Anda di halaman 1dari 21

TEORI DAN MODEL PEMBANGUNAN EKONOMI

Teori Pertumbuhan Ekonomi

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Klasik

Pemikiran-pemikiran ekonomi di masa klasik yang dipelopori oleh Adam

Smith dengan pengikutnya Thomas Robert Malthus, David Ricardo, Jean Baptiste

Say, Jhon Stuart Mill. Inti pemikiran ekonomi Adam Smith (Bapak Ilmu

Ekonomi) dan para pengikutnya ini antara lain bahwa pertumbuhan dapat terjadi

melalui: pembagian spesialisasi kerja, percaya pada mekanisme pasar yang

berlangsung dalam persaingan bebas, campur tangan pemerintah dibatasi,

penggunaan modal dalam produksi, pembentukan modal dari kelebihan produksi

(Adisasmita R., 2008). Adam Smith seorang ahli ekonomi klasik yang paling

terkemuka dengan bukunya yang terkenal di seluruh dunia berjudul ”An Inguiry

Into The Nature and Cause of The Wealth of Nations (1776) menyampaikan

beberapa pemikiran yang penting diantaranya:

1) Hukum alam, yang diyakini dalam persoalan ekonomi menganggap setiap

orang bebas memenuhi kebutuhannya demi keuntungan sendiri. Dalam

melakukan pemenuhan kebutuhannya, setiap individu dibimbing oleh suatu

kekuatan yang tidak terlihat (invisible hand) akan mencapai kesejahteraan yang

masimal. Smith pada dasarnya menentang setiap campur tangan

pemerintah
dalam perekonomian (laissez faire), serahkan pada mekanisme pasar yang akan

mengatur segala permasalahan dengan sebaik-baiknya.

2) Pembagian kerja, yang merupakan titik permulaan dari teori pertumbuhan

ekonomi Adam Smith, yang meningkatkan daya produktivitas tenaga kerja

yang dihubungkan dengan: (1) meningkatnya keterampilan tenaga kerja; (2)

penghematan waktu dalam memproduksi barang; (3) penemuan mesin yang

sangat menghemat tenaga. Pembagian kerja bertambah seiring dengan

bertambah luasnya pasar. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan fasilitas

transportasi akan terjadi pembagian kerja yang semakin luas dan peningkatan

modal yang semakin besar.

3) Proses pemupukan modal dan pertumbuhan, yaitu Adam Smith menekankan

bahwa pemupukan modal harus dilakukan lebih dahulu daripada pembagian

kerja. Seperti ahli ekonomi modern, Adam Smith menganggap pemupukan

modal sebagai satu yang mutlak bagi pembangunan ekonomi, dengan demikian

permasalahan pembangunan ekonomi secara luas adalah kemampuan manusia

untuk lebih banyak menabung dan menanam modal.

2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Neo-Klasik

Pemikiran-pemikiran ekonomi Neo-Klasik di antaranya dipelopori oleh:

Jevons, Walras, Menger dan Marshall yang gagasannya mementahkan serangan

Karl Marx terhadap sistem liberalisme yang dianjurkan para kaum klasik.

Pandangan-pandangan Neo-Klasik adalah tidak jauh berbeda dari pandangan

Klasik. Semuanya terletak pada kekuatan pasar dengan membuka peluang sampai

batas tertentu untuk intervensi atau campur tangan pemerintah.

Pembangunan
berarti pertumbuhan melalui pembentukan modal dengan fokus pada ekonomi

mikro. Pada tahap ekonomi mikro, kekuatan pasar akan menghasilkan

keseimbangan (Adisasmita R., 2008).

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern Model Keynes

Pemikiran ekonomi aliran modern diawali oleh tokoh utamanya adalah

Keynes dan salah satu karya tulisanya yang terkenal adalah buku dengan judul: “

The General Theory of Employment, Interest and Money”, isinya di antaranya

menjelaskan tentang bagaimana menanggapi peristiwa depresi besar-besaran

yang terjadi pada tahun 30-an, apa penyebabnya, dan bagaimana jalan keluar

dalam menghadapi depresi serta masalah-masalah ekonomi makro lainnya. Para

pendukung Keynes baik neo-Keynes dan pasca-Keynesian antara lain dari

pandangan Alvin Hansen, Simon Kuznets, Jhon Hiks, Wassily Leontif, dan Paul

Samuelson (Deliarnov, 2010).

