Anda di halaman 1dari 14

AL TADABBUR: JURNAL ILMU ALQURAN DAN TAFSIR Vol: 05 No.

02 November 2020
P-ISSN: 2406-9582
E-ISSN: 2581-2564
DOI: 10.30868/ /at.v4i01.427

PEMAKNAAN MA’NA CUM MAGHZA ATAS QS. (6): 108 DAN


IMPLIKASINYA TERHADAP TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA

Faisal Haitomi1, Anisa Fitri2


1
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
email: faisalhaitomi@gmail.com

ABSTRACT
In recent years cases of blasphemy or religious discrimination have been rife. One
reason is the different views of religious texts, as well as the presence of those who feel
superior to other parties. This makes the writer try to see how the Qur'an responds to
the issue which is manifested in the Qs. 06: 108. The results of this discussion show
that the Koran from a distance has forbidden its adherents to denigrate or insult the
worship of others, because in addition to causing loss of tolerance between religious
communities, it also results in curses exceeding the limits carried out by non-Muslims.
The Prophet Muhammad also taught respect for those who differed in belief from us as
manifested in the charter of Medina. Keywords: Religious Blasphemy, Tolerance.

ABSTRAK
Beberapa tahun belakangan kasus penodaan agama atau diskriminasi agama kian
marak terjadi. Salah satu penyebabnya adalah pandangan yang berbeda terhadap teks
agama, serta adanya pihak yang merasa lebih unggul dibandingkan dengan pihak lain.
Ini membuat penulis mencoba untuk melihat bagaimana Al-Qur’an merespon isu
tersebut yang termanifestasikan di dalam Q.S. 06: 108. Hasil dari diskusi ini
menunjukkan bahwa Al-Qur’an dari jauh- jauh hari telah melarang pemeluknya untuk
menjelek atau menghina sesembahan orang lain, karena selain berakibat pada
hilangnya rasa toleransi antar umat beragama, ia juga berakibat pada umpatan
melampaui batas yang dilakukan oleh orang non muslim. Nabi Muhammad juga
mengajarkan untuk saling menghormati orang yang berbeda keyakinan dengan kita
sebagaimana hal itu termanifestasi di dalam piagam Madinah.
Kata Kunci: Penodaan Agama, Toleransi.

A. PENDAHULUAN interkasi antara satu individu dengan


Masyarakat Indonesia merupakan individu yang lain serta keyakinan
masyarakat yang majemuk, khususnya untuk mempercayai suatu agama yang
bila dilihat dari kebudayaan, etnis, ras, dianggapnya benar. Berbicara tentang
suku dan agama. konsekuensinya dalam agama, Indonesia merupakan negara
menjalani hidup, masyarakat yang kaya akan agama dalam artian
dihadapkan pada perbedaan dan NKRI menaungi banyak agama sebagai
keragaman dalam berbagai hal seperti bentuk kebebasan terhadap warganya
kebudayaan, cara pandang hidup, dalam memilih keyakinan yang mereka

Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ... 267


percayai. seyogyanya ini menjadi tiang eksternal. Diah Mutiara Sukarnoputri,
yang bisa memperkuat rasa solidaritas putri Presiden pertama Republik
dan toleransi antar umat beragama. Indonesia misalnya yang dilaporkan ke
Namun, apa yang terjadi dilapangan polisi karena dianggap menistakan Nabi
sangat kontras dengan yang seharusnya, Muhammad saw dalam puisinya. pada
kasus penodaan dan kekerasan yang tahun 2017 Gubernur DKI Jakarta
berdalih dan atas nama agama sangat Basuki Tjahjo Purnama juga dilaporkan
banyak terjadi. Tingkat kekerasan atas ke polisi atas pidatonya yang dianggap
nama agama di Indonesia masih menistakan Al-Qur’an yang merupakan
terbilang tinggi yaitu mencapai 580 kitab suci umat Islam, yang berujung
kasus. Mayoritas kekerasan tersebut pada aksi 212 di Jakarta. Ade Armando
dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dosen Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu
dari kekerasan yang dilakukan oleh politik Universitas Indonesia (FISIP UI)
masyarakat sipil hingga petinggi negeri juga dilaporkan kepolisi terkait
ini. Sebagaimana yang penulis lansir cuitannya dimedia sosial perihal ayat
dari situs Republika. co.id, sebuah Al-Qur’an.2 Menurut Muzakkir seperti
survey menunjukkan kasus kekerasan yang dikutip oleh Nazar Nurdin
atas nama agama sangat meningkat. menyebutkan bahwa interpretasi atau
Tercatat sebanyak 163 kasus dilakukan penafsiran terhadap teks- teks
oleh masyarakat sipil, pelaku dari keagamaan diduga menjadi penyebab
instansi pemerintah sebanyak 177 kuat terjadinya tindak kekerasan dan
kasus, Ormas 148 kasus, serta oknum penodaan terhadap agama. tarik ulur
kepolisian 92 kasus.1 antara urusan politik yang sering
selain kasus kekerasan, kasus disangkut pautkan dengan agama juga
penodaan agama juga tidak luput menjadi ladang subur terjadinya tindak
menjadi sorotan masyarakat. Selama 5 kekerasan dan penodaan agama.3
tahun belakangan terdapat beberapa Selain itu survey yang dilakukan
deretan kasus penodaan agama, yang oleh Setara Institut, ada sekitar 97 kasus
dilakukan oleh pihak internal maupun 2
https://nasional.republika.co.id/berita/q1b
gki409/deretan-kasus-penodaan-agama-di-
indonesia,diakses pada 12 Juni 2020 Pukul
1
https://nasional.republika.co.id/berita/pzql 22.18
3
rs320/kontras-kekerasan-atas-nama-agama- Nazar Nurdin. (2017). Delik Penodaan
tinggi-di-indonesia, diakses pada 12 Juni 2020 Agama Islam di Indonesia, International Journal
Pukul 21.06 Ihya. Ulum Al-Din, 19(1). hlm. 129- 159.

