Anda di halaman 1dari 22

Kebijakan Moneter 1945-1950

Kuliah ke II Kebijakan Moneter dalam Pembangunan


Transmisi Kebijakan Moneter
“The process through which monetary policy decisions are transmitted into
changes in real GDP and inflation” (Taylor, 1995)
Transmisi Dengan Pendekatan Kuantitas

Sasaran
Instrumen Sasaran Antara Sasaran Akhir
Operasional

• Operasi Pasar • Uang primer • Besaran Moneter • Stabilitas harga


Terbuka • Reserve bank (M1, M2, Kredit) • Pertumbuhan
• Cadangan wajib • Suku bunga ekonomi
minimum • Kesempatan Kerja
• Fasilitas diskonto

Sumber : BI (2014)
Transmisi Dengan Pendekatan Kualitas

Sasaran
Instrumen Sasaran Akhir
Operasional

• Variabel-variabel
• Operasi Pasar • Suku bunga informatif • Stabilitas harga
Terbuka • Pertumbuhan
• Cadangan wajib ekonomi
minimum • Kesempatan Kerja
• Fasilitas diskonto
• Imbauan

Sumber : BI (2014)
Transmisi Kebijakan Moneter

Transmisi Langsung

Jalur Suku Bunga

Transmisi Jalur Harga Aset Output, Harga, dll

Jalur Kredit

Jalur Ekspektasi dan


Ketidakpastian

Sumber : BI (2014)
Transmisi Langsung
M = jumlah uang beredar
V = kecepatan perputaran uang
MV=PT P = tingkat harga secara umum (riil)
T = volume output atau transaksi ekonomi secara riil

• Dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah uang beredar hanya


mempengaruhi output riil
• Dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan
mendorong kenaikan harga (inflasi) yang pada giirannya menyebabkan
penurunan perkembangan output riil menuju posisi semula
• Dalam jangka panjang , pertumbuhan jumlah uang beredar tidak
berpengaruh pada perkembangan output riil tetapi mendorong kenaikan
laju inflasi secara proporsional

Sumber : BI (2014)
Jalur Suku Bunga

Kebijakan Investasi &


Suku Bunga Biaya Modal
Moneter Konsumsi

Permintaan
Agregat

Sumber : BI (2014)
Jalur Nilai Tukar

Kebijakan Harga Relatif


Nilai Tukar Harga
Moneter Impor

Jumlah Uang
Beredar Permintaan
Agregat

Nilai tukar mengambang ➔ ekspansif mendorong


depresiasi dan mendorong harga barang ekspor/impor ➔
kenaikan harga domestik

Sumber : BI (2014)
Jalur Harga Aset

Kebijakan Investasi &


Suku Bunga Harga Aset
Moneter Konsumsi

Permintaan
Agregat

Kontraktif maka suku bunga akan naik dan menekan harga


asset pada perusahaan ➔ ekspansi berkurang dan
menurunkan nilai kekayaan dan pendapatan ➔ konsumsi
turun

Sumber : BI (2014)
Jalur Kredit
Giro Wajib Minimum

Kebijakan Ketersediaan
Liabilitas Bank
Moneter Kredit Bank

Investasi

Suku Bunga/ Nilai Bersih Pemberian


Harga Saham Perusahaan Kredit Bank

Ekspansif ➔suku bunga akan dipasar uang akan turun dan harga saham akan
meningkat

Sumber : BI (2014)
Jalur Ketidakpastian
Kredibilitas Bank
Sentral

Kebijakan Ekspektasi Inflasi/ Keputusan Investasi/


Moneter Kegiatan Ekonomi Konsumsi

Ekspansif ➔ kenaikan jumlah uang beredar akan meningkatkan inflasi ➔


ekspektasi inflasi masyarakat akan meningkat pula ➔ inflasi akan semakin
tinggi

Sumber : BI (2014)
Jalur Ketidakpastian

Kebijakan Assymetric Investasi &


Uncertainty
Moneter Information Konsumsi

Permintaan
Agregat

Kebijakan monter yang ketat maka suku bunga akan naik


dan menimbulkan ketidakpastian pasar (ekspektasi
kenaikan biaya modal dan menunggu suku bunga turun) ➔
menunda/menurunkan investasi

