Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kesehatan Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
adalah salah satu indikator derajat kesehatan negara, disebut demikian karena
AKI dan AKB menunjukkan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan.
Tingginya AKI dan AKB serta lambatnya penurunan angka ini menunjukkan
bahwa pelayanan kesehatan ibu dan anak sangat mendesak untuk ditingkatkan
baik dari segi jangkauan maupun kualitas.
Upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan bayi merupakan
salah satu bentuk investasi di masa depan. Keberhasilan upaya kesehatan ibu
dan bayi, diantaranya dapat dilihat dari Indikator Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut World Health Organization
(WHO), setiap hari pada tahun 2017 sekitar 810 wanita meninggal, pada akhir
tahun mencapai 295.000 orang dari 94% diantaranya terdapat di negara
berkembang. (WHO, 2019). Pada tahun 2018 angka kematian bayi baru lahir
sekitar 18 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Tingginya Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) disebabkan oleh komplikasi pada
kehamilan dan persalinan. (UNICEF 2019).
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, jumlah kematian
ibu di Indonesia sebanyak 4.627 jiwa pada 2020. Jumlah tersebut meningkat
8,92% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 4.197 jiwa.Berdasarkan provinsi,
sebanyak 745 ibu yang meninggal dunia berada di Jawa Barat pada tahun lalu.
Proporsinya mencapai 16,1% dari total kematian ibu di tanah air.Jumlah
kematian ibu terbanyak kedua berada di Jawa Timur, yakni 565 jiwa.
Posisinya diikuti Jawa Tengah dan Banten dengan kematian ibu
masingmasing sebanyak 530 jiwa dan 242 jiwa. Jumlah kematian ibu di
Sumatera Utara dan Aceh masing-masing sebanyak 187 jiwa dan 173 jiwa.

1
2

Kemudian, ada 151 kematian ibu di Nusa Tenggara Timur pada


2020.Kematian ibu di Sulawesi Selatan tercatat sebanyak 133 jiwa pada tahun
lalu. Sementara, jumlah kematian ibu di Riau dan Sumatera Selatan masing-
masing sebanyak 129 jiwa dan 128 jiwa.Adapun, sebanyak 1.330 kasus atau
28,39% kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan. Kematian ibu
yang disebabkan hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.110 kasus atau
23,86%. Sementara, kematian ibu yang disebabkan gangguan peredaran darah
sebanyak 230 kasus atau 4,94%.
Jumlah kematian ibu di Jawa Barat tahun 2020 sebesar 416 kasus,
jumlah kasus kematian ini hampir sama dengan tahun 2019 (417), namun pada
tahun 2020 ini masih cenderung ada kenaikan karena belum semua kab/kota
melaporkan kematian ibu). Tahun 2019-2020, kasus kematian ibu tertinggi di
kabupaten Bogor. Penyebab kematian ibu masih didominasi oleh Perdarahan
28% dan Hipertensi 29%, meskipun penyebab lain-lain juga masih tinggi yaitu
24%. Kematian bayi sd bulan Juli sebanyak 1.649 kasus, meningkat
dibandingkan tahun 2019 pada periode yang sama yatu sebesar 1.575 kasus.
Proporsi kematian bayi 81% adalah kematian neonatal, 19% adalah kematian
post neonatal (29hr – 11 bulan). Penyebab kematian neonatal tertinggi BBLR
42% dan Asfiksia 29%. Sedangkan pada post neo, tertinggi akibat penyebab
lain2 60% dan pneumonia 23%. (Dinkes Provinsi Jabar).
Jumlah kematian Ibu di Kabupaten Garut tahun 2020 adalah

Lima penyebab kematian ibu terbesar adalah hipertensi dalam


kehamilan, perdarahan, infeksi, partus lama/macet, dan abortus (Purba &
Nurazizah, 2019). Perdarahan menempati posisi kedua tertinggi penyebab
kematian ibu yaitu sebesar 28%. Anemia adalah salah satu penyebab tidak
langsung munculnya perdarahan terbanyak pada ibu bersalin. Anemia yang
ditemukan pada ibu bersalin kemungkinan akan mengalami gangguan his,
kekuatan mengejan, kala pertama dapat berlangsung lama, kala uri yang dapat
diikuti retensio plasenta serta perdarahan post partum dan atonia uteri (Rahayu
& Suryani, 2018).
3

