Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dari Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan judul
“Muskuloskeletal, Ostiosporosis, Dan Fraktur
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak khususnya kepada Dosen Mata Kuliah Keperawatan Madikal Bedah
kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anatomi adalah ilmu yg mempelajari suatu bangun atau suatu bentuk dengan
mengurai-uraikannya ke dalam bagian-bagiannya.
Dilihat dari sudut kegunaan, bagian paling penting dari anatomi khusus adalah yang
mempelajari tentang manusia dengan berbagai macam pendekatan yang berbeda. Dari
sudut medis, anatomi terdiri dari berbagai pengetahuan tentang bentuk, letak, ukuran,
dan hubungan berbagai struktur dari tubuh manusia sehat sehingga sering disebut
sebagai anatomi deskriptif atau topografis. Kerumitan tubuh manusia menyebabkan
hanya ada sedikit ahli anatomi manusia profesional yang benar-benar menguasai
bidang ilmu ini; sebagian besar memiliki spesialisasi di bagian tertentu seperti otak
atau bagian dalam.
Anatomi tubuh sangat penting untuk dipelajari khususnya bagi mahasiswa
kesehatan. Sebab ketika sudah di rumah sakit sebagai tenaga kesehatan dituntut untuk
dapat melayani pasien. Untuk itulah makalah ini dibuat, sebagai langkah awal untuk
mempelajari anatomi tubuh manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat penulis rumuskan suatu
permasalahan yakni:
1. Apakah devenisi sistem muskuloskeletal?
2. Bagaimana anatomi fisiologi muskuloskeletal?
3. Penyakit-penyakit apa saja pada system muskuloskeletal?
4. Bagaimana Asuhan keperawatan Muskuloskeletal pada penyakit fraktur dan
osteoforosis
C. Tujuan
A. Pengertian Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo) dan
tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah jaringan tubuh yang
mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi mekanik (gerak).
Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang-tulang yang
memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi.
a. Kerangka tubuh
Sistem muskuloskeletal memberi bentuk bagi tubuh.
b. Proteksi
Sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi
oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada
(cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
c. Ambulasi & Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat.
d. Hemopoesis
Berperan dalam pembentukan sel darah pada red marrow.
e. Deposit Mineral
Tulang mengandung 99 % kalsium & 90 % fosfor tubuh.
B. (Musculus/Muscle)
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi.
Otot membentuk 40-50% berat badan; kira-kira1/3-nya merupakan protein
tubuh dan ½-nya tempat terjadinya aktivitas metabolik saat tubuh istirahat. Terdapat
lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut
dilekatkan pada tulang-tulang kerangka tubuh, dan sebagian kecil ada yang melekat
di bawah permukaan kulit.
Gabungan otot berbentuk kumparan dan terdiri dari :
1. Fascia, adalah jaringan yang membungkus dan mengikat jaringan lunak. Fungsi
fascia yaitu mengelilingi otot, menyedikan tempat tambahan otot, memungkinkan
struktur bergerak satu sama lain dan menyediakan tempat peredaran darah dan saraf.
2. Ventrikel (empal), merupakan bagian tengah yang mengembung.
3. Tendon (urat otot), yaitu kedua ujung yang mengecil, tersusun dari jaringan ikat
dan besrifat liat. Berdasarkan cara melekatnya pada tulang, tendon dibedakan
sebagai berikut.
a. Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah
kedudukannya ketika otot berkontraksi.
b. Inersio, Merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika otot
berkontraksi.
C. Fungsi Sistem Otot
1. Pergerakan
Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat dan
bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
Penopang tubuh dan mempertahankan postur
2. Otot menopang rangka dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi
berdiri atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
3. Produksi panas
Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk mepertahankan
suhu tubuh normal.
D. Ciri-Ciri Sistem Otot
b. Otot Polo
c. Otot Jantung
4. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan
tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan
tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot.
Akan tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan
terjadi tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka
(1) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang
pipa.
(2) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan- cawan
(tl. Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis dan faring.
a) Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan rapat.
b) Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu:
f. Rangka Apendikular
F. Pembentukan Tulang
Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7 minggu
dan berlangsung sampai dewasa. Pada rangka manusia, rangka yang pertama kali
terbentuk adalah tulang rawan (kartilago) yang berasal dari jaringan mesenkim.
Kemudian akan terbentuk osteoblas atau sel-sel pembentuk tulang. Osteoblas ini
akan mengisi rongga-rongga tulang rawan.
Sel-sel tulang dibentuk terutama dari arah dalam keluar, atau proses
pembentukannya konsentris. Setiap satuan-satuan sel tulang mengelilingi suatu
pembuluh darah dan saraf membentuk suatu sistem yang disebut sistem Havers.
5. Fisura/retak tulang
Orang yang menderita kelainan ini, keadaan tulangnya akan rapuh dan
keropos. Ini disebabkan karena berkurangnya kadar kalsium dalam tulang.
Seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka kadar kalsium akan
berkurang sedikit demi sedikit.