Sumber : BI (2014)
Perekonomian Indonesia dan Kebijakan Moneter
1945-1950
Perekonomian Indonesia 1945-1950

Sumber : Kemenkoperekonomian (2017)


Perekonomian Indonesia 1945-1950

Sumber : Kemenkoperekonomian (2017)


Perekonomian Indonesia 1945-1950
Inflasi (berlakunya 3 mata uang yaitu De Javasche Bank, mata uang pemerintah
Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang) kemudian muncul ORI

• Uang sisa zaman kolonial Belanda yaitu uang kertas De Javasche Bank
• Uang kertas dan logam pemerintah Hindia Belanda yang telah disiapkan Jepang sebelum
menguasai Indonesia yaitu DeJapansche Regering dengan satuan gulden (f) yang dikeluarkan tahun
1942
• Uang kertas pendudukan Jepang yang menggunakan Bahasa Indonesia yaitu Dai Nippon emisi 1943
dengan pecahan bernilai 100 rupiah serta Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi 1943 bergambar
Wayang Orang Satria Gatot Kaca bernilai 10 rupiah dan gambar Rumah Gadang Minang bernilai 5
rupiah
Perekonomian Indonesia 1945-1950

1. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945


untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
2. Kas Negara kosong
3. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
4. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik
yang menyatakan laissez faire laissez passer. (Demokrasi Liberal)
Kebijakan Ekonomi dan Moneter 1945-1950

1. Gunting Syariffudin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950.


2. Program Benteng (kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswasrawan pribumi
dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan asing
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat
UU no.24 tahun 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yaitu penggalangan kerjasama
antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi.
5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-
Belanda.
Mengenal Gunting Syarifuddin

1. Gunting Syafrudin adalah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Syafrudin Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam
Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950.
2. Menurut kebijakan itu, "uang merah" (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi
dua.
3. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9
Agustus pukul 18.00. Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan
tempat-tempat yang telah ditunjuk.
4. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi. Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat
ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar tiga puluh tahun kemudian dengan
bunga 3% setahun.
5. "Gunting Sjafruddin" itu juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan,
demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).
6. Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi Indonesia yang saat itu sedang terpuruk utang menumpuk, inflasi tinggi,
dan harga melambung.
7. Dengan kebijaksanaan yang kontroversial itu, Sjafruddin bermaksud sekali pukul menembak beberapa sasaran: penggantian
mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang baru, mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi
dan dengan demikian menurunkan harga barang, dan mengisi kas pemerintah dengan pinjaman wajib yang besarnya
diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 miliar
Instrument Kebijakan Ekonomi dan Moneter 1945-1950
Periode ini mempunyai ciri kebijakan moneter longgar, yang berarti bank sentral melakukan
kebijakan ekspansi moneter dengan penambahan uang beredar, yang dilakukan dengan monetisasi
atau pencetakan uang baru. Pencetakan uang baru dilakukan untuk menutup defisit anggaran
belanja negara yang terus membengkak.

1. Kebijakan Pengguntingan uang: Pada 19 Maret 1950, penurunan nilai uang 50%
untuk pecahan lima rupiah ke atas. Guntingan kiri berlaku sebagai alat pembayaran,
guntingan kanan ditukar dengan obligasi negara dengan bunga 3% setahun.
2. Kebijakan moneter penting yang terjadi dalam periode ini adalah devaluasi.
Devaluasi bukan merupakan instrumen pengendalian moneter namun kebijakan ini
secara tidak langsung akan mempengaruhi kebijakan moneter sesudahnya. Dalam
periode ini devaluasi telah dilaksanakan pada: Maret 1946: kurs US$1,00 diubah
dari Rp1,88 rp menjadi Rp2,6525; September 1949: kurs US$1,00 menjadi Rp3,80;
Instrument Kebijakan Ekonomi dan Moneter 1945-1950

3. Kebijakan Pembersihan uang (monetary purge). Penurunan nilai mata uang ke


nilai nominal lebih rendah, dimaksudkan untuk mengurangi uang beredar. Pada
6 Maret 1946, satu rupiah menjadi tiga sen; 23 Oktober 1949, seratus rupiah
Jepang = satu rupiah ORI di luar Jawa dan Madura. Di Jawa dan Madura kurs
penukaran 100 : 1.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai