SKRIPSI
Oleh
SKRIPSI
Oleh
ii
Pernyataan Keaslian Skripsi
seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pertanyaan ini,
saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
iii
Abstrak
iv
Abstract
v
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Puskesmas Medan Johor Kecamatan Medan Johor Tahun 2020”. Skripsi ini
disusun guna sebagai salah satu syarat untuk menyandang gelar Sarjana
menyadari banyak sekali memperoleh bantuan dari berbagai pihak baik secara
moril maupun material. Oleh Karena itu, pada kesempatan ini penulis
1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Utara sekaligus selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya yang telah meluangkan
4. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes. selaku Dosen Penguji I yang telah bersedia
5. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, S.K.M., M.P.H. selaku Dosen Penguji II
vi
dan saran selama proses penyelesaian skripsi ini berlangsung.
6. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjalani
8. Kepala Puskesmas Medan Johor kecamatan Medan Johor dan seluruh Staff
9. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, Alm. Ahmad Ghozaly Siregar dan
Yanti Hasyunah Hasibuan serta saudara kandung penulis Algi Frista Libra
Yolandari, Riska Aulia, Novita Handayani Dalimunte, Yuli Sarah dan Mutia
sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat
bagi pembaca.
vii
Medan, 26 Agustus 2020
Daftar Isi
Halaman
viii
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetepan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah . 6
Tujuan Penelitian 7
Tujuan umum 7
Tujuan khusus 7
Manfaat Penelitian 7
Tinjauan Pustaka 9
Promosi Kesehatan 9
Metode dan media promosi kesehatan 9
Alat bantu/media promosi kesehatan 10
Aplikasi smartphone promosi kesehatan DBD berbasis android 11
Strategi promosi kesehatan 12
Teori promosi kesehatan menurut Leavel and Clark 13
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) 15
Tujuan puskesmas 15
Demam Berdarah Dengue (DBD) 15
Pengertian DBD 15
Sejarah perkembangan DBD 16
Siklus hidup nyamuk aedes aegypti 16
Gejala dan tanda 17
Metode dan pengendalian vektor 17
Faktor yang mempengaruhi DBD 18
Tenaga yang terlibat dalam program pemberantasan DBD 21
Kegiatan dalam program promosi kesehatan 22
Tindakan pengendalian dan pencegahan DBD 24
Implementasi 26
Teori implementasi kebijakan 27
Kerangka Berpikir 29
Metode Penelitian 31
Jenis Penelitian 31
ix
Lokasi dan Waktu Penelitian 31
Informan Penelitian 31
Definisi Konsep 32
Metode Pengumpulan Data 32
Metode Analisis Data 33
Daftar Pustaka 65
Lampiran 68
Daftar Tabel
x
1. Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor
Tahun 2020 36
4. Karakteristik Informan 38
Daftar Gambar
xi
1. Kerangka berpikir 29
Daftar Lampiran
xii
Lampiran Judul Halaman
1. Pedoman Wawancara 68
6. Dokumentasi Penelitian 84
Daftar Istilah
xiii
3M Menguras, Mengubur, Menutup
ABK Analisis Beban Kerja
CFR Case Fatality Rate
DBD Demam Berdarah Dengue
Depkes Departemen Kesehatan
DHF Dengue Haemorrhagic Fever
Ditjen PPPL Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
DSS Dengue Shock Syndrome
HBM Health Belief Model
IR Incidance Rate
ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Jumantik Juru Pemantau Jentik
Kemenkes Kementerian Kesehatan
KLB Kejadian Luar Biasa
PE Penyelidikan Epidemiologi
Permenkes Peraturan Mentri Kesehatan
PJB Pemberantasan Jentik Berkala
Pokja Kelompok Kerja
PSN Pemberantasan Sarang Nyamuk
P2DBD Program Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue
SDM Sumber Daya Manusia
UKM Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP Upaya Kesehatan Perorangan
WHO World Health Organization
Riwayat Hidup
xiv
Penulis bernama Nela Isnainiyah Siregar berumur 23 tahun, dilahirkan di
Purwodadi Aceh Barat pada tanggal 20 Januari 1997. Penulis beragama Islam,
anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Alm. Ahmad Ghozaly Siregar dan
2003. Pendidikan sekolah dasar di SDN 010200 Tanah Gambus Tahun 2004-
xv
Pendahuluan
Latar Belakang
terlihat memiliki satu sisi yaitu kejadian penyakit menular atau penyakit infeksi
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, yang masih bisa kita lihat dari
KLB (Kejadian Luar Biasa) di beberapa daerah, salah satunya yaitu DBD
oleh virus yang ditularkan dari nyamuk. Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus
sehingga bagian utara Australia. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang
menjadi endemi dengue. Sekarang penyakit ini sudah ada di 100 negara di
wilayah WHO. Kasus di seluruh wilayah, Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik
Barat adalah wilayah yang paling terkena dampakanya, hingga kasus tersebut
sudah melebihi 1,2 juta di tahun 2008 dan lebih dari 3,2 juta pada tahun 2015
(WHO, 2017).