Keynes menentang pandangan klasik yang menyatakan tidak adanya

campur tangan pemerintah dalan kegiatan ekonomi, tapi bagi Keynes campur

tangan pemerintah merupakan keharusan, adanya kebijakan fiskal agar

pemerintah bisa mempengaruhi jalannya perekonomian, mekanisme pasar,

kapitalis. Persaingan bebas yang diandalkan oleh paradigma Klasik dan neo-

Klasik, menurut Keynes menyatakan akan selalu menimbulkan keseimbangan

dengan pengangguran, terdapat potensi ekonomi yang tidak digunakan

(Adisasmita R.,

2008). Lebih jauh, dijelaskan bahwa kekuatan pasar bebas akan menghasilkan

kekuatan penghambat terhadap pertumbuhan menuju keseimbangan pada tingkat

yang tinggi. Hambatan itu mengakibatkan berkurangnya agregat demand, yang


selanjutnya menghasilkan pengangguran. Kenyataan ini dapat diatasi melalui

campur tangan pemerintah dalam kebijakan fiskal dan moneter. Paradigma pasca

Keynes terjadi pertentangan dalam kondisi yang semakin mengglobal. Dibutuhkan

paradigma yang berciri global, tetapi dapat diterapkan secara lokal. Beberapa

kondisi pembangunan yang berlaku global yaitu: (i) kesenjangan ekonomi

terdapat pada tingkat dunia antara negara maju dan negara berkembang,

tetapi juga pada tingkat nasional dan regional, antar sektor, antar golongan dan

antar individu; (ii) ledakan jumlah penduduk dunia mengakibatkan kesenjangan

yang mendunia; (iii) ancaman kelestarian lingkungan (Adisasmita R., 2008).

Pakar pertama yang lebih serius dalam pengembangan teori pertumbuhan

adalah Schumpeter. Salah satu teori yang dibangun dalam tulisannya adalah” The

Theory of Economic yang diterjemahkan kedalam bahasa inggris tahun 1934.

Tema tentang pertumbuhan ekonomi juga disinggung dalam bukunya yang lain

dengan judul: ”Capitalism, Sosialism, and Democracy” yang diterbitkan pada

1943. Schumpeter mengatakan bahwa pelaku utama pertumbuhan ekonomi

adalah karena adanya “entrepreneur”. Entrepreneur bukan hanya seorang

pengusaha atau manajer, melainkan seseorang yang mau menerima risiko dan

mengintroduksiasi produk-produk dan teknologi baru dalam masyarakat. Lebih

jauh dikatakan pertumbuhan ekonomi akan berkembang pesat dalam

lingkungan masyarakat yang merangsang untuk menggali penemuan-penemuan

baru. Perhatian pertumbuhan dan pembangunan terutama di negara-negara

berkembang semakin marak berkat pengaruh ajaran Keynes yang menginginkan

adanya campur tangan pemerintah dalam proses pembangunan. Dengan

bermodal teori-teori dan konsep-


konsep yang digagas oleh Keynes, kemudian banyak negara berkembang ikut

aktif terlibat dalam proses pembangunan (Deliarnov, 2010).

4. Pertumbuhan Ekonomi Model Solow-Swan

Menurut Solow dan Swan, bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada

pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi penduduk, tenaga kerja dan

akumulasi modal serta tingkat kemajuan teknologi. Dengan kata lain, sampai

dimana perekonomian akan berkembang bergantung pertambahan penduduk,

akumulasi modal dan kemajuan teknologi (Arsyad, 1999). Selanjutnya menurut

teori ini, rasio modal-output (capital-output ratio = COR) bisa berubah (bersifat

dinamis), untuk menciptakan sejumlah output tertentu, bisa digunakan

jumlah modal yang berbeda-beda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya

berbeda- beda pula sesuai dengan yang dibutuhkan. Model Solow berdasarkan

pada fungsi produksi Cobb-Douglas yaitu :

Q = A.Kα. L β ................................................................................................... (2.1)

Dimana Q adalah output, A adalah teknologi, K adalah modal fisik, L adalah tenaga

kerja, α dan β adalah proporsi (share) input. Model Solow dapat menunjukkan

arah pertumbuhan keadaan mantap serta situasi pertumbuhan jangka panjang

yang ditentukan oleh peranan tenaga kerja dan kemajuan teknologi yang semakin

luas. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa model pertumbuhan Solow

menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam capital stock, pertumbuhan tenaga

kerja dan perkembangan teknologi mempengaruhi tingkat output.

