Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

MUSKULOSKELETAL, OSTEOPOROSIS, FRAKTUR


Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB II
Dosen pengampu :
Dr. HJ, Nunung Herlina, S.Kp, M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 9

Ahmad Sabri 2011102411181


Indah Fajar Lestari 2011102411150
Fitriani 2011102411159

PRODI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dari Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan judul
“Muskuloskeletal, Ostiosporosis, Dan Fraktur
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak khususnya kepada Dosen Mata Kuliah Keperawatan Madikal Bedah
kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Samarinda, September 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anatomi adalah ilmu yg mempelajari suatu bangun atau suatu bentuk dengan
mengurai-uraikannya ke dalam bagian-bagiannya.
Dilihat dari sudut kegunaan, bagian paling penting dari anatomi khusus adalah yang
mempelajari tentang manusia dengan berbagai macam pendekatan yang berbeda. Dari
sudut medis, anatomi terdiri dari berbagai pengetahuan tentang bentuk, letak, ukuran,
dan hubungan berbagai struktur dari tubuh manusia sehat sehingga sering disebut
sebagai anatomi deskriptif atau topografis. Kerumitan tubuh manusia menyebabkan
hanya ada sedikit ahli anatomi manusia profesional yang benar-benar menguasai
bidang ilmu ini; sebagian besar memiliki spesialisasi di bagian tertentu seperti otak
atau bagian dalam.
Anatomi tubuh sangat penting untuk dipelajari khususnya bagi mahasiswa
kesehatan. Sebab ketika sudah di rumah sakit sebagai tenaga kesehatan dituntut untuk
dapat melayani pasien. Untuk itulah makalah ini dibuat, sebagai langkah awal untuk
mempelajari anatomi tubuh manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat penulis rumuskan suatu
permasalahan yakni:
1. Apakah devenisi sistem muskuloskeletal?
2. Bagaimana anatomi fisiologi muskuloskeletal?
3. Penyakit-penyakit apa saja pada system muskuloskeletal?
4. Bagaimana Asuhan keperawatan Muskuloskeletal pada penyakit fraktur dan
osteoforosis
C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian muskuloskeletal.


2. Memahami tentang otot (muskular)
3. Memahami tentang sistem rangka (skeletal)
4. Mengetahui kelainan pada sistem muskuloskeletal
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo) dan
tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah jaringan tubuh yang
mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi mekanik (gerak).
Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang-tulang yang
memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi.
a. Kerangka tubuh
Sistem muskuloskeletal memberi bentuk bagi tubuh.
b. Proteksi
Sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi
oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada
(cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
c. Ambulasi & Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat.
d. Hemopoesis
Berperan dalam pembentukan sel darah pada red marrow.
e. Deposit Mineral
Tulang mengandung 99 % kalsium & 90 % fosfor tubuh.
B. (Musculus/Muscle)
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi.
Otot membentuk 40-50% berat badan; kira-kira1/3-nya merupakan protein
tubuh dan ½-nya tempat terjadinya aktivitas metabolik saat tubuh istirahat. Terdapat
lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut
dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh, dan sebagian kecil ada yang melekat
di bawah permukaan kulit.
Gabungan otot berbentuk kumparan dan terdiri dari :
1. Fascia, adalah jaringan yang membungkus dan mengikat jaringan lunak. Fungsi
fascia yaitu mengelilingi otot, menyedikan tempat tambahan otot, memungkinkan
struktur bergerak satu sama lain dan menyediakan tempat peredaran darah dan saraf.
2. Ventrikel (empal), merupakan bagian tengah yang mengembung.
3. Tendon (urat otot), yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari jaringan ikat
dan besrifat liat. Berdasarkan cara melekatnya pada tulang, tendon dibedakan
sebagai berikut.
a. Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah
kedudukannya ketika otot berkontraksi.
b. Inersio, Merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika otot
berkontraksi.
C. Fungsi Sistem Otot

1. Pergerakan

Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan
bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
Penopang tubuh dan mempertahankan postur
2. Otot menopang rangka dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi
berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
3. Produksi panas
Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk mepertahankan
suhu tubuh normal.
D. Ciri-Ciri Sistem Otot