8. Rakhitis
Penyakit ini menyebabkan kondisi tulang seseorang yang lunak. Hal ini
disebabkan dalam tubuh seseorang kekurangan vitamin D. Vitamin ini
berfungsi untuk mengabsorpsi fosfor dan berperan dalam metabolisme kalsium.
Penderita ini disarankan banyak mengkonsumsi telur, susu, dan minyak hati
ikan. Selain itu, pada pagi hari, penderita disarankan berjemur di bawah sinar
matahari karena sinar matahari pagi dapat membantu pembentukan vitamin D
dalam tubuh.
9. Kram
Kram merupakan keadaan otot berada dalam keadaan kejang. Keadaan ini antara
lain disebabkan karena terlalu lamanya aktivitas otot secara terus menerus
10. Hipertropi
Suatu keadaan otot yang lebih besar dan lebih kuat. Hal ini disebabkan
karena otot sering dilatih bekerja dan berolahraga. Hipertrofi otot ini sering
dimiliki oleh atlet binaragawan.
11. Atrofi
Keadaan otot yang lebih kecil dan lemah kontraksinya. Kelainan ini disebabkan
karena infeksi virus polio. Pemulihannya dengan pemberian latihan otot,
pemberian stimulant listrik, atau dipijat dengan teknik tertentu.
A. OSTEOPOROSIS
1. Pegertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya
kepadatan masa tulang secara keseluruhan akibat ketidakmampuan tubuh dalam
mengatur kandungan mineral dalam tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur
tulang. (Pusdatin , kementrian RI,2015)
Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resorpsi
tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan
masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi rapuh dan mudah patah, tulang
menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada
tulang normal
2. Etiologi
3. Manifestasi Klinis
Kepadatan tulang berkurang secara berlahan (terutama pada penderita osteoporosis
senilis), sehinga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa
penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi
kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk (Lukman,
ningsih 2015: 144).
4. Patofisiologi
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi
setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan
tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan,
hilangnya estrogen pada saat menopouse dan pada ooforektomi mengakibatkan
percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca
menopouse (Lukman, Nurma Ningsih : 2016).
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang
dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama
bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA : recommended daily
allowance) meningkat pada usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga
1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang
dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per
hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak
terbatas. Karena penyerapan kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan
melalui ginjal (Smeltzer, 2015).
Hasil interaksi kompleks
yang menahun antara
factor genetic dan factor
lingkungan
Osteoporosis
6. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologi yang khas pada penderita osteoporosis adalah penipisan korteks
dan daerah trabekuler yang lebih lusen.
1. Pemeriksaan densitas masa tulang (Densitometri)
2. Pemeriksaan laboratorium : Kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali,
ekskresi kalium urin, eksresi hidroksi prolin urin
3. Pemeriksaan x-ray
4. Pemeriksaan Computer Tomografi
5. Pemeriksaan biopsi
7. Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi
pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya masa
tulang. Dengan cara memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (senam
pencegahan osteoporosis), pola hidup sehat, dan paparan sinar ultraviolet. Selain itu
juga menghundari obat – obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko
osteoporosis seperti alcohol, kafein, diuretika, sedative,kortikosteriod.
Selain pencegahan. Tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa
tulang dengan melakukan pemberian obat – obatan antara lain hormone pengganti
(estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin,bifosfat,raloxifene,
dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan apabila terjadi fraktur,
terutama bila terjadi fraktur panggul.
B. FRAKTUR
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditetukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung,
gerakan puntir mendadak, gaya remuk dan bahkan kontraksi otot eksterm
(Brunner &Suddarth, 2002 dalam Wijaya & Putri, 2013). Fraktur adalah
terputusnya tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Brunner
&Suddarth, 2002 dalam Wijaya & Putri, 2013). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa
(trauma atau tenaga fisik).
2. Etiologi
1) Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
3. Manifestasi klinis
a. Deformitas
b. Bengkak/edema
c. Echimosis (Memar)
d. Spasme otot e. Nyeri
e. Kurang/hilang sensasi
f. Krepitasi
g. Pergerakan abnormal
h. Rontgen abnormal
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagiantulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
5. Pathway
Patologis (Penurunan
densitas tulang karena Trauma langsung / tidak Stress / tekanan
tumor, osteoporosis) langsung berulang
Fiksasi eksternal
Perubahan letak Luka terbuka Kerusakan Perubahan status
bagaian dalam kesehatan
fragmen /
depormitas
Traksi / Gips
Kuman masuk Jaringan syaraf Kurangnya
kedalam luka informasi
Kelemahan / kehilangan
rusak / fungsi
fungsi gerak
Risiko perdarahan
Otak
imobilitas
menterjemahkan
Penekanan pada
bigian yang Gangguan Nyeri Akut
menonjol mobilitas fisik
sirkulasi perifer
Kerusakan jaringan
menurun
pembuluh darah
Resiko disfungsi
Resiko tinggi gangguan
perfusi jaringan neurovaskukuler
6. Tanda dan Gejala
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna (Brunner &Suddarth, 2002 dalam Wijaya & Putri, 2013). Nyeri
terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan
warna (Brunner &Suddarth, 2002dalam Wijaya & Putri, 2013). Nyeri
terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
a. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran
fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
b. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
c. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
denganyang lainnya (uji krepitus dapat merusakkan jaringan lunak yang
lainnnya lebih berat).
d. Pembengkakan akan mengalami perubahan warna lokal pada kulit
terjadi sebagai trauma dan pendarahan akibat fraktur.