Untuk menjelaskan teori pertumbuhan Solow maka pertama akan

dianalisis bagaimana peranan stok modal dalam pertumbuhan ekonomi

dengan
asumsi tanpa adanya perkembangan. Apabila dimisalkan suatu proses

pertumbuhan ekonomi dalam keadaan dimana teknologi tidak berkembang, maka

tingkat pertumbuhan yang telah dicapai hanya karena adanya perubahan jumlah

modal (K) dan jumlah tenaga kerja (L). Hubungan kedua faktor tersebut dengan

pertumbuhan ekonomi dapat dinyatakan sebagai fungsi produksi :

Y = f (K,L) .........................................................................................................(2.2)

Dimana Y adalah tingkat pendapatan nasional, K adalah jumlah stok modal dan L

adalah jumlah tenaga kerja. Jika jumlah modal naik sebesar ΔK unit, jumlah

output akan meningkat sebesar marginal product of capital (MPK) dikalikan

dengan ΔK, dimana :

MPK = f (K + 1, L) – f (K,L).............................................................................. 2.3) Jika

tenaga kerja meningkat sebesar ΔL unit, maka jumlah output akan meningkat

sebesar marginal product of labour (MPL) dikalikan ΔL, dimana :

MPL = f (K,L +1) – f (K,L)................................................................................(2.4)

Perubahan ini akan lebih realistis apabila kedua faktor produksi ini berubah, yaitu

terjadi perubahan modal sebesar ΔK serta terjadi perubahan jumlah tenaga kerja

sebesar ΔL. Kita dapat membagi perubahan ini dalam dua sumber penggunaan

marginal products dari dua input :

ΔY = (MPK x ΔK) + (MPL x ΔL) ....................................................................(2.5) Dalam

kurung pertama adalah perubahan output yang dihasilkan dari perubahan

kapital, dan dalam kurung yang kedua adalah perubahan output yang

disebabkan oleh adanya perubahan tenaga kerja. Untuk mempermudah

interprestasi dan penerapan, maka persamaan kemudian diubah menjadi


:
ΔY/Y = (MPK x K/Y) ΔK/K + (MPL x L/Y) ΔL/L.......................................... (2.6) Dimana

ΔY/Y adalah laju pertumbuhan output, MPK x K adalah total return to capital, (MPK

x K/Y) adalah share dari modal pada output, ΔK/K adalah tingkat pertumbuhan dari

modal, MPL x L adalah total kompensasi yang diterima oleh tenaga kerja, (MPL x

L/Y) adalah share dari tenaga kerja pada output, dan ΔL/L adalah tingkat

pertumbuhan dari tenaga kerja.

Dengan asumsi bahwa fungsi produksi dalam keadaan skala hasil tetap,

maka teorema Euler menyatakan bahwa kedua share tersebut apabila dijumlahkan

akan sama dengan 1 (satu) (Mankiw). Persamaan ini kemudian dapat ditulis :

ΔY/Y = α ΔK/K + (1 – α) ΔL/L........................................................................ (2.7)

Dimana α adalah share dari modal dan (1 – α) adalah share dari tenaga kerja.

Telah dikemukakan bahwa pembahasan di atas diasumsikan tidak mengalami

perubahan teknologi, tetapi dalam praktiknya akan selalu terjadi perkembangan

dari teknologi. Oleh karenanya akan dimasukkan perubahan teknologi dalam

fungsi produksi menjadi :

Y = A f (K,L)..................................................................................................... (2.8)

Dimana A adalah tingkat teknologi pada saat sekarang atau yang disebut sebagai

total factor productivity. Sekarang output meningkat bukan hanya karena adanya

peningkatan dari modal dan tenaga kerja, tetapi juga karena adanya kenaikan dari

total factor productivity. Dengan memasukkan total factor productivity pada

persamaan (2.8), maka akan menjadi :

ΔY/Y = α ΔK/K + (1 – α) ΔL/L + ΔA/A .......................................................... (2.9)


Dimana ΔA/A adalah pertumbuhan dari total factor productivity atau juga sering

disebut sebagai Solow residual (Mankiw, 1997). Karena pertumbuhan total factor

productivity tidak bisa dilihat secara langsung, maka diukur secara tidak langsung

dihitung dengan cara :

ΔA/A = ΔY/Y – α ΔK/K – (1 – α) ΔL/L......................................................... (2.10) Total

factor productivity dapat berubah dengan beberapa alasan. Perubahan sering

dikaitkan dengan kenaikan pengetahuan pada metode produksi. Solow residual

sering juga digunakan untuk mengukur perkembangan teknologi. Faktor-faktor

produksi seperti pendidikan, regulasi pemerintah dapat mempengaruhi total

factor productivity. Sebagai contoh, jika pengeluaran pemerintah meningkat maka

akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan, para pekerja akan menjadi lebih

produktif, dan output juga akan meningkat, yang mengimplikasikan total factor

productivity yang lebih besar (Mankiw, 1997).

Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Djojohadikusuma (1994) mengatakan pertumbuhan ekonomi berbeda

dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut paut dengan

proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat,

sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan

mencakup perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan

alokasi sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan

pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku

ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat

secara menyeluruh. Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah


satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan

dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk

dengan sendirinya menambah kebutuhan akan pangan, sandang, pemukiman,

pendidikan pelayanan kesehatan dan penyedian infrastruktur. Adanya keterkaitan

yang erat antara pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, ditunjukan pula dalam

sejarah munculnya teori-teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

Todaro dan Smith (2003) menyebutkan terdapat tiga faktor utama dalam

pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu: (1) Akumulasi modal (capital


accumulation) terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan

kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari.

Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin dan peralatan dan bahan baku meningkatkan

stok modal (capital stock) fisik suatu negara yakni total nilai riil netto atas seluruh barang

modal produktif secara fisik dan hal itu jelas memungkinkan terjadinya peningkatan

output di masa-masa yang akan datang; (2) Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja,

secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang dapat memacu

pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan

meningkatkan tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih

besar berarti meningkatkan ukuran pasar domestiknya; (3) Kemajuan teknologi,

bagi kebanyakan ekonom menyatakan kemajuan teknologi merupakan sumber

pertumbuhan ekonomi yang terpenting. Dalam pengertian yang paling sederhana,

kemajuan teknologi terjadi karena ditemukan cara baru atau perbaikan atas cara-cara

lama dalam menangani pekerjaan-pekerjaan tradisional. Kemajuan teknologi tersebut

dapat beragam sifatnya, yaitu pertama, teknologi yang bersifat netral. Kemajuan

teknologi yang netral terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai

tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor

input yang sama. Kedua, kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja, dan ketiga,

kemajuan teknologi hemat modal. Di negara-negara dunia ketiga yang melimpah tenaga

kerja tetapi langka modal, kemajuan teknologi, hemat modal merupakan sesuatu yang

amat diperlukan. Kemajuan teknologi ini akan menghasilkan metode produksi padat

karya yang lebih efisien.


Menurut Sukirno (1995), pertumbuhan ekonomi merupakan suatu

perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun. Untuk

mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan dengan

pendapatan nasional berbagai tahun yang dihitung berdasarkan atas harga

konstan. Jadi perubahan dalam nilai pendapatan hanya semata-mata disebabkan

oleh suatu perubahan dalam suatu tingkat kegiatan ekonomi. Laju

pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dihitung melalui indikator

perkembangan PDRB dari tahun ke tahun. Suatu perekonomian dikatakan baik

apabila tingkat kegiatan ekonomi masa sekarang lebih tinggi daripada yang dicapai

pada masa sebelumnya.

