Anda di halaman 1dari 15

Kelompok 2

Mata Kuliah: Filsafat Pendidikan Islam


Dosen Pembimbing: Bapa
Khalilurrahman, M.Pd
Muhammad Alfian Maulana

Normalina Agustina

Nor Octa Viantoro

Nurkamilah

Noor Fadillah
 Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab,
yaitu masdar dari ‘alima-ya„lamu yang berarti tahu
atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris ilmu biasanya
dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan
dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata
science umumnya diartikan ilmu tapi sering juga
diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara
konseptual mengacu pada makna yang sama.
 Terkait dengan hal di atas, Abd. Rachman Assegaf
berpendapat bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi, dan
diinterpretasi. Ilmu menghasilkan kebenaran
obyektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji
ulang secara ilmiah.
 Secara etimologis, kata ilmu berarti
kejelasan, karena itu segala yang berbentuk
dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan.
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya
terulang sebanyak 854 kali dalam al-Qur'an.
 Dalam pandangan al-Qur'an ilmu adalah
keistimewaan yang menjadikan manusia
unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna
menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini
tercermin dari kisah kejadian manusia
pertama yang dijelaskan al-Qur'an dalam
surat al-Baqarah ayat 31 dan 32
 Menurut al-Qur'an, manusia memiliki potensi untuk meraih ilmu dan
mengembangkannya seizin Allah. Karena itu banyak ayat yang memerintahkan
manusia untuk menempuh berbagai cara demi mewujudkan hal tersebut. Berkali-
kali pula al-Qur'an menunjukkan betapa tingginya kedudukan orang-orang yang
berilmu pengetahuan.
 menurut Omar Muhammad al-Taomy al-Syaibani, filsafat pendidikan Islam tidak
lain adalah pelaksanaan pandangan filsafat dari kaidah filsafat Islam dalam bidang
pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam. fisafat pendidikan Islam
merupakan kajian secara filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat
dalam kegiatan pendidikan yangdidasarkan pada al-Qur'an dan al-Hadis sebagai
sumber primer, serta pendapat para ahli, khususnya filosof muslim sebagai sumber
sekunder. Atau dalam ungkapan yang ringkas, filsafat pendidikan Islam adalah
pemikiran mendalam tentang aspek-aspek pendidikan yang dituntun oleh ajaran
Islam.
 Dari penjelasan di atas tergambar dengan jelas bahwa antara ilmu
pengetahuan dan filsafat pendidikan Islam memiliki keterkaitan yang
sangat erat. Ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu bagian
penting dalam konteks filsafat secara umum, juga menduduki posisi yang
signifikan di dalam filsafat pendidikan Islam.
Mekanisme Perolehan Ilmu
Melalui Indera

Mekanisme Perolehan Ilmu


Melalui Akal

Mekanisme Perolehan Ilmu


Melalui Ilham Atau Wahyu
 1.Mekanisme Perolehan Ilmu Melalui Indera
Indera merupakan salah satu mekanisme
perolehan ilmu yang penting, khususnya indera
pendengaran dan penglihatan. Signifikansi
indera ini juga banyak disinggung di dalam al-
Qur'an.
Di dalam filsafat mekanisme perolehan ilmu
melalui indera ini disebut dengan empirisme.
Empirisme adalah aliran yang menjadikan
pengalaman sebagai sumber sumber
pengetahuan. Aliran ini beranggapan bahwa
pengetahuan diperoloeh melalui pengalaman
dengan cara observasi/penginderaan. Jadi,
kelemahan empirisme ini karena keterbatasan
indera manusia.
 1. Mekanisme Perolehan Ilmu Melalui Akal
Di dalam al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW, akal
ditempatkan pada kedudukan yang tinggi serta mendorong
manusia untuk menggunakannya. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya ungkapan ayat-ayat al- Qur'an yang
menyuruh manusia untuk mempergunakan dan
memanfaatkan akalnya.
Di dalam konsep filsafat, penekanan mengenai pentingnya
akal dalam ilmu pengetahuan melahirkan paham
rasionalisme. Melalui akal dapat diperoleh kebenaran
dengan metode deduktif seperti yang dicontohkan ilmu
pasti.
Dalam perspektif pendidikan Islam, akal memang
memegang peranan yang sangat penting sebagai salah
satu mekanisme memperoleh ilmu pengetahuan. Oleh
sebab itu ada dimensi-dimensi lain yang akan diuraikan
berikutnya mengenai aspek-aspek lain ilmu dan
mekanisme perolehannya dalam perspektif filsafat
pendidikan Islam yaitu terkait dengan ilham dan wahyu.
 1. Mekanisme Perolehan Ilmu Melalui iham
dan wahyu
Ilham, disebut juga intuisi atau inspirasi.
Adalah bisikan hati, berupa pengetahuan yang
diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya, baik
kepada Rasulullah maupun selainnya. Ilham
bagi para nabi dan rasul adalah wahyu.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilham
dan wahyu merupakan salah satu mekanisme
perolehan ilmu di dalam Islam. Dalam konteks
ini, tentu berbeda dengan konsep filsafat
pendidikan Barat yang lebih cenderung
mengedepankan rasionalitas sebagai dasar
pijakannya.
 Allah swt Maha Mengetahui (al-Alim).

