Disusun Oleh:
1. Ahman Tosy Hartino 1713032025
2. Retno Wardani 1713032053
3. Serly Hidayah 1713032017
4. Vivi Ardila Eka Putri 1713032003
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Shalawat dan salam senantiasa kita panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW yang kita harapkan syafaatnya di hari akhir nanti, amin.
Penyusunan makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah
Konsensus Nasioanl. Penulis menyadari penyusunan makalah ini belum
sempurna. Oleh sebab itu, penulis memohon kepada pembaca atas kritik dan saran
guna melengkapi dan perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dalam menambah wawasan bagi pembaca pada umumnya dan penulis
sendiri secara khusus.
Penyusun
v
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
2.1 Sejarah perumusan pancasila...........................................................3
2.2 Fungsi dan kedudukan pancasila......................................................9
2.3 Pancasila sebagai sistem filsafat.....................................................14
2.4 Pancasila sebagai ideologi negara...................................................21
2.5 Pengalaman nilai-nilai pancasila.....................................................31
BAB III PENUTUP.......................................................................................36
3.1 Kesimpulan......................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................37
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
nilai dasar dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa,
Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/
perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Dalam paradigma pembangunan di negara Indonesia hakikat kedudukan
Pancasila mengandung suatu konskuensi bahwa dalam segala aspek
pembangunan nasional, harus berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila, baik
aspek pembangunan politik, pembangunan ekonomi maupun pembangunan
sosial. Dalam pembangunan politik yang berlandaskan Pancasila di Indonesia
menganut sistem politik demokratis yakni menempatkan rakyat dalam
kedudukan tertinggi yang berarti meletakkan kedaulatan pada seluruh rakyat
(demokrasi). Hal ini berlawanan dengan sistem diktator, otoriter, totaliter yang
menempatkan sebagian kecil rakyat dalam kedudukan tertinggi (meletakkan
kedaulatan pada elite).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Saja sejarah perumusan pancasila?
2. Apa saja fungsi dan kedudukan pancasila?
3. Bagaimana pancasila sebagai sistem filsafat?
4. Bagaimana pancasila sebagai ideologi negara?
5. Bagaimana Pengalaman nilai-nilai pancasila?
BAB II
v
PEMBAHASAN
vi
dilaksanakan pertama kali pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni
1945.Pada persidangan, BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk
Indonesia merdeka.
Pada persidangan BPUPKI yang pertama, terdapat berbagai pendapat
mengenai dasar negara yang dipakai di Indonesia.Rumusan dasar negara
Indonesia disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir.
Soekarno. Sejarah Persidangan Kedua BPUPKI (10-16 Juli 1945) Sidang
pertama BPUPKI berakhir, namun rumusan dasar negara Indonesia untuk
merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan istirahat satu bulan penuh.
Akhirnya BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang anggota
terdiri dari sembilan orang yang disebut dengan Panitia Sembilan.Tugas
Panitia Sembilan adalah menerima berbagai aspirasi mengenai pembentukan
dasar negara Indonesia.
Anggota Panitia Sembilan terdiri dari “Ir. Soekarno (ketua), Abdulkahar
Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr.Moh. Yamin, H.
Agus Salim, Ahmad Subardjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A.A. Maramis”
Berkat kerja keras dan cerdas dari Panitia Sembilan membuahkan hasil di
tahun 22 Juni 1945 yang berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia
merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin yang diberi nama “Piagam
Jakarta atau Jakarta Charter”. Berikut ini kronologi penyusunan pancasila
oleh BPUPKI dari awal sidang hingga menjadi ideologi negara yang dipakai
saat ini, simak uraiannya:
1. Sidang 29 Mei 1945
Dalam sidang ini, Moh Yamin mendapat kesempatan pertama untuk
berpidato dan menyampaikan lima sila yang diusulkannya yaitu; peri
kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan, dan kesejahteraan bagi
rakyat.Setelah pidato selesai, Moh Yamin menyusun rancangan UUD
yang mencakup lima asas yaitu;
Ketuhanan
Kebangsaan
Kemanusiaan
Kerakyatan dengan permusyawaratan
vii
Keadilan Sosial
1. Sidang 31 Mei 1945
Setelah BPUPKI menyelenggarakan sidang pertama, dua hari
kemudian diadakan lagi sidang yang membahas perumusan
pancasila ini. Pada kedua ini sidang ini, Supomo menyampaikan
usulannya yaitu lima asa negara antara lain: keseimbangan lahir
batin, persatuan, musyawarah, kekeluargaan, serta keadilan rakyat.
2. Sidang 1 Juni 1945
Sehari setelah sidang kedua, sidang ketiga dilaksanakan dengan
pidato dari Soekarno mengenai usulan asa negara yaitu;
kebangsaan Indonesia, internasionalisme (kemanusiaan), mufakat
(demokrasi), kesejahteraan sosial, ketuhanan YME. Peristiwa pada
sidang ini diabadaikan sebagai hari penetapan pancasila. Usulan
dari tiga tokoh besar masa kemerdekaan Indonesia, ditampung dan
dibahas kembali oleh anggota BPUPKI yang lebih kecil lagi
(panitia sembilan).
3. Sidang Panitia Sembilan (22 Juni 1945)
Pada sidang ini, naskah rancangan pembukaan UUD (piagam
Jakarta/Jakarta Charter) telah berhasil dirumuskan oleh panitia
sembilan. Isinya yaitu:
viii
Sehari setelah hari proklamasi pancasila, PPKI (berganti nama dari
BPUKI) menyempurnakan rumusan pancasila dalam pembukaan
UUD.
4. Sidang 18 Agustus 1945
Pada sidang kali ini, sila pertama dari pancasila yang sudah
diproklamasikan diubah menjadi “Ketuhanan YME” oleh
Muhammad Hatta. Perdebatan mengenai perubahan sila pertama
tak pernah berhenti hingga hari ini, padahal pendiri negara
Indonesia sudah menetapkan sila tersebut. Seharusnya masyarakat
sepakat akan keputusan pemerintah tersebut.
5. Instruksi Presiden No. 12 (1968)
Setelah pancasila diproklamasikan pada 18 Agustus 1945, masih
banyak keberagaman pengucapan, perumusan, dan pembacaan
dari isinya.Maka dari itu, Soeharto menetapkan instruksi tentang
rumusan pancasila. Hasil dari rumusan yang baru tidak berbeda
dengan yang sebelumnya, hanya saja ada perubahan pada poin
pertama yang menjadi “ketuhanan Yang Maha Esa”. Karena
Soeharto menganggap keberadaan Tuhan hanya satu, dan hal itu
kembali kepada kepercayaan masing-masing individu. Instruksi
presiden mengenai rumusan pancasila ini, berlaku dan dipakai
oleh masyarakat Indonesia hingga hari ini. Para pejuang
kemerdekaan tidak main-main dalam merumuskan dasar negara
tersebut, maka dari itu masyarakat harus melanjutkan visi dan
tujuan yang telah dirumuskan dalam rangka menghargai para
pejuang.
Salah satu hari bersejarah dari kesaktian pancasila ini, yaitu saat peristiwa
G30S (30 September).Dimana tebunuhnya beberapa perwira militer angkatan
darat, yang menjadi duka nasional.Dilaksanakannya ritual pengibaran merah
putih yang hanya dinaikan setengah tiang, kemudian esok harinya (1 Oktober)
bendera dinaikan hingga penuh.Prosesi tersebut menyimbolkan duka
nasional.
ix
Ada dua perwira yang gugur di Yogyakarta yaitu Soegiyono dan
Katamso, kemudian diadakannya prosesi pengibaran bendera yang
dinaikan penuh. Hal itu menandakan “kesaktia pancasila” atas
kemenangan melawan ideologi komunis. Ritual pengibaran bendera setiap
tanggal 30 September dan 1 Oktober, menjadi prosesi yang wajib
dilakukan sebagai hari peringatan nasional.Namun setelah masa orde baru
berhenti saat reformasi 98 (Soeharto lengser), ritual pengibaran ini sudah
sangat jarang dilakukan lagi.Proses pembuatan atau perumusan pancasila
memang sangat panjang, melalui beberapa sidang dan kontroversi dari
berbagai kalangan.Hingga akhirnya menjadi dasar negara yang disepakati
bersama, meskipun masih ada saja yang menolak.Namun, kesaktian dari
pancasila ini mampu menumbuhkan nasionalisme.
Perumusan dan sistematika Pancasila yang telah dibahas dalam Piagam
Jakarta kemudian diterima oleh Badan Penyidik dalam sidangnya yang
kedua pada tanggal 14-16 Juli 1945. Namun, walaupun rumusan Pancasila
sudah diterima oleh Badan Penyidik, belum berarti rumusan Pancasila
sudah mencapai final.Karena, belum adanya perwakilan yang representatif
(mewakili berbagai unsur). Pembentukan Panitia Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) Tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI
dibubarkan di Jepang.Untuk menindak lanjutkan hasil kerja dari BPUPKI,
maka jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang disebut dengan Dokuritsi
Junbi Inkai.
Anggota PPKI terdiri dari 21 orang untuk seluruh masyarakat
Indonesia, 12 orang wakil dari jawa, 3 wakil dari sumatera, 2 orang wakil
dari sulawesi, dan seorang wakil Sunda Kecil, Maluku serta penduduk
cina. Pada tanggal 18 Agustus 1945, ketua PPKI menambah 6 anggota lagi
sehingga anggota PPKI berjumlah 27 orang dari Jawa, 3 orang dari
Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari
Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa),
dan pada akhirnya bertambah enam orang lagi.
x
Rumusan Akhir Yang Ditetapkan Tanggal 18 Agustus1945 Dari sidang
pertama PPKI menghasilkan beberapa keputusan:
xi
Lima : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
xii
dapat diartikan adalah Ilmu pengertian-pengertian dasar.Dengan
demikian Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dimana pada hakikatnya
adalah suatu hasil perenungan atau pemikiran Bangsa Indonesia.
Pancasila di angkat atau di ambil dari nilai-nilai adat istiadat yang
terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia, dengan kata
lain pancasila merupakan bahan yang di angkat dari pandangan hidup
masyarakat Indonesia.
4. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
Pancasila sebagai nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat
indonesia, hal tersebut melalui penjabaran instrumental sebagai acuan
hidup yang merupakan cita-cita yang ingin digapai serta sesuai dengan
jiwa Indonesia serta karena pancasila lahir bersamaan dengan lahirnya
Indonesia. Menurut Von Savigny bahwa setiap bangsa punya jiwanya
masing-masing yang disebut Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa
Bangsa.Pancasila sebagai jiwa Bangsa lahir bersamaan dengan adanya
Bangsa Indonesia yaitu pada jaman dahulu kala pada masa kejayaan
nasional.
5. Pancasila merupakan Sumber dari segala sumber tertib hukum
Poin ini dapat diartikan bahwa segala peraturan perundang-undangan /
hukum yang berlaku dan dijalankan di Indonesia harus bersumber dari
Pancasila atau tidak bertentangan (kontra) dengan Pancasila. Karena
segala kehidupan negara indonesia berdasarkan pancasila.
6. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
Pancasila sebagai kepribadian bangsa karena Pancasila lahir bersama
dengan lahirnya bangsa Indonesia dan merupakan ciri khas bangsa
Indonesia dalam sikap mental maupun tingkah lakunya sehingga dapat
membedakan dengan bangsa lain. dan Pancasila Merupakan wujud
peran dalam mencerminkan adanya kepribadian Negara Indonesia
yang bisa membedakan dengan bangsa lain, yaitu amal perbuatan,
tingkah laku dan sikap mental bangsa Indonesia.
7. Pancasila sebagai Cita-cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa
Indonesia
xiii
Dalam Pancasila mengandung cita-cita dan tujuan negara Indonesia
yang menjadikan pancasila sebagai patokan atau landasan pemersatu
bangsa.dimana tujuan akhirnya yaitu untuk mencapai masyarakat adil,
makmur yang merata baik materiil maupun spiritual yang berdasarkan
Pancasila.
8. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Karena saat berdirinya bangsa indonesia, Pancasila merupakan
perjanjian luhur yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa untuk
dilaksanakan, di lestarikan dan di pelihara. Artinya Pancasila telah
disepakati secara nasional sebagai dasar negara tanggal 18-Agustus-
1945 pada sidang PPKI (Panitia Persiapan kemerdekaan
Indonesia), PPKI ini merupakan wakil-wakil dari seluruh rakyat
Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur (Pancasila) tersebut.
9. Pancasila sebagai Falsafah Hidup yang Mempersatukan Bangsa
Indonesia
Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan
Bangsa Indonesia. Karena Pancasila merupakan palsafah hidup dan
kepribadian Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan
norma-norma yang oleh Bangsa Indonesia diyakini paling benar,
bijaksana, adil dan tepat bagi Bangsa Indonesia guna mempersatukan
Rakyat Indonesia.
10. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Merupakan kristalisasi pengalaman hidup dalam sejarah bangsa
indonesia yang teah membentuk watak, sikap, prilaku, etika dan tata
nilai norma yang telah melahirkan pandangan hidup.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
bangsa Indonesia sekaligus penggerak perjuangan bangsa pads mass
kolonialisme. Hal ini sekaligus menjadi warna dan sikap serta pandangan
hidup bangsa Indonesia hingga secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 disahkan menjadi Dasar
Negara Republik Indonesia. Adapun kedudukan dan fungsi pancasila tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
xiv
1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pandangan hidup terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur
merupakan suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu
sendiri. Pandangan hidup ini berfungsi sebagai :
Kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi
maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta
slam sekitarnya.
Penuntun dan penunjuk arah bagi bangsa Indonesia dalam semua
kegiatan dan aktivitas hidup serta kehidupan di segala bidang.
xv
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai
berikut :
xvi
2.3 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Titus, Smith dan Nolan memberikan definisi filsafat berdasarkan watak
dan fungsinya.Pertama, filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan
terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti
informal). Kedua, filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi (arti formal). Ketiga,
filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan (arti
komprehensif).Keempat, filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta
penjelasan tentang arti kata dan konsep (arti analisis linguistik).Kelima,
filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian
manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat (arti aktual-
fundamental).
Beberapa alasan Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat. Pertama,
dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya
dengan nama Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka. Adapun
pidatonya sebagai berikut: “Paduka Tuan Ketua yang mulia, saya mengerti
apa yang Ketua kehendaki! Paduka Tuan Ketua minta dasar,
minta Philosofische Grondslag, atau jika kita boleh memakai perkataan yang
muluk-muluk, Paduka Tuan Ketua yang mulia minta suatu Weltanschauung,
di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu”.
Kedua, menurut Noor Bakry, Pancasila adalah hasil permenungan
mendalam para tokoh kenegaraan Indonesia, melalui suatu diskusi dan dialog
panjang dalam sidang BPUPKI hingga pengesahan PPKI. Hasil permenungan
itu sesuai dengan ciri-ciri pemikiran filsafat, yakni koheren, logis, inklusif,
mendasar, dan spekulatif. Ketiga, menurut Sastrapratedja, Pancasila menjadi
ideologi negara. Pancasila adalah dasar politik yang mengatur dan
mengarahkan segala kegiatan yang berkaitan dengan hidup kenegaraan,
seperti perundang-undangan, pemerintahan, perekonomian nasional, hidup
berbangsa, hubungan warga negara dengan negara, dan hubungan
antarsesama warga negara, serta usaha-usaha untuk menciptakan kesejateraan
bersama.
xvii
Driyarkara membedakan antara filsafat dan Weltanschauung. Filsafat lebih
bersifat teoritis dan abstrak, yaitu cara berpikir dan memandang realitadengan
sedalam-dalamnya untuk memperoleh kebenaran. Weltanschauung lebih
mengacu pada pandangan hidup yang bersifat praktis. Driyarkara menegaskan
bahwa weltanschauung belum tentu didahului oleh filsafat karena pada
masyarakat primitif terdapat pandangan hidup (Weltanschauung) yang tidak
didahului rumusan filsafat. Filsafat berada dalam lingkup ilmu, sedangkan
weltanshauung berada di dalam lingkungan hidup manusia, bahkan banyak
pula bagian dari filsafat (seperti: sejarah filsafat, teori-teori tentang alam)
yang tidak langsung terkait dengan sikap hidup.
Nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari
seluruh peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Pancasila
sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu
yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang
kemudian disepakati sebagai dasar filsafat negara (Philosophische
Grondslag).
Manusia memerlukan filsafat dengan beberapa alasan. Pertama, manusia
telah memperoleh kekuatan baru yang besar dalam sains dan teknologi, telah
mengembangkan bermacam-macam teknik untuk memperoleh ketenteraman
(security) dan kenikmatan (comfort). Kedua, filsafat melalui kerjasama
dengan disiplin ilmu lain memainkan peran yang sangat penting untuk
membimbing manusia kepada keinginan-keinginan dan aspirasi
mereka.Beberapa faedah filsafat yang perlu diketahui dan dipahami. Pertama,
faedah terbesar dari filsafat adalah untuk menjaga kemungkinan terjadinya
pemecahan-pemecahan terhadap problem kehidupan manusia.Kedua, filsafat
adalah suatu bagian dari keyakinan-keyakinan yang menjadi dasar perbuatan
manusia.Ide-ide filsafat membentuk pengalaman- pengalaman manusia pada
waktu sekarang. Ketiga, filsafat adalah kemampuan untuk memperluas
bidang-bidang kesadaran manusia agar dapat menjadi lebih hidup, lebih dapat
membedakan, lebih kritis, dan lebih pandai”
Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau filsafat Pancasila, artinya
refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara.Sastrapratedja
xviii
menjelaskan makna filsafat Pancasila sebagai berikut. Pertama, agar dapat
diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila-sila
dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik.Kedua, agar dapat dijabarkan
lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam bidang-bidang yang
menyangkut hidup bernegara.Ketiga, agar dapat membuka dialog dengan
berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Keempat,
agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang
bersangkut paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat,
serta memberikan perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional.
Landasan Pancasila sebagai Sistem Filsafat
1. Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Subjectivus
Pancasila sebagai genetivus-objektivus, artinya nilai-nilai Pancasila
dijadikan sebagai objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan
sistem-sistem dan cabang-cabang filsafat yang berkembang di
Barat.Pancasila sebagai genetivus-subjectivus, artinya nilainilai Pancasila
dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang
berkembang, baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila.Selain itu, nilai-nilai Pancasila tidak hanya dipakai
dasar bagi pembuatan peraturan perundang-undangan, tetapi juga nilai-
nilai Pancasila harus mampu menjadi orientasi pelaksanaan sistem politik
dan dasar bagi pembangunan nasional. Sastrapratedja mengatakan bahwa
Pancasila adalah dasar politik, yaitu prinsip-prinsip dasar dalam
kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Soerjanto
mengatakan bahwa fungsi Pancasila untuk memberikan orientasi ke
depan mengharuskan bangsa Indonesia selalu menyadari situasi
kehidupan yang sedang dihadapinya.
2. Landasan Ontologis Filsafat Pancasila
Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang hakikat
segala yang ada secara umum sehingga dapat dibedakan dengan disiplin
ilmu-ilmu yang membahas sesuatu secara khusus. Ontologi membahas
tentang hakikat yang paling dalam dari sesuatu yang ada, yaitu unsur
xix
yang paling umum dan bersifat abstrak, disebut juga dengan
istilah substansi. Inti persoalan ontologi adalah menganalisis tentang
substansi. Substansi berasal dari bahasa Latin “substare” artinya serentak
ada, bertahan, ada dalam kenyataan. Substantialitas artinya sesuatu yang
berdiri sendiri, hal berada, wujud, hal wujud.
Menurut Bakker, Ontologi adalah ilmu yang paling universal karena
objeknya meliputi segala-galanya menurut segala bagiannya (ekstensif)
dan menurut segala aspeknya (intensif). Bakker mengaitkan dimensi
ontologi ke dalam Pancasila dalam uraian berikut.Manusia adalah
makhluk individu sekaligus sosial (monodualisme), yang secara universal
berlaku pula bagi substansi infrahuman, manusia, dan Tuhan. Kelima sila
Pancasila menurut Bakker menunjukkan dan mengandaikan kemandirian
masing-masing, tetapi dengan menekankan kesatuannya yang mendasar
dan keterikatan dalam relasi-relasi. Dalam kebersamaan itu, sila-sila
Pancasila merupakan suatu hirarki teratur yang berhubungan satu sama
lain, khususnya pada Tuhan. Bakker menegaskan bahwa baik manusia
maupun substansi infrahuman bersama dengan otonominya ditandai oleh
ketergantungan pada Tuhan Sang Pencipta. Ia menyimpulkan bahwa
segala jenis dan taraf substansi berbeda secara esensial, tetapi tetap ada
keserupaan mendasar.
Stephen W. Littlejohn dan Karen A Foss dalam Theories of Human
Communication menegaskan bahwa ontologi merupakan sebuah filosofi
yang berhadapan dengan sifat makhluk hidup. Ada empat masalah
mendasar dalam asumsi ontologis ketika dikaitkan dengan masalah
sosial: pertama, pada tingkatan apa manusia membuat pilihan-pilihan
yang nyata, Kedua, apakah perilaku manusia sebaiknya dipahami dalam
bentuk keadaan atau sifat, Ketiga, apakah pengalaman manusia semata-
mata individual atau sosial, Keempat, pada tingkatan apakah komunikasi
sosial menjadi kontekstual
Littlejohn dan Fossterkait mengemukakan bahwa, masalah ontologis
ini dapat diterapkan ke dalam Pancasila sebagai sistem filsafat. Pertama,
determinisme menyatakan bahwa perilaku manusia disebabkan oleh
xx
banyak kondisi sebelumnya sehingga manusia pada dasarnya bersifat
reaktif dan pasif.
Pancasila sebagai sistem filsafat lahir sebagai reaksi atas penjajahan
yang melanggar Hak Asasi Manusia, sebagaimana amanat yang
tercantum dalam alinea I Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, ”Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”. Kedua, pragmatisme menyatakan
bahwa manusia merencanakan perilakunya untuk mencapai tujuan masa
depan sehingga manusia merupakan makhluk yang aktif dan dapat
mengambil keputusan yang memengaruhi nasib mereka. Sifat aktif yang
memunculkan semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari
belenggu penjajahan termuat dalam alinea II Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Kemerdekaan Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Ketiga, kompromisme menyatakan bahwa manusia yang membuat
pilihan dalam jangkauan yang terbatas atau bahwa perilaku telah
ditentukan, sedangkan perilaku yang lain dilakukan secara bebas.
Ketergantungan di satu pihak dan kebebasan di pihak lain tercermin
dalam alinea III Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Ketergantungan dalam hal ini
adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, sedangkan kebebasan
bangsa Indonesia mengacu pada keinginan luhur untuk bebas merdeka.
Persoalan kedua, dipertanyakan apakah perilaku manusia sebaiknya
dipahami dalam bentuk keadaan atau sifat?Keadaan mencerminkan
xxi
kedinamisan manusia, sedangkan sifat mengacu pada karakteristik yang
konsisten sepanjang waktu. Keadaan dan sifat membentuk perilaku
bangsa Indonesia dari masa ke masa, berupa solidaritas, rasa
kebersamaan, gotong rotong, bahu-membahu untuk mengatasi kesulitan
demi menyongsong masa depan yang lebih baik.
Persoalan ketiga, dipertanyakan apakah pengalaman manusia semata-
mata individual ataukah sosial?Para pahlawan (Diponegoro, Imam
Bonjol, Pattimura, dan seterusnya) dan tokoh-tokoh pergerakan nasional
(Soekarno, M. Hatta, A.A Maramis, Agus Salim, dan seterusnya)
berjuang bersama untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia.
Landasan ontologis Pancasila artinya sebuah pemikiran filosofis atas
hakikat dan nilai-nilai sila Pancasila sebagai dasar filosofis negara
Indonesia.Sastrapratedja menjabarkan prinsip-prinsip Pancasila sebagai
berikut.pertama, prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
pengakuan atas kebebasan beragama, saling menghormati dan bersifat
toleran, serta menciptakan kondisi agar hak kebebasan beragama itu
dapat dilaksanakan oleh masing-masing pemeluk agama. Kedua, prinsip
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengakui bahwa setiap orang
memiliki martabat yang sama, setiap orang harus diperlakukan adil
sebagai manusia yang menjadi dasar bagi pelaksanaan Hak Asasi
Manusia.
Ketiga, prinsip Persatuan Indonesia mengandung konsep nasionalisme
politik yang menyatakan bahwa perbedaan budaya, etnis, bahasa, dan
agama tidak menghambat atau mengurangi partsipasi perwujudannya
sebagai warga negara kebangsaan. Wacana tentang bangsa dan
kebangsaan dengan berbagai cara pada akhirnya bertujuan menciptakan
identitas diri bangsa Indonesia. Keempat, prinsip Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan mengandung makna bahwa sistem
demokrasi diusahakan ditempuh melalui proses musyawarah demi
tercapainya mufakat untuk menghindari dikotomi mayoritas dan
minoritas. Kelima, prinsip Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
xxii
Indonesia sebagaimana yang dikemukakan Soekarno, yaitu didasarkan
pada prinsip tidak adanya kemiskinan dalam Negara Indonesia merdeka,
hidup dalam kesejahteraan (welfare state).
3. Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat pengetahuan yang membahas
tentang sifat dasar pengetahuan, kemungkinan, lingkup, dan dasar umum
pengetahuan.Epistemologi terkait dengan sesuatu yang paling sederhana
dan paling mendasar.Littlejohn and Foss menyatakan bahwa
epistemologi merupakan cabang filosofi yang mempelajari pengetahuan
atau bagaimana orang-orang dapat mengetahui tentang sesuatu atau apa-
apa yang mereka ketahui.Mereka mengemukakan beberapa persoalan
paling umum dalam epistemologi sebagai berikut. Pertama, pada
tingkatan apa pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman Kedua,
pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang pasti
Pada problem yang pertama, terdapat dua aliran sumber pengetahuan
manusia, yakni rasonalisme dan empirisme.Kaum Rasionalis berpendapat
bahwa sumber utama pengetahuan manusia adalah akal budi.Unsur a
priori sangat ditekankan.Kaum empiris berpendapat bahwa sumber utama
pengetahuan manusia adalah pengalaman.Unsur a posteriori sangat
ditekankan.Bila dikatikan dengan Pancasila, sebagaimana menurut
Soekarno, merupakan pengetahuan yang sudah tertanam dalam
pengalaman rakyat Indonesia.Soekarno menggabungkan kedua paham
rasionalis dan empiris.Menurut Soekarno Pancasila menghargai pluralitas
etnis, religi dan budaya.
Pada problem yang kedua, dibedakan dua bentuk tingkat pengetahuan
yakni mutlak dan relatif. Pancasila dikatakan sebagai pengetahuan yang
mutlak karena sifat universal yang terkandung dalam hakikat sila-silanya,
yaitu Tuhan, manusia, satu (solidaritas, nasionalisme), rakyat, dan adil
dapat berlaku di mana saja dan bagi siapa saja.
Notonagoro menamakannya dengan istilah Pancasila abstrak-umum
universal.Pancasila dikatakan sebagai pengetahuan yang relatif karena
Pancasila dapat dipahami secara beragam, namun semangatnya bersifat
xxiii
umum. Landasan epistemologi Pancasila digali dari pengalaman dan
dipadukan menjadi suatu pandangan menyeluruh kehidupan bangsa
Indonesia.
4. Landasan Aksiologis Pancasila
Littlejohn and Foss mendefinisikan aksiologi sebagai cabang filsafat
yang mempelajari tentang nilai-nilai. Masalah utama dalam aksiologi
adalah bisakah teori bebas dari nilai?.Positivisme meyakini bahwa teori
dan ilmu harus bebas dari nilai sehingga unsur ilmiah terjaga.Padahal
tidak semua aspek kehidupan manusia dapat diukur secara
ilmiah.Pancasila tidak mengikuti positivisme.Pancasila adalah sumber
nilai bagi bangsa Indonesia seperti nilai spiritualitas, kemanusiaan,
solidaritas, musyawarah, dan keadilan.
Landasan aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila.Sila pertama mengandung kualitas
monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral.Sila kemanusiaan mengandung
nilai martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung jawab.Sila persatuan
mengandung nilai solidaritas dan kesetiakawanan.Sila keempat
mengandung nilai demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa
besar.Sila keadilan mengandung nilai kepedulian dan gotong royong.
xxiv
Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang
dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu
dalam bidang politik atau sosial ekonomi.Gunawan Setiardjo mengemukakan
bahwa ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh
realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.Ramlan Surbakti
mengemukakan ada dua pengertian Ideologi yaitu Ideologi secara fungsional
danIdeologi secara struktural.Ideologi secara fungsional diartikan seperangkat
gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang
dianggap paling baik.Ideologi secara fungsional ini digolongkan menjadi dua
tipe, yaitu Ideologi yang doktriner dan Ideologi yang pragmatis.Ideologi yang
doktriner bilamana ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi itu
dirumuskan secara sistematis, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh
aparat partai atau aparat pemerintah, sebagai contohnya adalah komunisme.
Sedangkan Ideologi yang pragmatis, apabila ajaran-ajaran yang
terkandung di dalam Ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan
terinci, namun dirumuskan secara umum hanya prinsip-prinsipnya, dan
Ideologi itu disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga,
sistem pendidikan, system ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik.
Pelaksanaan Ideologi yang pragmatis tidak diawasi oleh aparat partai atau
aparat pemerintah melainkan dengan pengaturan pelembagaan
(internalization), contohnya individualisme atau liberalisme. Ideologi secara
struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula
politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh
penguasa.Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa
Ideologi adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan
yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang
kehidupan manusia.
Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang
sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu menuju cita-citanya. Ideologi
merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi
merupakan suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan) untuk
mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka
xxv
akan semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen
itu tercermin dalam sikap seseorang yang meyakini ideologinya sebagai
ketentuan yang mengikat, yang harus ditaati dalam kehidupannya, baik dalam
kehidupan pribadi ataupun masyarakat. Ideologi berintikan seperangkat nilai
yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh
seseorang atau suatu masyarakat sebagai wawasan atau pandangan hidup
mereka. Melalui rangkaian nilai itu mereka mengetahui bagaimana cara yang
paling baik, yaitu secara moral atau normatif dianggap benar dan adil, dalam
bersikap dan bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan,
membangun kehidupan duniawi bersama dengan berbagai dimensinya.
Pengertian yang demikian itu juga dapat dikembangkan untuk masyarakat
yang lebih luas, yaitu masyarakat bangsa.
1. Pengertian Dasar Negara
Dasar Negara adalah landasan kehidupan bernegara.Setiap negara
harus mempunyai landasan dalam melaksanakan kehidupan
bernegaranya.Dasar negara bagi suatu negara merupakan suatu dasar
untuk mengatur penyelenggaraan negara. Dasar negara bagi suatu negara
merupakan sesuatu yang amat penting.Negara tanpa dasar negara berarti
negara tersebut tidak memiliki pedoman dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara, maka akibatnya negara tersebut tidak memiliki
arah dan tujuan yang jelas, sehingga memudahkan munculnya
kekacauan. Dasar Negara sebagai pedoman hidup bernegara mencakup
cita-cita negara, tujuan negara, norma bernegara.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara menjadikan setiap tingkah
laku dan setiap pengambilan keputusan para penyelenggara negara dan
pelaksana pemerintahan harus selalu berpedoman pada Pancasila, dan
tetap memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur serta memegang
teguh cita-cita moral bangsa. Pancasila sebagai sumber nilai
menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai
kemanusiaan yang luhur, hal ini menandakan bahwa dengan Pancasila
bangsa Indonesia menolak segala bentuk penindasan, penjajahan dari
satu bangsa terhadap bangsa yang lain. Bangsa Indonesia menolak segala
xxvi
bentuk kekerasan dari manusia satu terhadap manusia lainnya,
dikarenakan Pancasila sebagai sumber nilai merupakan cita-cita moral
luhur yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber acuan dalam menyusun etika
kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Pancasila juga
sebagai paradigm pembangunan, maksudnya sebagai kerangka pikir,
sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan mempunyai arti bahwa
Pancasila sebagai sumber nilai, sebagai dasar, arah dan tujuan dari proses
pembangunan. Untuk itu segala aspek dalam pembangunan nasional
harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila dengan
mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten
berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia.
Pancasila mengarahkan pembangunan agar selalu dilaksanakan demi
kesejahteraan umat manusia dengan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa
dan keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di
dunia.Pembangunan disegala bidang selalu mendasarkan pada nilai-nilai
Pancasila.Di bidang Politik misalnya, Pancasila menjadi landasan bagi
pembangunan politik, dan dalam prakteknya menghindarkan praktek-
praktek politik tak bermoral dan tak bermartabat sebagai bangsa yang
memiliki cita-cita moral dan budi pekerti yang luhur.Segala tindakan
sewenang- wenang penguasa terhadap rakyat, penyalahgunaan kekuasaan
dan pengambilan kebijaksanaan yang diskriminatif dari penguasa untuk
kepentingan pribadi dan kelompoknya merupakan praktek-praktek politik
yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Demikian juga sikap-sikap saling menghujat, menghalalkan segala
cara dengan mengadu domba rakyat, memfitnah, menghasut dan
memprovokasi rakyat untuk melakukan tindakan anarkhis demi kepuasan
diri merupakan tindakan dari bangsa yang rendah martabat
kemanusiaannya yang tidak mencerminkan jati diri bangsa Indonesia
yang ber-Pancasila.
xxvii
Di bidang Hukum demikian halnya.Pancasila sebagai paradigma
pembangunan hukum ditunjukkan dalam setiap perumusan peraturan
perundang-undangan nasional yang harus selalu memperhatikan dan
menampung aspirasi rakyat.Hukum atau peraturan perundang-undangan
yang dibentuk haruslah merupakan cerminan nilai-nilai kemanusiaan,
kerakyatan dan keadilan.Nilai-nilai Pancasila menjadi landasan dalam
pembentukan hukum yang aspiratif. Pancasila menjadi sumber nilai dan
sumber norma bagi pembangunan hukum.
Dalam pembaharuan hukum, Pancasila sebagai cita-cita hukum yang
berkedudukan sebagai peraturan yang paling mendasar
(Staatsfundamentalnorm) di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.Pancasila menjadi sumber dari tertib hukum di
Indonesia.Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-
undangan di Indonesia yang tersusun secara hierarkhis.Pancasila sebagai
sumber hukum dasar nasional. Sebagai sumber hokum dasar, Pancasila
juga mewarnai penegakan hukum di Indonesia, dalam arti Pancasila
menjadi acuan dalam etika penegakan hukum yang berkeadilan yang
bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan
dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan
terhadap hokum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan.
Dengan demikian perlu diwujudkan suatu penegakan hukum secara adil,
perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga
negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum
dengan cara yang salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk bentuk
manipulasi hukum lainnya.
Di bidang Sosial Budaya, Pancasila merupakan sumber normatif
dalam pengembangan aspek social budaya yang mendasarkan pada nilai-
nilai kemanusiaan, nilai Ketuhanan dan nilai keberadaban.Pembangunan
di bidang sosial budaya senantiasa mendasarkan pada nilai yang
bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang
beradab.Pembangunan bidang sosial budaya menghindarkan segala
xxviii
tindakan yang tidak beradab, dan tidak manusiawi, sehingga dalam
proses pembangunan haruslah selalu mengangkat nilai-nilai yang dimiliki
bangsa Indonesia sendiri sebagai nilai dasar yaitu nilai-nilai Pancasila.
Untuk itulah perlu diperhatikan pula etika kehidupan berbangsa yang
bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan
kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai,
saling mencintai, dan saling menolongdi antara sesama manusia.
Dalam pembangunan sosial budaya perlu ditumbuhkembangkan
kembali budaya malu, yaitu malu berbuat kesalahan dan semua yang
bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa.Disamping itu perlu ditumbuhkembangkan budaya keteladanan
yang diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun
informal pada setiap lapisan masyarakat. Hal ini akan memberikan
kesadaran bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya tinggi,
sehingga dapat menggugah hati setiap manusia Indonesia untuk mampu
melakukan adaptasi, interaksi dengan bangsa lain, dan mampu
melakukan tindakan proaktif sejalan dengan tuntutan globalisasi dengan
penghayatan dan pengamalan agama yang benar serta melakukan
kreativitas budaya yang lebih baik.
Di bidang Ekonomi, Pancasila juga menjadi landasan nilai dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi.Pembangunan ekonomi yang
berdasarkan atas nilai-nilai Pancasila selalu mendasarkan pada nilai
kemanusiaan, artinya pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan umat
manusia.Oleh karenanya pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar
pertumbuhan ekonomi semata melainkan demi kemanusiaan dan
kesejahteraan seluruh bangsa, dengan menghindarkan diri dari
pengembangan ekonomi yang hanya berdasarkan pada persaingan bebas,
monopoli yang dapat menimbulkan penderitaan rakyat serta
menimbulkan penindasan atas manusia satu dengan lainnya. Disamping
itu etika kehidupan berbangsa yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila
juga harus mewarnai pembangunan di bidang ekonomi, agar prinsip dan
perilaku ekonomi dari pelaku ekonomi maupun pengambil kebijakan
xxix
ekonomi dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan
persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos
kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, serta
terciptanya suasana yang kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang
berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara
berkesinambungan, sehingga dapat dicegah terjadinya praktek-praktek
monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada
perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, diskriminasi yang berdampak
negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan keadilan serta
menghindarkan perilaku yang menghalalkan segala cara dalam
memperoleh keuntungan.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi
Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya merupakan nilai-
nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan
Keadilan.Nilai-nilai ini yang merupakan nilai dasar bagi kehidupan
kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.Nilai-nilai Pancasila
tergolong nilai kerokhanian yang didalamnya terkandung nilai-nilai
lainnya secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai
kebenaran (kenyataan), nilai estetis, nilai etis maupun nilai religius.
Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bersifat objektif dan subjektif,
artinya hakikat nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal (berlaku
dimanapun), sehingga dimungkinkan dapat diterapkan pada negara lain.
Jadi kalau ada suatu negara lain menggunakan prinsip falsafah, bahwa
negara berKetuhanan, berKemanusiaan, berPersatuan, berKerakyatan,
dan berKeadilan, maka Negara tersebut pada hakikatnya menggunakan
dasar filsafat dari nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila bersifat
objektif, maksudnya adalah:
1) Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri memiliki makna
yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum
universal dan abstrak karena merupakan suatu nilai;
2) Inti dari nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam
kehidupan bangsa Indonesia baik dalam adat kebiasaan,
xxx
kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan
keagamaan;
3) Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai pokok kaidah negara yang mendasar, sehingga
merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Sedangkan nilai-nilai Pancasila bersifat subjektif, terkandung maksud
bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terlekat pada
bangsa Indonesia sendiri. Hal ini dapat dijelaskan, karena:
1) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sehingga
bangsa Indonesia sebagai penyebab adanya nilai-nilai
tersebut;
2) Nilai-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa
Indonesia, sehingga merupakan jati diri bangsa yang diyakini
sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan
kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
3) Nilai-nilai Pancasila di dalamnya terkandung nilai-nilai
kerokhanian, yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan,
kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai religius yang sesuai
dengan hati nurani bangsa Indonesia dikarenakan bersumber
pada kepribadian bangsa. Oleh karena nilai-nilai Pancasila
yang bersifat objektif dan subjektif tersebut, maka nilai-nilai
Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan, menjadi
dasar serta semangat bagi segala tindakan atau perbuatan
dalam kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan
bernegara. Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai bagi
manusia Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa
dan bernegara, maksudnya sumber acuan dalam bertingkah
laku dan bertindak dalam menentukan dan menyusun tata
aturan hidup berbangsa dan bernegara.Nilai-nilai Pancasila
merupakan nilai-nilai yang digali, tumbuh dan berkembang
dari budaya bangsa Indonesia yang telah berakar dari
xxxi
keyakinan hidup bangsa Indonesia. Dengan demikian nilai-
nilai Pancasila menjadi ideology yang tidak diciptakan oleh
negara melainkan digali dari harta kekayaan rohani, moral dan
budaya masyarakat Indonesia sendiri. Sebagai nilai-nilai yang
digali dari kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat
Indonesia sendiri, maka nilai-nilai Pancasila akan selalu
berkembang mengikuti perkembangan masyarakat
Indonesia.Sebagai ideologi yang tidak diciptakan oleh negara,
menjadikan Pancasila sebagai ideologi juga merupakan
sumber nilai, sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian
bagi tertib hukum Indonesia, dan meliputi suasana kebatinan
(Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945
serta mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar
negara.Pancasila sebagai sumber nilai mengharuskan Undang-
Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah,
penyelenggara negara termasuk pengurus partai dan golongan
fungsional untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.
3. Karakteristik Ideologi pancasila
Karakteristik yang dimaksud di sini adalah ciri khas yang dimiliki oleh
Pancasila sebagai ideologi negara, yang membedakannya dengan
ideologi-ideologi yang lain. Karakteristik ini berhubungan dengan sikap
positif bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila. Adapun karakteristik
tersebut adalah:
Pertama: Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti pengakuan bangsa
Indonesia akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta dunia dengan
segala isinya. Tuhan sebagai kausa prima. Oleh karena itu sebagai
umat yang berTuhan, adalah dengan sendirinya harus taat kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua ialah penghargaan kepada sesama umat manusia apapun suku
bangsa dan bahasanya. Sebagai umat manusia kita adalah sama
dihadapan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan
xxxii
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Adil dan beradab berarti
bahwa adil adalah perlakuan yang sama terhadap sesama manusia,
dan beradab berarti perlakuan yang sama itu sesuai dengan derajat
kemanusiaan. Atas dasar perlakuan ini maka kita menghargai akan
hak-hak asasi manusia seimbang dengan kewajiban-kewajibannya.
Dengan demikian harmoni antara hak dan kewajiban adalah
penjelmaan dari kemanusaiaan yang adil dan beradab. Adil dalam
hal ini adalah seimbang antara hak dan kewajiban. Dapat dikatakan
hak timbul karena adanya kewajiban.
Ketiga, bangsa Indonesia menjunjung tinggi persatuan bangsa. Di
dalam persatuan itulah dapat dibina kerja sama yang harmonis.
Dalam hubungan ini, maka persatuan Indonesia kita tempatkan di
atas kepentingan sendiri. Pengorbanan untuk kepentingan bangsa,
lebih ditempatkan daripada pengorbanan untuk kepentingan pribadi.
Ini tidak berarti kehidupan pribadi itu diingkari. Sebagai umat yang
takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka kehidupan pribadi
adalah utama. Namun, demikian tidak berarti bahwa demi
kepentingan pribadi itu kepentingan bangsa dikorbankan.
Keempat adalah bahwa kehidupan kita dalam kemasyarakatan dan
bernegara berdasarkan atas sistem demokrasi. Demokrasi yang
dianut adalah demokrasi Pancasila. Hal ini sesuai dengan sila ke
empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam rangka pelaksanaan
demokrasi kita mementingkan akan musyawarah. Musyawarah tidak
didasarkan atas kekuasaan mayoritas maupun minoritas. Keputusan
Apakah Bangsa Indonesia sekarang ini sudah menerapkan Pancasila
dengan murni dan konsekwen dihasilkan oleh musyawarah itu
sendiri. Kita menolak demokrasi liberal.
Kelima adalah Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan dalam kemakmuran adalah cita-cita bangsa kita sejak masa
lampau. Sistem pemerintahan yang kita anut bertujuan untuk
tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Itulah sebabnya
xxxiii
disarankan agar seluruh masyarakat kita bekerja keras dan
menghargai prestasi kerja sebagai suatu sikap hidup yang
diutamakan.
1. Percaya serta Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama serta kepercayaan masing-masing.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan para
penganut kepercayaan walaupun berbeda-beda.
3. Saling menghormati kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai
dengan agama serta kepercayaan masing-masing.
4. Jangan memaksakan suatu agama atau kepercayaan terhadap orang lain.
5. Mempunyai sikap toleransi antar umat beragama lain.
6. Tidak bersikap rasis terhadap pemeluk agama yang berbeda
kepercayaan.
7. Menyayangi binatang, merawat tumbuh-tumbuhan, serta selalu menjaga
kebersihan dan lainnya.
xxxiv
Sila ke 2 adalah “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” dimana
terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang harus diperhatikan serta
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari karena kita adalah makhluk sosial.
Pada hal ini adalah sebagai berikut :
Pengakuan atas suatu harkat dan martabat manusia dengan segala hak
serta kewajiban asasi yang dimiliki tiap orang.
Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia, mulai dari diri sendiri,
alam sekitar bahkan terhadap Tuhan utamanya.
Manusia merupakan makhluk beradab ataupun berbudaya yang
mempunyai daya cipta, rasa, karsa serta keyakinan masing – masing
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Penerapan pada sila ke 2 dalam kehidupan sehari-hari :
xxxv
Didalam sila ke-3 “Persatuan Indonesia” dimana terkandung nilai
persatuan bangsa, artinya dalam hal-hal yang berkaitan dengan persatuan
bangsa wajib diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
xxxvi
Dalam sila ke-4 “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan” dimana terkandung
nilai-nilai kerakyatan.
Pada hal ini terdapat beberapa hal yang harus dicermati, yaitu :
Dan yang terakhir sila ke-5 yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia” dimana terkandung nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pada
hal ini perlu diperhatikan beberapa aspek berikut ini, antara lain :
xxxvii
Cinta akan kemajuan dan pelaksanaan pembangunan demi kemajuan
negara.
Mengelola sumber daya alam (SDA) dan memelihara sumber daya yang
mendukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat
dari generasi ke generasi selanjutnya begitu seterusnya
Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) serta lingkungan
hidup dengan cara melakukan konservasi, rehabilitasi atau penghematan
pengunaan didalam menerapkan teknologi yang ramah lingkungan
Mendelegasikan secara betahap wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan SDA secara selektif
dan pemeliharaan lingkungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap
terjaga dimana sesuai diatur dengan undang-undang
Mendayagunakan SDA untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran
rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi serta keseimbangan
lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan, kepentingan ekonomi
dan budaya masyarakat lokal bahkan penataan ruang yang
pengaturannya diatur melalui undang-undang
Penerapan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian
kemampuan.
BAB III
xxxviii
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Gagasan mengenai empat konsesus kehidupan berbangsa dan bernegara,
yaitu NKRI, Pancasila, UUD’45, dan Bhineka Tunggal Ika di tengah hiruk
pikuk reformasi Indonesia yang seolah kehilangan arah, merupakan sebuah
kesadaran dan keprihatinan bahwa reformasi bangsa Indonesia selama 15
tahun ini ternyata kebat kliwat yang tidak sesuai dengan harapan rakyat.
Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktifitas
hidup dan kehidupan didalam segala bidang. Ini berarti bahwa semua tingkah
laku dan tindak/perbuatan setiap manusia Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
xxxix
Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
H, Acmat (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas
Pancasila). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Saksono, Ign. Gatut. 2007. Pancasila Soekarno (Ideologi Alternatif Terhadap
Globalisasi dan Syariat Islam). CV Urna Cipta Media Jaya
Syarbaini, Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai-Nilai
Karakter Bangsa) di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
xl