Susanti dkk. (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan

salah satu indikator penting guna menganalisis pembangunan ekonomi yang

terjadi di suatu negara atau daerah. Perekonomian dikatakan mengalami

pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor

produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. Indikator

yang lazim digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi adalah

tingkat pertumbuhan angka-angka pendapatan seperti produk domestik regional

bruto (PDRB). Pada bagian lainnya Arsyad (1999) mengatakan ada dua konsep

pertumbuhan ekonomi, yaitu: (1) pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana

terjadi kenaikan pendapatan nasional riil. Perekonomian dikatakan tumbuh atau

berkembang apabila terjadi pertumbuhan output riil. Output riil suatu

perekonomian bisa juga tetap konstan atau mengalami penurunan. Perubahan

ekonomi meliputi pertumbuhan, statis ataupun penurunan, dimana pertumbuhan

adalah perubahan yang bersifat positif sedangkan penurunan merupakan


perubahan yang bersifat negatif; dan (2) pertumbuhan ekonomi terjadi apabila

ada kenaikan output perkapita dalam hal ini pertumbuhan ekonomi

menggambarkan kenaikan taraf hidup yang diukur dengan output total riil

perkapita. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi terjadi apabila tingkat kenaikan

output total riil > daripada tingkat pertambahan penduduk, sebaliknya terjadi

penurunan taraf hidup actual bila laju kenaikan jumlah penduduk lebih cepat

daripada laju pertambahan output total riil. Pertumbuhan tidak muncul di

berbagai daerah pada waktu yang sama, pertumbuhan hanya terjadi di beberapa

tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda.

Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan suatu proses pemerintah daerah dan

masyarakatnya dalam mengelola sumberdaya yang ada untuk menciptakan

lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi dalam

wilayah tersebut (Arsyad, 1999).

Widodo (2001) mengatakan bahwa untuk mengetahui pertumbuhan

ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari perkembangan PDRB pada daerah

tersebut. Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan

pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah pertumbuhan (growth). Hal ini

bisa dimengerti mengingat penghalang utama bagi pembangunan negara sedang

berkembang adalah terjadinya kekurangan modal. Lebih jauh diterangkan, bahwa

laju pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikkan output perkapita dalam

jangka panjang. Penekanan pada proses karena mengandung unsur dinamis,

perubahan, atau perkembangan. Oleh karena itu, pemahaman indikator

pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tetentu, misalnya

tahunan. Laju pertumbuhan ekonomi akan diukur melalui indikator


perkembangan PDRB dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi pada prinsipnya

harus dinikmati penduduk, maka pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu

dapat dinikmati penduduk, jika pertumbuhan penduduk jauh lebih tinggi. Dengan

kata lain, mengkaitkan laju pertumbuhan ekonomi dengan laju pertumbuhan

penduduk akan memberi indikator yang lebih realistis.

Sagir (2009) mengatakan bahwa ekonomi harus tetap tumbuh

terkelola jika kehidupan manusia ingin terus maju dan sejahtera. Salah satu

manfaat pertumbuhan ekonomi adalah pengentasan kemiskinan. Kemiskinan

dampak negatifnya adalah keterbelakangan yang bersumber dari kebodohan dan

atau kekurangan gizi sumber daya manusianya. Kondisi negatif tersebut menjadi

wajar adanya karena SDM yang miskin pada umumnya bodoh/tidak terdidik dan

menganggur sehingga tidak bisa menghasilkan nafkah. Yulianita (2009)

mengatakan pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas

perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu

periode tertentu. Indikator pertumbuhan ekonomi dapat digunakan untuk

menentukan sebuah keberhasilan pembangunan yang telah dicapai dan bahan

evaluasi untuk perencanaan dalam menentukan kebijakan prioritas arah

pembangunan yang akan datang. Dewanto dkk. (2014) juga memperkuat

pendapat di atas, bahwa konsep dasar pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan

hasil kegiatan ekonomi seluruh unit ekonomi dalam suatu wilayah, atau bisa juga

dikatakan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah peningkatan Produk

Domestik Regional Bruto atau Produk Domestik Regional Neto, dimana produk
atau hasil kegiatan ekonomi dari seluruh unit ekonomi domestik berada dalam

wilayah kekuasaan atau administratif seperti negara, provinsi, atau kabupaten.

Pengukuran Laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dihitung

melalui indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun (Sukirno, 1995;

Widodo, 2001; Prasetyo, 2011; Setiono, 2011; Dewanto dkk., 2014). Dalam

penelitian ini variabel pertumbuhan ekonomi menggunakan perubahan PDRB atas

dasar harga konstan (tanpa tambang) pada tiap kabupaten/kota di Provinsi Papua

tahun 2009-2013 dalam satuan persen (BPS Provinsi Papua, 2014).

Teori Tahapan Pembangunan

Teori Pembangunan Model Rostow

Rostow (1960) dalam bukunya yang terkenal yaitu: “ The Stages of

Economic Growth: A Non-Communist Manifesto” mengatakan bahwa negara-

negara berkembang yang ingin maju harus melalui tahap-tahap pembangunan

yaitu: (1) The traditional society atau tahap masyarakat tradisional adalah suatu

negara yang struktur masyarakatnya dibangun di dalam fungsi-fungsi produksi

yang terbatas. Tingkat pendapatan per kapitanya masih rendah karena tidak

adanya penerapan pengetahuan dan teknologi modern. Karena terbatasnya

produktivitas, maka sebagian terbesar sumber-sumbernya ditujukan untuk

menghasilkan bahan mentah; (2) The preconditions for take off atau tahap

prakondisi menuju tinggal landas (take off) yaitu meliputi masyarakat yang sedang

dalam proses peralihan atau merupakan suatu periode yang menunjukkan adanya

syarat-syarat menuju take off. Nilai-nilai dan cara-cara tradisional sudah mulai

dirasakan menjadi tantangan, sedangkan nilai-nilai dan cara-cara baru yang lebih
efisien mulai masuk. Perubahan-perubahan mulai terjadi ke arah masyarakat yang

lebih modern dengan sistem ekonomi yang lebih maju; (3) Take off atau tahap

tinggal landas adalah tahapan perkembangan ekonomi memasuki masa antara,

ketika hambatan-hambatan dan rintangan-rintangan terhadap pertumbuhan

sudah mulai dapat diatasi. Nilai-nilai, cara-cara baru, dan kekuatan-kekuatan yang

menimbulkan kemajuan ekonomi meluas dan mulai menguasai masyarakat.


Tingkat investasi naik dari 5 sampai 10 persen atau melebihi pendapatan nasional.

Selama masa tinggal landas, industri-industri baru berkembang dengan pesat dan

menghasilkan keuntungan yang sebagian besar diinvestasikan lagi pada pabrik- pabrik

yang baru atau industri-industri baru. Sehingga daripadanya dapat mendorong perluasan

lebih lanjut bagi daerah-daerah kota dan industri-industri modern lainnya; (4) The drive

to maturity atau tahap gerak menuju kematangan adalah tahap ketika kegiatan ekonomi

tumbuh secara terus-menerus dengan teratur dan penggunaan teknologi modern

meluas ke seluruh aspek kegiatan perekonomian. Kira-kira 10 sampai 20 persen

pendapatan nasionalnya, secara terus-menerus diinvestasikan yang memungkinkan

output meningkat dengan cepat melebihi pertambahan penduduk. Kegiatan ekonomi

bergerak dengan mantap memasuki perekonomian internasional. Pada umumnya, tahap

kematangan (maturity) ini dicapai kira-kira setelah 60 tahun dimulainya take off atau 40

tahun setelah berakhirnya take off, dan (5) The age of high mass cosumption atau tahap

konsumsi massa tinggi adalah tahap ketika perkembangan industri lebih ditujukan untuk

menghasilkan barang-barang konsumsi tahan lama dalam bidang jasa.

Menurut Rostow (1960), disamping adanya tahapan perubahan seperti itu,

pembangunan ekonomi berarti pula sebagai proses yang menyebabkan adanya

perubahan pada : (1) perubahan orientasi organisasi ekonomi, politik, dan sosial

yang pada mulanya berorientasi kepada suatu daerah menjadi berorientasi ke luar;

(2) perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah anak dalam keluarga,

yaitu dari menginginkan banyak anak menjadi keluarga kecil; (3) perubahan

dalam kegiatan investasi masyarakat, dari melakukan investasi yang tidak


produktif (menumpuk emas, membeli rumah, dan sebagainya) menjadi investasi

yang produktif; dan (4) perubahan sikap hidup dan adat istiadat yang terjadi

kurang merangsang pembangunan ekonomi, misalnya: penghargaan terhadap

waktu, penghargaan terhadap prestasi seseorang.

