Anda di halaman 1dari 46

BAGIAN ILMU MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

GLAUKOMA

Oleh :
Vence Yusuf Cesario, S.Ked
10542 0405 12
Pembimbing :
dr. Miftahul Akhyar, PhD, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU MATA
FAKULTASKEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW.
Laporan kasus berjudul “Glaukoma” ini dapat terselesaikan dengan baik dan
tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Mata. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang mendalam kepada dr. Miftahul Akhyar, PhD,Sp.M selaku
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam
membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas
ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna
adanya dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan
baik.Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang.

Makassar, April 2018

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Vence Yusuf Cesario, S.Ked

NIM : 10542 0405 12

Judul Lapsus : Glaukoma

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ilmu MataFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, April 2018

Pembimbing Mahasiswa

dr. Miftahul Akhyar, PhD,Sp.M Vence Yusuf Cesario, S.Ked


PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah


katarak di seluruh dunia. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan
glaukoma bersifat permanen, atau tidak dapat diperbaiki (irreversible). Di
dunia, diperkirakan hampir 60 juta orang terkena glaukoma dan sekitar 6 juta
orang berakhir dengan kebutaan. Di Amerika Serikat, diperkirakan 3 juta
penduduk terkena glaukoma dan sekitar 50% dari kasus tersebut tidak
terdiagnosis, serta ditemukan sekitar 100.000 penderita yang berakhir dengan
kebutaan. Penyakit ini dikatakan sebagai penyebab utama kebutaan yang
dapat dicegah di Amerika Serikat.1 Di Indonesia, telah dilakukan penelitian di
sembilan rumah sakit pendidikan pada bulan Juli 2013 sampai Juli 2014, dan
ditemukan angka kejadian glaukoma di RS. Dr. M. Djamil Padang sebesar
263 kasus, di RSCM Jakarta sebanyak 12.801 kasus, di RS. Cicendo Bandung
9.069 kasus, di RS Kariadi Semarang 1.630 kasus, di RS Soetomo Surabaya
4.260 kasus, di RS. Undaan Surabaya 2.148 kasus, di RS Saiful Anwar
Malang 1.574, di RS Sardjito Yogyakarta 2.685 kasus, dan di RS Yap-
Yogyakarta 14.212 kasus.2
Glaukoma dapat dikategorikan menjadi glaucoma primer, glaukoma
sekunder, dan glaukoma kongenital. Penelitian prevalensi glaukoma di
berbagai negara menunjukkan bahwa sebagian besar glaukoma merupakan
glaukoma primer, meliputi glaukoma sudut terbuka (primary open angle
glaucoma) yang terbanyak, diikuti glaukoma primer sudut tertutup (primary
angle closure glaucoma).1,2
LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Tn. M R

Umur : 31 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Tentara

Alamat :Asrama Militer

Agama : Islam

Suku/ Bangsa : Bugis Makassar

Pemeriksa : dr. M

Tanggal pemeriksaan : 12 April 2018

Tempat pemeriksaan : Poli Mata RS. TK II Pelamonia, Makassar.

No. Reg : 628895

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Mata kiri tidak dapat melihat

Riwayat penyakit sekarang :

Seorang pasien laki-laki 31 tahun datang ke poli Balai Mata RS. TK II

Pelamonia, Makassar dengan keluhan mata kiri tidak dapat melihat dan mata

kanan kabur saat melihat jauh. Keluhandirasakan sejak kurang lebih 4 tahun

yang lalu awalnya penglihatan kabur kalo naik motor. Pasien mengatakan

dulunya sering terbentur kepalanya saat latihan. Keluhan lain yang dirasakan
oleh pasien nyeri kepala (-), air mata berlebih (-), kotoran mata (-),

penglihatan silau (-).

Riwayat penyakit lain :

 Riwayat penyakit diabetes mellitus (-)

 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-)

 Riwayat Hipertensi (-)

 Riwayat Merokok (+)

 Riwayat Trauma (+)

Riwayat Pengobatan : Tidak pernah berobat sebelumnya

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada

Riwayat keluarga keluhan yang sama : Tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : Tampak baik

Kesadaran : compos mentis/ GCS 15

Tanda vital :

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 98 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

D. Pemeriksaan Oftalmologi

OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)


Silia Secret (-) Secret (-)

Apparatus
Lakrimasi (+) Lakrimasi (+)
Lakrimalis

Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Bola Mata Normal Normal

Mekanisme
Muskular

Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Kornea Edema (+) Edema (+)

Bilik Mata Depan Kesan dangkal Kesan dangkal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, Kripte (+)

Bulat, sentral Bulat, sentral


Pupil RCL : (+) Miosis RCL : (-) Midriasis
RCTL : (+) Miosis RCTL : (+) Miosis

Lensa Jernih Jernih


E. Palpasi

OD OS

TIO T+1 T+1

Nyeri Tekan (-) (-)

Massa Tumor (-) (-)

Glandula Preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

F. Tonometri

TOD TOS

43,4 mmHg 43,4mmHg

G. Visus

VOD : 6/30 VOS : 1/300

KOR :- KOS :-

Menjadi :- Menjadi :-

Lihat dekat : - Lihat dekat : -

Koreksi :- Koreksi :-

DP :- DP :-
H. Slit Lamp

VOD VOS

Konjungtiva hiperemis (-), kornea Konjungtiva hiperemis (-), kornea


normal, iris coklat, kripte (+), pupil normal, iris coklat, kripte (+), pupil
bulat dan, lensajernih. RAPD (-), bulat, lensa jernih, RAPD (+),

I. Funduskopi

FOD : CDR = 0,5/0,6.

FOS : CDR = 1,0


J. Resume

Seorang pasien laki-laki 31 tahun datang ke poli Mata RS TK II

Pelamonia, Masyarakat dengan keluhan tidak dapat melihat dengan mata kiri

sedangkan mata kanan agak kabur apabila melihat jauh. Keluhan dirasakan

sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu dan dirasakan secara perlahan. Awalnya

pasien mengeluh matanya kabur apabila naik motor. Keluhan lain yang

dirasakan oleh pasien nyeri kepala(-), air mata berlebih(-), kotoran mata(-),

penglihatan silau(-).