 Al-Qur‟an dan Hadits dijadikan sebagai sumber


ilmu pengetahuan. Besar alasannya adalah
disamping Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup
kaum Muslimin, di dalamnya juga ditemukan
banyak ayat yang berbicara tentang fenomena
alam dan manusia.
 Ada dua tawaran terkait dengan fungsi Al-Qur‟an
sebagai sumber imu pengetahuan. Pertama,
meletakkan Al-Qur‟an sebagai konsep dasar atau
inspirasi yang kemudian dikembangkan melalui
berbagai riset ilmiah. Kedua, meletakkan Al-
Qur‟an (ayat-ayat qauliyah) dan alam (ayat-ayat
kauniyah) menjadi dua sumber yang kurang lebih
setara bagi bangunan ilmu pengetahuan
 Berpikir merupakan suatu kegiatan
menemukan pengetahuan yang benar. Apa
yng disebut benar bagi seseorang belum
tentu benar bagi orang lain. Untuk
menentukan kepercayaan apa yang benar,
para filosof bersandar kepada tiga cara untuk
menguji kebenaran, yaitu :

 Teori Korespondensi ( Berhubungan ).


 Teori Koherensi
 Teori Pragmatis
 Agama sebagai teori kebenaran
 Teori Korespondensi ( Berhubungan ). Tokoh utamanya adalah Betrand
Russel ( 1872 – 1970 ), Bagi penganut teori korespondensi ini, suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung
pernyataan itu berkorespondensi ( berhubungan ) dengan obyek yang dituju
oleh pernyataan tersebut.
 Teori Koherensi. Koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan
diri kepada kriteria kebenaran tentang konsisten dalam argumentasi
sekiranya terdapat konsistensi dalam alur berfikir, maka kesimpulan yang
ditariknya adalah benar. Sebaliknya jika terdapat argumentasi yang bersifat
tidak konsisten, maka kesimpulannya yang di tariknya adalah salah.
 Teori Pragmatis. Teori ini di cetuskan oleh Charles.S.Peirce ( 1839 – 1914 )
dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “ How To
Make Our Ideas Clear.” Kebenaran suatu pernyataan di ukur dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan Praktis.
Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau
konsekuensinya dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam
kehidupan manusia.
 Agama sebagai teori kebenaran. Agama dengan karakteristiknya sendiri
memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang di pertanyakan
manusia; baik tentang alam, manusia, maupun Tuhan. Dalam agama yang di
kedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan.
Seorang Filosof Islam, Ibnu Khaldun mengklsifikasikan ilmu pengetahuan.
Diantara lain :
1. Ilmu- ilmusyar‟iyyah
2. Ilmu-ilmu filosof
Langgulung menegaskan bahwa munculnya klasifikasi ilmu secara filosofis
merupakan usaha sekelompok ahli-ahli ilmu untuk menggabungkan berbagai
cabang ilmu pengetahuan ke dalam kelompok-kelompok tertentu supaya
mudah dipahami. Otak manusia selalu mencari yang mudah dicerna, mudah
diingat, mudah dibayangkan, maka digabungkannya fenomena-fenomena
yang beraneka ragam ke dalam kelompok-kelompok yang lebih sederhana,
semakin kecil jumlah kelompok itu semakin baik, sebab lebih mudah
dicernakan oleh otak manusia.
Secara umum, ilmu pengetahuan dapat dikatagorikan menjadi empat bagian
:
-lmu- ilmu alamiah (Natural Science)
-Ilmu-ilmu social
-Ilmu dasar atau murni di bidang sosial
-Ilmu humaniora
Integrasi ilmu pengetahuan tidak mungkin tercapai
hanya dengan mengumpulkan dua himpunan
keilmuan yang mempunyai basis teoritis yang
berbeda (sekuler dan relegius). Sebaliknya integrasi
ini harus diupayakan hingga tingkat epistomologis.
Menggabungkan dua himpunan ilmu yang berbeda,
sekuler dan relegius. Untuk mencapai tingkat
integritas epistomologis maka integrasi harus
diusahakan pada beberapa aspek, yaitu :
- integrasi ontologis,
- -integrasi klasifikasi ilmu, dan
- -integrasi metodologis.
 Ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan
karena perkembangan masyarakat Islam, serta tuntutannya dalam
membangun seutuhnya (jasmani-rohani) sangat ditentukan oleh
kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan yang dicerna melalui proses
pendidikan. Proses pendidikan tidak hanya menggali dan
mengembangkan sains, tetapi juga, dan lebih penting lagi, dapat
menemukan konsep baru tentang sains yang utuh, sehingga dapat
membangun masyarakat Islam sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan yang diharapkan.
 Dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, ilmu tidak diarahkan
kepada kemauan hawa nafsu, subyektifitas, bias, fanatisme, dan
seterusnya. Pendidikan Islam harus dijamahkan dari sikap arogansi
intelektual, karena bagaimanapun kemampuan intelektual manusia
itu terbatas. Ilmu yang diterapkan dalam pendidikan Islam harus
bermanfaat, baik dari aspek empiris maupun non empiris dalam aspek
aqidah dan akhlaq. Akhirnya, pendidikan Islam harus mencari dan
mengembangkan ilmu terus menerus dimana dan kapan saja tanpa
mengenal batas dan waktu (open eded activity).

Anda mungkin juga menyukai