Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota
NKRI, memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung
penyelenggaraan pemerintahan negara berdasarkan UUD Tahun 1945.
Penyelenggaraan pemerintahan negara dimaksud sebagai tempat kedudukan
lembaga pusat baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tempat kedudukan
perwakilan negara asing, dan tempat kedudukan kantor perwakilan lembaga
internasional.
Selain sebagai ibukota negara, Provinsi DKI Jakarta sekaligus sebagai
daerah otonom pada lingkup provinsi memiliki tugas, hak, wewenang, dan
tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu
tugas, wewenang, dan tanggung jawab tersebut dalam bidang transportasi.
Penyelenggaraan bidang transportasi tersebut diharapkan dapat mewujudkan
tujuan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
Sektor transportasi dikenal sebagai salah satu mata rantai jaringan
distribusi barang dan penumpang telah berkembang sangat dinamis serta
berperan di dalam menunjang pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya
maupun pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan
pertumbuhan ekonomi secara langsung sehingga transportasi mempunyai
peranan yang penting dan strategis. Keberhasilan sektor transportasi dapat
dilihat dari kemampuannya dalam menunjang serta mendorong peningkatan
ekonomi nasional, regional dan lokal, stabilitas politik termasuk mewujudkan
nilai-nilai sosial dan budaya yang diindikasikan melalui berbagai indikator
transportasi antara lain: kapasitas, kualitas pelayanan, aksesibilitas
keterjangkauan, beban publik dan utilisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Faktor apa saja yang menyebabkan kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta?
2. Bagaimana cara pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatasi masalah
kemacetan lalu lintas?

C. Tujuan
1. Mengetahui faktor penyebab kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta;
2. Mengetahui cara pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatasi masalah
kemacetan lalu lintas.
BAB II
PEMBAHASAN

Transportasi merupakan komponen utama dalam kehidupan masyarakat


karena masyarakat membutuhkan transportasi untuk bepergian. DKI Jakarta
merupakan daerah otonom pada lingkup provinsi yang memiliki tugas, hak,
wewenang, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah
satu tugas, wewenang, dan tanggung jawab tersebut adalah dalam bidang transportasi.
Penyelenggaraan bidang transportasi tersebut diharapkan dapat mewujudkan tujuan
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.
Berbagai masalah transportasi DKI Jakarta menjadi semakin rumit. Dari
berbagai masalah transportasi tersebut, yang paling parah dirasakan saat ini adalah
masalah kemacetan lalu lintas. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat dalam pengendalian kemacetan lalu lintas, seperti
antara lain: pemberlakuan jalur three in one pada jam-jam tertentu di ruas jalan
tertentu, pembangunan fly over, penyelenggaraan angkutan massal dengan sistem
jalur khusus bus (bus way), penyesuaian jam masuk kerja dan jam masuk sekolah,
dan peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana lalu lintas
Banyak faktor penyebab timbulnya kemacetan lalu lintas di Kota Jakarta.
Namun yang sangat terlihat bahwa penyebab utama kemacetan lalu lintas adalah
jumlah kendaraan bermotor terutama kendaraan bermotor pribadi yang semakin
banyak dan penggunaannya yang semakin tinggi.
Sementara itu pertumbuhan jalan yang ada dijakarta tidak seimbang dengan
pertambahan jumlah kendaraan bermotor. Pertambahan jumlah kendaraan disebabkan
antara lain karena munculnya model model baru kendaraan yang lebih bagus
sehingga menyebabkan masyarakat tertarik untuk membelinya, padahal mungkin
mereka sudah mempunyai kendaraan. Banyak masyarakat Indonesia yang memiliki
kendaraan berlebihan, maksudnya misalkan dalam satu keluarga terdapat 4 orang dan
masing masing anggota keluarga memiliki mobil. Jika mereka bepergian secara
bersamaan maka hal tersebut tentunya akan menambah kemacetan yang ada. Belum
lagi kendaraan lain seperti motor.
Maka dari itu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, program
integrasi antarmoda Jak Lingko tidak hanya mengintegrasikan angkot dengan
transjakarta. Moda transportasi berbasis rel, yakni light rail transit (LRT) dan mass
rapid transit (MRT) juga akan diintegrasikan dalam program tersebut. Hal itu
menjadi salah satu alasan perubahan nama OK Otrip menjadi Jak Lingko. Gubernur
DKI Jakarta Anies Baswedan akan mengintegrasikan bukan saja bus mikro dengan
sistem bus besar, tapi juga akan menyambungkan dengan MRT dan LRT. Perubahan
nama OK Otrip menjadi Jak Lingko tidak mengubah program itu. Tiket yang
digunakan tetap kartu OK Otrip yang berlaku pada masa uji coba. Tarifnya pun tidak
berubah. Masyarakat tetap gratis menggunakan bus kecil atau angkot yang sudah
bekerja sama dengan PT Transjakarta. Saldo di kartu OK Otrip penumpang mulai
terpotong ketika mereka melanjutkan perjalanan dengan bus transjakarta. Biaya
perjalanan yang dibebankan kepada warga maksimal Rp 5.000 dalam waktu 3 jam.
Namun, tarifnya bisa lebih rendah dari itu jika penumpang hanya menggunakan satu
kendaraan dalam sekali perjalanan.
Uji coba MRT Jakarta itu sukses memicu antusiasme tinggi dari publik.Selain
MRT, akan beroperasi pula moda rangkaian kereta ringan atau LRT Jakarta.
Pemerintah DKI Jakarta membangunnya terpisah dari rangkaian LRT Jabodebek
milik pemerintah pusat juga sedang dikerjakan. Sedangkan yang sudah melaju lebih
dulu adalah KRL Komuter Jabodetabek.
Berikut ini perbandingan keunggulan di antara ketiganya :
1. Perjalanan
Dari periode uji coba yang sudah dan sedang dijalankan masing-masing,
Tempo membandingkan perjalanan dengan kereta MRT dan LRT Jakarta.
Saat Tempo mencoba menaiki MRT dan LRT pada saat diuji coba publik,
laju kereta tersebut cukup stabil dan getaran cukup minim. Sedangkan,
getaran pada KRL Jabodetabek sangat terasa. Laju KRL tidak stabil.
Kereta KRL kerap bergoyang ke kiri atau kanan. Selain itu, mesin KRL
berbunyi cukup kencang. Sedangkan, laju Ratangga dan kereta cepat LRT
cukup stabil. Suara mesin teredam cukup baik. Selain itu, di dalam kereta
terdapat fasilitas kamera pengintai atau CCTV. Namun, untuk bangku
penumpang KRL lebih nyaman, karena telah dilapisi busa. Bangku
penumpang MRT dan LRT masih mengguakan plastik.
2. Fasilitas Stasiun
Saat kereta berhenti, celah pintu kereta dengan peron di setiap stasiun
MRT dan LRT hanya sekitar 7 senti meter. Pintu kereta dengan pintu
peron otomatis berhadapan ketika kereta berhenti untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang. Sedangkan celah KRL commuter dengan peron
bisa mencapai 20-30 senti meter. Selain itu, ketepatan waktu kereta tidak
stabil jika dibandingkan MRT dan LRT. Untuk fasilitas di setiap stasiun
kereta tersebut pun cukup lengkap. Stasiun KRL, MRT dan MRT telah
menyediakan berbagai fasilitas di antaranya tempat ibadah, toilet, tenant
untuk mini market, lift, eskalator, CCTV dan lainnya. Namun, fasilitas
MRT dan LRT jauh lebih baik.
3. Tiket, Tarif, dan Rute Saat Ini
Ketiga moda transportasi ini telah menggunakan tiket masuk elektronik
dengan kartu single trip dan multi trip untuk akses masuk stasiun. Sistem
ini pertama diterapkan pada 2013 oleh PT KCI untuk pengguna KRL
commuter. Penerapan sistem tiket elektronik ini sempat menuai pro dan
kontra dari penumpang KRL. Namun, akhirnya bisa diterima setelah
sistem ini berjalan. MRT juga mengeluarkan dua kartu untuk warga yang
mau menggunakan Ratangga. Dua kartu yang disediakan adalah kartu
single trip dan multi trip khusus untuk MRT. Pembayaran elektronik MRT
belum bisa menggunakan e-money dari bank lain, selain dua kartu yang
dikeluarkan. Sedangkan, LRT belum mengeluarkan kartu elektronik untuk
menaiki kereta ringan tersebut. Bagi warga yang ingin mencoba LRT
cukup membeli kartu Jak Lingko. Tarif KRL Jabodetabek Rp 3 ribu per 25
kilometer pertama dan Rp 1.000 per 10 km pertama, berlaku kelipatan.
Saat ini, KRL telah tersebar di Jabodetabek, Banten dan Cikarang.
Jangkauan KRL telah mengular sepanjang 418,5 kilo meter di kawasan
tersebut dengan total 79 stasiun. Sedangkan, MRT Jakarta baru terbentang
sepanjang 16 kilometer dari Stasiun Lebak Bulus sampai Bundaran Hotel
Indonesia. MRT Jakarta pada fase I mempunyai 13 stasiun di antaranya
Stasiun  Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya dan Haji Nawi.
4. Headway dan Rangkaian Kereta
Hideway KRL untuk KRL Jakarta-Bogor lima menit di jam sibuk.
Sedangkan, lintas KRL Bekasi tujuh menit. Untuk hideway Ratangga
ditargetkan setiap 5 menit sekali di jam sibuk dan 10 menit di luar jam
sibuk. Namun, pada tahap pengoperasian pertama, MRT menargetkan
hideway setiap 10 menit. Begitu pun juga LRT Jakarta menargetkan
hideway yang sama. Adapun satu rangkaian KRL yang saat ini beroperasi
berjumlah antara 8, 10 dan 12 rangkaian kereta. Sedangkan, MRT dan
LRT hanya enam rangkaian dalam satu kereta.
5. Target Penumpang
Saat awal beroperasi, MRT Jakarta menargetkan penumpang sebanyak 65
ribu orang per hari. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yakin
jumlah penumpang MRT terus meningkat secara bertahap hingga 130 ribu
orang per hari pada tahun depan. Satu rangkaian MRT bisa menampung
1.200-1.800 orang. Karena rutenya yang masih pendek, LRT Jakarta
hanya menargetkan 14.255 orang per hari. Sedangkan, untuk jumlah
penumpang KRL Jabodetabek terus meningkat. Pada 2015 sebanyak
257.530.159 orang dan menyentuh angka 336.714.273 orang pada 2018.
Tahun ini ditarget penumpang KRL Jabodetabek bisa tembus 340.655.498
orang.
Pakar transportasi Dharmaningtyas mendukung upaya pemerintah dalam
mendorong minat masyarakat khususnya yang tinggal Jabodetabek untuk
menggunakan layanan transportasi umum massal. Pengimplementasian kebijakan
ganjil genap, menurutnya, bertujuan agar masyarakat meninggalkan kendaraan
pribadi dan beralih memanfaatkan angkutan umum massal. Kebijakan ganjil genap ini
dibuat tidak hanya untuk mengatasi kemacetan, tetapi juga untuk mengajak
masyarakat menggunakan angkutan umum untuk beraktivitas sehari-hari. “Target dari
(kebijakan) ganjil genap kemacetan bisa sedikit terurai, lalu penurunan emisi CO2,
dan kemudian juga terjadi peningkatan jumlah penumpang angkutan umum,” ungkap
Dharmaningtyas.
Implementasi kebijakan akan kendaraan bermotor bernomor plat ganjil genap
guna mendorong terwujudnya masyarakat berbudaya public transport minded, mulai
menampakkan hasilnya. Kebijakan yang diberlakukan pada beberapa ruas jalan arteri
di DKI Jakarta serta di beberapa pintu tol di Jabodetabek oleh Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ), selain dapat mengurangi kemacetan juga tercatat
mampu mendorong minat masyarakat untuk mulai beralih menggunakan angkutan
umum massal.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dibutuhkan komitmen bersama semua pihak untuk melakukan
pembenahan sistem transportasi DKI Jakarta. Serta kerjasama yang baik
anatara pemerintah dengan lembaga pemerintah yaitu Dewan Transportasi
Kota Jakarta dan masyarakat itu sendiri. Dewan Transportasi Kota Jakarta
(DTKJ) merupakan lembaga yang mengurus pengembangan masalah
transportasi di Jakarta. Berdasarkan peran tersebut DTKJ beranggotakan
perwakilan dari berbagai unsur dan elemen masyarakat.
Fungsi utama DTKJ adalah memberikan saran kepada Gubernur DKI
Jakarta guna pengambilan kebijakan mengenai transportasi di Jakarta. DTKJ
menjadi sarana penyambung aspirasi masyarakat agar menjadi pertimbangan
utama dalam pengambilan kebijakan di bidang transportasi.
Berdasarkan peran dan fungsi tersebut, maka DTKJ diharapkan dapat
memprakarsai pembenahan sistem transportasi Kota Jakarta yang
membutuhkan keterpaduan multidimensi dan komitmen lintas sektor agar
kemacetan yang ada bisa berkurang.

B. Saran
Menurut kelompok kami, untuk mengurangi kemacetan yang terjadi di
Jakarta diperlukan adanya kerjasama antara pihak pemerintah dengan
masyarakat. Pemerintah harus lebih mempertegas hukum tentang berlalu
lintas dan kepemilikan kendaraan bermotor.
Sedangkan masyarakat harus lebih mendukung program program yang
telah dilakukan oleh pemerintah misalnya dengan menggunakan kendaraan
umum seperti busway dibandingkan kendaraan pribadi agar kemacetan yang
terjadi menjadi berkurang. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan
pembenahan pada angkutan umum di Jakarta agar masyarakat merasa aman
dan nyaman ketika bepergian menggunakan kendaraan umum.

Anda mungkin juga menyukai