umum mengalami peningkatan. Pada tahun 2011, jumlah angka insiden kasus
DBD sebesar 27,67% kemudian pada tahun 2012 meningkat menjadi 37,27% dan
pada tahun 2013 juga meningkat menjadi 45,85%. Hal ini berbeda ketika di tahun
2014 yang mengalami penurunan menjadi 39,80% tahun 2015 jumlah kasus
1
2
sebesar 50,75 % dan pada tahun 2016 meningkat secara signifikan sebesar
jumlah seluruh kasus DBD di Sumatera Utara sebanyak 8.715 kasus, angka
kesakitan atau Incidence Rate (IR) sebanyak 63,3% sedangkan angka kematian
sebesar 0,69%. Pada tahun 2017 ditemukan laporan DBD sebanyak 5.454 kasus,
dimana Kota Medan merupakan yang paling banyak ditemukan kasus DBD, yaitu
sebnayak 959 kasus, dan yang ketiga yaitu Kabupaten Langkat terdapat sebanyak
Provinsi Sumatera Utara potensi DBD sebagai penyakit yang bisa menimbulkan
KLB, terutama saat musim hujan ketika kondisi optimal untuk nyamuk
daerah endemis DBD. Terdapat 5 (lima) Puskesmas dengan kasus DBD terbanyak
Puskesmas Sumggal dan Puskesmas Amplas. Data laporan Dinas Kesehatan Kota
Medan Tahun 2013 terdapat 1.270 kasus dengan CFR 0,70% pada tahun 2014
sebanyak 1.699 kasus dengan IR 77,5% dan CFR 0,90%, dan di tahun 2015
sebanyak 1.362 kasus dan CFR 0,66% (Dinkes Kota Medan, 2016).
Mansyur, Gedung Johor dan Kuala Bekala dengan jumlah penduduk sebanyak
95.262 jiwa. Berdasarkan data dari Puskesmas Medan Johor angka kejadian
3
penyakit pada tahun 2017 sebanyak 20 kasus dan 4 orang meninggal dunia, pada
tahun 2018 sebanyak 39 kasus, sedangkan pada tahun 2019 terdapat 67 kasus
Saat ini, Sumatera Utara sedang mengalami musim yang tidak teratur,
terkadang hari begitu terik dan panas, terkadang juga hujan sangat lebat. Kejadian
diatas yang membuat masyarakat harus lebih waspada lagi akan kebersihan
dan meningkat apabila musim hujan sedang melanda. Ketika terjadi musim hujan
nyamuk yang membawa virus dengue yang menimbulkan peningkatan pada kasus
DBD.
menutup, menguras, mendaur ulang barang bekas dan Plus: menabur larvasida
kejadian DBD diwilayah kerja Puskesmas Ternate Kota Makassar periode 2001-
2005 menunjukkan bahwa ada banyak faktor yang mendukung dan menghambat
ataupun pengetahuan dari masyarakat, pola musim, pemberian bubuk abate yang
tidak merata, keterbatasan tenaga yang dimiliki oleh Puskesmas dan faktor dana.
dengan beberapa pihak terlihat dari terkadang ada perangkat desa yang tidak
terlalu tanggap serta ada kasus yang menimpa warga dan rendahnya pendidikan
masyarakat.
Kota Makassar memberikan gambaran bahwa dari segi input yaitu tenaga
berupa hasil capaian beberapa kegiatan hasil PE telah tercapai tetapi hasil capaian
Angka Bebas Jentik yang merupakan indikator keberhasilan PSN dan PJB belum
memenuhi standar.
Hal ini sejalan dengan penelitian Putri (2017) yang menyatakan dana yang
kurang untuk program pemberantasan DBD dengan sumber dana berasal dari
Pemerintah Kota dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Dana
Puskesmas Medan Johor telah dilakukan, namun ada beberapa kendala yang
6
sehingga kegiatan yang dibuat oleh Puskesmas kurang berjalan dengan baik.
mengetahui kegunaan bubuk abate dan pemberian bubuk abate yang belum merata
kejadian DBD di Kota Medan karena kepadatan penduduk dan curah hujan yang
cukup tinggi pada bulan-bulan tertentu. Serta kurangnya anggaran dana dari
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kuantitas dan kualitas sumber daya (SDM, dana, sarana dan
Johor.
Manfaat Penelitian
Promosi Kesehatan
masyarakat melalui proses pembelajaran diri oleh, untuk, dan bersama masyarakat
agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan
kesehatan ini mencakup dua dimensi yakni “kemauan dan kemampuan”,atau tidak
banyak faktor. Disamping, faktor metode, faktor materi atau pesannya, petugas
yang melakukannya juga alat-alat bantu/alat peraga yang dipakai. Agar mencapai
suatu hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara
harmonis. Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran) tertentu harus
menggunakan cara tertentu pula. Materi juga harus disesuaikan dengan sasaran
atau media. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan
9
10
seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi.
penyuluhan.
2. Metode Kelompok, Dalam metode ini terbagi atas 2 yaitu kelompok besar
3. Metode Massa, Metode ini sasarannya berifat umum dengan tujuan untuk
masyarakat. Promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media karena melalui
media, informasi yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga
kesehatan terdiri dari berbagai macam bentuk, yaitu seperti booklet, leaflet,
11
flyer (selebaran), flif chart (lembar balik), rubik, poster, foto dan lain
sebagainya.
3) Media papan atau billboard. Papan atau billboard yang dipasang ditempat-
tempat umum dapat juga diisi dengan pesan-pesan kesehatan. Media papan
juga mencakup pesan pada seng yang di pasang di kendaraan umum. Pesan-
pesan kesehatan yang ada dapat dibaca oleh siapa saja saat memiliki
sekarang sudah tidak hanya berpatokan dengan adanya poster, leafflet, spanduk
dll. Tetapi inilah yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan
berbasis android ini yang diberi nama Pokentik. Melalui aplikasi ini, maka
masyarakat dapat turut berperan aktif dalam memberantas nyamuk DBD. Setiap
user yang telah mendaftar bisa melakukan survei sederhana untuk menemukan
pencegahan yang telah dilakukan, mulai dari menguras air, membersihkannya dan
memberi bubuk abate untuk membasmi jentik-jentik nyamuk DBD. Aplikasi ini
Dengan aplikasi ini, Kader Jumantik atau Juru Pemantau Jentik mampu
kerjanya yaitu para kader dapat memasukkan data jumlah wadah yang diperiksa,
jumlah wadah yang mengandung jentik nyamuk, dan menyertakan bukti foto
dengan aplikasi ini dari sisi petugas Puskesmas, akan memudahkan pemetaan
wilayah yang beresiko terhadap DBD dan kader juga dapat lebih mudah
(toma), dengan tujuan utamanya yaitu gar para tokoh masyarakat sebagai
13
sebagai upaya bina suasana atau membina suasana yang kondusif terhadap
3. Advokasi.
and Clark, pencegahan penyakit terbagi dalam 5 tahapan yang disebut five levels
of prevention yaitu
Promosi Kesehatan merupakan tahapan yang pertama dan utama dalam hal
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early diagnosis and prompt treatment)
Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dan cepat merupakan langkah
pertama ketika seseorang telah jatuh sakit. Tentu saja sasarannya adalah
orang-orang yang telah jatuh sakit, agar sakit yang dideritanya dapat segera
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak mau atau
telah cacat setelah sembuh dari penyakitnya, kadang merasa malu untuk
mereka sebagai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas
pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut,
2014).
pembangunan kesehatan yang mana tertera pada Permenkes No. 75, 2014 tujuan
tersebut untuk:
bermutu.
yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran darah manusia
16
melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit
DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok
umur. Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
diketahui terjadi di daerah beriklim tropis, sub tropis dan sedang di seluruh dunia.
Epidemi pertama dengue tercatat tahun 1935 di wilayah India Barat Prancis,
walaupun penyakit serupa dengan dengue telah dilaporkan terjadi di Cina sejak
992 SM. Selama abad ke-18, -19, dan awal abad ke-20 epidemi penyakit yang
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun
1953. Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun
1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu
baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu
jentik dan kepompong hidup/berada di dalam air. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu + 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
17
jentik biasanya berlangsung 6-8 hari dan stadium kepompong (pupa) berlangsung
antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa selama 9-
10 hari. Umur nyamuk Aedes aegypti betina dapat mencapai 2-3 bulan (Ditjen PP
Gejala dan tanda. Pasien DBD pada umumnya disertai dengan tanda-
tanda berikut :
2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+)
sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah
hitam.
yang paling efektif adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat (PSM).
Sehingga metode cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara cepat
1. Pengendalian Lingkungan
rumah.
2. Pengendalian Biologis
3. Pengendalian Kimiawi
et al (2005) ada peranan faktor lingkungan dan perilaku terhadap penularan DBD,
antara lain:
1. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk turut menunjang atau sebagai salah satu faktor risiko
penduduk yang tidak memiliki pola tertentu dan urbanisasi yang tidak
terencana serta tidak terkontrol merupakan salah satu faktor yang berperan
2. Mobilitas Penduduk
DBD.
3. Sanitasi Lingkungan
sanitasi lingkungan yang tidak jauh berbeda antara daerah dengan KLB
penyakit DBD tinggi dan daerah dengan KLB penyakit DBD. Sebenarnya
4. Kepadatan Vektor
parameter ABJ yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Kota. Hal ini nampak
peran kepadatan vektor nyamuk Aedes terhadap daerah yang terjadi kasus
KLB. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti
6. Sikap
penyakit DBD.
7. Tindakan PSN
teratur seminggu sekali, menutup rapat kontainer air bersih, dan mengubur
kontainer bekas seperti kaleng bekas, gelas plastik, barang bekas lainnya yang
dapat menampung air hujan sehingga menjadi sarang nyamuk yang dikenal
abate ke dalam tempat penampungan air bersih yang mempunyai efek residu
sampai 3 bulan.
