalah yang berpusat di Semenanjung Tanah Arab. Sehingga para pendiri
kerajaan Daulah Bani Abbasiyah terus menerus mengatur strateginya untuk
menumbangkan Kholifah Marwan dengan cara apapun, termasuk menghabisi nyawanya.

Pembunuhan Terhadap Marwan bin Muhammad dan Yazid bin Umar

Salah satu pendiri daulah Bani Abbasiyah, Abul Abbas As-Shaffah mengirimkan
pasukannya untuk melumpuhkan kepemimpinan Marwan. Sebagai panglima, ia mengutus
Abdullah bin Ali. Kholifah MArwan juga telah mempersiapkan pasukannya yang besar
dengan membaginya dengan dua lapis. Lapis pertama, adalah terdiri dari pasukan yang
selalu mengalami kemenangan dalam setiap peperangan, yang kedua, adalah pasukan
yang selalu mengalami kekalahan dalam setiap peperangan.

Kedua pasukan tersebut bertempur di lembah Sungai az-Zab, salah satu cabang Sungai
Djlah (Tigris) dari sebelah timur. Pertempuran berlaku sengit. Angkatan perang Marwan
memang cukup besar dan memiliki perbekalan yang banyak. Namun, itu semua tidak
menyurutkan keinginan pasukan Abbasiyah untuk memperoleh kemenangan demi masa
depan yang cemerlang. Demikianlah angkatan tentara Abbasiyah mencapai kemenagan
atas pasukan Kholifah Marwan.

Sejak saat itu, Marwan terus diburu untuk benar-benar dibunuh, sehingga tidak ada lagi
kekuasaan Bani Umayyah yang tersisa. Marwan terus menerus melakukan pengunduran
dari satu tempat ke tempat lain, dimulai dari ia mundur dari Harran, Qinnisirin (Syiria),
kemudian Hims, Damsyik, Palestin dan akhirnya Mesir. Di Mesir, Marwan dan sedikit
pasukannya yang tersisa masih harus melakukan pertempuran kecil, dan saat itu pula ia
tewas.

Moment inilah yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah
yang sudah berkuasa selama 90 tahun.

B. BANI ABBASIYAH

1. Pembangunan Daulah Bani Abbasiyah

Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman
Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin
Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani
Abbasiyah berdiri antara tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Lima setengah abad
lamanya keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khilafah Islamiyah. Pusat
pemerintahannya di kota Baghdad.

Tokoh pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah ; Abul Abbas As-Saffah, Abu Ja’far
Al-Mansur, Ibrahim Al-Imam dan Abu Muslim Al-Khurasani. Bani Abbasiyah
mempunyai kholifah sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abul Abbas As-Saffah
sampai Kholifah Al-Watsiq Billah agama Islam mencapai zaman keemasan (132 – 232 H
/ 749 – 879 M). Dan pada masa kholifah Al-Mutawakkil sampai dengan Al-Mu’tashim,
Islam mengalami masa kemunduran dan keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol
Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H / 1258 M.
2. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

Pemerintahan daulah Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan


daulah Bani Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Meskipun demikian, terdapat
perbedaan antara kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah dengan kekuasaan dinasti Bani
Umayyah, diantaranya adalah :

a. Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para
pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang
dihasilkan pada dinasti ini.

b. Dinasti Abbasiyah, disamping bersifat Arab murni, juga sedikit banyak telah
terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir
dan sebagainya.

Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam


semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain
Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina,
Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan
meluas sampai ke Turki, Cina dan juga India.

3. Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam


berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada
zaman ini, umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan,
yaitu melalui upaya penterjemahan karya-karya terdahulu dan juga melakukan riset
tersendiri yang dilakukan oleh para ahli. Kebangkitan ilmiyah pada zaman ini terbagi di
dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun buku-buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu
Islam dan penerjemahan dari bahasa asing.

Setelah tercapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan


jalan kepada anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai
ilmu pengetahuan untuk bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian muncullah
pada zaman itu sekelompok penyair-penyair handalan, filosof-filosof, ahli-ahli sejarah,
ahli-ahli ilmu hisab, tokoh-tokoh agama dan pujangga-pujangga yang memperkaya
perbendaharaan bahasa Arab.

Adapun bentuk-bentuk peradaban Islam pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah
sebagai berikut :

a. Kota-Kota Pusat Peradaban

Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan
Samarra. Bangdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan
Kholifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal
berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu
pengetahuan. Ke kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang beramai-ramai untuk
belajar. Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah timur sungai Tigris, yang
berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17 istana mungil yang
menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.

b. Bidang Pemerintahan

Pada masa Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara
sangat terasa sekali dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan
mengatur segala urusan negara. Sedang masa Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan
kholifah sedikit menurun, sebab Wazir (perdana mentri) telah mulai memiliki andil
dalam urusan negara. Dan pada masa Abbasiyah III (946-1055 M) dan IV (1055-1258
M), kholifah menjadi boneka saja, karena para gubernur di daerah-daerah telah
menempatkan diri mereka sebagai penguasa kecil yang berkuasa penuh. Dengan
demikian pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.

Dalam pembagian wilayah (propinsi), pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya


dengan Imaraat, gubernurnya bergelar Amir/ Hakim. Imaraat saat itu ada tiga macam,
yaitu ; Imaraat Al-Istikhfa, Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau. Kepada
wilayah/imaraat ini diberi hak-hak otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan
kepala desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh.

Selain hal tersebut di atas, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang
yang kuat di bawah panglima, sehingga kholifah tidak turun langsung dalam
menangani tentara. Kholifah juga membentuk Baitul Mal/ Departemen Keuangan
untuk mengatur keuangan negara khususnya. Di samping itu juga kholifah
membentuk badan peradilan, guna membantu kholifah dalam urusan hukum.

c. Bangunan Tempat Pendidikan dan Peribadatan

Di antara bentuk bangunan yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan adalah


madrasah. Madrasah yang terkenal saat itu adalah Madrasah Nizamiyah, yang
didirikan di Baghdad, Isfahan, Nisabur, Basrah, Tabaristan, Hara dan Musol oleh
Nizam al-Mulk seorang perdana menteri pada tahun 456 – 486 H. selain madrasah,
terdapat juga Kuttab, sebagai lembaga pendidikan dasar dan menengah, Majlis
Muhadhoroh sebagai tempat pertemuan dan diskusi para ilmuan, serta Darul Hikmah
sebagai perpustakaan.

Di samping itu, terdapat juga bangunan berupa tempat-tempat peribadatan, seperti


masjid. Masjid saat itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat pelaksanaan ibadah
sholat, tetapi juga sebagai tempat pendidikan tingkat tinggi dan takhassus. Di antara
masjid-masjid tersebut adalah masjid Cordova, Ibnu Toulun, Al-Azhar dan lain
sebagainya.

d. Bidang Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu
‘aqli. Ilmu naqli terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu
Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapaun ilmu ‘aqli seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu
Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu Pasti, Logika, Filsafat dan Geografi.

4. Kemunduran Daulah Bani Abbasiyah


Kehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak erjadi dengan cara spontanitas,
melainkan melalui proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemeberontakan dari
kelompok yang tidak senang terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah. Disamping itu
juga, kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad, disebabkan oleh
luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali, sehingga menimbulkan disintegrasi
wilayah.

Di antara kelemahan yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah


sebagai berikut :

a. Mayoritas Kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadinya


dan cenderung hidup mewah.

b. Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah


sulit dilakukan.

c. Ketergantungan kepada tentara bayaran.

d. Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki dan Persia, yang menimbulkan


kecemburuan bagi bangsa Arab murni.

e. Permusuhan antara kelompok suku dan agama.

f. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.

g. Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang


menghacur leburkan kota Baghdad.

DAFTARPUSTAKA

A. Syalabi, Prof. Dr, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 3, Al-Husna Zikra, Jakarta,

2000

Murodi, Drs, Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra, Semarang, 2003
Chatibul Umam, Prof, Dr. Abidin Nawawi, Drs, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Menara

Kudus, Semarang, 1995

____________, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Departemen Agama Republik

Indonesia, Jakarta, 1999

Chatibul Umam, Abidin Nawawi, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Karya Toha Putra,
Hal 11.

Ibid, Hal 17

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra, Hal 41

Ibid, hal 43

Ibid, hal 44

Chatibul Umam, Abidin Nawawi, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Karya Toha Putra,
Hal 39

Ibid, hal 44

Syalabi, Prof, Dr, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Alhusna Zikra, Hal 34

Chatibul Umam, Abidin Nawawi, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Karya Toha Putra,
Hal 57

Murodi, Drs, MA, Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra, Hal 51

Murodi, Drs, MA, Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra, Hal 58

Syalabi, Prof, Dr, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Alhusna Zikra, Hal 186

Murodi, Drs, MA, Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra, Hal 58

Chatibul Umam, Abidin Nawawi, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Karya Toha Putra,
Hal 82

Murodi, Drs, MA, Sejarah Kebudayaan Islam MA, Karya Toha Putra, Hal 59

Chatibul Umam, Abidin Nawawi, Sejarah Kebudayaan Islam MTs, Karya Toha Putra,
Hal 96

Anda mungkin juga menyukai