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, didapatkan

riwayat merokok (+) dan trauma pada daerah kepala (+). Dari hasil

pemeriksaan oftalmologis didapatkan RCL OD/OS : + / -, RCTL OD/OS :

+/+,TIO : OD/OS : T+1 /T+1, VOD 6/30 dan VOS 1/300, TOD : 43,4 mmhg,

TOS : 43,4 mmhg. FOD : CDR = 0,5/0,6. FOS : CDR = 1,O


K. Diagnosis

ODS Glaukoma primer susp. Sudut terbuka

L. Diagnosis Banding

Glaukoma sudut tertutup

M. Terapi

Glauseta250mg 3x1 tab

Ksr 2x1

Cendo timol 0,5% 2x1 ODS

N. Prognosis

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad cosmeticum : dubia ad malam


PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi3

1. Kelopak Mata

Kelopak mata atau sering disebut palpebra mempunyai fungsi


melindungi bola mata dari trauma, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya
yang membentuk film air mata di depan kornea. Kelopak mata merupakan
pelindung mata yang paling baik dengan membasahi mata dan melakukan
penutupan mata bila terjadi rangsangan dari luar. Kelopak mempunyai lapis
kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang ditutupi
selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak mata
terdapat beberapa bagian antara lain; kelenjar sebasea, kelenjar keringat atau
kelenjar Moll, kelenjar zeis pada pangkal rambut bulu mata, serta kelenjar
Meibom pada tarsus. Kelopak mata bisa terjadi kelainan yaitu lagoftalmos
(mata tidak menutup bola mata), ptosis (kelopak mata tidak bisa dibuka).

2. Sistem Lakrimalis

Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola
mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimal,
sakus lakrimal yang terletak di bagian depan rongga orbita, air mata dari
duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam meatus
inferior.

3. Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan)
dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
a. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
b. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
c. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara
bagian posterior palpebra dan bola mata)
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata
dan melekat erat ke tarsus.Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.Konjungtiva bulbaris
melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-
kali.Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik.(Duktus-duktus kelenjar lakrimalis
bermuara ke forniks temporal superior.)Kecuali di limbus (tempat kapsul
Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat
longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya.Struktur epidermoid kecil
semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan
membran mukosa.
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra.
Tetapi hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk
lekukan-lekukan.Juga mengandung banyak pembuluh darah.Oleh karena itu,
pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.
Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua
hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal.
Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel
skuamosa.Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval
yang mensekresi mukus.Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh
prekornea.Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisial
dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial)dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung
struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum.Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan.Hal ini menjelaskan
mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler
dan mengapa kemudian menjadi folikuler.Lapisan fibrosa tersusun dari
Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus.Hal ini menjelaskan
gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva.Lapisan fibrosa tersusun
longgar pada bola mata.Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan
Wolfring), yang struktur dan funginya mirip kelenjar lakrimal, terletak di
dalam stroma.Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, dan
sedikit ada di forniks bawah.Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus
atas.
4. Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk


pada mata serta bagian putih pada bola mata yang bersama kornea sebagai
pembungkus dan pelindung isi bola mata.Kekakuan tertentu pada sklera
mempengaruhi tekanan bola mata.

5. Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang merupakan selaput bening


mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata sebelah depan dan terdiri
dari 5 lapisan. lapisan tersebut antara lain lapisan epitel (yang bersambung
dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus
kornea. Kornea juga merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar + 43 dioptri. Jika terjadi oedem kornea akan bertindak sebagai prisma
yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.
a. Berasal dari mesotelium, Lapisan epitel
Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, sel muda terdorong kedepan menjadi lapisan
sel poligonal dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya
melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran
air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan
membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan
menghasilkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran bowman
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
c. Jaringan stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedang dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang. Terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan
sel stroma kornea yang merupakan fibroblast yang terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Membran Descement
Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea
yang bersifat sangat elastis dan tebalnya sekitar 40 μm.
e. Endotel
bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat pada membran
descement melalui hemidoson dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman
melepaskan selubung schwannya. Bulbus krause untuk sensasi dingin
ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-
pembuluh darah limbus, humour aquos dan air mata. Kornea superfisial juga
mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea
dipertahankan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas dan
deturgensinya.

6. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Iris
Iris merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai
permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di
tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk
mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara
otomatis dengan mengecilkan (miosis) atau melebarkan (midriasis) pupil.
b. Badan siliar
Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi
mengubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek
dekat maupun jauh dalam lapang pandang. Badan siliar terdiri ataszona
anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang merupakan
pembentuk aqueous humor, dan zona posterior yang datar, pars plana (4
mm).
c. Koroid
Koroid merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
sklerayang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah besar,
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak
di bawahnya.

7. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat
vitreous humor.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis
epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus
dan korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang
dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal
dari permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
8. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik
mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan.

9. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular
yang membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous
humor normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi
optici. Basis vitreous mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup
ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata.
Vitreous humor mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua
komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan
konsistensi mirip gel karena kemampuannya mengikat banyak air.

10. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan-lapisan retina mulai
dari sisi luar yang berbatas dengan koroid adalah sebagai berikut:
a. Epitel pigmen retina (Membran Bruch)
b. Fotoreseptor. Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan sel
kerucut.
c. Membran limitan eksterna
d. Lapisan nukleus luar. Lapisan nukleus luar merupakan susunan
nukleus sel kerucut dan
e. sel batang.
Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler
koroid.
f. Lapisan pleksiform luar. Lapisan ini merupakan lapisan aselular
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
g. Lapisan nukleus dalam. Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel
horizontal, dan sel Muller serta didarahi oleh arteri retina sentral.
h. Lapisan pleksiform dalam. Lapisan ini merupakan lapisan aselular
tempat sinaps sel bipolar dan sel amakrin dengan sel ganglion.
i. Lapisan sel ganglion. Lapisan ini merupakan lapisan badan sel dari
neuron kedua.
j. Serabut saraf. Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang
menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak
sebagian besar pembuluh darah retina.
k. Membran limitan interna. Membran limitan interna berupa membran
hialin antara retina dan vitreous humor.