268 Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ...


penodaan agama yang terjadi di B. METODE PENELITIAN
Indonesia dari rentang tahun 1965- Di dalam membedah ayat yang
2017. Lebih lanjut survey tersebut dijadikan objek di dalam penelitian ini,
menyatakan bahwa sejak tumbangnya pendekatan ma’na cum maghza
rezim orde baru kasus penodaan agama dianggap cocok dalam menganalisis
semakin membengkak.4 Menurut serta mencari signifikansi dari ayat yang
Adnani, ada dua factor yang bisa diteliti. Sebelum lebih jauh melangkah
menyebabkan terjadinya penodaan kepada pembahasan, penting kiranya
terhadap agama. diantaranya factor penulis paparkan cara kerja dari
politik serta pemahaman agama yang pendekatan makna cum maghza ini.
berbeda terhadap teks agama di setiap Sahiron Syamsuddin di dalam bukunya
masyarakat. Namun, menurutnya faktor “Hermeneutika dan Pengembangan
politiklah yang menyumbang andil Ulumul Qur’an” menjelaskan bahwa
besar atas terjadinya penodaan agama.5 ada tiga step (langkah) yang harus
Sejalan dengan Adnani, Zuly Qadir juga dilalui oleh seirang peneliti dalam
menuturkan hal yang sama. Menurutya mengaplikasi pendekatan ini ke dalam
sikap intoleransi, kekerasan serta sebuah penelitian baik objeknya ayat
penodaan atas nama agama terjadi Al-Qur’an maupun hadis Nabi.
dikarenakan kekeliruan dalam Pertama, seorang peneliti menganalisa
memahami teks agama. pola pendidikan teks Al-Qur’an yang dijadikan objek
yang terkesan eksklusif dan indoktrinasi penelitian. Pada tahap ini, perlu diingat
juga menyumbang andil besar terhadap bahwa teks yang sedang di analisa
segala bentuk intoleransi, kekerasan adalah bahasa arab pada abad ke-7 M
serta penodaan terhadap agama.6 yang mempunyai karakteristik tersendiri
baik dari segi kosa kata maupun struktur
tata bahasanya. Jika memang
4
https://www.voaindonesia.com/a/setara- diperlukan, peneliti juga bisa
institute-terjadi-97-kasus-penistaan-agama-
mempertajam analisa dengan
/3848448.html, di akases pada 24 February
2020, pukul 11.53. melakukan intertekstualitas, dalam
5
Adnani. (2017). Penodaan Agama: Studi
Komparatif Hukum Islam dan Hukum Pidana di artian kata yang sedang di analisa
Indonesia. Al- Qadha Jurnal Hukum Islam dan
Prundang- Undangan, 4(1). dibandingkan dengan ayat-ayat lain
6
Zuly Qadir. (2018). Kaum Muda,
Intoleransi, dan Radikalisme Agama. Jurnal
Studi Pemuda, 5(1). hlm. 432.

Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ... 269


yang mempunyai hubungan dengan teks melihat dinamika penafsiran ulama
yang sedang diteliti. yang sangat membantu untuk
Kedua, melihat konteks dari ayat mempermudah upaya melihat maghza
yang sedang ditelaah. Konteks disini al-ayat (pesan utama ayat) dan
dimaksudkan untuk melihat apakah ayat kemudian dikontekstualisasikan pada
yang sedang diteliti mempunyai asbab masa kekinian.8
an- nuzul baik yang mikro maupun
makro.7 Ketiga, peneliti berusaha C. PEMBAHASAN
menggali maqshad atau maghza al- ayat 1. Istilah Penodaan Agama di
dalam Islam
(pesan utama ayat yang sedang
Penodaan agama adalah
ditafsirkan). Ini akan di dapatkan dari
serangkaian perlakuan tertentu terhadap
memperhatikan konteks historis ayat
suatu agama sebagai objek tindakan.
baik yang mikro maupun yang makro
Penodaan terhadap agama meliputi
serta ekspresi kebahasaan Al-Qur’an.
berbagai tindakan negatif terhadap
simbol- simbol yang ada harus ditelaah
agama sebagaimana diajatkan oleh
dan difahami dengan baik. Setelah itu
pembawanya dan diikuti oleh para
baru mengkontekstualisasikan maqhsad,
pengikutnya. Pada umumnya tindakan
maghza al- ayat untuk konteks
tersebut bisa bersifat aktif dan juga bisa
kekinian. Namun, menurut Sahiron
bersifat pasif. Yang bersifat aktif
Syamsuddin akan lebih baik penulis
diantaranya adalah bentuk
bisa meliaht penafsiran para mufassir
pencemoohan, penghinaan, serta
klasik sampai kontemporer terhadap
penyerangan fisik maupun penyerangan
ayat yang sedang ditelaah, untuk
psikis. Sedangkan penodaan dalam

7
bentuk pasif diantaranya berbentuk
Asbab An-Nuzul mikro adalah sebab
khusus yang melatar belakangi turunnya sebuah
ayat (jika dalam konteks hadis ia dinamakan
8
dengan asbab al-Wurud). Sedangkan asbab an- Sahiron Syamsuddin. (2017).
Nuzul makro adalah sebab umum yang Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul
berkaitan dengan situasi sosial, politik, ekonomi Qur’an. Yogyakarta: Nawasea Press. Hlm. 143.
serta pemerintahan pada saat tersebut Lihat juga M. Dani Habibi, (2019). Penafsiran
diturunkan. lihat Mu’ammar Zayn Qadafi. Dalil Radikalisme dan Terorisme di Indonesia
(2015). Buku Pintar Sababun Nuzul Dari Mikro (Interpretasi Makna Cum Maghza terhadap
hingga Makro Sebuah Kajian Epistemologis. kata Fitnah Dalam Al-Qur’an Surat Al-
Yogyakarta: IN AzNa Books. hlm. 87-100. Baqarah: 190-193), dalam Al- Dzikra: Jurnal
Lihat Juga Sahiron Syamsuddin. (2017). Studi Ilmu Al-Qur’an dan Hadits, 13(I). hlm 95-
Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul 112. Lihat juga Abdullah Saeed. (2016). Al-
Qur’an. Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press. Qur’an Abad 21 Tafsir Kontekstual. Bandung:
hlm. 142- 143. Mizan Pustaka. hlm 160-180.

270 Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ...


ketidakpedulian, dan keengganan.9 Sabba, Adza, Istihza, Ta’an, Hajja dan
Agama yang dijadikan objek dalam hal deripasinya. Sedangkan hadist hanya
penodaan, juga memiliki berbagai menggunakan kata Sabba, dan Adza
bentuk yang sangat heterogen, seperti dalam mengggambarkan tentang
menghina Tuhan sebagai sesembahan, penodaan.
Nabi dan Rasul sebagai pembawa ajaran Pada umumnya istilah adza yang
agama, kitab suci agama tertentu dan digunakan oleh Al-Qur’an untuk
ajaran yang diajarkan, tempat- tempat menggambarkan sikap penodaan
yang disucikan, dan termasuk juga di biasanya lebih bersifat fisik. Bila objek
dalamnya para pengikut agama tersebut. yang dituju adalah Allah maka
Di dalam Islam secara umum serta gangguan fisik yang dilakukan dapat
Al-Qur’an dan Hadist, isu tentang berbentuk tempat- tempat penyembahan
penodaan agama telah banyak kepada Allah seperti masjid dan segala
disinggung baik yang berbentuk yang berkaitan dengannya. Namun, bila
penghinaan terhadap Allah dan objek yang dituju adalah Rasul, para
Rasulnya dan lain sebagainya. Dalam pengikutnya serta orang yang beriman,
suran al-An’am (6): 108 dengan maka penodaan dalam bentuk fisik
Gamblang Al-Qur’an menyinggung dapat berentuk gangguan kenyamanan,
larangan mencela sesembahan agama penghalangan, pengusiran, dan sampai
lain. Karena mereka akan menghina kepada pembunuhan. Salah satu bentuk
Allah dengan sangat keji tanpa adza’ terhadap Nabi adalah apa yang
pengetahuan. Ada banyak istilah yang dilakukan oleh sahabat beliau akibat
digunakan Al-Qur’an maupun hadist masuk rumah tanpa izin,
dalam menggambarkan bentuk memperpanjang pembicaraan di dalam
penodaan ini. Namun, bisa dikatakan rumah serta berbicara dengan istri Nabi
disini bahwa istilah yang digunakan tanpa hijab. Hal ini direkam oleh Al-
oleh Al-Qur’an jauh lebih luas daripada Qur’an di dalam surah 33: 53.10 Namun
hadist. Al-Qur’an menggunakan kata
10
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian masuk kedalam rumah Nabi
9
Rahmatul Izzad. (2017). Fenomena kecuali apabila kamu diizinkan untuk makan
Penistaan Agama Dalam Perspektif Islam dan dan tidak menunggu-nunggu waktu masak (
Filsafat Pancasila” (Studi Kasus Terhadap makanannya), tetapi jika kamu diundang maka
Demo Jili II Pada 04 November 2016). masuklah dan apabila kamu selesai makan,
Panangkaran Jurnal Penelitian Agama dan keluarlah tanpa kamu asyik memperpanjang
Masyarakat, 1(1). hlm. 171-189. percakapan. Sesungguhnya itu akan

Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ... 271


ungkapan yang paling ofensif malu kepadamu (untuk menyuruh
dibandingkan dengan ungkapan- kamu keluar), dan Allah tidak malu
ungkapan lainnya adalah istilah “ (menerangkan) yang benar. Apabila
haraba” memerangi secara fisik. Hal ini kamu meminta sesuatu (keperluan)
direkam di dalam surah 5: 33.11 kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka
Salah satu contoh ādzā yang mintalah dari belakang tabir. Cara yang
objeknya Nabi Muhammad saw. dan demikian itu lebih suci bagi hatimu dan
pelakunya para Sahabat beliau sendiri hati mereka. Dan tidak boleh kamu
adalah gangguan kenyamanan akibat menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak
masuk rumah tanpa izin, memperpanjang (pula) mengawini isteri-isterinya selama-
pembicaraan di dalam rumah, dan lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya
berbicara dengan istri Nabi saw. tanpa perbuatan itu adalah amat besar
hijab. Hal ini disebut dalam Q.S. 33: 53, (dosanya) di sisi Allah.”
“Hai orang-orang yang beriman, Ungkapan lain yang digunakan al-
janganlah kamu memasuki rumah- Quran adalah kafara, “mengingkari,
rumah Nabi kecuali bila kamu menolak untuk percaya.” Ungkapan ini
diizinkan untuk makan dengan tidak kadang diikuti dengan ungkapan lain,
menunggu-nunggu waktu masak yaitu każżaba,”mendustakan,
(makanannya), tetapi jika kamu menganggap palsu dan salah.” Objek
diundang maka masuklah dan bila tindakannya adalah ayat-ayat Allah dan
kamu selesai makan, keluarlah kamu para rasul (2: 10, 39, 87; 6: 87). Istilah
tanpa asyik memperpanjang percakapan. lain yang digunakan al-Quran adalah
Sesungguhnya yang demikian itu akan
ṭaʻan, mencela. Objeknya adalah al-
mengganggu (yu’żī) Nabi lalu Nabi
dīn, ajaran agama (Q.S. 4: 46; 9: 12).
mengganggu ( yu’zi) Nabi lalu Nabi malu
kepadamu ( untuk menyuruh kamu keluar), dan
Pelaku tindakannya adalah orang-orang
Allah tidak malu menerangkan yang benar.” Yahudi. Dalam Q.S. 4: 46 disebutkan,
11
“Sesungguhnya pembalasan terhadap
orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul- “Yaitu orang-orang Yahudi, mereka
Nya dan membuat kerusakan di muka bumi,
hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau mengubah perkataan dari tempat-
dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri tempatnya. Mereka berkata, ‘Kami
(tempat kediamannya). yang demikian itu mendengar’, tetapi kami tidak mau
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan menurutinya. Dan (mereka
yang besar”.
mengatakan pula), ‘Dengarlah!’

272 Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ...


sedang kamu sebenarnya tidak Disebutkan dalam Q.S. 3: 61, “Siapa
mendengar apa-apa. Dan (mereka yang membantahmu tentang kisah ‘Isa
mengatakan), ‘Rā‘inā’ dengan a.s. sesudah datang ilmu (yang
memutar-mutar lidahnya dan mencela meyakinkan kamu), maka katakanlah
(ṭa‘n) agama. Sekiranya mereka (kepadanya), ‘Marilah kita memanggil
mengatakan, ‘Kami mendengar dan anak-anak kami dan anak-anak kamu,
patuh, dan dengarlah, dan isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu,
perhatikanlah kami,’ tentulah itu lebih diri kami dan diri kamu; kemudian
baik bagi mereka dan lebih tepat, akan marilah kita ber- mubāhalah kepada
tetapi Allah mengutuk mereka karena Allah dan kita minta supaya laknat Allah
kekafiran mereka. Mereka tidak ditimpakan kepada orang-orang yang
beriman kecuali iman yang sangat dusta.” Pelaku tindakan ini adalah ahli
tipis.” Di tempat lain, Q.S. 9: 12, kitab yang berselisih paham tentang
disebutkan bahwa mereka telah kedudukan Nabi Isa a.s. Ungkapan yang
mengingkari janji mereka dan mencela paling ofensif dibandingkan dengan
agama Islam, “Jika mereka merusak ungkapan- ungkapan sebelumnya adalah
sumpah janjinya sesudah mereka ḥāraba, “memerangi secara fisik.” Dalam
berjanji, dan mereka mencerca Q.S. 5: 33 disebutkan, “Sesungguhnya
agamamu, maka perangilah pembalasan terhadap orang-orang yang
pemimpin-pemimpin orang-orang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
kafir itu karena sesungguhnya mereka membuat kerusakan di muka bumi,
itu adalah orang-orang yang tidak dapat hanyalah mereka dibunuh atau disalib,
dipegang janjinya, agar supaya mereka atau dipotong tangan dan kaki mereka
berhenti.” Jadi ungkapan ṭa‘n dengan bertimbal balik, atau dibuang
digunakan untuk menyebut tindakan dari negeri (tempat kediamannya).
ahli kitab yang telah melanggar Yang demikian itu (sebagai) suatu
perjanjian dengan Nabi saw. dan penghinaan untuk mereka di dunia, dan
mencela serta mempermainkan agama di akhirat mereka beroleh siksaan yang
Islam. besar.” Pelaku tindakan ini adalah ahli
kitab, yaitu Bani Israil.
Terdapat ungkapan lain yang
sifatnya juga ofensif adalah ḥājja,
“memperdepatkan sesuatu.”

Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ... 273


2. Intrepretasi Makna Cum Dalam menanggapi ayat di atas,
Maghza dalam Q.S. Al- An’am
pakar tafsir kenamaan Indonesia
(6): 108
Prof. Quraish Shihab
Dalam menganalisis
menyebutkan bahwa ayat
menggunakan pendekatan makna cum
tersebut memang harus di
maghza ada tiga komponen yang harus
fahami secara literal sebagai
diperhatikan yaitu menganalisa bahasa
upaya pelarangan untuk tidak
yang digunakan al-Qur’an, konteks
mencaci maki ataupun menghina
ayat yang diturunkan dan tujuan dari
sesembahan orang non muslim.
ayat tersebut atau maghza.
Lebih lanjut beliau menjelaskan
a. Gambaran umum surah Al-
bahwa makian terhadap
An’am (6): 108
sesembahan kaum non muslim
    tidak membawa impact atau
kemashlahatan bagi umat
     
muslim. Justru yang terjadi
       sebaliknya, mereka yang di caci
akan membalas cacian- cacian
    
tersebut dengan melampaui
     batas. Mengutip Al-Biqa’i,
“Dan janganlah kamu Quraish Shihab menjelaskan
memaki sembahan-
sembahan yang mereka bahwa pemilihan kata alladzi
sembah selain Allah, yang menunjukkan berhala-
karena mereka nanti akan
memaki Allah dengan berhala sesembahan kaum
melampaui batas tanpa musyrikin adalah satu kata yang
pengetahuan. Demikianlah
Kami jadikan Setiap umat digunakan untuk makhluk yang
menganggap baik berakal dan berkehendak. Disini
pekerjaan mereka.
kemudian kepada Tuhan Quraish Shihab ingin
merekalah kembali mereka, menunjukkan bahwa
lalu Dia memberitakan
kepada mereka apa yang sesembahan- sesembahan
dahulu mereka kerjakan.” mereka jangan dimaki karena
mereka percaya bahwa berhala-

274 Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ...


berhala itu berakal dan oleh sebuah riwayat yang
berkehendak.12 disinyalir sebagai asbab an-
Di lain tempat Quraish Shihab nuzul ayat tersebut. Mengutip
juga menjelaskan bahwa Abdul Razaq dari Ma’mar dari
merupakan tuntunan agama Qatadah bahwa orang- orang
untuk tidak memaki dan muslim di zaman Nabi selalu
menghina tuhan-tuhan agama menghina sesembahan orang-
lain, hal ini akan berimplikasi orang kafir, sebagai balasan atas
terhadap terciptanya hubungan perbuatan tersebut orang kafir
yang harmonis umat antar agama menghina Allah sebagai
dan timbulnya rasa saling sesembahan orang muslim.14
menghormati satu dan yang b. Analisis bahasa
lain.13 Larangan ini ditujukan Di dalam surah Al-An’am (6):
kepada kaum muslimin saja 108 di atas, ada beberapa kata
karena secara logika Rasululah yang ditekan oleh Al-Qur’an
tidak mungkin akan untuk menggambarkan
mengucapkan atau menghina perbuatan penodaan terhadap
agama lain, karena Rasulallah agama. Maka, di dalam analisis
sangat menjunjung tinggi bahasa ini, penulis akan
toleransi beragama sebagaimana mencoba menelusuri kata yang
yang tercermin di dalam piagam menjadi penekanan Al-Qur’an
madinah. Menurut Ibnu Katsir yang merupakan alur yang
tanpa dilakukan penafsiran diharuskan dalam pendekatan
secara mendalam, pada dasarnya makna cum maghza. Kata- kata
ayat ini sudah jelas bahwa ia tersebut adalah Tasubbu dan
merupakan larangan kepada ‘Adwan. Kata “tasubbu” sendiri
Nabi dan kaum muslim untuk merupakan derivasi dari kata
menghina sesembahan orang-
14
orang kafir. Hal ini diperkuat Abi Fida Ismail ibn Umar ibn Katsir al-
Quraisy al-Dimasyqi. (1997 M/1418 H). Tafsir
Al-Qur’an Al-Adhzim. di tahqiq oleh Sami ibn
Muhammad al-Salamah. Riyadh: Dar al-
12
M. Quraish Shihab. (2006). Tafsir Al- Thayyibah li al- Nasyr wa al- Tauzi’. hlm. 314-
Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- 415. Lihat juga Muhammad Basib Al-Rifa’i.
Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. hlm. 606-607. (1432 H/ 2011 M). Ringkasan Tafsir Ibnu
13
M. Quraish Shihab. (2006). hlm. 608. Katsir. Jakarta: Gema Insani. hlm. 264-265.

Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ... 275


”sabba yasubbu”. Di dalam S.A.W. dan segenap kaum
kamus Al-Munawwir kata muslimin untuk tidak menghina,
tersebut di artikan sebagai mengolok- olok sesembahan
cacian, makian serta orang musyrik, karena ini akan
penghinaan.15 Di dalam lisan Al- berimplikasi pada penghinaan
Arab di sebutkan bahwa kata yang melampaui batas yang
tasubbu yang merupakan dilakukan oleh orang musyrik
derivasi dari kata sabba yasubbu kepada Allah S.W.T.17
semakna dengan lafaz ‘Aqara. Selain kata tasubbu yang
Penulis mencoba menelaah apa merupakan derivasi dari kata
yang dirujukkan oleh lisan al- sabba yasubbu, kata yang
Arab kepada kata ‘Aqara. mendapat penekanan dari Al-
Kata ‘Aqara sendiri memiliki Qur’an adalah kata ‘Adwan.
makna melukai.16 Dalam Kata ‫ عدوا‬di dalam ayat di atas
hubungannya dengan ayat di merupakan derivasi kata -‫يعود‬-‫عدا‬
atas, penodaan terhadap suatu ‫ عدوا‬yang di dalam kamus Lisan
keyakinan dapat melukai al-Arab kata ini semakna dengan
pemeluk keyakinan tersebut. ‫ ظلم‬yang mempunyai arti zhalim
ibnu jarir al- Thabari ulama yang (menganiaya), selain itu ia juga
disebut sebagai peletak dasar bermakna ‫ جماعة القوم‬yang berarti
ilmu tafsir, ketika menafsirkan sekelompok orang.18 Mengutip
ayat ini juga menegaskan bahwa para mufassir Ibnu Manzur
kata tasubbu pada ayat di atas menjelaskan bahwa kata tersebut
bermakna mengolok, menghina, sangat erat kaitannya dengan
melukai dan mencederai. Lebih surah al- An’am (6): 108.
lanjut ia menjelaskan bahwa ayat Mayoritas mufassir ketika
di atas merupakan larangan menjelaskan perihal ayat ini
kepada Nabi Muhammad menyatakan bahwa meraka

17
Abi Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Al-
15
Ahmad Warson Munawwir. (1984). Al- Thabari. (1422 H/ 2001 H). Jami’ Al-Bayan an
Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Ta’wil Al-Qur’an. Hijaz: al- Thab’ah wa al-
Pustaka Progresif. hlm. 601. Nasyr wa al-Tauzi’ wa al- I’lan. hlm. 480.
16 18
Abi Fadhil Jamaluddin Muhammad bin Abi Fadhil Jamaluddin Muhammad bin
Makram ibn Manzur Al-Afriqi Al-Mishri. (t.t.). Makram ibn Manzur Al-Afriqi Al-Mishri. (t.t.).
Lisan Al-Arab. Beirut: Dar Sadhr. hlm 529. Lisan Al-Arab. Beirut: Dar Sadhr. hlm. 32- 35.

276 Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ...


(kaum muslimin) dilarang untuk muslimin suka menjelek- jelek
menghina atau mengolok- olok sesembahan kaum musyrik, dan
berhal berhala sesembahan mereka (kaum musyrik)
orang musyrik, karena itu akan membalas dengan menghina,
membawa mereka (orang mengolok-olok Allah. Maka
musyrik) menghina Allah allah menurunkan surah Al-
dengan melampaui batas tanpa An’am (6): 108 sebagai
pengetahuan.19 peringatan di satu sisi dan
Ada dua riwayat disinyalir anjuran di sisi lain untuk tidak
sebagai asbab an- nuzul ayat di menghina sesembahan orang
atas jika merujuk kepada yang lain.20
disebutkan oleh Ahmad al- Husain ibn Mas’ud al-
Wahidi di dalam kitabnya Asbab Bagahawi di lain tempat
An-Nuzul Al-Qur’an. Pertama, menyatakan bahwa ayat ini turun
riwayat dari Ibnu Abbas dalam atas reaksi Muhammad yang
riwayat Al-Walibi disebutkan menghina berhala- berhala
bahwa orang- orang musyrik sesembahan kaum musyrik. Hal
berkata kepada Nabi ini tergambar di dalam surah Al-
Muhammad: “wahai Muhammad Anbiya’ (21): 98. Lebih jelas Al-
janganlah kalian mengejek Baghawi menjelaskan bahwa
tuhan- tuhan kami atau kami saat itu Nabi berada dalam
akan mengolok- olok tuhan kondisi on fire dalam
kalian. Merespon hal ini maka menyebarkan ajaran agama yang
Allah menurunkan ayat 108 dibawanya, maka tatkala ia
surah Al-An’am ini sebagai melihat orang musyrik
peringatan untuk tidak menyembah tuhan selain Allah
menjelekkan atau mengolok- maka keluarlah dari mulutnya
olok tuhan orang musyrik. yang mulia kalimat yang
Kedua, riwayat dari Qatadah dianggap menghina sesembahan
yang mengatakan bahwa kaum
20
Abi Hasan Ali ibn Ahmad al-Wahidi.
19
Abi Fadhil Jamaluddin Muhammad bin (1991 M/ 1411 H). Asbab An Nuzul Al-Qur’an.
Makram ibn Manzur Al-Afriqi Al-Mishri. (t.t.). Beirut: Dar al- Kitab al-Alamiyah. hlm. 224-
hlm 32-35. 225.

Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ... 277


orang musyrik dan langsung menyatakan bahwa tidak dibenarkan
mendapatkan teguran dari Allah bagi setiap kaum muslim untuk
dengan menurunan surah Al- menghina, mengolok- olok, ataupun
An’am (6): 108.21 mengejek sesembahan orang non
c. Penafsiran ulama Terhadap muslim. Karena menurut Al-Baghdadi
Surah al- An’am (6): 108 Al-Qur’an sama sekali tidak
Pada dasarnya ketika membahas menganjurkan akan hal tersebut.
tentang pendekatan ma’na cum maghza, Bagaimana kemudian Al-Qur’an
Sahiron Syamsuddin di dalam bukunya mengajarkan untuk menghina
“ Hermeneutika dan Penegembangan sesembahan orang lain, sedangkan
Ulumul Qur’an” yang diterbitkan oleh dalam ayat yang lain dengan sangat
Nawasea Press pada tahun 2017, belum jelas ditegaskan bahwa bagi kamu
memasukkan penafsiran ulama sebagai agamamu dan bagi kami agama kami.22
salah satu step (langkah) untuk sampai Begitulah kiranya alur pemikiran al-
kepada maghza (pesan utama) suatu Baghdadi ketika membahas ayat ini
ayat. Namun, masih segar di dalam sejauh pembacaan penulis.
ingatan penulis bahwa ketika beliau Senada dengan ulama klasik,
menyampaikan dalam perkuliahan pada Shiddqi Hasan Khan Al-Qanuji ketika
mata kuliah hermeneutika Al-Qur’an membahas ayat ini juga memberi
dan hadits, bahwa penafsiran ulama dari komentar yang sama. Ia menjelaskan
klasik sampai kontemporer perlu juga bahwa ayat tersebut adalah larangan
dilihat supaya maghza (pesan utama) kepada Nabi dan kaum muslimin untuk
suatu ayat dapat dicapai dengan baik. tidak menghina atau mengolok-olok
Maka dalam kesempatan ini penulis berhala sesembahan orang kafir. Lebih
akan mengemukakan penafsiran jauh, Shiddqi Hasan menjelaskan bahwa
mufassir terhadap ayat yang sedang ayat ini juga merupakan dalil untuk
dikaji. menyeru kapada yang ma’ruf serta
Muhammad bin Ibrahim al- melarang untuk berbuat mungkar
Bahgdadi ketika menafsirkan ayat ini dengan cara yang baik, dalam artian

21
Abi Muhammad Husain ibn Mas’ud Al- 22
Ali bin Muhammad ibn Ibrahim Al-
Baghawi. (1989 M/ 1409 H). Tafsir Al-Baghawi Baghdadi. (t.t.). Lubab al- Ta’wil fi Ma’ani Al-
Ma’alimu Al- Tanzil. Riyadh: Dar Thaiyyibah li Tanzil Tafsir Al- Khazin. Beirut: Dar al-Kitab
Al-Nasyr wa A- Tauzi. hlm. 176. al-Alamiyah. hlm. 144-146.

278 Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ...


tidak menghina orang yang berbeda tinggi sikap toleransi terhadap
keyakinan. Apabila ini dilakukan orang yang berbeda keyakinan.
(menghina sesembahan orang kafir) Jika ditelaah lebih jauh selain
dengan dalih menyeru kapada yang surah Al-An’am 108, ada
ma’ruf dan melarang berbuat mungkar, beberapa ayat yang terdapat di
maka lebih baik tidak dilakukan sama dalam surah lain yang juga
sekali.23 menyerukan kepada umatnya
d. Maghza (pesan utama) Q.S. Al- untuk menjunjung tinggi sikap
An’am (6): 108 toleransi terhadap yang berbeda
Dalam surah al-An’am (6): 108 keyakinan, bahkan lebih dari itu
secara umum berbicara tentang juga berbeda kebudayaan dan
larangan untuk tidak lain sebagainya.
menjelekkan berhala
sesembahan orang non muslim, D. KESIMPULAN
karena perbuatan mencela Dari penjelasan di atas ada
berhala sesembahan mereka beberapa hal yang dapat disimpulkan
akan dibalas dengan cacian yang diantaranya: pertama, dilarang untuk
melampaui batas terhadap Allah menjelekkan atau menghina
S.W.T. Melihat konteks historis sesembahan non muslim, karena akan
ayat di atas bahwa ia turun berimplikasi pada celaan yang
dalam hal menegur Nabi dan melampaui batas terhadap Allah S.W.T.
kaum muslimin untuk tidak Kedua, secara lebih luas Al-Qur’an
melakukan penghinaan kepada sebenarnya telah mengajarkan kepada
sesembahan orang non muslim, pemeluknya untuk bersikap toleransi
dalam hal ini kiranya dapat terhadap siapa saja yang berbeda
ditarik benang merah bahwa keyakinan atau pandangan dengan kita.
sebenarnya Al-Qur’an jauh- jauh Karena narasi yang dipakai oleh Al-
hari telah mengajarkan kepada Qur’an sangat tegas dalam
pemeluknya untuk menjunjung mendemontrasikan segala bentuk
toleransi antar umat beragama.
23
Shiddqi Hasan Khan al-Qanuji. (1992
M/ 1412 H). Fathul Al-Bayan fi Maqashid Al-
Qur’an. Beirut: Makatabah al-‘Ashriyyah. hlm.
217-218.

Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ... 279


DAFTAR PUSTAKA Islam dan Filsafat Pancasila”
(Studi Kasus Terhadap Demo Jili II
Ali bin Muhammad ibn Ibrahim Al-
Pada 04 November 2016),
Baghdadi. (t.t.). Lubab Al-Ta’wil fi
Panangkaran Jurnal Penelitian
Ma’ani Al- Tanzil Tafsir Al-
Agama dan Masyarakat, 1(1).
Khazin. Beirut: Dar al-Kitab al-
Alamiyah. Sahiron Syamsuddin. (2017).
Hermeneutika dan Pengembangan
Abi Muhammad Husain ibn Mas’ud Al-
Ulumul Qur’an. Yogyakarta:
Baghawi. (1989 M/ 1409 H). Tafsir
Nawasea Press.
Al-Baghawi Ma’alimu Al-Tanzil.
Riyadh: Dar Thaiyyibah li Al- M. Dani Habibi. (2019). Penafsiran
Nasyr wa Al-Tauzi. Dalil Radikalisme dan Terorisme di
Indonesia (Interpretasi Makna Cum
Abi Hasan Ali ibn Ahmad Al-Wahidi.
Maghza terhadap kata Fitnah
(1991 M/ 1411 H). Asbab An-Nuzul
Dalam Al-Qur’an Surat al-
Al-Qur’an. Beirut: Dar al- Kitab al-
Baqarah: 190-193). Al- Dzikra:
Alamiyah.
Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an dan
Abi Fadhil Jamaluddin Muhammad bin Hadits, 13(I).
Makram ibn Manzur Al- Afriqi al-
Abdullah Saeed. (2016). Al-Qur’an
Mishri. (t.t.). Lisan Al- Arab.
Abad 21 Tafsir Kontekstual.
Beirut: Dar Sadhr.
Bandung: Mizan Pustaka.
Abi Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Al-
Mu’ammar Zayn Qadafi. (2015). Buku
Thabari. (1422 H/ 2001 H). Jami’
Pintar Sababun Nuzul Dari Mikro
Al-Bayan An-Ta’wil Al-Qur’an.
hingga Makro Sebuah Kajian
Hijaz: al- Thab’ah wa al- Nasyr wa
Epistemologis.Yogyakarta: IN
al- Tauzi’ wa al- I’lan.
AzNa Books.
Ahmad Warson Munawwir. (1984). Al-
Sahiron Syamsuddin. (2017).
Munawwir Kamus Arab-Indonesia.
Hermeneutika dan Pengembangan
Surabaya: Pustaka Progresif.
Ulumul Qur’an. Yogyakarta:
Abi Fida Ismail ibn Umar ibn Katsir Al- Pesantren Nawasea Press.
Quraisyal-Dimasyqi. (1997 M/1418
Muh. Tasrif. (2017). Hukuman Pelaku
H). Tafsir Al-Qur’an Al-Adhzim”,
Penodaan Agama Menurut Sunnah
di tahqiq oleh Sami ibn Muhammad
dalam Perspektif Hak Asasi
al-Salamah. Riyadh: Dar al-
Manusia. Kalam, 11(1).
Thayyibah li al- Nasyr wa al-
Tauzi. Shiddqi Hasan Khan Al-Qanuji. (1992
M/ 1412 H). Fathul Al-Bayan fi
Muhammad Basib Al-Rifa’i. (1432 H/
Maqashid Al-Qur’an. Beirut:
2011 M). Ringkasan Tafsir Ibnu
Makatabah al-‘Ashriyyah.
Katsir. Jakarta: Gema Insani.
https://www.voaindonesia.com/a/setara-
M. Quraish Shihab. (2006). Tafsir Al-
institute-terjadi-97-kasus-penistaan-
Mishbah Pesan, Kesan, dan
agama-/3848448.html, di akases
Keserasian Al-Qur’an. Jakarta:
pada 24 February 2020.
Lentera Hati.
Rahmatul Izzad. (2017). Fenomena
Penistaan Agama Dalam Perspektif

280 Pemaknaan Ma’na Cum Maghza ...

Anda mungkin juga menyukai