Todaro dan Smith (2003) mendefinisikan pembangunan sebagai proses

memperbaiki kualitas kehidupan manusia. Tiga aspek yang sama pentingnya

dalam pembangunan adalah: (1) menaikkan tingkat kehidupan masyarakat, seperti

pendapatan dan konsumsi pangan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya melalui

pertumbuhan ekonomi yang sesuai; (2) menciptakan kondisi yang kondusif bagi

pertumbuhan harga diri masyarakat melalui pemantapan sistem dan institusi,

sosial, politik dan ekonomi yang mengutamakan rasa hormat dan martabat

manusia; dan (3) meningkatkan kebebasan masyarakat dengan memperluas

kisaran pilihan barang dan jasa. Terminnologi ”Pembangunan” memiliki makna

lebih luas dari pertumbuhan ekonomi, karena mencakup aspek sosial, budaya,

politik, dan aspek lainnya. Mirip dengan pandangan tersebut Sumodiningrat

(2001) mengatakan pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan

struktural yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan. Proses

yang berlangsung bersifat multidimensi, sehingga usaha yang dilakukan untuk

mencapai sasaran pembangunan mendapat banyak tantangan. Keadaan ini

dijumpai di negara-negara yang masih terkebelakang, negara sedang berkembang

maupun di negara-negara maju dengan derajat dan jenis persoalan yang berbeda.

Susanto dkk. (2010) menyatakan bahwa konsep pembangunan senantiasa

mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Konsep dasar


pembangunan berawal dari pengembangan konsep pembangunan ekonomi yang

sangat terkait dengan pendapatan (income), pertumbuhan (growth), dan investasi

(investment). Konsep pembangunan tersebut kemudian dikembangkan menjadi

lebih luas cakupan dan dimensinya, meliputi: pengetahuan dan teknologi

(knowledge and tecnology), pembangunan manusia (human development),

pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan pembangunan

institusional (institutional development). Motivasi yang mendasari perlunya

perluasan cakupan konsep pembangunan adalah pemikiran akan terbatasnya

peran dan fungsi pertumbuhan ekonomi yang semula dijadikan sebagai tujuan

pembangunan. Fokus perhatian pembangunan kemudian diperluas sehingga

mencakup distribusi pendapatan (income distribution), kemiskinan (poverty), dan

pemenuhan kebutuhan umum.

Dalam perkembangannya perhatian terhadap pemerataan pembangunan

(development equity) kemudian berkembang sejalan dengan berbagai perdebatan

terkait hubungan antara ketimpangan pendapatan (income inequality) dan

pertumbuhan ekonomi (economic growth). Hubungan antara pertumbuhan dan

kemiskinan juga tidak luput dari perdebatan. Sementara itu teori pertumbuhan

endogen yang berkembang di era tahun 1980-an memfokuskan perhatian pada

pentingnya kemajuan teknologi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Problem

pembangunan yang kompleks dihadapkan pada tantangan keterbatasan sumber

daya maupun karateristik wilayah. Semakin luas wilayah suatu negara, maka

semakin besar pula tantangan yang harus dihadapi. Tantangan akan semakin berat

apabila pertumbuhan penduduk di negara tersebut juga relatif tinggi. Kondisi ini
dihadapi oleh Indonesia dan negara-negara sedang berkembang lainnya maupun

negara-negara yang tergolong terkebelakang. Konsekwensi dari tidak meratanya

pembangunan adalah terjadinya ketimpangan wilayah (Susanto dkk., 2010).

Teori Dependensi

Sejarah Lahirnya Teori Dependensi lahir sebagai tanggapan atas gagalnya program

KEPBBAL (Komisi ekonomi PBB untuk Amerika Latin) atau ECLA (United nation Economic

Commission for Latin America) dan merupakan kritik terhadap Marxisme Ortodoks di

negara-negara Amerika latin pada awal tahun 1960- an. Berdasarkan hal itu Teori

Dependensi merumuskan hubungan antar negara-negara barat dengan negara dunia

ketiga sebagai hubungan yang dipaksakan, eksploitatif dan ketergantungan. Teori ini

menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara dunia ketiga.

Teori dependensi merupakan “suara negara-negara pinggiran untuk menentang hegemoni

ekonomi, politik, budaya dan intelektual dari negara maju. Pada tahun 1950-an banyak

pemerintahan di amerika latin (dikenal cukup “populis”) mencoba menerapkan startegi

pembangunan dari KEPBBAL yang menitikberatkan proses industrialisasi melalui program

Industrialisasi Substitusi impor (ISI). Dengan strategi tersebut diharapkan dapat

memebrikan keberhasilan yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi sekaligus

pemerataan hasil pembangunan, peningkatan kesejahteraan rakyat, sekaligus

memberikan suasana yang mendorong pembnagunan politik yang demokratis. Akan tetapi

yang terjadi adalah sebaliknya, ekspansi ekonomi yang amat singkat berubah menjadi

stagnasi ekonomi. Pada awal 1960-an berbagai masalah ekonomi mendasar seperti;

pengangguran, inflasi, devaluasi, penurunan nilai tukar perdagangan, mulai tampak ke

permukaan. Dalam waktu singkat banyak pemerintahan di Amerika Latin diharuskan untuk

berhadapan dengan gerakan perlawanan rakyat, yang diikuti dengan tumbangnya

pemerintahan yang populis ini. Lebih tragis lagi, diganti pemerintah yang otoriter dengan
dukungan militer.

Akibatnya kepercayaan para cendekiawan terhadap program KEPBBAL dan teori

modernisasi hilang. Menurutnya teori modernisasi telah membuktikan

ketidakmampuannya untuk memenuhi janji-janji keberhasilan pembangunan ekonomi dan

politik, terutama terhadap stagnasi ekonomi, berkembangnya represi politik dan

melebarnya ketimpangan kaya dan miskin. Teori dependensi juga dipengaruhi dan

merupakan jawaban atas krisis Teori Marxis Ortodoks di Amerika Latin. Menurut

pandangan Marxis Ortodoks, Amerika Ltin harus melalui tahapan revolusi industri “Borjuis’

sebelum melalpaui revoluis sosialis proletar. Namun demikian Revolusi RRC 1949 dan

Revolusi Kuba 1950, mengajarkan bahwa negara dunia ketiga tidak harus selalu mengikuti

tahapan-tahapan perkembangan tersebut, bahkan dapat langsung menuju dan berada

pada tahapan revolusi sosialis. Teori dependensi ini segera menyebar dengan cepat ke

belahan Amerika Utara pada akhir tahun 1960-an. Andre Gunder Frank adalah orang yang

paling bertanggungjawab terhadap penyebaran awal teori ini pada masyarakat intelektual

internasional. Bahkan di luar Amrika Latin, teori Dependensi ini diidentifikasikan dengan

Frank pada majalah Amerika Monthly Review, tempat Frank sering menulis. Di Amerika

Serikat teori dependensi memperoleh sambutan hangat, karena hal ini terjadi

kedatangannya hampir bersamaan dengan lahirnya kelompok intelektual muda radikal

yang tumbuh dan berkembang subur pada masa revolusi kampus di AS, akibat protes anti

perang, gerakan kebebasan wanita dan gerakan “Ghetto”. Chirot (1981), menggambarkan

kegagalan Amerika di Vietnam dan menyebarnya kerusuhan rasial pada pertengahan

tahun 1960-an yang diikuti oleh inflasi kronis, devaluasi US$, dan perasaan kehilangan

kepercayaan diri pada masa awal tahun 1970-an, menyebabkan hilangnya keyakinan

landasan moral Teori Modernisasi. Dalam suasana sejarah tahun 1960-an dengan

paradigma baru untuk memebrikan jawaban atas kegagalan program KEPBBAL, krisis teori

Marxis Ortodox dan menurunnya kepercayaan terhadap teori modernisasi di AS,

muncullah teori Dependensi.

Anda mungkin juga menyukai