B. FISIOLOGI HUMOR AQUOS4

Sekresi dan regulasi outflow humor aqueous secara fisiologis


merupakan proses penting dalam mempertahankan tekanan intraokuli dalam
batas normal sehingga tidak menimbulkan kerusakan papil saraf optik.
Terdapat adanya kelebihan hidrogen dan klorida, askorbat dan kekurangan
bikarbonat pada humor aqueous manusia dibandingkan plasma. Kandungan
protein pada humor aqueous 1/200-1/500 dibandingkan protein plasma yang
berperan menjaga kejernihan optik dan integritas blood-aqueous barrier pada
mata normal. Perbedaan pada komposisi humor aqueous menyebabkan
terjadinya peningkatan resitensi outflow (Goel, dkk., 2010).4
Humor aqueous diproduksi dengan rata-rata 2.0-2.5 μL/menit dan
komposisinya berubah seiring dengan alirannya dari bilik mata belakang
melalui pupil menuju bilik mata depan. Rata-rata kecepatan outflow humor
aqueous adalah 0,22-0,30 μL/min/mmHg. Pembentukan humor aqueous
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya : integritas blood-aqueous
barrier, aliran darah ke badan siliar, regulasi neurohumoral dari jaringan
vaskular dan epitel siliaris. Humor aqueous menuju aliran yang lebar dari
jalinan uvea kemudian menuju ruang iregular dari korneoskleral trabecular
meshwork dan jalinan jukstakanalikular. Dari sini sebanyak lebih dari 80%
humor aqueous mengalirmelalui endotel dan kanal Schlemm dan akhirnya
keluar dari mata menuju vena aqueous. Pasien dengan glaukoma dan
peningkatan tekanan intraokuli memiliki outflow humor aqueous yang rendah
(American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b; Ito dan Walter,
2013)5
Dua struktur utama yang berhubungan dengan dinamika humor
aqueous adalah trabecular meshwork dan badan siliar. Trabecular meshwork
merupakan jaringan ikat seperti spons yang melingkar dilapisi dengan
trabekulosit. Sel ini bersifat fagositik, berfungsi kontraksi yang akan
mempengaruhi resistensi outflow. Pembentukan humor aqueous merupakan
proses biologis yang berhubungan dengan ritme sirkadian yaitu lebih tinggi
pada pagi hari dibandingkan malam hari. Humor aqueous diproduksi oleh
prosesus siliaris yang tersusun oleh epitelium outer pigmented dan inner
nonpigmented yang merupakan tempat utama produksi humor aqueous
(American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b; Majsterek,
dkk.,2011).5
Terdapat tiga mekanisme pada pembentukan humor aqueous yaitu :
difusi, ultrafiltrasi dan sekresi aktif. Sekresi aktif merupakan kontributor
utama pada pembentukan humor aqueous. Mekanisme ini tidak tergantung
pada tekanan osmotik maupun hidrostatik namun membutuhkan energi untuk
menggerakkan substansi yang larut dalam air tapi memiliki ukuran yang lebih
besar untuk melawan gradien elektrokimia. Transport ion yang bersifat pasif
adalah ultrafiltrasi dan difusi. Sistem ultrafiltrasi adalah pergerakan substansi
yang larut dalam air melewati membran sel yang terjadi akibat adanya
perbedaan tekanan hidrostatik dan gradien onkotik. Perbedaan tekanan
hidrostatik antara kapiler dan intraokuli membantu dalam pergerakan cairan
ke mata dan perbedaan gradien onkotik menghambat pergerakan humor
aqueous. Difusi adalah pergerakan pasif dari ion yang larut dalam lemak
melewati membran sel karena adanya perbedaan konsentrasi (Goel, dkk.,
2010).4
Aliran humor aqueous terjadi dengan 2 mekanisme utama : pressure
dependent outflow dan pressure-independent outflow. Trabecular meshwork
terdiri dari jaringan ikat kolagen yang merupakan tempat pressure-dependent
outflow. Trabecular meshwork berfungsi sebagai katup satu arah yang
mengalirkan humor akuous ke kanalis Schlemm dan selanjutnya ke sistem
vena. Pada mata normal, semua outflow nontrabekular disebut dengan
uveosklera outflow atau yang disebut dengan pressure-independent outflow.
Sebanyak 5%15% dari total aqueous outflow adalah uveoskleral outflow.
Jalur outflow uveoskleral berkurang seiring dengan umur. Mekanisme yang
terlibat adalah aliran humor aqueous dari bilik mata depan menuju otot siliaris
kemudian ke ruang suprasilia dan suprakoroidal (American Academy of
Ophthalmology Staff, 2011-2012b).5
Glaukoma umumnya berhubungan dengan peningkatan tekanan bola
mata yang disebabkan oleh gangguan outflow aqueous humor akibat
abnormalitas pada sistem drainase sudut bilik mata depan yang disebut
dengan glaukoma sudut terbuka atau gangguan akses aqueous humor ke
sistem drainase yang disebut dengan glaukoma sudut tertutup. Perubahan
yang terjadi di trabecular meshwork selama proses penuaan menyebabkan
jaringan menjadi lebih rentan tidak berfungsi. Pada pemeriksaan fonograf
disebutkan bahwa outflow humor aqueous berkurang seiring dengan usia (Ito
dan Walter, 2013)6
Gambar1. Aliran Humor Aquos

C. DEFINISI
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani, yaitu glaukos yang berarti
hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma.7 Glaukoma merupakan suatu neuropati optik kronik, yang dapat
ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan
pandang, dan biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraocular.1Pada
glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta
degenerasi papil saraf optik yang dapat berakhir dengan kebutaan.7
Menurut Chandler & Grant (1977), glaukoma adalah suatu keadaan
pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola mata yang sudah
menyebabkan kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang
pandangan/yojana penglihatan. Sedangkan menurut Kolker & Hetherington
(1983), glaukoma adalah suatu penyakit mata dengan tanda yang lengkap
berupa kenaikan tekanan bola mata, degenerasi dan ekskavasi diskus optikus
dan gangguan khas serabut saraf, yang menimbulkan gangguan lapang
pandangan/ yojana penglihatan. Sementara itu, Liesegang (2003) menyatakan
bahwa glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa
adanya neuropati optik glaukomatosa bersamaan dengan defek atau gangguan
penyempitan lapang pandangan yang khas, disertai dengan kenaikan tekanan
bola mata. Goldberg (2003) juga menyatakan bahwa glaukoma sudut terbuka
primer adalah neuropati yang khronik progresif dengan karakteristik
perubahan papila syaraf optik dan atau lapang pandangan tanpa disertai
penyebab sekunder.8

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut :
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)

Glaukoma simpleks adalah glaukoma yang penyebabnya tidak


diketahui.Merupakan suatu glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik
mata terbuka. Glaukoma simpleks ini diagnosisnya dibuat bila ditemukan
glaukoma pada kedua mata pada pemeriksaan pertama, tanpa ditemukan
kelainan yang dapat merupakan penyebab. Pada umumnya glaukoma
simpleks ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun, walaupun penyakit ini
kadang-kadang ditemukan pada usia muda. Diduga glaukoma simpleks
diturunkan secara dominan atau resesif pada kira-kira 50% penderita, secara
genetik penderitanya adalah homozigot.9
Terdapat 99% penderita glaukoma primer dengan hambatan
pengeluaran cairan mata (humor akuos) pada jalinan trabekulum dan kanal
Schlemm. Terdapat faktor risiko pada seseorang untuk mendapatkan
glaukoma seperti diabetes mellitus, dan hipertensi, kulit berwarna dan miopia.
Bila pengaliran cairan mata (humor akuos) keluar di sudut bilik mata normal
maka disebut glaukoma hipersekresi. Mulai timbulnya gejala glaukoma
simpleks ini agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita
sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Pada keadaan ini glaukoma
simpleks tersebut berakhir dengan glaukoma absolute. 9
Pada glaukoma simpleks tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau
lebih dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau mengakibatkan terdapat
gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita. Akibat
tekanan tinggo akan terbentuk atrofi papil disertai dengan ekskavasio
glaukomatosa. Gangguan saraf optik akan terlihat sebagai gangguan
fungsinya berupa penciutan lapang pandang. Pada waktu pengukuran bila
didapatkan tekanan bola mta normal sedang terlihat gejala gangguan fungsi
saraf optic seperti glaukoma mungkin hal ini akibat adanya variasi diurnal.9
Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak
diketahui bila mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar.
Misalnya mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang-kadang
penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas. Pasien tidak mengeluh
adanya halo dan memerlukan kacamata koreksi untuk presbiopia lebih kuat
disbanding usianya. Kadang-kadang tajam penglihatan tetap normal sampai
keadaan glaukomanya sudah berat. Bila diagnosis sudah dibuat maka
penderita sudah harus memakai obat seumur hidup untuk mencegah
kebutaan.9
Tujuan pengobatan pada glaukoma simpleks adalah untuk
memperlancar pengeluaran cairan mata (humor akuos) atau usaha untuk
mengurangi produksi cairan mata (humor akuos).Diberikan pilokarpin tetes
mata 1-4% dan bila perlu dapat ditambah dengan asetazolamid 3 kali satu
hari.Bila dengan pengobatan tekanan bola mata masih belum terkontrol atau
kerusakan papil saraf optic berjalan terus disertai dengan penciutan kampus
progresif maka dilakukan pembedahan.9
Pemeriksaan glaukoma simpleks yaitu ; Bila tekanan 21 mmHg,
sebaiknya dikontrol rasio C/D, periksa lapang pandangan sentral, temukan
titik buta yang meluas dan skotoma sekitar titik fiksasi. Bila sudah dibuat
diagnosis glaukoma dimana tekanan mata diatas 21 mmHg dan terdapat
kelainan pada lapang pandangan dan papil maka diberikan pilokarpin 2% 3
kali sehari. Bila pada kontrol tidak terdapat perbaikan, ditambahkan timolol
0,25% 1-2 dd sampai 0,5%, asetazolamida 3 kali 250 mg atau epinefrin 1-2%,
2 dd. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk kombinasi untuk hasil yang
efektif. 9
Bila pengobatan tidak berhasil maka dilakukan trabekulektomi laser
atau pembedahan trabekuletomi. Tindakan pembedahan merupakan tindakan
untuk membuat filtrasi cairan mata (humor akuos) keluar bilik mata dengan
operasi Scheie, trabekuletomi dan iridenskleisis. Bila gagal maka mata akan
buta total. Pada glaukoma simpleks ditemukan perjalanan penyakit yang lama
akan tetapu berjalan terus sampai berakhir dengan kebutaan yang disebut
sebagai glaukoma absolut.9

Gambar2 .Aliran humor aquos glaukoma sudut terbuka

b. Glaukoma sudut tertutup


Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi
anatomis tanpa adanya kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan
intraokuler karena sumbatan aliran keluar humor aquos akibat oklusi
trabekular meshwork oleh iris perifer.9
Gambar3 .Aliran humor aquos glaukoma sudut tertutup

2. Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat
gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma congenital
seringkali diturunkan. Pada glaukoma congenital sering dijumpai adanya
epifora dapat juga berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler.
Glaukoma congenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan pada
sudut kamera okuli anterior), anomaly perkembangan segmen anterior, dan
kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindrom Sturge-Weber,
dan rubella kongenital).9
3. Glaukoma Sekunder

Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan


manifestasi dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata,
dan paling sering disebabkan oleh uveitis. Namun ada juga beberapa faktor
lain penyebab terjadinya glaukoma sekunder9, yaitu :
a. Perubahan lensa
b. Kelainan uvea
c. Trauma
d. Bedah
e. Rubeosis
f. Steroid dan lainnya
4. Glaukoma Absolut

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma


(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata
memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolute kornea terlihat
keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata
keras seperti batu dan dengan rasa sakit.Sering mata dengan buta ini
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan rasa
sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.Pengobatan glaukoma
absolut dapat dengan memberikan memberikan sinar beta pada badan siliar
untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan
pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan
rasa sakit.9

E. PATOFISIOLOGI

Cairan aqueus diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir


melalui pupil ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju kamera
okuli anterior (COA) melalui pupil.Cairan aqueus keluar dari COA melalui
jalinan trabekula menuju kanal Schlemm’s dan disalurkan ke dalam sistem
vena. Gambar dari aliran normal cairan aqueus dapat dilihat pada gambar .10
Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokuler:
a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkan
pengeluaran pada jalinan trabekular normal

b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik


matabelakang ke bilik mata depan

c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.

Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
terbuka, dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan cairan aqueus
menurun (gambar 2A). Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan tertutupnya
trabekulum oleh iris perifer, sehingga aliran cairan melalui pupil tertutup
danterperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris mencembung ke
depan. Hal ini menambah terganggunya aliran cairan menuju trabekulum. 10

Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah


apoptosis sel ganglion retina.Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran
cup optik.Efek dari peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu
dan besarnya peningkatan tekanan tersebut.Pada glaukoma akut sudut
tertutup, Tekanan Intra Okuler (TIO) mencapai 60-80 mmHg, mengakibatkan
iskemik iris, dan timbulnya edem kornea serta kerusakan saraf optik.Pada
glaukoma primer sudut terbuka, TIO biasanya tidak mencapai di atas 30
mmHg dan kerusakan sel ganglion retina berlangsung perlahan, biasanya
dalam beberapa tahun.10

F. GEJALA DAN TANDA KLINIS11

Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut


terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang
berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada
glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan
memberikan gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan.11

1. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi
tingginya TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut.
Secaraumum, TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan
kerusakan dalam tahunan. TIO yang tinggi 40-50 mmHg dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi
pembuluh darah retina.
2. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan
oleh sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut
sudut tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar
cahaya.
3. Nyeri.
Nyeri bukan karakteristik dari glaukoma primer sudut terbuka. Nyeri
merupakan tanda khas pada serangan akut yang terjadi secara mendadak
dan sangat nyeri pada mata disekitar daerah inervasi cabang nervus cranial
V. Gejala klinis lain yaitu, mual, muntah, dan lemas karena hal ini sering
berhubungan dengan nyeri. Penurunan visus secara cepat dan progresif,
hiperemis, fotofobia yang terjadi pada semua kasus. Riwayat penyakit
dahulu, kira-kira 5% pasien menyampaikan riwayat khas serangan
intermiten dari glaukoma sudut tertututp sub-akut.10

4. Penyempitan lapang pandang


Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf
optik menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya
menghasilkan kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma
stadium akhir kehilangan lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel
vision), meski visus pasien masih 6/6.
5. Perubahan pada diskus optik.
Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa penggaungan dan
degenerasi papil saraf optik.
6. Oklusi vena
7. Pembesaran mata
Pada dewasa pembesaran yang signifikan tidak begitu tampak. Pada anak-
anak dapat terjadi pembesaran dari mata (buftalmus)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG11,12
1. Tonometri : Tensi intra okuler pada stadium kongestif lebih tinggi dari
pada stadium non kongestif.

2. Tonografi : Menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah ada


perlengketan antara iris dan trabekula (goniosinekhia, sinekhia anterior
perifer), maka aliran menjadi terganggu.
3. Gonioskopi : Pada waktu tekanan intaokuler tinggi, sudut bilik mata
depan tertutup, sedang pada waktu tensi intraokuler normal sudutnya
sempit. Bila serangan dapat dihentikan maka sesudah 24 jam, biasanya
sudut bilik mata depan terbuka kembali, tetapi masih sempit. Kalau terjadi
serangan yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka akan timbul
perlengketan antara iris bagian pinggir dengan trabekula (goniosinekhia,
sinekhia anterior perifer).

4. Perimetri
Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optik2. Beberapa perimetri yang
digunakan antara lain:
a. Perimetri manual: Perimeter Lister, Tangent screen, Perimeter
Goldmann.
b. Perimetri otomatis : Humprey

c. Perimeter Oktopus
5. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan
saraf optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik2. Rasio cekungan
diskus (C/D) digunakan untuk mencatat ukuran diskus otipus pada
penderita glaukoma. Apabila terdapat peninggian TIO yang signifikan,
rasio C/D yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetris yang bermakna
antara kedua mata, mengidentifikasikan adanya atropi glaukomatosa.

6. Biomikroskopi
Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau
sekunder.

H. PENATALAKSANAAN13
1. Medikamentosa :

Strength/ Mechanis
Brand IOP Redu
Concentrati Dosing m of Side Effects
Name ction
on Action

Prostaglandin Analogs
Meningkatkan
Meningkatk peningkatan
an arus pigmen iris
keluar uveoscleraI
uveoscleral; (terutama pada
Meningkatk iringan hazel),
an arus edema makula
Bimataprost  Lumigan 0.03 % Qhs 27-33% kistik,
keluar
trabekuler hipertrikosis,
injeksi
konjungtiva,
keratitis, dan arus
keluar uveitiseral;
Meningkatkan arus
keluar trabekuler

Meningkatkan
peningkatan
pigmen iris
uveoscleraI
(terutama pada
Meningkatk iringan hazel),
an arus edema makula
Travaprost  Travatan 0.004 % Qhs 25-32% keluar kistik,
uveoscleral hipertrikosis,
injeksi
konjungtiva,
keratitis, dan arus
keluar uveitiseral;
Meningkatkan arus
keluar trabekuler

Meningkatkan
peningkatan
pigmen iris
uveoscleraI
(terutama pada
Meningkatk iringan hazel),
an arus edema makula
Latanaprost  Xalatan 0.005% Qhs 25-32% keluar kistik,
uveoscleral hipertrikosis,
injeksi
konjungtiva,
keratitis, dan arus
keluar uveitiseral;
Meningkatkan arus
keluar trabekuler

Beta-adrenergic antagonists (beta blockers)


Nonselective
Timolol 0.25%; 0.5% 20-30% Turunkan Bronkospasme,
produksi bradikardia,
penurunan tekanan
Timoptic darah, mengubah
profil lipid darah,
XE qd efek SSP
(kelesuan,
 
kebingungan,
humor
maleate depresi),
aqueous
impotensi,
0.25%,0.5% 20-30% memperburuk
Timoptic qd, bid myasthenia gravis,
  gejalahipoglikemia
pada penderita
diabetes
Bronkospasme,
bradikardia,
penurunan tekanan
darah, mengubah
profil lipid darah,
efek SSP
Turunkan
(kelesuan,
Timolol produksi
Betimol 0.25%,0.5% qd, bid 20-30% kebingungan,
hemihydrates humor
depresi),
aqueous
impotensi,
memperburuk
myasthenia gravis,
gejalahipoglikemia
pada penderita
diabetes
Bronkospasme,
bradikardia,
penurunan tekanan
darah, mengubah
profil lipid darah,
efek SSP
Turunkan
(kelesuan,
Levobunolol produksi
Betagan 0.25%,0.5% qd, bid 20-30% kebingungan,
HCL humor
depresi),
aqueous
impotensi,
memperburuk
myasthenia gravis,
gejalahipoglikemia
pada penderita
diabetes

Metipranolol Optipran 0.3% Bid 20-30% Turunkan Bronkospasme,


produksi bradikardia,
olol humor penurunan tekanan
aqueous darah, mengubah
profil lipid darah,
efek SSP
(kelesuan,
kebingungan,
depresi),
impotensi,
memperburuk
myasthenia gravis,
gejalahipoglikemia
pada penderita
diabetes
Bronkospasme,
bradikardia,
penurunan tekanan
darah, mengubah
profil lipid darah,
Carteolol
efek SSP
Turunkan
(kelesuan,
(has intrinsic Ocupres produksi
1.0% qd, bid 20-30% kebingungan,
sympathomime s humor
depresi),
aqueous
tic activity) impotensi,
memperburuk
myasthenia gravis,
gejalahipoglikemia
pada penderita
diabetes

Selective
Kurang
Turunkan
bronkospasme, tapi
produksi
Betaxolol Betoptic 0.25% Bid 15-20% sebaliknya mirip
humor
dengan beta
aqueous
blocker lainnya

Adrenergic Agonists
Nonselective
Awalnya,
turunkan Sistemik:
produksi air hipertensi,
dan takikardia, aritmia
tingkatkan Okular: endapan
0.25%, adrenokrom, alergi
aliran
Epinepherine Epifrin 0.5%, 1.0%, Bid 15-20% keluar; obat, konjungtivitis
Selanjutnya, folikuler,
2.0%
lanjutkan hiperplasia
peningkatan rebound, edema
arus keluar makula kistik pada
aphakia, madarosis

Dipivefrin HCL Propine 0.1% Bid 15-20% Awalnya, Sistemik:


turunkan hipertensi,
produksi air takikardia, aritmia
dan Okular: endapan
tingkatkan adrenokrom, alergi
aliran obat, konjungtivitis
keluar; folikuler,
Selanjutnya, hiperplasia
lanjutkan rebound, edema
peningkatan makula kistik pada
arus keluar aphakia, madarosis

Alpha2-adrenergic Agonists
Selective
Sistemik: mulut
kering, penurunan
tekanan darah,
Turunkan bradikardia Okular:
produksi
konjungtivitis
berair;
Apraclonidine mengurangi folikular, iritasi
Iopidine 0.5%, 1.0% bid, tid 20-30% tekanan okular, pruritus,
HCL
vena dermatitis, blus
episkleral
konjungtiva,
retraksi kelopak
mata, mydriasis,
alergi obat

Highly Selective
Sistemik: mulut
kering, penurunan
tekanan darah,
Brimonidine
Alphaga bradikardia Okular:
tartrate 0.2% bid,tid 20-30% Turunkan
n konjungtivitis
produksi
    folikular, iritasi
aquos
meningkatk okular, pruritus,
an arus dermatitis, blus
uveoscleral konjungtiva,
outflow
retraksi kelopak
Brimonidine 0.1%, 0.15% bid, tid 20-30%
Alphaga mata, mydriasis,
tartrate in
n-P alergi obat
Purite
tapi kurang dengan
brimonidin

Parasympathomimetic agents
Direct cholinergic agonist
Pilocarpine 0.2%-5% bid, qid Meningkat Miosis (penurunan
penglihatan),miopi
HCL kan a yang diinduksi
trabecular dan kelainan
Isopto
0.5-6% bid, qid 15%-25%  outflow refraksi yang
Carpine bervariasi,
memperburuk
peradangan, ruang
Pilocar 15%-25%
anterior dangkal,
ablasio retina

Indirect cholinergic agonist


katarak, kista iris
pada anak-anak,
meningkatkan blok
Meningkat pupil, efek
Echothiophate 0.03%- kan berkepanjangan
  qd, bid 15%-25% agen paralyze
iodide 0.25% trabecular
seperti
outflow suksinilkolin bila
digunakan
bersamaan.
katarak, kista iris
pada anak-anak,
meningkatkan blok
Meningkat pupil, efek
Demercarium 0.125%, kan berkepanjangan
  qd, bid 15%-25% agen paralyze
iodide 0.25% trabecular
seperti
outflow suksinilkolin bila
digunakan
bersamaan.
katarak, kista iris
pada anak-anak,
meningkatkan blok
Meningkat pupil, efek
kan berkepanjangan
Physostigmine 0.25%-0.5% qd, bid 15%-25% agen paralyze
trabecular
seperti
outflow suksinilkolin bila
digunakan
bersamaan.
katarak, kista iris
pada anak-anak,
meningkatkan blok
Meningkat pupil, efek
kan berkepanjangan
Isofluorophate 0.25% Qhs 15%-25% agen paralyze
trabecular
seperti
outflow suksinilkolin bila
digunakan
bersamaan.

Carbonic anhydrase inhibitor


Oral
Acetazolamide Diamox 125mg, bid, tid, 15%-20% Menurunk Parestesia jari
tangan dan kaki,
mual, malaise,
an depresi, kehilangan
250mg, libido,
(oral) qid produksi hipokalemia,
500mg SR
aquos anemia aplastik,
asidosis metabolik,
batu ginjal

Parestesia jari
tangan dan kaki,
Menurunk mual, malaise,
Acetazolamide q6-8hrs depresi, kehilangan
an
Diamox  5-10mg/kg libido,
(parenteral) (usuall 15%-20% produksi hipokalemia,
y used aquos anemia aplastik,
as 1- asidosis metabolik,
time batu ginjal
dose)

Parestesia jari
tangan dan kaki,
Menurunk mual, malaise,
depresi, kehilangan
Methazolamide Neptaza an
25mg, 50mg bid, tid 15-20% libido,
(oral) ne produksi hipokalemia,
aquos anemia aplastik,
asidosis metabolik,
batu ginjal

Topical
Menurunk Efek samping
an sistemik kurang
Dorzolamide Trusopt 2.0% bid, tid 15-20% produksi dengan
dorzolamide dan
humor
brinzolamide
aquos
Menurunk Efek samping
an sistemik kurang
Brinzolamide Azopt 1.0% bid, tid 15-20% produksi dengan
dorzolamide dan
humor
brinzolamide
aquos
Hyperosmotic agent
Glycerine 50, 75% 1.0- Menurunk Sakit kepala, sakit
punggung, diuresis,
(oral) 1.5g/kg an volume angina, edema
vitreus paru, gagal
jantung, obtundasi,
kejang, dan
perdarahan
subarachnoid; mual
/ muntah (agen
oral)
Sakit kepala, sakit
punggung, diuresis,
angina, edema
Menurunk paru, gagal
Isosorbide jantung, obtundasi,
45% 1.5g/kg an volume kejang, dan
(oral)
vitreus perdarahan
subarachnoid; mual
/ muntah (agen
oral)
Sakit kepala, sakit
punggung, diuresis,
angina, edema
Menurunk paru, gagal
Mannitol 5%, 10%, jantung, obtundasi,
1-2g/kg an volume kejang, dan
(intravenous) 15%, 20%
vitreus perdarahan
subarachnoid; mual
/ muntah (agen
oral)

2. Non-medikamentosa

1. Glaukoma sudut terbuka


a) Trabekulektomi
Mengingat komplikasi yang terjadi pada saat dan sesudah operasi
trabekulektomi, tidak baik dilakukan pada keadaan glaukoma akut. Namun
kadang-kadang, karena suatu kondisi misalnya serangan glaukoma akut yang akan
terjadi keterlantaran penyakitnya atau penderita berasal dari tempat yang jauh
maka dapat dilakukan tindakan ini, jika mungkin akan dikombinasikan dengan
ektraksi lensa (katarak), sebab jika lensanya diangkat akan melebarkan sudut
filtrasi sehingga dapat menurunkan tekanan intraokular yang efektif. Indikasi
tindakan trabekulektomi dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang berat, atau
setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer, glaukoma primer sudut tertutup
kreeping, juga pada penderita dengan iris berwarna coklat gelap (ras Asia atau
China), yang kemungkinan terjadi serangannya lebih berat serta tidak respon
dengan tindakan iridektomi perifer.14

b) ALT (Argon Laser Trabeculoplasty)14


Argon laser trabeculoplasty (ALT) diperkenalkan oleh Wise dan Witter
pada tahun 1979 untuk pengobatan glaukoma yang tidak terkontrol secara medis.
Segera setelah diperkenalkan, kemanjuran dan keamanan teknik baru ini dipelajari
dalam uji klinis prospektif multisenter besar yang didanai oleh NEI, Glaucoma
Laser Trial (GLT), di mana mata yang menerima ALT 360 derajat dibandingkan
dengan monoterapi timolol.
Argon laser trabeculoplasty (ALT) dilakukan dengan menembakkan laser
berkali-kali di trabecular meshwork. Mekanisme laser trabekuloplasti sehingga
dapat menurunkan tekanan intraokuler dengan menyebabkan kontraksi fokal
jaringan kolagen pada trabecular meshwork dan melebarkan ruang intertrabekuler
disekitarnya sehingga dapat meningkatkan outflow aqueous, atau mengubah
fungsi endothelial trabekuler untuk memecah diri dan bermigrasi, menghasilkan
matrik ekstraseluler yang tidak menghambat outflow dan memberikan efek
selektif pada sel endothelial dan merangsang datangnya makrofag pada selective
laser trabeculoplasty.
Indikasi ALT adalah glaukoma sudut terbuka yang gagal dengan terapi
medika mentosa, sebagai pelengkap terapi medikamentosa serta dapat digunakan
untuk terapi primer. Umunya ALT dipergunakan untuk mengurangi tekanan
intaokuler pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer, juga dipakai pada
penderita glaukoma dengan pseudoexfoliation sindrom dan pigmentary glaukoma.
Selain itu dapat juga digunakan pada penderita glaukoma akibat penggunan
steroid.Kontraindikasi ALT adalah adanya edema kornea, glaukoma sudut
tertutup yang menyeluruh, usia kurang dari 35 tahun serta pada beberapa
glaukoma sekunder sudut terbuka seperti pada uveitis glaukoma maupun angle
recession glaucoma.
ALT memiliki tingkat kesuksesan yang baik untuk menurunkan tekanan
intraokuler (TIO) akan tetapi efeknya berkurang seiring dengan waktu. Dalam
jangka pendek angka kesuksesan 65-95% dapat menurunkan TIO sebesar 20-30%.
Angka kesuksesan dalam 5 tahun mencapai 50% akan tetapi terjadi pengurangan
efek sebesar 5-10% pertahun. Respon terapi ALT dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti TIO sebelum terapi, usia, ras, tipe glaukoma, dan
afakia/pseudofakia.

c) SLT (Selective Laser Trabeculoplasty) 14


Selektif Laser Trabekuloplasty merupakan metode terapi laser pada
trabecular meshwork yang meningkatkan outflow pada glaukoma sudut terbuka.
SLT berbeda dengan ALT karena pada SLT tidak terjadi kerusakan termal
mikroskopis pada sudut sehingga memungkinkan terapi ulang dengan hasil yang
baik. SLT menggunakan q-switched frequency doubled ND:YAG laser. Ukuran
spot size 400 µm dengan power 0,8 – 1,2 mJ dengan durasi 3 nano detik dengan
25 titik laser pada 90o area yang dilaser. Umumnya daerah yang dilaser seluas
270-360. SLT akan meningkatkan jumlah monosit dan makrofag didaerah
trabecular meshwork yang diterapi dimana makrofag akan membersihkan granula-
granula pigmen di trabecular meshwork.

2. Glaukoma sudut tertutup14


a) Iridektomi
Jika iridektomi bedah insisi yang dipilih, maka pupil dibuat semiosis
mungkin, dengan menggunakan miotik tetes atau asetilkolin intra- kamera.
Peritomi superior 3 mm, walaupun beberapa ahli mata memilih tidak melakukan
peritomi. Kemudian dilakukan insisi 3 mm pada kornea- sklera 1 mm di belakang
limbus. Insisi dilakukan agar iris prolap. Bibir insisi bagian posterior ditekan,
sehingga iris perifer hampir selalu prolaps lewat insisi, dan kemudian dilakukan
iridektomi. Bibir insisi bagian posterior ditekan lagi diikuti dengan reposisi
pinggir iridektomi. Luka insisi kornea ditutup dengan satu jahitan atau lebih, dan
bilik mata depan dibentuk kembali dengan NaCl 0,9% melalui parasintesis.
Setelah operasi selesi, fluoresen sering digunakan untuk menetukanada tidaknya
kebocoran pada bekas insisi. Oleh karena kebocoran dapat meningkatkan
komplikasi seperti bilik mata depandangkal.14
b) LPI (Laser Peripheral Iridectomy) 14

Glaukoma sudut tertutup disebabkan oleh adanya blok pupil baik itu
bersifat blok yang relatif atau blok yang absolut yang dapat ditangani dengan
membuat suatu bukaan full thickness dari iris sebagai suatu bypass pupil. Hal ini
dapat dicapai melalui pembedahan iridektomi, tetapi dengan kemajuan teknologi
hal ini dapat dilakukan dengan terapi laser. Pada awal 1970 iridotomi dilakukan
dengan argon laser, tetapi seiring dengan perkembangan teknologi penggunaan
YAG laser lebih baik daripada argon karena membutuhkan lebih sedikit power,
pulse, dan rerata penutupan iridotomi sehingga sekarang metode ini menjadi
pilihan untuk iridotomi.
Laser iridotomi merupakan prosedur pilihan pada semua bentuk glaukoma
sudut tertutup. Adapun indikasi digunakan prosedur ini pada glaukoma akut sudut
tertutup, glaukoma kronik sudut tertutup, blok pupil pada mata afakia maupun
pseudofakia, glaukoma malogna, laser iridotomi propilaksis dan nanopthalmus.
Konrtaindikasi dilakukan laser iridotomi antara lain terdapat visualisasi iris yang
buruk akibat edema kornea, sikatrik kornea, dan COA yang datar.
Semua pasien dengan prosedur ini harus diberikan tetes mata pilocarpine
topikal 1% atau 2% 30-60 menit sebelum dilakukan laser. Hal ini akan menarik
iris perifer sehingga menjadi lebih tipis dan lebih mudah untuk ditembus. Setetes
apraclonidine HCl 0,5% atau 1% atau brimonidine tartrate 0,15% atau 0,2%
diberikan minimal 30 menit sebelum terapi laser untuk mengurangi terjadinya
peningkatan tekanan intraokuler post operasi, meminimalisasi perdarahan dan
meningkatkan keamanan tindakan. Lensa yang dipakai dapat digunakan lensa
Abraham dan lensa Wise.
Idealnya iridotomi ditempatkan dibawah palpebra superior untuk
meminimalisir kemungkinan diplopia dan silau postop, serta ditempatkan sedikit
ke temporal untuk meminimalisasi resiko kerusakan makula yang tidak disengaja.
Iridotomi juga sebaiknya dilakukan di iris bagian mid atau perifer iris didepan
arcus senilis. Banyak ahli mata yang melakukan laser pada kripte iris untuk
memfasilitasi penetrasi iris.
Bila teknik laser ini menggunakan argon laser maka ukuran spot size 50
µm selama 0,02-0,1 detik. Power sebesar 700-1500 mW umumnya ideal untuk
sebagian besar mata. Laser diarahkan pada tempat yang sama di iris berkali-kali
sampai kapsul anterior lensa terlihat. Bila terbentuk gelombang udara dan
memblok pandangan pada tempat iridotomi dapat ditangani dengan mengarahkan
50 µm spot dengan power 300-500 mW dibatas bawah dari gelembung tersebut
karena bila diarahkan ke tengah gelembung dapat memantulkan laser kembali ke
kornea dan dapat menyebabkan kerusakan kornea. Terdapat beberapa variasi
teknik yang dapat dilakukan sesuai dengan ketebalan dan pigmentasi iris.
Tekanan intraokuler harus dievaluasi kembali 30-60 menit setelah
tindakan. Bila terjadi peningkatan TIO dievaluasi kembali 30 menit kemudian
untuk menyisihkan kemungkinan peningkatan TIO lebih tinggi yang memerlukan
pengobatan. Evaluasi 1 hari post operasi perlu dilakukan pada pasien dengan
peningkatan TIO >8 mmHg post operasi. Peningkatan TIO yang signifikan
memerlukan pengobatan glaukoma standar.
Komplikasi dari laser iridotomi antara lain perdarahan, katarak fokal,
peningkatan TIO, peradangan dan penutupan kembali iridotomi. Sinekia posterior
juga sering terjadi setelah iridotomi. Hal ini dapat diatasi dengan menghindari
penggunaan pilocarpine post operasi, penggunaan kortikosteroid topikal dan
mendilatasi mata setelah tindakan.

I. KOMPLIKASI15

1. Sinekia Anterior Perifer


Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran humour
akueus
2. Katarak
Lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang
membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah
hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.
3. Atrofi Retina dan Saraf Optik
Daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi
adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada papil optik dan atrofi retina,
terutama pada lapisan sel-sel ganglion.
4. Glaukoma Absolut
Tahap akhir glaukoma sudut tertutup yang tidak terkendali adalah glaukoma
absolut. Mata terasa seperti batu, buta dan sering terasa sangat sakit. Keadaan
semacam ini memerlukan enukleasi atau suntikan alkohol retrobulbar.

J. PROGNOSIS
Prognosis sangat tergantung pada penemuan dan pengobatan dini.
Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat dan cepat, maka kebutaan akan
terjadi dalam waktu yang pendek sekali. Pengawasan dan pengamatan mata
yang tidak mendapat serangan diperlukan karna dapat memberikan keadaan
yang sama seperti mata yang dalam serangan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan,Daniel G dkk. Dalam : Oftamologi Umum Edisi 17. Jakarta 2014 :


Widya Medika Hal 212-229.
2. Kemenkes RI. Situasi dan Analisis. Jakarta: Pusdatin Kemenkes RI; 2015.
3. Guyton AC, Hall JE. Fluid System of the Eye. In: Textbook of Medical
Physiology. 11th Ed. Pennyslvania: Elsevier Inc; 2006. p 623-25.
4. Ming ALS, Constable IJ. Lens and Glaukoma. In : Color Atlas of
Ophtalmology. 3th Ed. New York : World Science; 2006. p 51-60.
5. Lang GK. Glaukoma. In : Ophtalmology : A Pocket Textbook Atlasy.
Germany : Georg Thieme Verlag; 2007. p 239-71.
6. James, Bruce. 2006. Glaukoma dalam Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta :
Penerbit Erlangga. Hal. 95-109.
7. Ilyas, Sidarta dkk. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi ke 5. Jakarta 2015 :
Sagung Seto.Hal 222-229.
8. Lewis T.L., Barnebey H.S., Bartlett J.D., Blume A.J., Fingered M., Lalle
P.A., Mann D.F. 2002. Optometric Clinical Practice Guidelines Care of the
Patient with Open Angle Glaucoma. American Optometris Association. 2nd
Ed. USA.
9. Bascom Palmer Eye Institute. Glaucoma. http://www.bpei.med.miami.edu
[diakses 16 Januari 2009]
10. Khaw T, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Edition. London: BMJ
Publishing Group; 2005. 52-59.
11. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3rd Ed. Oxford: Butterworth-Heinemann;
1994.
12. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior
Subcapsular Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory.
Ophthalmologica Indonesiana 2005;321:59.
13. http://eyewiki.aao.org/

Medical_Management_for_Primary_Open_Angle_Glaucoma#Medical_thera

py.
14. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya
Medika; 2000.176-177.
15. Quigley H A (1998), Search for Glaucoma Genes Implications for
pathogenesis and Disease detection New England J of Medicine vol. 338,
1062-1064

Anda mungkin juga menyukai