8. Pengasapan (Fogging)
hari, dengan maksud jentik yang selamat dan menjadi nyamuk Aedes dapat
dalam larutan minyak solar tidak begitu efektif dalam membunuh nyamuk
21
9. Penyuluhan DBD
Penyuluhan dari Dinas Kesehatan dan kurangnya pengertian tentang apa yang
identifikasi hal-hal apa saja yang penting bagi masyarakat dan apa yang harus
sebagai forum penyampaian hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan
diantaranya yaitu:
fogging.
cara tepat guna oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi:
yang berkembang biak yaitu tenpat penampungan air dan barang-barang yang
23
daur hidup nyamuk dengan menghilangkan telur dan jentik nyamuk sebelum
siap bergenerasi (telur nyamuk siap menetes dalam 1 minggu). Sasaran PSN
ember, ban, dan tempat dimana air tertampung yang tidak berhubungan
sekali di rumah dan tempat tempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik
(ABJ) setiap kelurahan/desa dapat mencapai lebih dari 75% akan dapat
aktif dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD (Depkes RI, 2007)
serta penyuluhan pada masyarakat sekitar kasus dengan radius 200 meter,
lain, atau sekurang-kurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas
untuk kegiatan fogging fokus ialah sudah mencapai target dengan radius 100
a. Partisipasi masyarakat
erat antara sektor kesehatan dan sektor non kesehatan (baik Pemerintah
setempat.
c. Pengembangan metode
d. Mobilisasi sosial
e. Pendidikan kesehatan
Implementasi
yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu
terhadap suatu objek atau sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan
(Jones, 1991).
27
mengutip pendapat George C. Edward III mengemukakan ada beberapa hal yang
jelas. Dengan kejelasan itu, pengambil kebijakan dapat mengetahui apa yang
harus dilakukan untuk dapat menghasilkan hasil yang sesuai dangan tujuan
kelompok sasaran harus memiliki standar dan tujuan yang dapat dipahami
oleh individu (implementors). Standar dan tujuan yang jelas membuat setiap
kepada kemampuan mengelola sumber daya yang ada. Sumber daya yang
manusia, finansial dan waktu. Manusia adalah sumber daya yang utama dalam
28
sumber daya manusia yang kompeten, sumber daya finansial yang memadai
memiliki ciri-ciri adanya kesepakatan tujuan dan keinginan dari semua aspek
bersama.
Kerangka Berpikir
Implementasi Program
Promosi Kesehatan
Pemberantasan DBD
Indeks Sikap
Tupoksi Petugas
Petugas
sebagai berikut:
1. Kuantitas dan kualitas sumber daya yaitu segala sesuatu yang sangat penting
program tersebut.
2. Sikap petugas yaitu karakteristik yang dimiliki oleh petugas kesehatan dalam
pemberantasan DBD.
4. Indeks tupoksi petugas yaitu satu kesatuan yang saling terkait antara tugas
pokok dan fungsi yang dibebankan kepada organisasi untuk dilakukan dan
dicapai.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
dengan pertimbangan berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun
2019 bahwa Puskesmas Medan Johor memiliki kasus DBD tertinggi di wilayah
Kota Medan.
Informan Penelitian
Metode ini digunakan untuk memberikan informasi yang terkait dengan topik
1. Kepala Puskesmas
31
32
5. Kepala Lingkungan
6. Kader Jumantik
Definisi Konsep
1. Kuantitas dan Kualitas Sumber Daya merupakan suatu nilai potensi yang
4. Indeks tupoksi yaitu satu kesatuan yang saling terkait antara tugas pokok dan
dokumen yang terkait kepada tujuan penelitian yang diperoleh dari profil
33
puskesmas seperti data masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor yang
terkena penyakit DBD, serta referensi dari buku-buku yang terkait dengan tujuan
penelitian.
data interaktif dari Miles dan Huberman (1984:21–23 dalam Emzir, 2009) sebagai
berikut :
1. Reduksi Data
2. Penyajian Data
Bentuk yang paling sering dari model dan kualitatif selama ini adalah teks
naratif. Serta penyajian data merancang matriks yang baris dan kolom.
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif interaktif menurut Miles dan
umum suatu objek penelitian. Secara singkat makna atau maksud penelitian
akan muncul dari data yang telah teruji kepercayaan, kekuatan, dan
validitasnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
berbatasan dengan:
Tuntungan
Kecamatan Medan Johor adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada
di wilayah Kota Medan berada pada ketinggian 12m diatas permukaan laut yang
merupakan daerah resapan air bagi Kota Medan Kecamatan Medan Johor
berada dikawasan pinggiran bagian selatan Kota Medan yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayah kecamatan Medan Johor adalah 15
Km2 atau sekitar 17,15 Ha. Secara garis besar Kecamatan Medan Johor
terdapat di Kelurahan Gedung Johor dan Kwala Bekala yang masih meiliki
berfungsi dengan baik, guna mengangkut sampah, dan juga personil yang mampu
35
36
kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Johor merupakan wilayah yang datar.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor tahun 2019 sebanyak
Tabel 1
tenaga kesehatan yang terdiri dari medis, paramedis, dan staff administrasi yang
Medan Johor.
Tabel 2
Tabel 2
Sarana kesehatan. Berikut ini data sarana kesehatan yang ada di wilayah
Tabel 3
Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 informan yang terdiri dari satu
terkena DBD daan satu informan masyarakat yang tidak terkena DBD.
38
Tabel 4
Karateristik Informan
implementasi yang dapat meliputi seluruh kelompok sasaran serta sarana dan
prasarana , selain itu sumber daya manusia adalah tenaga kesehatan di Puskesmas
yang terlibat dan memiliki tugas dan fungsi dalam implementasi kegiatan program
promosi kesehatan pemberantasan DBD. Sumber daya manusia adalah salah satu
faktor yang sangat penting dalam menjalankan suatu program sebagai penggerak
dan perencana untuk mencapai tujuan. Suatu program akan dikatan berhasil jika
sumber daya manusianya memadai baik dia dari segi kualitas maupun kuantitas
dan SDM nya sudah cukup tidak perlu penambhan SDM dikarenakan semuanya
sudah di ABK (Analisa Beban Kerja). Namun berbeda pendapat dengan informan
tugas pelayanan mensurvei serta mencatat pelaporan dan kuantitas SDM dirasa
masih kurang. Petugas surveilans yang pasif biasanya hanya menerima laporan
kasus yang terjadi tetapi jika petugas surveilans yang aktif , petugas mendatangi
lainnya. Hal ini didukung oleh pernyataan terhadap informan petugas surveilans
sebagai berikut:
Sumber daya yang kurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, salah
cepat dan tepat pada waktunya. Dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi
“dari Dinkes ada pelatihan untuk program DBD tetapi jarang dk,
pelatihannya seperti memanfaatkan kembali atau mendaur ulang
barang-barang bekas yang menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk demam berdarah dan itupun nggak ada jadwal tetap untuk
pelatihan buat kami”(informan 2)
perkembangbiakan nyamuk demam berdarah dan tidak ada jadwal tetap untuk
terhadap kader jumantik yaitu sudah tidak aktif lagi dilakukan dikarenakan
jentik dan kader berjumlah 2 orang dengan status tidak aktif lagi. Pelatihan yang
mencegah meningkatnya kasus DBD. Oleh karena itu perlu diperlukan upaya
kesehatan setempat.
SDM di Puskesmas Medan Johor juga jarang diberikan pelatihan dari Dinkes
jarang dilakukan.
masyarakat. Kualitas SDM tidak terlepas dari keikutsertaan pelatihan yang dapat
Dari sisi sumber daya manusia dapat disimpulkan bahwa petugas program
memadai namun belum memiliki kualitas sumber daya manusia yang cukup baik,
Medan Johor adalah agar dapat bekerja lebih efektif dan efisisen sehingga dapat
kuantitas dan kualitas sumber daya yang ada seperti sarana dan prasarana serta
pemberantasan DBD.
kesiapan sarana dan prasarana yang memadai dan terstandarisasi secara nasional
agar dapat berdaya guna dan berhasil. Program promosi kesehatan pemberantasan
DBD di Puskesmas Medan Johor haruslah memiliki sarana dan prasarana. Sarana
adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan,
informan Kepala Puskesmas Medan Johor tentang sarana dan prasarana dalam
pemberarantasan DBD yaitu mesin fogging yang rusak sehingga untuk melakukan
Kesehatan Kota Medan. Jumlah mesin fogging yang digunakan untuk pengasapan
adalah empat unit. Berdasarkan hasil wawancara diketahui jumlah ini masih
kurang karena jumlah kecamatan yang ada dikota Medan tidak sebanding dengan
jumlah mesin fogging yang tersedia. Hal ini ditandai dengan keterlambatan
digunakan untuk pemeriksaan jentik yaitu senter dan mesin fogging yang ada di
Puskesmas Medan Johor tidak bisa digunakan karena mesinnya sudah rusak,
yang sudah melapor terlebih dahulu. Terlambatnya pelaporan juga yang menjadi
faktor lamanya pelaksanaan fogging. Bubuk abate sudah disiapkan untuk 1 tahun.
44
Menurut Depkes RI (2007) jumlah mesin fogging yang ideal adalah empat unit
per kecamatan.
berbagai alat dan bahan. Dalam standar penanggulangan DBD alat dan bahan
yang harus tersedia antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan
minimal empat unit per puskesmas kecamatan, kendaraan roda empat minimal
satu unit, solar dan bensin, insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal
bedah yang harganya terjangkau. Walaupun masker yang efektif digunakan saat
45
diadakan pengasapan atau fogging yaitu jenis masker P95 yang dapat menyaring
menggunakan media cetak seperti stiker, poster dan leaflet yang dibagikan ke
masyarakat dengan jumlah yang sangat terbatas. Puskesmas Medan Johor tidak
pemberantasan penyakit DBD, sarana dan bahan yang digunakan yaitu, mesin
PSN Kit, kebutuhan kader jumantik dan bahan pendukung diagnosis serta
prasarana yang digunakan oleh kader jumantik yaitu topi, rompi, senter, pipet,
plastik untuk jentik, masker dan alat tulis formulir hasil pemeriksaan jentik namun
sekarang pemanfaatan PSN Kit untuk kader jumantik belum diberikan kembali.
yang ada. Sarana merupakan penunjang kegiatan yang sangat penting agar
Oleh karena itu, sarana menjadi suatu hal yang harus tersedia dan harus dapat
581/MENKES/SK/VII/1992.
“dana sudah diberi dari pusat, kalau cukup nggak cukupnya pasti
manusia nggak ada cukupnya dek, tapi saya rasa dana untuk DBD
sudah cukup dari BOK yang diakomodir untuk pelacakan kasusya
seperti DBD itulah dek” (informan 1)
47
DBD berasal dari dana pusat dan sudah cukup dari BOK karena telah diakomodir
“kita biasanya pendanaan dari dana BOK sama dana dari APBD.
untuk jumlahnya itu tergantung kasus, bisa jadi ada kasus tapi gak
semuanya ada dananya. Tapi kita ada dana atau enggak tetap
wajib kerja” (informan 2)
“kalau dana untuk buat leaflet, poster, brosur itu udah ada dari
dinas dek, dananya diambil dari BOK,” (informan 4)
dana kegiatan program promosi kesehatan pemberantasan DBD berasal dari dana
BOK dan APBD tetapi tidak cukup sehingga untuk pembuatan media cetak
dan abatisasi, survei jentik dan fogging. Pembiayaan tersebut bersumber dari dana
implementor melakukan penyesuaian jumlah target sesuai jumlah dana yang ada.
Dari 10 pokok kegiatana program DBD hanya ada 2 kegiatan saja yang dibiayai
48
secara khusus maupun tidak khusus seperti kegiatan sosialisasi atau penyuluhan
DBD yang biayanya menumpang pada program promosi kesehatan dalam BOK
2018 dan 2019. Karena minimnya lokasi dana membuat petugas lebih memilih
pengasapan pada kasus DBD positif, juga menjadi sangat selektif baik karena
semakin efektif, dan sebalikny apabila dana yang diberikan kecil, maka program
hanya akan berjalan dengan lambat dan hasilnya tidak akan efisien.
penyuluhan saja, seharusnya dana yang ada bisa dimanfaatkan untuk melengkapi
sarana yang dibutuhkan oleh puskesmas seperti LCD untuk penyuluhan dan
sikap petugas bila ditemukan kasus DBD maka didapatkan hasil wawancara
sebagai berikut :
bila ditemukan kasus DBD yaitu bersikap lebih tenang karena petugas
berada di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor bisa jadi masyarakat terkenanya
disaat ia berada diwilayah luar kerja Puskesmas Medan Johor. Namun walaupun
seperti diadakannya fogging dan penyuluhan serta jika kegiatan tidak terlaksana
“paling kalau udah mau musim penghujan gini baru kita kasih
penyuluhan tentang DBD ke sekolah-sekolah. Program
pemberantasan DBD di Puskesmas ini ada PSN,PJB, abatisasi,
fogging dan penyuluhan. Fogging bisa dilakukan jika
ditemukannya kasus DBD disertai dengan persetujuan dari
Dinkes kota Medan. Setiap hari jumat dilakukan kegiatan jumat
50
masyarakat tidak mau terlibat dalam pelaksanaan gotong royong dan juga
Puskesmas Medan Johor terhadap ditemukannya kasus DBD yaitu melakukan tes
bahwa :
membukakan pintu ketika petugas puskesmas mendatangi rumah mereka. Hal ini
bertentangan dengan pendapat masyarakat yang terkena DBD dan yang tidak
“ya tunggu udah kejadian ada yang terkena DBD dulu mereka
baru datang, barulah ada itu pengasapan/fogging, diperiksa
kekamar mandi katanya mau melihat jentik-jentik nyamuk,dikasih
penyuluhan juga, awakpun kemarin itu dipantau sama mereka.
orang-orang yang kenak DBD kek awak inilah dek, mau memang
diperiksa orang itu, dulu ada setiap jumat gotong royong tapi
sekarang udah nggak pernah lagi awak nampak” (informan 7)
kuratif dan rehabilitatif. Tidak adanya komitmen kerjasama yang baik antara
melaksanakannya, tapi juga ditentukan oleh kemauan (sikap) dan komitmen kuat
membuat seringkali tidak terlaksana sesuai tujuan atau perencanaan yang telah
program dengan kelompok sasaran harus memiliki standar dan tujuan yang dapat
dipahami oleh individu (implementors). Standar dan tujuan yang jelas membuat
setiap kebijakan terlaksana dengan baik. Tujuan dan sasaran kebijakan yang
53
saja yang mendaptakan informasi. Metode penyuluhan yang digunakan saat ini
yaitu door to door saat fogging, PSN dan belum efektif untuk membuat
masyarakat sebagai target menerima informasi pencegahan DBD dengan jelas dan
pendapat berbeda disampaikan oleh masyarakat yang terkena DBD dan yang tidak
dilakukan hanya saat kasus DBD terjadi atau saat anggota keluarga mengalami
diperlukan agar para pembuat keputusan dan para pelaksana implementasi akan
dalam masyarakat.
seperti PJB, fogging, PSN dan juga belum adanya pelatihan yang menggunakan
(BTKLPP, 2016), telah membuat sebuah aplikasi smartphone berbasis android ini
yang diberi nama Pokentik. Melalui aplikasi ini, maka masyarakat dapat turut
berperan aktif dalam memberantas nyamuk DBD. Setiap user yang telah
pengguna dapat memfoto lokasi tersebut dan tindakan pencegahan yang telah
dilakukan, mulai dari menguras air, membersihkannya dan memberi bubuk abate
dikarenakan dilakukan diposyandu sehingga hanya yang memiliki bayi saja yang
poster dan leaflet sehingga penyuluhan bersifat monoton dan masyarakat tidak
mau dan mengikuti apa yang sudah disampaikan oleh petugas puskesmas.