Otot memendek jika sedang berkontraksi dan memanjang jika sedang


berelaksasi. Kontraksi otot terjadi jika otot sedang melakukan kegiatan. Relaksasi
otot terjadi jika otot sedang beristirahat. Dengan demikian otot memiliki 3
karakter, yaitu:

1. Kontrakstilitas, yaitu serabut otot berkontraksi dan menegang, otot menjadi


lebih pendek dari ukuran semula.
2. Ekstensibilitas, yaitu serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang
melebihi panjang otot saat rileks (memanjang).
Elastisitas, yaitu serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi
atau meregang
E. Jenis-Jenis Otot
1. Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:

a. Otot Rangka (Otot Lurik)

Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas


perintah dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat pada
otot paha, otot betis, otot dada. Kontraksinya sangat cepat dan kuat Struktur
mikroskopis otot skelet/rangka yaitu Memiliki bentuk

sel yang panjang seperti benang/filament. Setiap serabut memiliki banyak


inti yang terletak di tepi dan tersusun di bagian perifer. Serabut otot sangat
panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar berkisar antara 10
mikron sampai 100 mikron.

b. Otot Polo

Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja


secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga
seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada
sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi
darah. Kontraksinya kuat dan lamban.

Struktur Mikroskopis Otot Polos yaitu memiliki bentuk sel otot


seperti silindris/gelendong dengan kedua ujung meruncing. Serabut sel ini
berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah).
Memiliki satu buah inti sel yang terletak di tengah sel otot dan mempunyai
permukaan sel otot yang polos dan halus/licin.

c. Otot Jantung

Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur


yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung. Bekerja
terus- menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga mempunyai
masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut. Memilki banyak inti sel yang
terletak di tepi agak ke tengah. Panjang sel berkisar antara 85-100 mikron
dan diameternya sekitar 15 mikron.

2. Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :


d. Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya bertolak
belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan. Contohnya:
1) Ekstensor (meluruskan) dengan fleksor (membengkokkan), misalnya otot
bisep dan otot trisep.
2) Depressor (gerakan ke bawah) dengan elevator (gerakan ke atas),
misalnya gerak kepala menunduk dan menengadah.
e. Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus. (Marieb & Mallat 2001)

Berdasarkan letaknya, otot dapat ditemukan diberbagai daerah bagian tubuh


dengan nama-nama otot tertentu, dapat dilihat pada gambar berikut.

3. Mekanisme Kontraksi Otot

Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan


difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori kontraksi otot
yang disebut model Sliding Filamens. Model ini menyatakan bahwa kontraksi
terjadi berdasarkan adanya dua set filamen didalam sel otot kontraktil yang
berupa filamen aktin dan miosin.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang disebut
asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan asetilkolin terurai membentuk
miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal ini menyebabkan otot
berkontraksi sehingga otot yang melekat pada tulang bergerak.

Saat berkontraksi, otot membutuhkan energi dan oksigen. Oksigen


diberikan oleh darah, sedangkan energi diperoleh dari penguraian ATP
(adenosin trifosfat) dan kreatinfosfat. ATP terurai menjadi ADP (adenosin
difosfat) + Energi. Selanjutnya, ADP terurai menjadi AMP (adenosin
monofosfat) + Energi. Kreatinfosfat terurai menjadi kreatin + fosfat + energi.
Energienergi ini semua digunakan untuk kontraksi otot.

4. Rangka (skeletal)

Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan
tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan
tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot.
Akan tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan
terjadi tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka

1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen- ligamen, otot,


jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)

4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak.


5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
b. Jenis Tulang

1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:

a) Tulang Rawan (kartilago)

Ada 3 macam tulang rawan, yaitu:

(1) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang
pipa.
(2) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan- cawan
(tl. Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.

Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis dan faring.

a) Tulang Sejati (osteon)

Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai


sistem rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga
sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
Secara mikroskopis tulang terdiri dari :

b) Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah,


aliran limfe
c) Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris
d) Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan- lempengan
yang mengandung sel tulang)
e) Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan
sampai ke osteon)
2) Berdasarkan matriksnya, yaitu:

a) Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan rapat.
b) Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu:

a) Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran


panjangnya terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
b) Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya pendek.
Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki, pangkal lengan,
dan ruas-ruas tulang belakang.
c) Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
d) Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk
yang tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang belakang).

Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os maxilla

c. Sel – Sel Penyusun Tulang

1) Osteobast, merupakan sel tulang muda yang menghasilkan jaringan


osteosit dan mengkresikan fosfatase dalam pengendapan kalsium dan
fosfat ke dalam matriks tulang.
2) Osteosit, yaitu sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan
untuk pertukaran kimiawi melaui tulang yang padat

Osteoclast, yaitu sel-sel yang dapat mengabsorbsi mineral dan matriks


tulang.

d. Organisasi Sistem Rangk

Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk


suatu kerangka tubuh. Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai
berikut.
e. Rangka Aksia

Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang


tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
1) Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang; 8 tulang
kranial dan 14 tulang fasial.
 Tulang kranial membungkus dan melindungi otak, terdiri dari: Tulang
baji (sfenoid) : 1 buah
Tulang tapis (etmoid) : 1 buah

Tulang pelipis (temporal) : 2 buah

Tulang dahi (frontal) : 1 buah

Tulang ubun-ubun (parietal) :2buah


Tulang kepala belakang (oksipital) : 1 buah
 Tulang fasial membentuk wajah, terdiri dari: Tulang
rahang atas (maksila) : 2buah
Tulang rahang bawah (mandibula) : 2 buah
Tulang pipi (zigomatikus) : 2 buah

Tulang langit- langit (palatinum) : 2 buah

Tulang hidung (nasale) : 2 buah

Tulang mata (lakrimalis) :2buah


Tulang pangkal lidah (Konka inferor) : 1 buah
2) Tulang Pendengaran (Auditory), terdiri dari:
Tulang martil (maleus) : 2 buah
Tulang landasan (inkus) : 2 buah
Tulang sanggurdi (stapes) : 2 buah
3) Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat diantara
laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan beberapa otot mulut
dan lidah. : 1 buah
4) Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan
memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi dan gerakan,
misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang belakang berjumlah 26 buah
yang terdiri dari
Tulang leher (servikal) : 7 buah

Tulang punggung (dorsalis) : 12 buah

Tulang pinggang (lumbal) : 5 buah

Tulang kelangkang (sakrum) :1buah


Tulang ekor (koksigea) 4 ruas berfusi menjadi satu : 1 buah
5) Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama dengan
tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-organ penting yang
terdapat di dada, seperti paru-paru dan jantung. Tulang rusuk juga
berhubungan dengan tulang belakang, berjumlah 12 ruas, terdiri dari :
Tulang Rusuk Sejati (costae vera) : 7 pasang Tulang
Rusuk Palsu (costae spuria) : 3 pasang Rusuk
Melayang (costae fliktuantes) : 2 pasang
6) Tulang Dada (sternum) terdiri atas tulang-tulang yang berbentuk pipih,
antara lain:
Tulang hulu (manubrium) : 1 buah

Tulang badan (gladiolus) : 1 buah

Tulang bahu pedang (sifoid) : 1 buah


(ketiganya bergabung menjadi satu buah tulang dada)

f. Rangka Apendikular

Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-


tulang bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan bawah terdiri
atas 126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan
kaki. Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian, yaitu :
1) Ektremitas Atas, yaitu terdiri dari tulang bahu dan tulang anggota gerak
atas.
a) Tulang bahu, terdiri atas dua bagian: Tulang
belikat (skapula) : 2 buah
Tulang selangka (klavikula) : 2 buah
b) Tulang anggota gerak atas, terdiri dari:
Tulang lengan atas (humerus) : 2 buah

Tulang hasta (ulna) : 2 buah

Tulang pengumpil (radius) :2buah


Tulang pergelangan tangan (karpal) : 16 buah (8
pada tiap tangan)
Tulang tapak tangan (metakarpal) : 10 buah (5
pada tiap tangan)
Tulang jari-jari (phalanges) : 28 buah (2
kali 14 ruas jari)
2) Ektremitas Bawah, yaitu terdiri dari tulang panggul dan tulang anggota
gerak bawah.
a) Tulang panggul (pelvis), terdiri atas tiga bagian:
Tulang usus (ileum) : 2 buah
Tulang duduk (iskhium) : 2 buah

Tulang kemaluan (pubis) : 2 buah

b) Tulang anggota gerak bawah, terdiri dari:


Tulang paha (femur) : 2 buah
Tulang tempurung lutut (patela) : 2 buah
Tulang betis (fibula) : 2 buah
Tulang kering (tibia) : 2 buah
Tulang pergelangan kaki (tarsal) : 14 buah (7
pada tiap kaki)
Tulang tapak kaki (metatarsal) : 10 buah (5
pada tiap kaki)
Tulang jari kaki (phalanges) : 28 buah (2
kali 14 ruas jari)

F. Pembentukan Tulang

Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7 minggu
dan berlangsung sampai dewasa. Pada rangka manusia, rangka yang pertama kali
terbentuk adalah tulang rawan (kartilago) yang berasal dari jaringan mesenkim.
Kemudian akan terbentuk osteoblas atau sel-sel pembentuk tulang. Osteoblas ini
akan mengisi rongga-rongga tulang rawan.

Sel-sel tulang dibentuk terutama dari arah dalam keluar, atau proses
pembentukannya konsentris. Setiap satuan-satuan sel tulang mengelilingi suatu
pembuluh darah dan saraf membentuk suatu sistem yang disebut sistem Havers.

G. Hubungan Antar Tulang


Hubungan antartulang disebut artikulasi. Agar artikulasi dapat bergerak,
diperlukan struktur khusus yang disebut sendi. Sendi yang menyusun kerangka
manusia terdapat di beberapa tempat Terdapat tiga jenis hubungan antartulang,
yaitu:
Sinartrosis Sinartrosis disebut juga dengan sendi mati, yaitu hubungan
antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan sama sekali. Artikulasi ini tidak
memiliki celah sendi dan dihubungkan dengan jaringan serabut. Dijumpai pada
hubungan tulang pada tulang-tulang tengkorak yang disebut sutura/suture.
Amfiartosi Amfiartosis disebut juga dengan sendi kaku, yaitu hubungan
antara dua tulang yang dapat digerakkan secara terbatas. Artikulasi ini
dihubungkan dengan kartilago. Dijumpai pada hubungan ruas-ruas tulang
belakang, tulang rusuk dengan tulang belakang.
Diartosi Diartosis disebut juga dengan sendi hidup, yaitu hubungan
antara dua tulang yang dapat digerakkan secara leluasa atau tidak terbatas.
Untuk melindungi bagian ujung-ujung tulang sendi, di daerah persendian
terdapat rongga yang berisi minyak sendi/cairan synovial yang berfunggsi
sebagai pelumas sendi.
Diartosis dapat dibedakan menjadi: Sendi Engsel Sendi engsel yaitu
hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan hanya satu arah saja.
Dijumpai pada hubungan tulang Os. Humerus dengan Os. Ulna dan Os.
Radius/sendi pada siku, hubungan antar Os. Femur dengan Os. Tibia dan Os.
Fibula/sendi pada lutut.
Sendi Putar Sendi putar yaitu hubungan antar tulang yang
memungkinkan salah satu tulang berputar terhadap tulang yang lain sebagai
porosnya. Dijumpai pada hubungan antara Os. Humerus dengan Os. Ulna dan
Os. Radius, hubungan antar Os. Atlas dengan Os. Cranium.
Sendi Pelana/Sendi Sellari Sendi pelana yaitu hubungan antar tulang
yang memungkinkan gerakan ke segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada
hubungan Os. Scapula dengan Os. Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan
Os. Pelvis virilis.
Sendi Kondiloid atau Elipsoid Sendi Kondiloid yaitu hubungan antar
tulang yang memungkinkan gerakan berporos dua, dengan gerak ke kiri dan ke
kanan; gerakan maju dan mundur; gerakan muka/depan dan belakang. Ujung
tulang yang satu berbentuk oval dan masuk ke dalam suatu lekuk yang berbentuk
elips. Dijumpai pada hubungan Os. Radius dengan Os. Carpal.
Sendi Peluru Sendi peluru yaitu hubungan antar tulang yang
memungkinkan gerakan ke segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan
Os. Scapula dengan Os. Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis
virilis.
Sendi Luncur Sendi luncur yaitu hubungan antar tulang yang
memungkinkan gerakan badan melengkung ke depan (membungkuk) dan ke
belakang serta gerakan memutar (menggeliat). Hubungan ini dapat terjadi pada
hubungan antarruas tulang belakang, persendian antara pergelangan tangan dan
tulang pengumpil
H. Kelainan pada system Muskuloskeletal
Beberapa gangguan kesehatan dan kelainan yang terjadi sistem
muskuloskeletal adalah sebagai berikut.
1. Fraktura /patah tulang
Pada kelainan tulang ini, tulang mengalami retak/patah tulang akibat mengalami
benturan keras, misalnya karena kecelakaan. Pemulihan untuk kelainan ini, yaitu
dengan mengembalikan pada susunan semula secepat mungkin. Pada kasus patah
tulang, untuk menyambungkannya ditambahkan pen atau platina. Setelah tulang
mengalami pertumbuhan dan menyatu, pen/platina akan diambil kembali.

5. Fisura/retak tulang

Fisura yaitu kelainan tulang yang menimbulkan keretakan pada tulang.

6. Gangguan yang Terjadi pada Tulang Belakang

Gangguan ini disebabkan karena kebiasaan tubuh yang salah, kelainan


ini antara lain seperti berikut.
a. Lordosis, yaitu keadaan tulang belakang yang melengkung ke depan.

b. Kifosis, adalah keadaan tulang belakang melengkung ke belakang, sehingga


badan terlihat bongkok.
c. Skoliosis, yaitu keadaan tulang belakang melengkung ke samping kiri atau
kanan.
7. Osteoporosis

Orang yang menderita kelainan ini, keadaan tulangnya akan rapuh dan
keropos. Ini disebabkan karena berkurangnya kadar kalsium dalam tulang.
Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka kadar kalsium akan
berkurang sedikit demi sedikit.
8. Rakhitis

Penyakit ini menyebabkan kondisi tulang seseorang yang lunak. Hal ini
disebabkan dalam tubuh seseorang kekurangan vitamin D. Vitamin ini
berfungsi untuk mengabsorpsi fosfor dan berperan dalam metabolisme kalsium.
Penderita ini disarankan banyak mengkonsumsi telur, susu, dan minyak hati
ikan. Selain itu, pada pagi hari, penderita disarankan berjemur di bawah sinar
matahari karena sinar matahari pagi dapat membantu pembentukan vitamin D
dalam tubuh.
9. Kram

Kram merupakan keadaan otot berada dalam keadaan kejang. Keadaan ini antara
lain disebabkan karena terlalu lamanya aktivitas otot secara terus menerus

10. Hipertropi

Suatu keadaan otot yang lebih besar dan lebih kuat. Hal ini disebabkan
karena otot sering dilatih bekerja dan berolahraga. Hipertrofi otot ini sering
dimiliki oleh atlet binaragawan.
11. Atrofi

Keadaan otot yang lebih kecil dan lemah kontraksinya. Kelainan ini disebabkan
karena infeksi virus polio. Pemulihannya dengan pemberian latihan otot,
pemberian stimulant listrik, atau dipijat dengan teknik tertentu.
A. OSTEOPOROSIS
1. Pegertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya
kepadatan masa tulang secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kandungan mineral dalam tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur
tulang. (Pusdatin , kementrian RI,2015)
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi
tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan
masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi rapuh dan mudah patah, tulang
menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada
tulang normal
2. Etiologi

Menurut etiologinya oeteoporosis dikelompokkan dalam osteoporosis primer dan


osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terjadi akibat kekurangan masa tulang yang
terjadi karena faktor usia secara alami. Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian.

1) Tipe I (Post Menopouse)


Terjadi 15 – 20 tahun setelah menopause (usia 53 – 75 tahun). Ditandai oleh fraktur
tulang belakang dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan
trabekulaar pada tempat tersebut, dimana jaringan trabecular lebih responsive
terhadap defisiensi estrogen.
2) Tipe II (Senile)
Terjadi pada pria dan wanita usia lebih dari 70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul
dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya masa tulang kortikal terbesar terjadi
pada usia tersebut.
Osteoporosis sekunder terjadi pada tiap kelompok umur yang disebabkan oleh penyakit
atau kelainan tertentu, atau dapat pula akibat pemberian obat yang mempercepat
pengeroposan tulang.

3. Faktor – faktor risiko osteoporosis


Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktor – faktor yang berisiko terkena
osteoporosis, antara lain :
1. Riwayat keluarga
Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga menderita osteoporosis.
Faktor genetik ini terutama pada ukuran dan densitas tulang.
2. Jenis kelamin
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
hormone estrogen yang mulai menurun sejak usia 35 tahun. Selain itu wanita
mengalami menopause yang dapat terjadi di usia 45 tahun.
3. Usia
Kehilangan masa tulang meningkat seis=ring dengan meningkatnya usia. Semakin
bertambah usia, semakin besar resiko mengalami osteoporosis karena kepadatan
dan kekuatan tulang menurun. Berkurangnya masa tulang terjadi setelah usia 30
sampai 35 tahun.
4. Aktivitas fisik
Kurang kegiatan fisik menyebabkan sekresi Ca yang tinggi dan pembentukan
tulang tidak maksimum. Namun aktifitas fisik yang terlalu berat pada usia
menjelang menopause justru dapat menyebabkan penyusutan tulang.
5. Status gizi
6. Kebiasaan konsumsi asupan kalsium
Kalsium, Fosfor dan Magnesium merupakan komponen utama pembentuk tulang.
Kalsium dan vitamin D dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang yang kuat.
7. Kebiasaan merokok
Laki – laki dan perempuan yang memiliki kebiasaan merokok sangat rentan
terhadap osteoporosis karena zat nikotin yang didalamnya mempercepat
penyerapan tulang.
8. Penyakit Diabetes Miletus
Orang yang memiliki penyakit Diabetes Miletus lebih mudah mengalami
osteoporosis. Pemakaian insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel
tulang sehingga meningkatkan pembentukan kolagen tulang,akibatnya orang yang
kekurangan insulin atau resistensi insulin akan mudah terkena osteoporosis.

3. Manifestasi Klinis
Kepadatan tulang berkurang secara berlahan (terutama pada penderita osteoporosis
senilis), sehinga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa
penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi
kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk (Lukman,
ningsih 2015: 144).
4. Patofisiologi
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan
tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan,
hilangnya estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan
percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca
menopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2016).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang
dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama
bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily
allowance) meningkat pada usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga
1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang
dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per
hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak
terbatas. Karena penyerapan kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan
melalui ginjal (Smeltzer, 2015).
Hasil interaksi kompleks
yang menahun antara
factor genetic dan factor
lingkungan

Faktor usia, jenis kelamin,


ras, keluarga, bentuk tubuh Melemahnya daya serap terhadap kalsium dari Merokok, alcohol, kopi,
dan tidak pernah darah ke tulang. defisiensi vitamin dan gizi,
melahirkan Peningkatan pengeluaran kalsium bersama gaya hidup (imobilitas),
urine. anoreksia nervosa dan
Tidak tercapainya massa tulang yang maksimal. penggunaan obat-obatan
Resorpsi tulang menjadi lebih cepat

Penyerapan tulang lebih


banyak daripada
pembentukan baru

Penurunan massa tulang


total

Osteoporosis

Tulang menjadi rapuh dan Kurang Kolaps bertahap tulang


mudah patah Pengetahuan vertebra

Fraktur Fraktur kompresi Fraktur kompresi


Fraktur Colles Kifosis progresif
Femur vertebra lumbaris vertebra torakalis

Gangguan fungsi Penurunan tinggi


ekstremitas atas dan Kompresi syaraf Perubahan badan
bawah, pergerakan pencernaan ileus postural
fragmen tulang, spasme paralis
otot
Perubahan
postural
Deformitas
Konstipasi skelet
Nyeri
Resiko terjadinya
cidera
5. Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala yang dialami penderita osteoporosis adalah :
1. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat
dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak
2. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
3. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
4. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatik pada vertebra dan
menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan
sehingga dapat terjadi paraparesis.
5. Kecenderungan penurunan tinggi badan
6. Postur tubuh kelihatan memendek.

6. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologi yang khas pada penderita osteoporosis adalah penipisan korteks
dan daerah trabekuler yang lebih lusen.
1. Pemeriksaan densitas masa tulang (Densitometri)
2. Pemeriksaan laboratorium : Kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali,
ekskresi kalium urin, eksresi hidroksi prolin urin
3. Pemeriksaan x-ray
4. Pemeriksaan Computer Tomografi
5. Pemeriksaan biopsi
7. Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi
pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya masa
tulang. Dengan cara memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (senam
pencegahan osteoporosis), pola hidup sehat, dan paparan sinar ultraviolet. Selain itu
juga menghundari obat – obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko
osteoporosis seperti alcohol, kafein, diuretika, sedative,kortikosteriod.
Selain pencegahan. Tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa
tulang dengan melakukan pemberian obat – obatan antara lain hormone pengganti
(estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin,bifosfat,raloxifene,
dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan apabila terjadi fraktur,
terutama bila terjadi fraktur panggul.
B. FRAKTUR
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditetukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung,
gerakan puntir mendadak, gaya remuk dan bahkan kontraksi otot eksterm
(Brunner &Suddarth, 2002 dalam Wijaya & Putri, 2013). Fraktur adalah
terputusnya tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Brunner
&Suddarth, 2002 dalam Wijaya & Putri, 2013). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa
(trauma atau tenaga fisik).
2. Etiologi
1) Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
3. Manifestasi klinis
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot e. Nyeri
e. Kurang/hilang sensasi
f. Krepitasi
g. Pergerakan abnormal
h. Rontgen abnormal
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagiantulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
5. Pathway
Patologis (Penurunan
densitas tulang karena Trauma langsung / tidak Stress / tekanan
tumor, osteoporosis) langsung berulang

Jaringan tidak kuat / tidak dapat menahan kekuatan dari luar

Konservatif fraktur Operatif (ORIF/OREF)

Fiksasi eksternal
Perubahan letak Luka terbuka Kerusakan Perubahan status
bagaian dalam kesehatan
fragmen /
depormitas
Traksi / Gips
Kuman masuk Jaringan syaraf Kurangnya
kedalam luka informasi
Kelemahan / kehilangan
rusak / fungsi
fungsi gerak

Risiko infeksi Kurang


Impuls nyeri pengetahuan
Gerak terbatas dibawa

Risiko perdarahan
Otak
imobilitas
menterjemahkan

Penekanan pada
bigian yang Gangguan Nyeri Akut
menonjol mobilitas fisik

sirkulasi perifer
Kerusakan jaringan
menurun
pembuluh darah

iskemia Aliran darah meningkat

Nekrosis Tekanan pembuluh darah


jaringan meningkat

Gangguan Penekanan pada jaringan


produksi cairan ekstra sel
integritas jaringan vaskular
meningkat

edema Penurunan aliran darah

Resiko disfungsi
Resiko tinggi gangguan
perfusi jaringan neurovaskukuler
6. Tanda dan Gejala
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna (Brunner &Suddarth, 2002 dalam Wijaya & Putri, 2013). Nyeri
terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna (Brunner &Suddarth, 2002dalam Wijaya & Putri, 2013). Nyeri
terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
a. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran
fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
b. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
c. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
denganyang lainnya (uji krepitus dapat merusakkan jaringan lunak yang
lainnnya lebih berat).
d. Pembengkakan akan mengalami perubahan warna lokal pada kulit
terjadi sebagai trauma dan pendarahan akibat fraktur.
Komplikasi fraktur menurut (Muttaqin, 2008) antara lain :
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Muttaqin, 2008), pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada
fraktur yaitu:
a. Anamnesa/ pemeriksaan umum
b. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan
menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga
dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit.
c. CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
d. X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur.
e. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim
digunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi :
1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2) Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang
3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5),
aspratat aminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
f. Pemeriksaan lain-lain :
1) Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di
atas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
2) Elekromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
3) Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
8. Pentalaksanaan
Menurut (Muttaqin, 2008), konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada
waktu penanganan fraktur yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabilitasi.
a. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus
jelas untuk menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan selanjutnya.
Frktur tungkai akan terasa nyeri dan bengkak. Kelainan bentuk nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk
memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin
kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula. Reduksi fraktur dapat dilakukan
dengan reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur
dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi frktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan.
c. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara optiomal. Setelah fraktur
reduksi,fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi kesejajarantulang sampai penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan di luar kulit untuk
menstabilkan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal
perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari
tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
mengggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan
digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, terapi juga dapat dilakukan pada
tulang femur, humerus dan pelvis (Muttaqin, 2008).Fraktur biasanya
menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan nafas (airway), proses pernapasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), untuk mengetahui apakah terjadi syok atau tidak. Bila
dinyatakan tidak ada masalah, lakukan pemeriksaan fisik secara terperinci.
Waktu terjadi kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui berapa
lama sampai di rumah sakit untuk mengetahui berapa lama perjalanan ke
rumah sakit, jika lebh dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS


1. Pengkajian
1. Asesmen
a. Riwayat kesehatan
b. Pengkajian psikososial
c. Pola aktivitas sehari – hari
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
b. Sistem kardiovaskuler
c. Sistem persyarafan
d. Sistem perkemihan
e. Sistem pencernaan
f. Sistem musculoskeletal
3. Manifestasi radiologi
4. Pemeriksaan laboratorium

2. Analisa Data
Adapun data subyektif dan obyektif yang biasa didapatkan pada penderita
osteoporosis adalah sebagai berikut:
1. Data Subyektif:
 Klien mengeluh nyeri tulang belakang
 Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
 Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun
 Klien mengatakan membatasi kegiatannya karena keterbatasan gerak
 Klien mengeluh kurang mengerti tentang proses penyakitnya
2. Data Obyektif
 Tulang belakang bungkuk
 Terdapat penurunan tinggi badan
 Klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang
 Terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis
angular
 Klien tampak gelisah
Klien tampak meringis menahan nyeri
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
b. Resiko Terjadinya Cedera
c. Kurang nya Pengetahuan
4. Intervensi

Diagnosa keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

B. ASUAHAN KEPERAWARAN FRAKTUR


1. Pengkajian

2. Pemeriksaan Fisik

3. Aktifitas Sehari-hari

4. Data Psikososial

5. Data Psikologis

6. Diagnosa Keperawatan
7. Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


-
-
. -
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muskuloskeletal adalah suatu sistem pada tubuh manusia yang meliputi sistem gerak
yang terdiri dari otot dan tulang. Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai
kemampuan berkontraksi untuk menggerakkan rangka. Sistem rangka adalah bagian
tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang rawan (kartilago) sebagai tempat
menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan
posisi.
Otot merupakan alat gerak pasif dan memiliki karakteristik, antara lain
kontraktibilitas, ekstensibilitas, dan elastisitas. Berdasarkan perlekatannya, otot terdiri
atas origo dan insersi. Jenis-jenis otot antara lain yaitu otot lurik, otot polos, dan otot
jantung.
Tulang dibedakan menjadi skeleton aksial dan skeleton apendikuler. Skeleton
aksial terdiri atas tulang-tulang tengkorak, ruas tulang belakang, tulang iga atau rusuk,
dan tulang dada, sedangkan skeleton apendikuler terdiri atas tulang pinggul, bahu,
lengan, telapak tangan, tungkai dan telapak kaki. Berdasarkan jenisnya, tulang
dibedakan menjadi 2, yaitu tulang rawan dan tulang sejati. Tulang sejati, dilihat dari
matriksnya terdiri atas tulang kompak dan tulang spons. Berdasarkan bentuknya,
tulang dibedakan menjadi 3, yaitu tulang pipa, tulang pipih, dan tulang pendek.
Hubungan antartulang disebut persendian atau artikulasi. Sendi dibedakan menjadi 3,
yaitu amfiartrosis, sinartrosis, dan diartrosis.
B. Saran
Dengan makalah ini diharapkan pembaca khususnya mahasiswa
keperawatandapat mengerti dan memahami serta menambah wawasan tentang Asuhan
keperawatan pada klien dengan muskleskeletal, Osteoporosis dan Fratkur
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC

Chan,WM.2004. Ophthalmology and Visual Science. The Chinese university of

Hongkong.88(10):1315-1319. www.pubmedcentral.nih.gov/artclender

Curtin. B., J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row. 348-381

Curtin Brian J, Whitemore, Wayne G. The Optics of Myopia, In Duanes Clinical

Guell, JL., Morral, M.,Gris, O. 2007. Implantation for Myopia Ophthalmology (abstract

only). - - www.pubmedcentral.nih.gov/articlender

Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI

Istiqomah, Indriani N. 2004. ASKEP Klien G

angguan Mata. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai