Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA (DKAK)

DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PEKERJA BATIK DI LAWEYAN


SURAKARTA

HALAMAN JUDUL

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Oleh:

DESY ROSYIANA
J 500 140 027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
HUBUNGAN DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA (DKAK)
DENGAN KUALITAS HIDUP PADA PEKERJA BATIK DI LAWEYAN
SURAKARTA

Abstrak
Dermatitis akibat kerja (DKAK) merupakan penyakit biasa dan tidak mengancam
jiwa penyakit yang terjadi pada pekerja maka dari itu banyak pekerja yang tidak
berobat ke dokter. Pekerja batik berisiko untuk menderita dermatitis kontak akibat
kerja. Hal tersebut pada DKAK juga dapat mempengaruhi kualitas hidup.
mengetahui ada hubungan dermatitis kontak akibat kerja dengan kualitas hidup
pada pekerja batik di Laweyan, Surakarta. penelitian menggunakan metode
observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Subjek penelitian
diambil dengan metode Purposive Sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini
sebanyak 72 pekerja batik dengan 14 pekerja yang menderita dermatitis kontak
akibat kerja dan 56 pekerja yang tidak menderita dermatitis kontak akibat kerja. .
Data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan program SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai p=0,006 (p<0.05) yang menunjukkan
terdapat hubungan antara dua variable yang diuji. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara dermatitis kontak akibat kerja
(DKAK) dengan kualitas hidup pada pekerja batik berupa gangguan gejala,
kenyamanan dan rasa malu, hubungan sosial. Mengurus tempat tinggal dan belajar
atau bekerja.

Kata Kunci : Dermatitis Kontak Akibat Kerja, Kualitas Hidup, Pekerja Batik

Abstract
Occupational Contact Dermatitis (OCD) is a skin disorder condition caused by
exposure to any materials used at work. Batik workers have a high risk of
Occupational Contact Dermatitis. They thought that Occupational Contact
Dermatitis is a common disease and non life-threatening disease, so that they tend
not to look for any medication. A quality of life could be effected by this thought.
The aim of this research is to find out the correlation between Occupational
Contact Dermatitis with batik workers’ quality of life in Laweyan, Surakarta.
This research using analytic-observational method with Cross sectional design.
The subjects were chosen using purposive sampling method. There were 72 batik
workers, 14 of them were suffering from Occupational Contact Dermatitis and 56
workers weren’t suffering from Occupational Contact Dermatitis. . The data was
analyzed by Kolmogorov-Smirnov test using SPSS program. The result of this
research is p = 0,006 (p<0.05), a positive correlation occurred between two
variables. It could be concluded that a positive correlation occured between
Occupational Contact Dermatitiswith batik workers’quality of life.

Keyword: Occupational Contact Dermatitis, Quality Of Life, Batik Worker

1
1. PENDAHULUAN

Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah kondisi kelainan kulit


akibat terpapar oleh bahan yang digunakan pada saat bekerja. DKAK
merupakan masalah besar kesehatan masyarakat karena penyakit ini dianggap
umum oleh penderitanya padahal DKAK menimbulkan dampak kesehatan
kulit yang memburuk jika tidak segera diobati (Lushniak, 2004).
Dermatitis kontak secara umum merupakan suatu keadaan inflamasi
non-infeksi pada kulit yang disebabkan oleh senyawa kontak dengan kulit
tersebut. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak akibat
iritan (DKI) yang merupakan respon non imunologi dan dermatitis kontak
alergi (DKA) yang disebabkan oleh mekanisme imunologik spesifik
(Djuanda, 2010).

Insiden penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis


kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% karena
penyakit kulit lainnya. Data epidemiologi di Indonesia memperlihatkan
bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana diantaranya
66,3% adalah DKI dan 33,7% adalah DKA (Nanto S. S., 2015).
Beberapa pekerjaan seperti petani, pekerja bangunan, pekerja salon,
pekerja tekstil biasanya berhubungan dengan dermatitis kontak. Pada
sebagian besar daerah industri di negara barat, dermatitis kontak akibat kerja
merupakan salah satu kejadian yang sering dilaporkan dan insidennya
diperkirakan bervariasi diantara 50-190 kasus per 100.000 pekerja per tahun.
Dermatitis kontak akibat kerja merupakan bagian terbesar, 90-95%, dari
penyakit kulit akibat kerja (Government, 2006).
Studi retrospektif di Surabaya pada tahun 2010-2012 didapatkan
sebanyak 50 pasienmengalami DKAK, didapatkan DKI sebanyak 27 (54,%)
pasien dan DKA sebanyak 23 (46%) pasien (Witasari, 2014). Penyakit kulit
akibat kerja merupakan penyakit kedua terbanyak yang ada di Eropa setelah
cidera musculoskeletal, sedangkan penyakit kulit akibat kerja paling umum

2
terjadi adalah dermatitis kontak, yaitu sebanyak 70-90% (Witasari, Dermatitis
Kontak Akibat Kerja, 2014).
Dampak terjadinya DKAK baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat berdampak terhadap pengobatan yang diperlukan dan
berkurangnya pendapatan pekerja, berhubungan dengan hilangnya waktu
kerja dan menurunkan produktivitas pekerja sehingga berpengaruh terhadap
kualitas hidup (Lushniak, 2004). Data terakhir dari Inggris dan Amerika
Serikat menunjukkan bahwa presentasi DKAK antara 50-60% sehingga dapat
meningkatkan dampak ekonomi (Marks, Elsner, & Deleo, 2002).
Sebuah penelitian menyebutkan terdapat 3 faktor penting yang
berperan dalam penyakit kulit karena pekerjaan yang berpengaruh dalam
kesehatan masyarakat: a) penyakit kulit karena pekerjaan yang sangat sering
terjadi, b) penyakit kulit yang memiliki prognosis yang buruk, c) penyakit
kulit tersebut berpengaruh ekonomi sosial dan individu. Penyakit kulit
tersebut juga merupakan yang dapat disembuhkan dengan intervensi
kesehatan. Beberapa industri dapat berisiko untuk para pekerja untuk terkena
dermatitis kontak. Pencegahan terhadap diagnosis dermatitis kontak sangat
penting dan terdapat berbagai macam strategi pencegahan yang dapat
dilakukan (Lushniak, 2004).
Kondisi kulit pada DKAK dapat mempengaruhi kualitas hidup dan
keluarga. Pengaruhnya bisa menjadi serius untuk kerabat atau anggota
keluarga lainnya, terlebih dalam mengasuh anak-anak. Efek sekunder dari
kualitas hidup terhadap anggota keluarga inti telah dapat terlihat serius pada
aspek emosional dan dapat pada kesehatan, aspek sosial, dan keuangan dari
kehidupan mereka (Higaki,et al., 2017).
Pada penelitian sebelumnya pada pekerja batik di Laweyan 70
pekerja batik yang diteliti didapatkan 41 orang (58,6%) terkena DKI (+), dan
sebanyak 29orang (41,4%) tidak terkena DKI (-) (Indriani, 2010). Pada
pekerja batik di Pekalongan pada 634 industri batik dengan jumlah 80
responden, menyebutkan bahwa ditemukan gangguan kesehatan pada pekerja

3
batik berupa gangguan kapasitas paru 67,5 %; penurunan fungsi penglihatan
33,8%; dermatitis 30% (Latif, 2016).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya melihat angka
kejadian DKAK pada pekerja batik yang tinggi dapat menimbulkan banyak
dampak yang beracam-macam bagi para pekerja. Maka penulis tertarik
meneliti hubungan antara dermatitis kontak akibat kerja dengan kualitas
hidup pada pekerja batik di Laweyan Surakarta.
2. METODE
Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah
observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini
dilakukan di Laweyan, Surakarta dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
November 2017. Subjek pada penelitian ini adalah pekerja batik di Laweyan,
Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah sampel yang diambil pada
penelitian ini adalah 72 orang. Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi
dengan cara purposive sampling.

Cara Kerja :
Langkah I : Peneliti menentukan sampel dengan cara purposisve sampling.
Kemudian menghitung besar sampel dengan menggunakan rumus. Besar
sampel yang didapat adalah 72 orang,
Langkah II : Memperkenalkan diri kepada responden, menjelaskan tujuan
penelitian dan juga cara kerja.
Langkah III : Responden mengisi biodata dan lembar inform consent.
Langkah IV : Responden mengisi lembar kuesioner NOSQ 2002
Langkah V : Dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter, dokter menilai dengan
kuesioner mathias untuk mengetahui DKAK positif/negatif dan menilai dengan
kuesioner DLQI untuk mengetahui tingkat kualitas hidup pekerja. Kemudian
pekerja yang positif terkena DKAK difoto.
Langkah VI : Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik Kolmogorov-
smirnov.

4
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil

Subjek diperoleh dengan metode purposive sampling, Pengambilan


subjek dilakukan di Kampoeng Batik Laweyan Surakarta pada bulan
November 2017. Pada pekerja batik yang menderita DKAK dan tidak
menderita DKAK memiliki kesempatan sama menjadi subjek penelitian,
diagnosis DKAK didapatkan dari diagnosis dokter umum. Dari populasi
pekerja batik di kampoeng batik Laweyan Surakarta dipilih subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi. Berdasarkan rumus
perhitungan sampel diperoleh minimal yaitu 61 subjek, namun pada peneliti
memperoleh 72 orang subjek.
1. Karakteristik Tempat Penelitian
Kampoeng Batik Laweyan merupakan salah satu objek wisata dan
tempat industri batik di Solo. Didalam kampoeng batik Laweyan terdapat
beberapa pabrik yang digunakan untuk produksi industri batik.Cara
pembuatan batik di Kampoeng batik menggunkan cara tradisional yaitu
menggunakan teknik canting tulis, teknik printing dan cap, teknik colet,
dan teknik celup ikat.
2. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin

Jumlah sampel sebanyak 72 orang, pekerja batik yang menderita


DKAK sebanyak 7,1% dan yang tidak menderita DKAK 92,8 %.
Penderita DKAK lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan dan
pekerja batik yang tidak menderita DKAK lebih banyak laki-laki.
Tabel 1 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin DKAK Presentase Tidak DKAK Presentase

Laki-laki 13 92,8% 34 58,6%

Perempuan 1 7,1% 24 41,3%

Jumlah 14 100% 58 100 %

(Sumber: Data Primer, 2017)

5
b.Umur

Distribusi umur menunjukkan bahwa mayoritas responden pada


usia 37- 47 tahun sebanyak 22 orang.
Tabel 2 Karakteristik Berdasarkan Umur Responden
Usia N %

15-25 7 9,72

26-36 15 20,83

37-47 22 30,55

48-58 19 26,4

59-69 9 12,5

(Sumber: Data Primer, November 2017)

c. Jenis Pekerjaan

Distribusi dari jenis pekerja responden menunjukkan jenis


pekerjaan yang paling banyak adalah waxing (26) dan menyoga (28).
Tabel 3 Jenis Pekerjaan Responden
Jenis Pekerjaan N Percentase %

Waxing 26 36,1%

Coletan 11 15,3%

Menyoga 28 38,88%

Finishing 19 9,72%

(Sumber: Data Primer, November 2017).


3. Data Hasil Penelitian
a. Angka Kejadian DKAK

Angka kejadian DKAK dinilai dengan diagnosis dokter


menggunakan kuesioner mathias. Dari hasil penelitian menunjukan
bahwa 19,4% (14 orang) DKAK positif sedangkan sebanyak 80,6% (58
orang) mengalami DKAK negatif.
Tabel 4 distribusi angka kejadian DKAK
DKAK N Persentase %
Positif 14 19,4 %

6
Negatif 58 80,6%
(Sumber: Data Primer, November 2017)

b. Hubungan DKAK dengan Kualitas Hidup

Pekerja yang tidak menderita DKAK paling banyak mereka yang


tidak terdapat pengaruh kualitas hidupnya, sedangkan pekerja yang
menderita DKAK paling banyak yang memiliki pengaruh besar
terhadap kualitas hidupnya.
Tabel 5 Distribusi DKAK dengan Kualitas Hidup
Pengaruh Terhadap Kualitas Hidup
Diagnosis P
DKAK Tidak Sedikit Cukup Banyak Sangat

DKAK 3 7 3 1 3
0,006
Tidak 42 7 9 0 0
DKAK
(Sumber: Data Primer, November 2017)
4. Analisis Data

Jenis analisis yang digunakan adalah analisis bivariat. Analisis yang


digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh variable bebas
dengan variable terikat. Analisis dilakukan dengan SPSS 23.0 for Windows.
Jenis uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah uji hipotesis
Chi square. Jika hasil yang didapatkan bahwa nilai expected tidak
memenuhi syarat untuk uji Chi Square maka dilakukan uji alternatifnya
yaitu uji Kolmogorov-Smirnov.
Hubungan DKAK dengan Kualitas Hidup

Dari data yang didapatkan kemudian di uji analisa Chi Square


dengan program SPSS, hasil yang didapatkan bahwa nilai expected tidak
memenuhi syarat untuk uji Chi Squaremaka dilakukan uji alternatifnya
yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil dari uji analisa Kolmogorov-Smirnov
diperoleh p=0,006.
3.2. Pembahasan

7
Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah kondisi kelainan
kulit akibat terpapar oleh bahan yang digunakan pada saat bekerja. Pada
industri batik banyak menggunakan zat warna tekstil yang bermacam-
macam yang dapat digunakan dalam proses pewarnaan batik baik dengan
cara pencelupan maupun coletan pada suhu kamar (25C) (Daranindra,
2010).

Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) merupakan masalah besar


kesehatan masyarakat karena penyakit ini dianggap umum oleh
penderitanya padahal DKAK menimbulkan dampak kesehatan kulit yang
memburuk jika tidak segera diobati (Lushniak, 2004). Hal tersebut dapat
menurunkan kualitas hidup.

Dari hasil penelitian subjek didapatkan adalah 72 orang. Subjek


dipilih berdasarkan kriteria inklusi dengan cara purposive sampling.
Menunjukkan bahwa mayoritas usia responden menunjukkan kelompok
usia 37-47 tahun merupakan kelompok usia terbanyak, yaitu sebanyak 22
orang, dan terdapat 5 orang yang mengalami positif DKAK. Hal ini
disebabkan karena mayoritas pekerja batik berusia >30 tahun dan DKAK
lebih sering menyerang pada usia dewasa muda (Djuanda, 2010).

Hasil penelitian terhadap jenis kelamin menunjukkan bahwa


mayoritas laki-laki lebih banyak yang menderita DKAK dibandingkan
dengan perempuan. Pada kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak
66,67% (48 orang), sedangkan pada kelompok jenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak 33,3% (24 orang). Hal tersebut terjadi dikarenakan
sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh laki-laki seperti pada waxing
batik cap, colouring dalam celup, dan finishing (Musman & Arini, 2011).

Dari hasil penelitian pada 72 responden menunjukkan sebesar


19,4% (14 responden) yang mengalami DKAK positif sedangkan sebesar
80,6% (58 responden) DKAK negatif. Hal ini dipengaruhi oleh tindakan
dan pengobatan pencegahan yang dilakukan oleh pekerja batik untuk

8
mencegah terjadinya DKAK yang semakin parah, misalnya menggunakan
APD dan pelembab pada saat muncul keluhan (Balgis et al., 2015).

Hasil dari uji analisa Kolmogorov-Smirnov diperoleh p=0,006


karena p<0,005 maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara dermatitis kontak akibat kerja dengan kualitas hidup pada
pekerja batik di Laweyan, Surakarta. Data pada penelitian ini diperoleh 7
orang yang menderita DKAK tidak terpengaruh kualitas hidupnya, 4 orang
sedikit berpengaruh, 2 orang banyak berpengaruh, dan 1 orang sangat
berpengaruh pada kualitas hidupnya. Skor didapatkan dari kuesioner DLQI
yang berisi 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 3 poin maka
total seluruh pertanyaan 30 poin. Tidak mempengaruhi kualitas hidupnya
jika total skor kuesioner 0-1, sedikit mempengaruhi kualitas hidupnya jika
total skor 2-5, cukup mempengaruhi kualitas hidupnya jika total skor 6-10,
banyak yang mempengaruhi kualitas hidupnya jika skor 11-20, sangat
mempengaruhi kualitas hidupnya total skor 21-30 (Skoet, 2003).

Pada penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara


dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) dengan kualitas hidup. Dermatitis
Kontak Akibat Kerja (DKAK) pada kualitas hidup pada pekerja batik
memiliki tingkatan yang berbeda-beda terutama memberikan efek sedang
dan besar pada kualitas hidupnya. Pengaruhnya dapat meliputi aktifitas
sehari-hari, perasaan, hubungan personal dan waktu luang pada pekerja
batik. Komponen kualitas hidup dan kesehatan salah satunya adalah
psikologis yang diadapat antaranya adalah penampilan dan gambaran
jasmani (WHO, 1995). Penampilan fisik secara umum merupakan bagian
dari kesehatan fisik yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang
(Toronto, 2004).

Penyakit kulit biasanya dianggap sepele oleh sebagian penderita


dan mengabaikannya, akan tetapi ada beberapa penyakit kulit justru
berdampak pada gangguan aktifitas sehari-hari, waktu luang, dan
gangguan psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya.

9
Pengukuran kualitas hidup pada penyakit kulit ternyata dapat lebih
mempengaruhi dibandingkan penyakit lain yang kronis (Prajarini, 2016).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup yang


dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu secara subjektif dan obyektif. Faktor
subjektif merupakan pendapat pribadi pasien yang meliputi penilaian diri
terhadap kondisi fisik mereka (misalnya efisiensi mereka dalam kehidupan
sehari-hari), sosioekonomi (jenis pekerjaan dan pendapatan), mental
(keyakinan diri, depresi, serta malu), serta interaksi dengan orang lain.
faktor obyektif merujuk pada diagnosis pasien pada secara medis atau
psikologis dan penatalaksaan medis yang yang dijalani (Ne, 2005). Pada
penelitian ini hanya mampu melihat faktor subjektif seperti kehidupan
sehari-hari, perasaan, dan interaksi dengan orang lain. Sedangkan pada
kuesioner DLQI hanya dapat mengamati faktor subjektif saja. Terdapat
beberapa faktor subjektif yang dapat mempengaruhi kualitas hidup.

4. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan


bahwa terdapat hubungan dermatitis kontak akibat kerja dengan tingkat
kualitas hidup pada pekerja batik di Laweyan Surakarta yang bermakna
secara statistik.
4.2. Saran
1. Untuk pekerja batik diupayakan agar tidak menunda melakukan
pengobatan sehingga kualitas hidup meningkat.
2. Untuk pabrik batik disarankan untuk melakukan promotif dan
preventif pada pekerja batik.
3. Untuk peneliti selajuntkan disarankan untuk melakukan patch tes
atau tes tempel untuk mengetahui penyebab DKAK yaitu DKI atau
DKA.

10
DAFTAR PUSTAKA

Archietobias, M.A., Sibero & Carolia, N., 2010. Hubungan antara Derajat
Keparahan Dermatitis Atopik Dengan Kualitas Hidup pasien di RSUD
Abdul Moeloek Lampung. Medical Faculty of Lampung University,
pp.ISSN 2337-3776.
Badan Penerbit FKUI, 2015. Atlas Berwarna dan Sinopsis Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Balgis, V., Retno, S., Indrastuti, N. & Soebono, H., 2015. Dermatitis Kontak
Akibat Kerja pada Pekerja Kebun Anggrek. Media Dermato Venerelogica
Indonesia, pp.23-7.
Basketter, D.A., 1998. Skin Irritation Potential of Mixed. Food and Chemical
Toxicology 36 .
Belsito, D.V., 2005. Occupational Contact Dermatitis: Etiology, Prevalence, and
Resultant Impairment/Disability. Journal of the American Academy
Dermatology, pp.303-13.
Benyamini, Y., Goner-Shilo, D. & Lazarov, A., 2012. Illness perception and
quality of life in patients with contact dermatitis. Contact Dermatitis.
Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementrian Kesehatan RI, 2012. Penyakit
Akibat Kerja Karena Pajanan Logam Berat. Pedoman Tata Laksana
Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan, 18 Juni. Available at:
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1793/2/BK2
012-398.pdf [Accessed 18 Oktober 2017].
Cantika, A., 2012. Hubungan Derajat Keparan Psoriasis Vulgaris. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro.
Chairunisa, T., 2014. Angka Kejadian Dermatitis Kontak Alergi di Poliklinik Ilmu
Kesehatan Kulit. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
Fakultas Kedokteran Unsri/RSMH Palembang.
Christina, N., 2017. Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja di Industri Batik
Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.
Daranindra, 2010. Perancangan Alat Bantu Proses Pencelupan Zat Warna dan
Penguncian Warna Pada Kain Batik Sebagai Usaha Mengurangi Interaksi
Dengan Zat Kimia dan Memperbaiki Postur Kerja. Program Studi Teknik
Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret..
Djuanda, A., 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Univesitas Indonesia.
Government, A., 2006. Occupational contact dermatitis in Australia. Australia:
Commonwealth of Australia.

11
Harahap, M., 2015. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. pp 6–30.
Higaki, y. & al, e., 2017. Japanese Version of the Familly Dermatologi Life
Quality Index: Translation and validation. Journal of Dermatology.
Internasional Labour Office, 2003. Encyclopedia of Occupational Health and
Sefety. Internasional Labour Office CIS bulletin, pp.4 (17):11-2.
Kertowigno, 2012. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit. Palembang: Unsri
Press.
Koh, D. & Goh, , 2010. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta: EGC.
Kubba, R., 2009. Acne and quality of life. Acne in India. Guildelines for
management..
Lestari, F. & Utomo, H.S., 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Dermatitis Kontak pada Pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. Makara
Kesehatan, pp.61-8.
Lisbijanto, H., 2013. Batik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Lushniak, 2004. Occupational Contact Dermatitis. United States: Dematology
Therapy.
Mandasari, 2016. Dermatitis Kontak Akibat Kerja. J medula unila.
Marks, J., Elsner, P. & Deleo, V., 2012. Contact and Occupational Dermatology
3rd Editon. United States of America.
Musman, A. & Arini, A.B., 2011. Batik. Yogyakarta: G-Media.
Nanto, S.S., 2015. Kejadian Timbulnya Dermatitis Kontak Pada Petugas
Kebersihan. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Ne, A, 2005. Assessing Quality of life in adult cancer survivors (QLACS). Qual
Life Res, 4 (14), pp.1007-23.
Noona & Moyle, 2005. Nurses and occupational contact dermatitis. Aust Nurs J.
Notoatmodjo, S., 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuraga, W., Lestari, F. & Kurniawidjaja, L.M., 2008. Dermatitis Kontak pada
Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri
Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Makara, Kesehatan, 12,
pp.63-9.
Partologi, D., 2008. Dermatitis Kontak Iritan. Depertemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin FK USU.
Prajarini, D, 2016. Perbandingan Algoritma Klasifikasi Data Mining Untuk
Predileksi Penyakit Kulit. Informatic Journal, pp.137-141

12
Saftarina, F., Sibero, H.T., Aditya, M.A. & Dinanti, B.R., 2015. Prevalensi
Dermatitis Kontak Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya pada
Pekerja Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. In
Prosiding Seminar Presentasi Artikel Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13.
Bandar Lampung, 2015.
Sari, R., 2014. Dampak Pajanan Zat pada Proses Pewarnaan Pembuatan Batik
terhadap Kelainan Klinis Pekerja Industri Batik. J Respir Indo, p.77.
Sasseville, D., 2008. Occupational Contact Dermatitis. Allergy, Ashma, and
Clinical Immunology, pp.pp 59-65.
Skoet, R., 2003. Contact dermatitis and quality of life: a structured review. British
Journal of Dermatology, pp.149: 452–456.
Soebaryo, R.W., 2012. Batik Manufactring Workers. In Rustemeyer, T., Elsner, ,
John, S.M. & I, H.M. Kanerva’s Occupational Dermatology Second
Edition. New York: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. pp.1289-95.
Subowo, J., 2002. Kualitas hidup penderita dermatitis kontak di rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Sragen Jawa tengah. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Sulistyani, Indriani, F. & Kariosentono, H., 2010. Pengaruh Riwayat Atopik
terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak Iritan di Perusahaan Batik Putra
Laweyan Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta , p.Biomedika Vol. 2 No.2.
Sulistyaningrum, S., Widaty, Triestianawati, W. & Daili, E.S.S., 2011. Dermatitis
Kontak Iritan dan Alergik pada Geriatri. Media Dermato Venerelogica
Indonesia, pp.29-40.
Sunaryo Yurike, 2012. profil dermatitis kontak di poliklinik kulit dan kelamin
BLu rsup prof dr.r.d. kandou manado. fakultas kedokteran universitas sam
ratulangi manado, p.2.
Susitaival, 2003. Atopic symptoms among California veterinarians. American
Journal of Industiral Medicine, pp. 44:166–17.
Toronto, U., 2004. The quality of life model in qualityof life model in quality of
life research unit. Toronto Departement of Occupational Therapy.
WHO, 1995. The World Health Organization Quality of Life Assessment. Soc Sci
Med, pp.41:1403-9.
WHO, 2012. Programme on Mental Health WHOQOL User Manual. Division of
Mental Health and Prevention of Substance Abuse.
Witasari, D. & Sukanto, H., 2014. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penelitian
Retrospektif. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of
Dermatology and Venereology162, pp.161-67.

13
Wolff, K. & Johnson, R.A., 2009. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology Sixth Edition. New York: Mc Graw Hill- Medical.
Yuliati, D., 2010. Mengungkap Sejarah dan Motif Batik Semarangan. Paramita
Vol.20, pp.11-20.

14

Anda mungkin juga menyukai