WHO mendefinisikan partus lama sebagai adanya kontraksi uterus


ritmik dan reguler yang disertai pembukaan serviks dan berlangsung lebih dari
24 jam. American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG)
mendefinisikan sebagai kala 1 fase laten lebih dari 20 jam pada wanita
nulipara dan lebih dari 14 jam pada perempuan multipara. ACOG
menggunakan batasan pembukaan serviks < 6 cm sebagai acuan fase laten.
Partus lama dapat menyebabkan komplikasi pada ibu dan janin. Komplikasi
pada ibu meliputi trauma obstetrik dan korioamnionitis, sedangkan komplikasi
pada janin meliputi asfiksia neonatorum dan admisi ke ruang rawat intensif.
Di Indonesia, partus lama dilaporkan sebagai penyebab 1-1,8% kematian ibu.
Partus lama dapat disebabkan oleh abnormalitas pada kekuatan kontraksi
(power), jalan lahir (passage), atau posisi janin (passenger). Risiko terjadinya
partus lama meningkat dengan faktor berupa nuliparitas, analgesik epidural,
dan usia ibu lebih dari 35 tahun. 
Ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan proses persalinan
menjadi lebih lama, yaitu penipisan leher rahim atau pembukaan jalan lahir
yang berlangsung lambat, kontraksi yang muncul tidak cukup kuat, jalan lahir
terlalu kecil untuk dilewati bayi atau bayi terlalu besar untuk melewati jalan
lahir tersebut, kondisi ini disebut juga CPD (cephalopelvic disproportion),
posisi bayi tidak normal misalnya sungsang atau melintang, melahirkan anak
kembar, masalah psikologis yang dialami ibu, seperti stres, takut, atau rasa
khawatir berlebihan.

Penyebab lain partus lama adalah inersia uteri atau gangguan


mengejan atau  distosia his adalah tenaga kontraksi yang tidak normal, baik
kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan.
Jenis-jenis hambatan pada kontraksi : kontraksi terlalu sering, sehingga tidak
efektif, misalnya pada pembukaan awal seharusnya kontraksi hanya 2-3 kali
saja, tetapi ternyata 6 kali, kontraksi tidak teratur (inersia), tidak sesuai
dengan fase, berubah-ubah, tidak ada koordinasi atau sinkronisasi antara
kontraksi dengan bagian tubuh lain. Misalnya, di bagian atas tubuh terjadi
4

kontraksi, tapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan persalinan tidak


mengalami kemajuan. Biasanya karena ibu kurang gizi, anemia atau penyakit
berat lainnya (hepatitis berat, TBC), dan ada kelainan pada rahim seperti
miom.

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO),


kematian ibu baik secara langsung ataupun tidak langsung sebanyak 15-20%
disebabkan oleh anemia, di sisi lain anemia juga berkaitan dengan angka
kesakitan ibu. Anemia merupakan masalah global dari kesehatan masyarakat
yang mempengaruhi kondisi kesehatan manusia, pembangunan sosial bahkan
ekonomi baik di negara berkembang sampai negara maju (WHO, 2015).
Frekuensi anemia dalam kehamilan di dunia berkisar 10% - 20% dan jumlah
penderita anemia di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi yakni
63,5 %. Angka kejadian anemia di Indonesia bisa semakin tinggi disebabkan
penanganan anemia hanya dilaksanakan ketika ibu hamil bukan dimulai
sebelum kehamilan. Total jumlah penderita anemia pada ibu hamil di
Indonesia sebanyak 50,9% yang artinya dari 10 ibu hamil, sebanyak 5 orang
terdiagnosis menderita anemia (Rahayu & Suryani, 2018).

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar


hemoglobin (Hb) dibawah 11 gr/ dl pada trimester I dan III atau dengan kadar
< dari 10,5 gr/dl pada trimester II. Kekurangan hemoglobin di dalam darah
akan mengakibatkan kurangnya oksigen yang akan dibawa atau ditransfer ke
sel-sel yang ada di seluruh tubuh. Ketika oksigen kurang, maka asupan
oksigen untuk otot-otot uterus akan berkurang sehingga otot-otot uterus tidak
dapat melakukan kontraksi kembali pasca persalinan yang disebut sebagai
atonia uteri. Terjadinya atonia uteri menyebabkan ibu hamil yang menderita
anemia akan mengalami perdarahankpostpartum.
Penyebab lain dari partus lama adalah makrosomia yaitu istilah
medis bagi bayi yang lahir dengan berat badan di atas rata-rata. Kondisi ini
bisa menyebabkan proses persalinan menjadi lebih sulit dan berbahaya bagi
ibu maupun bayi. Pada umumnya, bayi lahir dengan berat badan 2,6–3,8
5

kilogram. Namun, pada beberapa kondisi bayi bisa lahir dengan berat badan di
atas 4 kilogram. Bayi yang lahir dengan berat berlebih ini disebut dengan
makrosomia. Makrosomia bisa menyebabkan proses persalinan
normal menjadi lebih sulit. Tak hanya itu, bayi yang mengalami makrosomia
juga berisiko tinggi menderita beberapa masalah kesehatan di kemudian hari,
seperti obesitas dan diabetes. Makrosomia dapat disebabkan oleh beberapa
hal, seperti faktor keturunan, masalah kesehatan pada ibu selama masa
kehamilan, dan gangguan pertumbuhan janin.
Berdasarkan data di RSUD dr Slamet garut pada tahun 2021
kejadian partus lama sebesar

1.2 Identifikasi Masalah


Faktor yang mempengaruhi partus lama adalah multi kompleks dan
bergantung pengawasan selagi hamil, pertolongan persalinan yang baik dan
penatalaksanaannya. Faktor penyebab partus lama yaitu his yang tidak
adekuat/inersia uteri atau distosia his, mal presentasi dan mal posisi, janin
besar/makrosomia, panggul sempit, kelainan serviks dan vagina, anemia
selama kehamilan.
Dari data laporan RSUD dr Slamet Garut dari bulan Januari-
Desember tahun 2021 kejadian partus lama yang disebabkan anemia
adalah .......... partus lama yang disebabkan inersia uteri adalah............... partus
lama yang isebabkan bayi besar adalah ............

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah “ Faktor-faktor yang berhubungan dengan partus lama
pada ibu bersalin di RSUD dr Slamet Garut tahun 2021”
6

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan partus lama
pada ibu bersalin di RSUD dr Slamet Garut tahun 2021.

1.4.2 Tujuan Khusus


Untuk diketahuinya :
1. Kejadian anemia pada ibu bersalin di RSUD dr Slamet Garut tahun
2021
2. Kejadian kelahiran bayi besar di RSUD dr Slamet Garut tahun 2021
3. Kejadian inersia uteri pada ibu bersalin di RSUD dr Slamet Garut
tahun 2021
4. Kejadian partus lama pada ibu bersalin di RSUD dr Slamet Garut
tahun 2021

1.5 Hipotesis Penelitian


Hipotesis menurut Notoatmodjo (2018:105) adalah suatu jawaban
atas pertanyaan yang telah dirumuskan dalam perencanaan pnelitian untuk
mengarahkan kepada hasil penelitian ini maka dalam perencanaan penelitian
perlu dirumuskan jawaban sementara dari jawaban ini.
Hipotesis pada penelitian ini adalah

H1 : 1. Terdapat hubungan antara anemia dengan kejadian partus lama

2. Terdapat hubungan antara inersia uteri dengan kejadian partus


lama
3. Terdapat hubungan antara bayi besar dengan kejadian partus lama
H0 : 1. Tidak terdapat hubungan antara anemia dengan kejadian partus
lama
2. Tidak terdapat hubungan antara inersia uteri dengan kejadian
partus lama
7

3. Tidak terdapat hubungan antara bayi besar dengan kejadian partus


lama

3.3 Manfaat Penelitian


3.3.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memperkuat teori tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan partus lama, bahwa anemia dapat menyebabkan
kontraksi otot tidak adekuat sehingga kontraksi uterus tidak kuat, dan juga
janin yang terlalu besar dapat menyebabkan partus lama.
3.3.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat menjadi masukan dan evaluasi bagi
peningkatan pelayanan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sehingga
dapat membantu menurunkan angka kematian ibu dan anak.

1. Bagi Responden :
Penelitian ini akan menjadi informasi dan masukan dalam
meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang anemia, bayi besar,
dan kelainan his yang bisa menyebabkan partus lama.
2. Bagi Pembuat Kebijakan :
Memberikan kontribusi yang positif dan bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan, merencanakan, dan
melaksanakan pelayanan ANC pada kehamilan dimasa yang akan
datang sehingga memberikan hasil yang lebih baik khususnya dalam
pelayanan tentang partus lama.

3. Bagi Peneliti Lain :


Memberikan kontribusi untuk meneliti lebih jauh tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan partus lama selain anemia,
bayi besar dan kelainan his.
8

Anda mungkin juga menyukai