Komplikasi fraktur menurut (Muttaqin, 2008) antara lain :
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Muttaqin, 2008), pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada
fraktur yaitu:
a. Anamnesa/ pemeriksaan umum
b. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan
menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga
dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit.
c. CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
d. X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur.
e. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim
digunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi meliputi :
1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2) Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang
3) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5),
aspratat aminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
f. Pemeriksaan lain-lain :
1) Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di
atas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
2) Elekromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
3) Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
8. Pentalaksanaan
Menurut (Muttaqin, 2008), konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada
waktu penanganan fraktur yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabilitasi.
a. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus
jelas untuk menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan selanjutnya.
Frktur tungkai akan terasa nyeri dan bengkak. Kelainan bentuk nyata dapat
menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk
memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin
kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula. Reduksi fraktur dapat dilakukan
dengan reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur
dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi frktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan.
c. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara optiomal. Setelah fraktur
reduksi,fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi kesejajarantulang sampai penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan di luar kulit untuk
menstabilkan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal
perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari
tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
mengggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan
digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, terapi juga dapat dilakukan pada
tulang femur, humerus dan pelvis (Muttaqin, 2008).Fraktur biasanya
menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan
terhadap jalan nafas (airway), proses pernapasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), untuk mengetahui apakah terjadi syok atau tidak. Bila
dinyatakan tidak ada masalah, lakukan pemeriksaan fisik secara terperinci.
Waktu terjadi kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui berapa
lama sampai di rumah sakit untuk mengetahui berapa lama perjalanan ke
rumah sakit, jika lebh dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
2. Analisa Data
Adapun data subyektif dan obyektif yang biasa didapatkan pada penderita
osteoporosis adalah sebagai berikut:
1. Data Subyektif:
Klien mengeluh nyeri tulang belakang
Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun
Klien mengatakan membatasi kegiatannya karena keterbatasan gerak
Klien mengeluh kurang mengerti tentang proses penyakitnya
2. Data Obyektif
Tulang belakang bungkuk
Terdapat penurunan tinggi badan
Klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang
Terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis
angular
Klien tampak gelisah
Klien tampak meringis menahan nyeri
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
b. Resiko Terjadinya Cedera
c. Kurang nya Pengetahuan
4. Intervensi
2. Pemeriksaan Fisik
3. Aktifitas Sehari-hari
4. Data Psikososial
5. Data Psikologis
6. Diagnosa Keperawatan
7. Intervensi Keperawatan
A. Kesimpulan
Muskuloskeletal adalah suatu sistem pada tubuh manusia yang meliputi sistem gerak
yang terdiri dari otot dan tulang. Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai
kemampuan berkontraksi untuk menggerakkan rangka. Sistem rangka adalah bagian
tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang rawan (kartilago) sebagai tempat
menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan
posisi.
Otot merupakan alat gerak pasif dan memiliki karakteristik, antara lain
kontraktibilitas, ekstensibilitas, dan elastisitas. Berdasarkan perlekatannya, otot terdiri
atas origo dan insersi. Jenis-jenis otot antara lain yaitu otot lurik, otot polos, dan otot
jantung.
Tulang dibedakan menjadi skeleton aksial dan skeleton apendikuler. Skeleton
aksial terdiri atas tulang-tulang tengkorak, ruas tulang belakang, tulang iga atau rusuk,
dan tulang dada, sedangkan skeleton apendikuler terdiri atas tulang pinggul, bahu,
lengan, telapak tangan, tungkai dan telapak kaki. Berdasarkan jenisnya, tulang
dibedakan menjadi 2, yaitu tulang rawan dan tulang sejati. Tulang sejati, dilihat dari
matriksnya terdiri atas tulang kompak dan tulang spons. Berdasarkan bentuknya,
tulang dibedakan menjadi 3, yaitu tulang pipa, tulang pipih, dan tulang pendek.
Hubungan antartulang disebut persendian atau artikulasi. Sendi dibedakan menjadi 3,
yaitu amfiartrosis, sinartrosis, dan diartrosis.
B. Saran
Dengan makalah ini diharapkan pembaca khususnya mahasiswa
keperawatandapat mengerti dan memahami serta menambah wawasan tentang Asuhan
keperawatan pada klien dengan muskleskeletal, Osteoporosis dan Fratkur
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC
Hongkong.88(10):1315-1319. www.pubmedcentral.nih.gov/artclender
Curtin. B., J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row. 348-381
Guell, JL., Morral, M.,Gris, O. 2007. Implantation for Myopia Ophthalmology (abstract
only). - - www.pubmedcentral.nih.gov/articlender