Oleh karena itu, perlu ditambahkan media elektronik yang bersifat audio visual
seperti radio, TV dan juga dibeli pelatihan kepada petugas untuk menggunakan
tidak berjalan dengan baik karena masih banyak masyarakat yang tidak
Indeks tupoksi petugas. Indeks tupoksi (tugas, pokok dan fungsi) petugas
yaitu satu kesatuan yang saling terkait antara tugas pokok dan fungsi yang
dibebankan kepada organisasi untuk dilakukan dan dicapai. Berdasarkan hasil dari
wawancara terkait dengan indeks tupoksi petugas dan koordinasi antar lintas
petugas dalam pemberantasan DBD sudah sesuai dengan SOP serta bekerjasama
dengan lintas sektor seperti kepling, lurah, camat dan tokoh masyarakat yang
masih ada pihak-pihak yang belum memahami perannya secara utuh dalam
penanggulangan DBD.
pemberantasan DBD sudah dilakukan sesuai tugas dan tanggung jawabnya seperti
menganalisis kejadian luar biasa pada DBD dan koordinasi dilakukan baik dengan
lintas program kelurahan dan juga lingkungan wilayah kerja. Petugas jumantik
juga melakukan pemberian bubuk abate kepada masyarakat tetapi tidak tiga bulan
sekali dikarenakan stock bubuk abate terbatas di puskesmas dan kader jumantik
masih ditemukan penjual bubuk abate oleh orang yang tidak bertanggung jawab
dalam penanggulangan DBD. Hal ini dikarenakan kepling memilki kedekatan dan
informan berikut:
melakukan tugas dan fungsinya dengan adanya kasus yang terkena DBD, kepling
melaporkan kepada pihak desa apabila ingin melakukan kegiatan yang berkaitan
59
dengan masyarakat. Pihak desa / kelurahan juga selalu menerima laporan yang
diberikan terkait penyakitt DBD agar dapat segera dilakukan penanganan, karena
mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi yang ada dalam organisasi yang
proses kegiatan bila dibandingkan dengan target atau dengan yang diharapkan.
Tanpa adanya evaluasi kita tidak akan mengetahui apakah kekurangan dan
kelebihan dari suatu proses yang dilaksanakan. Evaluasi bisa dijadikan referensi
untuk kegiatan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang. Setelah
evaluasi terdapat penilaian seperti hasil kerja dengan system pencatatan dan
Makna yang dapat kita simpulkan dari beberapa wawancara diatas adalah
yang paling menjadi kendala, mereka merasa program DBD ini dapat berjalan
hanya dengan apabila masyarakat dapat bekerjasama dengan petugas untu dapat
masih sangat tinggi. jarak anatar kecamatan juga menjadi kendala karena harus
menunggu giliran dari lingkungan lain, dan petugas untuk melakukan fogging
yang masih kurang karena sedikitnya jumlah petugas. Hambatan lainnya yaitu
masyarakat untuk hadir dalam penyuluhan karena sibuk bekerja dan ada yang
media penunjang yang digunakan untuk penyuluhan. Selain itu juga diharapkan
penyakit DBD.
Keterbatasan Penelitian
kualitas SDM, sikap petugas, komunikasi petugas dan indeks tupoksi petugas,
sehingga perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk meneliti faktor lain
pemberantasan DBD.
Kesimpulan
1. Pada kuantitas dan kualitas sumber daya (manusia, dana, sarana dan
pemberantasan DBD berasal dari dana BOK. Kuantitas SDM yang aktif
kerja Puskesmas Medan Johor berjumlah 3 orang, serta kualitas SDM yang
masih kurangnya media cetak dan elektronik seperti audio visual untuk
62
63
sudah dibuat sesuai SOP yang ada, namun masih ada petugas yang bekerja
secara rangkap dan tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya masing-
Saran
sebagai berikut:
oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dan juga memperluas jaringan antar
DBD.
Depkes RI. (2006) Panduan integrasi promosi kesehatan. Jakarta: Widya Medika.
Dinas Kesehatan Kota Medan. (2016). Profil kesehatan Kota Medan. Medan:
Anonim.
Fathi, Keman, S. & Wahyuni, C. U. (2005). Peran faktor lingkungan dan perilaku
terhadap penularan demam berdarah dengue di Kota Mataram. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 2(1), 1-10.
65
66
Winarno, B. (2014). Kebijakan publik teori, proses dan studi kasus. Yogyakarta:
CAPS.
68
II. Pertanyaan
1. Bagaimana ketersediaan SDM dalam Pelaksanaan Program Promosi
Kesehatan Pemberantasan DBD ?
2. Bagaimana kelengkapan dari sarana dan prasarana untuk Pelaksanaan
Program Promosi Kesehatan Pemberantasan DBD di Puskesmas ini ?
3. Apakah dana yang dibutuhkan untuk kegiatan Pelaksanaan Program
Promosi Kesehatan sudah cukup?
4. Bagaimana sikap Ibu bila ditemukan kasus DBD di wilayah kerja
Puskesmas Ibu?
5. Apa saja bantuk materi tertulis yang diberikan kepada masyarakat
dalam melaksanakan promosi kesehatan ?
6. Bagaimana koordinasi antara pihak Puskesmas dengan lintas sektor
terkait pelaksanaan program promosi kesehatan pemberantasan DBD
7. Siapa sajakah yang mendukung dan berkontribusi dalam
penanggulangan penyakit DBD ini ?
8. Apa saja kendala yang dialami dalam pelaksanaan program promosi
kesehatan pemberantasan DBD ?
I. Identitas Informan
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Asal Instansi :
Tanggal Wawancara :
69
II. Pertanyaan
1. Dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas Medan Johor
siapa saja tenaga kesehatan yang terlibat?
2. Bagaimana dengan kelengkapan dana, sarana dan prasarana dalam
program pemberantasan DBD?
3. Bagaimana sikap Ibu bila ditemukan kasus DBD di wilayah kerja
Puskesmas Ibu ?
4. Apa saja bantuk materi tertulis yang diberikan kepada masyarakat
dalam melaksanakan promosi kesehatan ?
5. Bagaimana koordinasi antara pihak Puskesmas dengan lintas sektor
terkait pelaksanaan program promosi kesehatan pemberantasan DBD
?dan siapa sajakah yang mendukung dan berkontribusi dalam
penanggulangan penyakit DBD ini ?
6. Apa saja kendala yang dialami dalam pelaksanaan program promosi
kesehatan pemberantasan DBD ?
7. Bagaimana pelaksanaan program pemberantasan DBD ?
a. PSN DBD
1. Bagaimana kegiatan PSN DBD dilakukan ? Apakah ada jadwal
rutin yang sudah ditetapkan ?
2. Apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan PSN DBD ?
b. PJB
1. Bagaimana kegiatan PJB dilakukan ? Apakah ada jadwal rutin
yang sudah ditetapkan ?
2. Apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan PJB ?
c. Fogging
1. Bagaimana kegiatan fogging dilakukan ? Apakah ada jadwal
rutin yang sudah ditetapkan ?
2. Apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan fogging ?
d. Penyuluhan
1. Bagaimana kegiatan penyuluhan dilakukan ? Apakah ada jadwal
rutin yang sudah ditetapkan ?
2. Apa yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan penyuluhan ?
I. Identitas Informan
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Asal Instansi :
Tanggal Wawancara :
70
II. Pertanyaan
1. Dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas Medan Johor
siapa saja tenaga kesehatan yang terlibat?
2. Bagaimana dengan kelengkapan dana, sarana dan prasarana dalam
program pemberantasan DBD?
3. Bagaimana sikap Ibu bila ditemukan kasus DBD di wilayah kerja
Puskesmas Ibu ?
4. Apa saja bantuk materi tertulis yang diberikan kepada masyarakat
dalam melaksanakan promosi kesehatan ?
5. Bagaimana koordinasi antara pihak Puskesmas dengan lintas sektor
terkait pelaksanaan program promosi kesehatan pemberantasan
DBD?dan siapa sajakah yang mendukung dan berkontribusi dalam
penanggulangan penyakit DBD ini ?
6. Apa saja kendala yang dialami dalam pelaksanaan program promosi
kesehatan pemberantasan DBD ?
7. Bagaimana pelaksanaan program PSN, PJB, Fogging dan Penyuluhan?
II. Pertanyaan
1. Dalam pemberantasan DBD di wilayah kerja puskesmas Medan Johor
siapa saja tenaga kesehatan yang terlibat?
2. Bagaimana dengan kelengkapan dana, sarana dan prasarana dalam
program pemberantasan DBD?
3. Bagaimana sikap Ibu bila ditemukan kasus DBD di wilayah kerja
Puskesmas Ibu ?
4. Apa saja bantuk materi tertulis yang diberikan kepada masyarakat
dalam melaksanakan promosi kesehatan ?
5. Bagaimana koordinasi antara pihak Puskesmas dengan lintas sektor
terkait pelaksanaan program promosi kesehatan pemberantasan
DBD?dan siapa sajakah yang mendukung dan berkontribusi dalam
penanggulangan penyakit DBD ini ?
6. Apa saja kendala yang dialami dalam pelaksanaan program promosi
kesehatan pemberantasan DBD ?
7. Bagaimana pelaksanaan program PSN, PJB, Fogging dan Penyuluhan ?
dan bagaimana Ibu menyusun rencana kegiatan promosi kesehatan ?
71
II. Pertanyaan
1. Apakah Bapak selalu melaporkan setiap ada kasus DBD yang terjadi di
lingkungan Bapak?
2. Bagaimana koordinasi yang Bapak/Ibu lakukan dengan pihak
puseksmas ?
3. Apakah setiap pelaporan yang Bapak lakukan langsung di tanggapi
dengan cepat oleh pihak puskesmas ?
4. Apakah setiap selesai pelaporan selalu dilakukan program
penanggulangan oleh pihak puskesmas ?
5. Apakah hambatan atau kendala yang Bapak alami dalam menemani
pihak puskesmas dalam melaksanakan pemberantasan DBD ?
II. Pertanyaan
1. Apa saja program yang dilakukan oleh puskesmas dalam
penanggulangan DBD? Dan berapa sebulan sekali dilakukan?
2. Bagaimana sikap petugas puskesmas bila ditemukan kasus DBD?
3. Menurut anda apakah bahasa petugas puskesmas pada saat
memberikan penyuluhan mudah dimengerti ?
4. Apa saja bentuk materi tertulis yang diberikan kepada masyarakat
dalam melaksanakan promosi kesehatan DBD ?
5. Apakah Bapak/Ibu terlibat aktif dalam mendukung program
pemberantasan DBD ? bagaimana bentuk keterlibatan yang
bapak/ibu lakukan?
72
Gambar 1. Wawancara