TESIS
Oleh
K O LA
E
H
S
PA
A
N
C
A S A R JA
S
TESIS
Oleh
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
yang berlaku.
ABSTRAK
ABSTRACT
In the APBN structure in 2010, acceptance of the tax contributed 80% domestic
acceptance. Income tax (PPh) and the Value Added Tax (PPN) contributed 83.29
% for acceptance of taxation. From the year to the role year of Income Tax (PPh)
increasingly increased, in fact the increase in the tax from the sector of this
income tax began to be stressed in the sector of non oil and gas compared with
the sector of oil and gas. This research was the study about the development of
Acceptance of Income Tax (PPh) in the Medan City the period 1990 up to 2010 by
using the Analysis of the Route. The data kind in this research was the data time
series, that is the inflation data, the issuing of the government, investment, the
source of the production of the company (that it was demonstrated by gross
income before the tax) and the source of the income of the community (that was
shown by the income per capita) that originated in Directorate General Pajak and
the Statistik Central Committee as well as the other research research that were
connected with this research.Results of the research showed that together the
Inflation variable, Pengeluaran of the Government, Investasi, Sumber of the
Production of the Company (that it was demonstrated by gross income before the
tax) and the Source of the Income of the Community (that was shown by the
income per capita) gave the influence that was significant towards acceptance of
Income Tax in the Medan City. Partially Investment and the Source of the
Production of the Company (the Kena Pajak Production) influential positive and
significant towards Acceptance of Income Tax in the Medan City. The issuing of
the Government and the Source of the Production of the Community (the
Perkapita Income) influential positive but not significant towards Acceptance of
Income Tax in the Medan City. Inflation was influential of the negative but not
significant towards Acceptance of Income Tax in the Medan City.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Agama : Katholik
Kewarganegaraan : Indonesia
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................. i
ABSTRACT ................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
DAFTRA SINGKATAN ........................................................................... xi
PENDAHULUAN
pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.
Peran serta masyarakat sangat diharapkan oleh pemerintah salah satunya adalah
dengan membayar pajak. Pajak adalah alat anggaran yang dapat dipergunakan
pembangunan di Indonesia adalah berasal dari pajak. Bahkan saat ini kontribusi
pajak dalam mengisi kas negara sangat besar, hampir mencapai 80%. Keadaan ini
pajak sehingga dapat dikatakan bahwa saat ini pajak adalah tulang punggung
(budgetary), pajak juga dapat memiliki fungsi sebagai alat untuk mengatur
menjual produknya ke luar negeri, padahal kebutuhan domestik juga sangat tinggi
dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Ketika itu pemerintah mengoptimalkan
fungsi mengatur pajak dengan cara menaikkan pajak ekspor CPO sampai 60%
(enam puluh persen), sehingga para eksportir akan berpikir berkali-kali jika ingin
lembaga pemungutnya, pajak dibedakan menjadi Pajak Negara atau Pajak Pusat
dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
akan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara secara umum. Pajak
Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah seperti provinsi,
daerah masing-masing.
dalam negeri. Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
menyumbang 83,29 % untuk penerimaan perpajakan. Jika diamati lagi sejak tahun
51% untuk penerimaan pajak dalam negeri, pada tahun 2008 mengalami
tahun 2009 juga mengalami kenaikan sebesar Rp357,40 triliun dan peranannya
juga mengalami kenaikan menjadi 56,54%, namun pada tahun 2010 penerimaan
Pajak Penghasilan turun menjadi Rp340,32 triliun dan peranannya dalam APBN
pajak dari sektor pajak penghasilan ini mulai dititikberatkan pada sektor non
migas dibandingkan dengan sektor migas. Tetapi untuk tahun 2010 penerimaan
triliun Rupiah.
(04 Januari 2011) mengatakan bahwa target penerimaan pajak tahun 2010 tidak
dapat dicapai. Realisasi penerimaan Pajak Penghasilan non migas hanya bisa
mencapai 97% dari target yang telah ditetapkan dalam APBN-P 2010
faktor eksternal. Faktor internal bisa berupa kebijakan di bidang perpajakan dan
bisa juga kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh DJP.
semakin baik kondisi perekonomian maka akan semakin banyak penghasilan yang
akan diterima oleh masyarakat baik yang diterima oleh perusahaan maupun
Bruto (PDB) riil pertahun. PDB biasanya diukur melalui pendekatan hasil
demikian dapat dikatakan bahwa potensi penerimaan pajak suatu negara akan
dalam kegiatan memproduksi dan kegiatan mengkonsumsi barang dan jasa. Unit-
unit produksi memproduksi barang dan jasa, dan dari kegiatan memproduksi ini
timbul pendapatan atau penghasilan yang kemudian akan dapat dilakukan untuk
keperluan konsumsi dan investasi. Inflasi, produktivitas investasi dan ekspor serta
dan pinjaman luar negeri (Latief, 2002). Walaupun satu atau dua tahun setelah
pertumbuhan ekonomi yang positif, namun hingga saat ini pertumbuhannya rata-
rata per tahun relatif masih lambat dibandingkan negara-negara tetangga yang
juga terkena krisis seperti Korea Selatan dan Thailand. Salah satu penyebab
kegiatan investasi, termasuk arus investasi dari luar terutama dalam bentuk
faktor pendorong yang sangat krusial bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang
pertumbuhannya setiap tahun. melalui nilai pembentukan modal tetap bruto. Nilai
juga dapat dilihat dari pertumbuhannya tiap tahun. Penurunan yang signifikan
terjadi pada tahun 1998 dimana pertumbuhannya menjadi -33,01% seiring dengan
belum tentu ikut meningkat, bahkan bisa juga menurun. Pada tahun 1996-1997,
dari 14,51% pada tahun 1996 menjadi 8,57% pada tahun 1997. Perkembangan
Pertumbuhan Investasi
Tahun
Investasi (Milyar Rupiah)
1986 9,20 136.726,60
1987 5,50 144.245,44
1988 11,51 160.846,31
1989 14,92 184.839,79
1990 16,08 214.557,44
1991 12,90 242.236,26
1992 3,59 250.921,10
1993 6,60 267.480,92
1994 13,76 304.274,81
1995 13,99 346.857,67
1996 14,51 397.201,96
1997 8,57 431.234,21
1998 -33,01 288.891,78
1999 -18,20 236.326,62
2000 16,74 275.881,10
2001 6,49 293.792,70
2002 4,69 307.584,60
2003 0,60 309.431,05
2004 14,68 354.865,74
2005 10,89 393.500,50
2006 2,60 403.719,24
2007 9,39 441.614,01
2008 11,69 493.222,49
Sumber : Data World Bank (2010)
fiskal yang ekspansif. Kebijakan fiskal yang ekspansif dinilai dapat mendorong
dapat dibedakan menjadi belanja untuk fungsi pelayanan umum, dan belanja
dialokasikan untuk fungsi ini tidak lebih besar daripada belanja fungsi pelayanan
yang bersifat tidak mengikat. Pengeluaran yang sifatnya wajib meliputi: belanja
Pengeluaran yang tidak mengikat seperti: belanja modal, bantuan sosial, sebagian
Indonesia, Kota Medan merupakan kota yang kaya dengan potensi perpajakan,
namun akhir-akhir ini fenomena yang terjadi adalah realisasi penerimaan pajak,
sesuai dengan target yang telah dibebankan. Pada tahun 2010, Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara Satu, Yusri Natar Nasution
dari target, yaitu Rp4,5 triliun, padahal target yang dibebankan adalah Rp5 triliun
(Sinar Indonesia Baru, 09 Januari 2010). Hal ini menjadi pemikiran karena disisi
ini :
Kota Medan memiliki potensi perpajakan yang cukup besar dan masih
banyak yang belum tergali terutama dari sektor non migas khususnya potensi
penerimaan PPh perusahaan dan PPh orang pribadi. Jumlah penduduk yang
semakin besar, maraknya pembangunan sarana dan prasarana kota dan semakin
kenaikan, merupakan potensi pajak yang masih harus digali dengan optimal.
Peranan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara yang semakin besar
yang ditandai dengan naiknya target penerimaan pajak dari tahun ke tahun maka
bruto sebelum pajak) dan sumber pendapatan masyarakat (yang ditunjukkan oleh
Berdasarkan latar belakang dan uraian yang telah diungkapkan maka yang
Medan.
sebelum pajak).
perkapita).
pendapatan perkapita).
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pajak yang ada di Kota Medan agar dapat mengetahui pengaruh inflasi,
Pajak yang ada di Kota Medan agar dapat melakukan berbagai langkah –
TINJAUAN PUSTAKA
dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Andrani (2002) juga
mengemukakan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung atau tidak langsung dapat
menyatakan bahwa Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
a. Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara, dan iuran tersebut berupa
uang (bukan barang dan jasa) yang akan mengisi kas negara;
negara;
ekonomi.
Selain fungsi tersebut, menurut Burton dan Ilyas (2005) terdapat pula fungsi
lain dari pajak yang saat ini mengemuka, yaitu fungsi demokrasi dan fungsi
balik yang meskipun tidak diterima langsung tetapi diberikan kepada warga
a. Menurut Golongan
sendiri oleh yang membayarnya. Jadi pajak jenis ini tidak dapat
lain atau pemikul. Contoh : PPN dan PPnBM. Pemikul pajak tidak
b. Menurut Sifat
akan dikenakan Bea Meterai sebesar Rp. 6.000,- tanpa melihat kondisi
wajib pajak.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Bea Meterai,
Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa segala pajak untuk
diterbitkan Undang – Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan yang telah diubah terakhir dengan Undang – Undang
Nomor 16 tahun 2009 dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 yang telah
Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang dikenakan terhadap subjek
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
adalah :
1) a. orang pribadi ;
berhak ;
2) badan ;
langsung. Pajak golongan ini tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Di
berasal dari sumber pajak tak langsung. Nafziger dan Todaro (2003) menyebutkan
bahwa proporsi PDB terhadap pajak langsung pada negara sedang berkembang
lebih rendah daripada pajak langsung di negara-negara maju. Hal ini dapat terjadi
dominasi pajak tidak langsung menjadi pajak langsung sesuai dengan tingkat
(wage) yang diterima oleh pekerja (Wajib Pajak Orang Pribadi) dan sewa (rent)
yang dikumpulkan oleh para pemilik modal (Wajib Pajak Badan). Meningkatnya
output akan meningkatkan pendapatan perkapita dan akan memperluas basis pajak
serta subyek pajak langsung dan tak langsung. Peningkatan basis pajak langsung
pendapatan tertentu yang biasa disebut dengan penghasilan tidak kena pajak
pajak dan wajib pajak (orang pribadi dan badan), juga akan mendukung
tinggi dengan laju pertumbuhan yang cepat, kesempatan kerja yang tinggi,
stabilitas harga, serta keseimbangan dalam neraca pembayaran secara umum yaitu
ekonomi, dan ikut berperan menjaga ekonomi yang tumbuh dengan penggunaan
tenaga kerja penuh dimana tidak terjadi laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah.
pengeluaran publik serta penerimaannya yang sebagian besar adalah dari pajak
pemerintah yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Anggaran tersebut
meningkatkan daya beli masyarakat. Sebaliknya, pada saat anggaran surplus, ini
pemerintah adalah seluruh pembelian atau pembayaran barang dan jasa untuk
pengukur untuk menentukan seberapa besar peran sektor pemerintah dan sektor
swasta.
atau dengan meminjam dari bank sentral. Ada beberapa teori mengenai
pemerintah sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Ada
kebutuhan yang berbeda, sehingga arah kebijakannya juga berbeda. Ini tentunya
berkaitan dengan seberapa lama negara itu telah merdeka dan kualitas sumber
daya manusianya.
Untuk menuju tingkat ekonomi yang lebih tinggi beberapa tahapan harus
dilalui oleh negara pada awal perkembangan ekonomi dan ada beberapa hal yang
sudah terpenuhi oleh negara pada tahap lanjut pembangunan, sehingga tidak perlu
lagi terfokus pada penyediaan prasarana layaknya negara pada tahap awal
yang pasti dilalui setiap negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi,
kesehatan, dan jaminan sosial. Gagasan lain dikemukakan oleh Adolph Wagner.
d. Perkembangan demokrasi.
pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk
menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik. Kegiatan investasi
pendapatan masyarakat yang juga meningkat, permintaan barang dan jasa oleh
masyarakat akan bertambah pula. Permintaan yang semakin besar akan semakin
Semakin tinggi pendapatan nasional suatu negara, maka investasi yang terbentuk
Selain suku bunga, unsur lain yang berpengaruh dari segi biaya dalam
keputusan investasi adalah pajak. Pemerintah pusat memliki banyak sekali alat
Satu hal yang berperan penting dalam keputusan investasi tersebut adalah pajak
swasta.
investasi atau sering disebut crowding out adalah suatu konsep pemikiran yang
dapat berbentuk investasi pada asset riil, dan asset finansial. Investasi pada asset
Sementara itu, investasi pada asset finansial dapat dilakukan di pasar uang atau di
sertifikat bank sentral, sedangkan di pasar modal berupa saham, atau obligasi.
permintaan agregat dan akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan
kerja. Investasi dapat dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasta. Investasi
barang oleh pemerintah pusat dalam jangka panjang untuk investasi pembelian
surat berharga dan investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok
ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka
waktu tertentu.
bisa berasal dari Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman
Modal Asing (PMA). Investasi ini merupakan faktor penting yang dapat
satu komponen penting dari Aggregate Demand (AD) merupakan suatu faktor
kegiatan untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang. Dalam hal investasi
Asing (PMA) dan UU No. 6 Tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam
UU No. 11 dan UU No. 12 Tahun 1970. Berbagai kebijakan investasi PMA harus
didukung oleh PMDN yang baik sehingga memberi hasil yang maksimal.
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), maka Indonesia memasuki era
kebijaksanaan tersebut maka para investor asing dan swasta nasional berani
multiplier.
agregat dan efek ini bersifat jangka panjang sehingga kenaikan pengeluaran
kemakmuran masyarakat.
dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah. Hal ini pada
pendapatan riil per kapita, pendapatan ini pada umumnya masih rendah. Gejala
berkembang adalah hasrat konsumsi dari masyarakat yang tinggi sebagai akibat
penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu
Indonesia ;
1. Perolehan faktor produksi, dalam hal ini faktor yang terpenting adalah
tanah.
3. Laju produksi pedesaan, dalam hal ini yang terpenting adalah produksi
pertanian dan arah gejala harga yang diberikan kepada produk tersebut.
rumah tangga yang dapat mereka belanjakan untuk konsumsi yaitu yang
rumah tangga bagi pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam hal ini pendapatan per
kapita determinan potensi ekonomi yang penting selain luas negara serta
Negara berarti juga mencerminkan rendahnya pertumbuhan GNP dan ini terjadi
anggota masyarakat.
berasal dari satu sumber, melainkan dari beberapa sumber atau dapat dikatakan
sumber pendapatan (Susilowati et al, 2002). Bagi rumah tangga pedesaan yang
oleh besarnya kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan dan tingkat upah yang
pertanian, produktivitas lahan, intensitas dan pola tanam, serta teknologi yang
No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Variabel Variable Bebas Hasil Penelitian
Analisis Terikat
1 Ismail Fahmi Analisa Faktor – Faktor OLS Pajak - Inflasi (INF t-1) Inflasi mempunyai pengaruh negatif
Nasution (2008) yang Mempengaruhi Penghasilan - Pendapatan terhadap penerimaan PPh Orang
Penerimaan Pajak Orang Pribadi Perkapita Pribadi di Sumatera Utara. Sebaliknya
Penghasilan Orang Pribadi - Pertumbuhan PDRB Pendapatan perkapita mempunyai
di Sumatera Utara pengaruh positif terhadap penerimaan
Pajak Penghasilan Orang Pribadi di
Sumatera Utara.
2 Saepudin Analisis Faktor-Faktor OLS Penerimaan - Pertumbuhan PDRB Terdapat hubungan yang positif antara
(2008) Yang Mempengaruhi PPN - Jumlah PKP penerimaan PPN dengan pertumbuhan
Penerimaan PPN di terdaftar PDRB dan jumlah PKP terdaftar.
Sumatera Utara - Inflasi Sebaliknya, dengan inflasi justru
terdapat hubungan yang negatif.
3 Abdul Wahab Analisis Ekspor dan SEM Pertumbuhan - Exchange rate Exchange rate, investasi, kredit dan
(2009) Pengaruhnya Terhadap Ekonomi - Investasi ekspor berpengaruh positif terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dan - Kredit pertumbuhan ekonomi
Kesempatan Kerja di - Ekspor
Sulawesi Selatan
4 Agustina Endah Analisis Pengaruh ECM Investasi - Pengeluaran Pengeluaran Pemerintah dan defisit
Wahyuningtyas Pengeluaran Pemerintah Pemerintah anggaran berpengaruh negatif terhadap
(2010) dan Defisit Anggaran - Defisit Anggaran masuknya investasi namun tidak
Terhadap Investasi di signifikan
Indonesia
5 Novita Sitompul Analisis Determinan OLS Pertumbuhan - Investasi Investasi PMDN tahun sebelumnya
(2008) Konsumsi Masyarakat di Ekonomi - Jumlah Tenaga dan jumlah tenaga kerja berpengaruh
Indonesia Sumatera Kerja positif dan signifikan terhadap
Utara - Ekspor pertumbuhan ekonomi Sumatera
Utara.
6 Asmuri (2006) Analisis Pengaruh OLS Penerimaan - Reformasi Reformasi perpajakan, inflasi dan
Reformasi Perpajakan, Pajak Perpajakan jumlah WP berpengaruh signifikan
prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan
ataupun tahunan.
penghasilan perusahaan maka Pajak Penghasilan yang akan dibayarnya juga akan
semakin besar, hal ini sesuai dengan penelitian Ismail Fahmi Nasution (2008)
mengkonsumsi barang dan jasa. Unit-unit produksi memproduksi barang dan jasa,
dan dari kegiatan memproduksi ini timbul pendapatan atau penghasilan yang
kemudian akan dapat dilakukan untuk keperluan konsumsi dan investasi. Inflasi,
makro lainnya dapat mempengaruhi kondisi ekonomi makro yang pada akhirnya
negatif terhadap pertumbuhan PDRB dan penerimaan PPN. Semakin besar inflasi
maka pertumbuhan pendapatan akan semakin kecil dan demikian juga dengan
penerimaan pajak akan semakin kecil juga. Selain itu, Abdul Wahab (2009) dan
semakin besar. Selain pengaruh inflasi dan investasi, pendapatan atau penghasilan
pendapatan atau penghasilan masyarakat akan semakin besar dan akhirnya PDRB
yang negatif terhadap penerimaan pajak penghasilan karena semakin besar inflasi
Jika penghasilan kecil maka pajak penghasilan juga akan kecil. Investasi
Inflasi (P)
Sumber Penghasilan
Perusahaan ( Y1)
Pengeluaran Pajak
Penghasilan
Pemerintah (G) ( Y3)
Sumber Pendapatan
Masyarakat ( Y2)
Investasi (I)
objek penelitian dan tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan
empiris yang dilakukan para peneliti sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini
berpengaruh positif.
positif.
METODE PENELITIAN
Penghasilan (PPh) di Kota Medan kurun waktu 1990 sampai dengan 2010 dan
Jenis data dalam penelitian ini adalah data time series, dari tahun 1990
sampai dengan tahun 2010. Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini
berasal dari data sekunder (secondary data) yang diperoleh dari kantor Wilayah
DJP Sumatera Utara I dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan. Untuk
dikumpulkan melalui berbagai literatur serta surat kabar dan artikel yang diunduh
untuk menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda jika
menggunakan analisis jalur adalah karena dengan cara ini dapat dijelaskan tata
hitung antar variable dan hubungan mana yang perlu diperhitungkan karena
Y1 = f (P, G, I) ..............................................................(3.1)
Y2 = f (P, G, I) ..............................................................(3.2)
Keterangan :
direct effect (DE), indirect effect (IE), dan total effect (TE) dengan formula
sebagai berikut :
(Y1) :
P Y1 = PY1P
(Y1) :
I Y1 = PY1I
(Y2):
P Y2 = PY2P
G Y2 = PY2G
(Y2) :
I Y2 = PY2I
P Y3 = PY3P
Penghasilan (Y3) :
P Y3 = PY3P
I Y3 = PY3I
Penghasilan (Y3) :
Y1 Y3 = PY3Y1
Penghasilan (Y3) :
Y2 Y3 = PY3Y2
P Y1 Y3 = (PY3P) (PY3Y1)
G Y1 Y3 = (PY3G) (PY3Y1)
I Y1 Y3 = (PY3I) (PY3Y1)
P Y2 Y3 = (PY3P) (PY3Y2)
G Y2 Y3 = (PY3G) (PY3Y2)
I Y2 Y3 = (PY3I) (PY3Y2)
P Y1 Y3 = (PY1P) + (PY3Y1)
G Y1 Y3 = (PY1G) + (PY3Y1)
I Y1 Y3 = (PY1I) + (PY3Y1)
P Y2 Y3 = (PY2P) + (PY3Y2)
G Y2 Y3 = (PY2G) + (PY3Y2)
I Y2 Y3 = (PY2I) + (PY3Y2)
rupiah.
barang tertentu (bukan satu macam barang saja) dan terjadi secara
Jenderal Pajak dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal dan berkantor pusat di
Jalan Jenderal Gatot Subroto No.40-42 Jakarta. Dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, organisasi DJP terbagi atas unit kantor pusat dan unit kantor
Direktorat Jenderal, para Direktur, dan jabatan Tenaga Pengkaji. Unit kantor
operasional terdiri atas Kantor Wilayah DJP (Kanwil DJP) sebanyak 31 unit,
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebanyak 331 unit. Untuk menjangkau masyarakat
Wajib Pajak yang tinggal di daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh
Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) sebanyak 207 unit dan Pusat
Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP) yang sampai saat ini masih
Medan, DJP telah mendirikan beberapa, kantor operasional terdiri atas 1 Kantor
ke tahun dan perkembangannya dapat dilihat melalui tabel 4.1. dibawah ini.
DJP untuk bekerja lebih keras lagi dalam mencapai target yang telah ditetapkan.
Sejak tahun 1990 sampai dengan 1994 penerimaan Pajak Penghasilan per tahun
penerimaan Pajak Penghasilan hanya 6,33 persen, pertumbuhan yang paling tinggi
adalah pada tahun 1992 yaitu 9,15 persen dibandingkan dengan tahun 1991. Pada
Pajak Penghasilan. Kebijakan pemerintah ini juga ternyata berakibat sangat positif
mencapai hampir 23 persen. Sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2010
Meskipun pada tahun 2001 sempat mengalami penurunan sebesar -0,003 persen
dibandingkan tahun 2000 namun pada tahun 2002 pertumbuhan penerimaan Pajak
Penghasilan mulai naik lagi bahkan mencapai 74 persen dan pada tahun 2008
mencapai 65 persen.
masih bisa digali lebih dalam lagi sehingga pada tahun 2008 Pemerintah kembali
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Meskipun pada tahun 2008 ini
terjadi krisis ekonomi global yang mampu menggugurkan Lehman Brothers dan
persen dibandingkan dengan tahun 2007. Kebijakan pemerintah ini ternyata masih
2010 khususnya untuk Kota Medan penerimaan Pajak Penghasilan masih bisa
tumbuh di atas 10 persen. Hal ini bisa menggambarkan bahwa kebijakan peraturan
Kota Medan.
jumlah total penerimaan perusahaan yang dapat dinilai dengan uang yang menjadi
Pajak merupakan suatu nilai yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak
penghasilan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak dalam satu tahun pajak dan
Wajib Pajak.
Penghasilan Kena Pajak yaitu laba bruto Wajib Pajak yang menjadi dasar untuk
penelitian ini diwakili oleh Penghasilan Kena Pajak. Penghasilan Kena Pajak ini
diperoleh dari Laporan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang dilaporkan oleh
(SPT Tahunan PPh). Semakin besar laba bruto perusahaan maka Penghasilan
Kena Pajak juga akan semakin besar dan Pajak Penghasilan yang akan dibayar
kurun waktu tahun 1990 sampai dengan 2010, sebagaimana dapat dilihat dalam
berikut ini.
dari tahun ke tahun. Target penerimaan pajak yang selalu mengalami kenaikan
setiap tahun memaksa Direktorat Jenderal Pajak agar melakukan segala tindakan
Kena Pajak merupakan dasar untuk menghitung Pajak Penghasilan maka agar
Pajak Penghasilan bisa naik maka salah satu cara yang dilakukan adalah dengan
Pertumbuhan Penghasilan Kena Pajak di Kota Medan sejak tahun 1990 sampai
dengan 1994 hanya sekitar 8 persen per tahunnya. Pada tahun 1995 Penghasilan
Kena Pajak mengalami kenaikan sampai 65,25 persen jika dibandingkan dengan
tahun 1994. Walaupun pada tahun 1996 Penghasilan Kena Pajak di Kota Medan
mengalami kenaikan hanya sebesar 7,57 persen namun pada tahun 1997
Penghasilan Kena Pajak kembali mengalami kenaikan yang signifika lagi hingga
51,61 persen bahkan sampai dengan tahun 2002 masih mengalami pertumbuhan
di atas 10 persen.
pertumbuhan sebesar 31 persen per tahunnya. Namun pada tahun 2008, akibat
terjadinya krisis ekonomi global pada tahun 2008, Penghasilan Kena Pajak
mencapai -4,98 persen jika dibandingkan dengan Penghasilan Kena Pajak pada
tahun 2007. Namun pada tahun 2009 Penghasilan Kena Pajak kembali mengalami
pertumbuhan hanya 4,17 persen hal ini membuktikan bahwa ekonomi Kota
Medan masih sanggup menghadapi krisis ekonomi akibat krisis ekonomi global
ekonomi di Kota Medan. Walaupun ekonomi belum pulih sejak krisis ekonomi tahun
1997 namun perekonomian di Kota Medan sangat menjanjikan bagi para pelaku
ekonomi sehingga para pelaku ekonomi selalu melakukan perbaikan dan antisipasi
dibidang ekonomi. Kondisi ini juga didukung oleh suku bunga bank yang telah
menurun, sehingga kegiatan ekonomi sektor riil mulai bergerak menyebabkan laju
Penghasilan Kena Pajak juga mengalami kenaikan yang positif. Selain itu data
tersebut di atas juga dapat menggambarkan bahwa wajib pajak di Kota Medan
masyarakat suatu wilayah juga akan tinggi. Kualitas hidup masyarakat yang lebih
pendidikan, fasilitas umum lainnya dan banyak lagi indikator lainnya yang secara
diperoleh rumah tangga yang dapat mereka belanjakan untuk konsumsi yaitu
rumah tangga bagi pemenuhan kebutuhan mereka. Sebagai salah satu kota
bidang dan berusaha untuk meningkatkan pendapatan penduduknya, hal ini dapat
dilihat dari perkembangan Pendapatan Perkapita Kota Medan sejak tahun 1990
hingga tahun 2010 sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut ini.
ke tahun. Pendapatan Perkapita Kota Medan pada tahun 1991 hanya tumbuh
tahun 1995 pertumbuhan Pendapatan Perkapita Kota Medan selalu berada diatas
10 persen. Pada tahun 1996 dan 1997 walaupun mengalami pertumbuhan yang
krisis ekonomi dunia menerpa Indonesia pada tahun 1998, ternyata Kota Medan
masih bisa bertahan, hal ini dapat dilihat dari Pendapatan Perkapita Kota Medan
yang masih tumbuh bahkan bisa mencapai 37 persen. Sampai dengan tahun 2002
Pada tahun 2003 walaupun masih tumbuh positif namun pertumbuhannya kembali
mencapai 11,71 persen namun tahun 2005 sampai dengan tahun 2009
demikian pada tahun 2010 terjadi hal yang menggembirakan yaitu pertumbuhan
Hal ini membuktikan bahwa perekonomian Kota Medan setiap tahun semakin
membaik.
Perekonomian Kota Medan yang lebih baik ini akan bisa dicapai jika
belanja pegawai, pembayaran bunga utang, subsidi, dan sebagian belanja barang.
besar peran sektor pemerintah dan sektor swasta. Di samping itu, pengeluaran
pemerintah dapat menjadi penentu pokok jumlah pengeluaran agregat, dan juga
Medan sejak tahun 1990 sampai dengan 2010 dapat dilihat dari Tabel 4.4 sebagai
berikut.
Pengeluaran Pengeluaran
Tahun Tahun
Pemerintah Pemerintah
1990 313,92 2001 916,22
1991 336,88 2002 796,50
1992 383,14 2003 905,42
1993 458,58 2004 1.063,11
1994 373,97 2005 1.554,44
1995 427,88 2006 1.675,57
1996 491,52 2007 1.939,70
1997 575,98 2008 3.620,11
1998 200,77 2009 3.823,15
1999 449,05 2010 4.232,17
2000 416,77
Sumber : - Badan Pusat Statistik Kota Medan (Tahun 2012)
kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1991 Pengeluaran Pemerintah hanya
1992 hingga tahun 1997 Pengeluaran Pemerintah selalu berada di atas 10 persen.
Pada tahun 1998 ketika krisis ekonomi global melanda Kota Medan, Pengeluaran
Untuk menjaga agar ekonomi tetap stabil akibat krisis ekonomi pada tahun 1998
maka pada tahun 1999 Pengeluaran Pemerintah Kota Medan mengalami kenaikan
hingga 123 persen bila dibandingkan dengan tahun 1998. Walaupun Pengeluaran
Pemerintah sempat mengalami penurunaan pada tahun 2000 namun sejak tahun
mencapai 120 persen. Sejak tahun 2003 hingga tahun 2010 Pengeluaran
mencapai 86 persen untuk menjaga kestabilan ekonomi Kota Medan akibat krisis
umum dan terus menerus. Inflasi diukur dalam persen (%). Naiknya inflasi
disebabkan adanya kenaikkan jumlah uang beredar, turunnya suku bunga dan
Perkembangan inflasi Kota Medan dari tahun 1990 sampai dengan 2010
Tabel 4.5. Perkembangan Inflasi di Kota Medan Tahun 1990 s/d 2010
(dalam satuan persen)
Fluktuasi inflasi selama periode tahun 1990 sampai dengan 2000 yang
tertinggi di Kota Medan terjadi pada tahun 1998 mencapai 83,81 persen. Hal ini
disebabkan terjadinya krisis ekonomi yang sedang melanda dunia. Angka ini
terakhir. Hal ini dapat terjadi karena memang situasi dan kondisi perekonomian
pada saat itu tidak kondusif dan susah untuk diprediksi arahnya. Pada saat itu nilai
mata uang di beberapa negara khususnya Asia merosot tajam, terutama terhadap
terpuruk mengalami kerugian dalam waktu yang relatif singkat bahkan banyak
Pasca krisis ekonomi, dalam kurun waktu tahun 1999 sampai dengan
tahun 2010, inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu mencapai 22,39 persen.
peningkatan biaya produksi barang dan jasa (cost push inflation). Pada tahun 2006
inflasi kembali turun menjadi sebesar 5,97 persen bahkan menjadi lebih rendah
dibanding tahun 2004 yang besarnya 6,64 persen. Ini menandakan bahwa
Pemerintah telah berhasil mengendalikan inflasi. Pada tahun 2008 inflasi kembali
naik akibat terjadinya kembali krisis ekonomi di negara Amerika Serikat dan
yaitu 2,69 persen.. Dengan berhasilnya inflasi dikendalikan pada tahun 2006,
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kota Medan agar inflasi tahun yang akan
Sebagai kota ke-3 terbesar di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya, mau tidak
mau Kota Medan harus terus membenahi perekonomiannya agar Kota Medan
tidak menjadi Kota yang kumuh dan mampu memberikan kehidupan yang layak
bagi penduduknya. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan biaya yang tidak
kecil, sumber pembiayaan selain dari pajak dan anggaran pengeluaran pemerintah,
dibutuhkan juga sumber dana segar dari pihak non pemerintah Kota Medan.
bahwa dalam periode tahun 1990 sampai dengan 2010 Investasi di Kota Medan
menurun sebesar -15,29 persen bila dibandingkan dengan besarnya investasi pada
tahun 1998. Hal ini disebabkan krisis keuangan yang melanda dunia pada tahun
1998 memaksa investor untuk menahan diri dulu untuk tidak melakukan investasi
sampai tahun 1999. Namun pada tahun 2000 investasi Kota Medan mulai tumbuh
lagi hingga mencapai 16,42 persen dan pertumbuhan ini berlanjut terus hingga
tahun 2010. Malah pada tahun 2008 pertumbuhan investasi mencapai titik
tertinggi dalam periode 1990 sampai dengan 2010 yaitu mencapai 56,71 persen.
Padahal pada tahun 2008 ini juga sedang terjadi krisis ekonomi dunia khususnya
menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh
letak geografis dan potensi demografis yang cukup strategis, tetapi didukung juga
iklim dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke
waktu. Keadaan tersebut dapat menggambarkan bahwa investor sangat yakin pada
menghadapi krisis ekonomi global sehingga para investor tidak ragu untuk
sektor jasa. Dari investasi yang ada diharapkan akan semakin mempercepat
Keterangan :
e1 : Error
hasil regresi sesuai dengan lampiran II dan dapat disampaikan pada tabel ini.
Tabel 4.7. Hasil Regresi Sumber Penghasilan Perusahaan (Y1) dengan Inflasi
(P), Pengeluaran Pemerintah (G) dan Investasi (I).
Berdasarkan hasil regresi yang ditunjukkan pada tabel 4.7 di atas dapat
F Sig = 0,000
R2 = 0,864
tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai F-Sig sebesar 0,000, pada
α = 5%.
Penghasilan Perusahaan (Penghasilan Kena Pajak). Hal ini diketahui dari nilai
Penghasilan Perusahaan. Hal ini dapat diketahui karena nilai t-sig sebesar
Sumber Penghasilan Perusahaan. Hal ini dapat diketahui karena nilai t-sig
Penghasilan Perusahaan. Hal ini dapat diketahui karena nilai t-sig sebesar
Keterangan :
e2 : Error
Berdasarkan hasil regresi yang ditunjukkan pada tabel 4.8 di atas dapat
F Sig = 0,000
R2 = 0,761
Berdasarkan hasil regresi dan model estimasi tersebut di atas diketahui bahwa :
tingkat kepercayaan 95%. Hal ini terlihat dari nilai F-Sig sebesar 0,000, pada
α = 5%.
Pendapatan Masyarakat. Hal ini dapat diketahui karena nilai t-sig sebesar
Pendapatan Masyarakat. Hal ini dapat diketahui karena nilai t-sig sebesar
Masyarakat. Hal ini dapat diketahui karena nilai t-sig sebesar 0,192 > 0,05.
Keterangan :
Y3 : Pajak Penghasilan
e3 : Error
Berdasarkan hasil regresi yang ditunjukkan pada tabel 4.9 di atas dapat
F Sig = 0,000
R2 = 0,994
95%. Hal ini terlihat dari nilai F-Sig sebesar 0,000, pada α = 5%.
Pajak Penghasilan yaitu sebesar 99,4 persen, sedangkan sisanya sebesar 0,6
persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model
persamaan tersebut.
Penghasilan. Hal ini diketahui karena nilai t-sig sebesar 0,246 > 0,05.
terhadap Pajak Penghasilan. Hal ini diketahui karena nilai t-sig sebesar
Penghasilan. Hal ini diketahui karena nilai t-sig sebesar 0,003 < 0,05.
terhadap Pajak Penghasilan. Hal ini diketahui karena nilai t-sig sebesar
terhadap Pajak Penghasilan. Hal ini diketahui karena nilai t-sig sebesar
0,051 = 0,05.
(Penghasilan Kena Pajak) yaitu sebesar 86,4 persen. Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Ismail Fahmi
adalah hal yang sebaliknya, yaitu inflasi memiliki pengaruh yang positif
Hal ini bisa terjadi karena pada saat mengalami peningkatan inflasi,
akan mengeluarkan biaya yang sangat besar pada tahun tersebut sehingga
Kena Pajak otomatis juga akan berkurang. Efektivitas dari investasi saat
ini akan dapat dinikmati oleh perusahaan dalam 1 atau 2 tahun yang akan
(Pendapatan perkapita) yaitu sebesar 76,1 persen. Hal ini juga sesuai
untuk kota Medan hal ini tidak terbukti. Meskipun terjadi kenaikan inflasi
lain adalah masih adanya lapangan pekerjaan yang ada di Kota Medan.
Kenaikan gaji pegawai negeri sipil yang terjadi hampir setiap tahun juga
Secara teori, investasi dapat dibagi menjadi tiga golongan antara lain.
pabrik dan perlengkapan mesin lainnya, investasi ini juga dapat disebut
sebagai investasi tetap bisnis. Yang kedua adalah investasi tempat tinggal
pendapatan saat ini tapi mungkin akan dapat dinikmati dalam 1 atau 2
Pajak Penghasilan yaitu sebesar 99,4 persen. Hal ini telah sesuai dengan
masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh inflasi saja. Dan apanila inflasi
jalan keluar dari akibat yang ditimbulkan oleh inflasi tersebut, sehingga
diperoleh bisa sesuai dengan harapan atau yang telah direncanakan karena
Kota Medan. Hal ini bisa saja terjadi karena secara umum Pengeluaran
Penghasilan juga akan semakin besar dan untuk Kota Medan hasil
ditunjukkan oleh pendapatan perkapita) dengan model path analysis maka dapat
P
PY1P = 0,071 PY3P = -0,029
PY2P = 0,134
Y1 PY3Y1 = 0,347
PY1G = 0,594
G Y3
PY3G = 0,149
PY2I = -0,866
dan investasi (I) terhadap Pajak Penghasilan (Y3) melalui sumber penghasilan
perusahaan, yang ditunjukkan oleh pendapatan bruto sebelum pajak (Y1) dan
sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 4.1. diatas, secara direct effect (DE),
indirect effect (IE), dan total effect (TE) dihitung dengan formula sebagai berikut :
P Y1 = PY1P = 0,071
G Y1 = PY1G = 0,594
(Y1) :
I Y1 = PY1I = -0,676
(Y2):
P Y2 = PY2P = 0,134
G Y2 = PY2G = 1,727
(Y2) :
I Y2 = PY2I = -0,866
P Y3 = PY3P = -0,029
Penghasilan (Y3) :
P Y3 = PY3P = 0,149
I Y3 = PY3I = 0,400
yaitu 0,400.
Penghasilan (Y3) :
Y1 Y3 = PY3Y1 = 0,347
Penghasilan (Y3) :
Y2 Y3 = PY3Y2 = 0,135
P Y1 Y3 = (PY3P) (PY3Y1)
= (-0,029) (0,347)
G Y1 Y3 = (PY3G) (PY3Y1)
= (0,149) (0,347)
I Y1 Y3 = (PY3I) (PY3Y1)
= (0,400) (0,347)
P Y2 Y3 = (PY3P) (PY3Y2)
= (-0,029) (0,135)
G Y2 Y3 = (PY3G) (PY3Y2)
= (0,149) (0,135)
I Y2 Y3 = (PY3I) (PY3Y2)
= (0,400) (0,135)
P Y1 Y3 = (PY1P) + (PY3Y1)
= (0,071) + (0,347)
= 0,418
G Y1 Y3 = (PY1G) + (PY3Y1)
= (0,594) + (0,347)
= 0,941
I Y1 Y3 = (PY1I) + (PY3Y1)
= (-0,676) + (0,347)
= -0,329
P Y2 Y3 = (PY2P) + (PY3Y2)
= (0,134) + (0,135)
= 0,269
G Y2 Y3 = (PY2G) + (PY3Y2)
= (1,727) + (0,135)
= 1,862
I Y2 Y3 = (PY2I) + (PY3Y2)
= (-0,866) + (0,135)
= -0,731
5.1. Kesimpulan
Medan.
Penghasilan.
Pajak Penghasilan.
5.2. Saran
upah minimum yang kondusif bagi investor dan karyawan, kemudahan ijin
usaha dan kondisi yang menarik lainnya bagi para investor agar tertarik untuk
Penghasilan di Kota Medan. Oleh sebab itu Direktorat Jenderal Pajak agar
selalu memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih baik lagi kepada
terhadap wajib pajak sehingga Wajib Pajak semakin sadar, mau dan patuh
Kota Medan. Oleh sebab itu dibutuhkan berbagai kebijakan dan kreatifitas
dan mampu membayar pajak menjadi wajib pajak yang baik dengan
mencapai angka dua digit agar gairah masyarakat untuk berbisnis meningkat
dan dengan adanya campur tangan yang baik dari pemerintah untuk
Devano, Sony, dan Rahau, Siti. R., 2006, Perpajakan : Konsep, Pemikiran, dan
Isu, Jakarta : Prenada Media Group.
Laksana, Harry Yusuf. A., 2007, Bagaimana Mendesain Pembuatan Suatu Tax
Policy Yang Baik, Jakarta, Jurnal Perpajakan Indonesia Volume 1 Nomor
4.
Rusdji, Muhammad., 2006, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Edisi
ke-tiga , Jakarta : PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Soemitro, Rochmat, dan Sugiharti, D. Kania., 2004, Asas dan Dasar Perpajakan,
Edisi Revisi, Bandung : Penerbit PT. Refika Aditama.
Supranto, J., 2004, Ekonometri, Buku Kedua, Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia.
Dornbusch, R. dan Fisher, S., 2004. Macroekonomi, Edisi Keempat, Alih Bahasa
Mulyadi, JA, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Jonathan Sarwono, 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS, Penerbit
Andi Yogyakarta.
Jonathan Sarwono, 2012. Path Analysis dengan SPSS, Penerbit PT Elex Media
Komputindo.
Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, BP-
Undip, Semarang.
Lains, Alfian, 2006, Ekonometrika : Teori dan Aplikasi, Jilid II, LP3ES, Jakarta.
Nugroho, A.B., 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistika Dengan SPSS.
Andi Offset. Yogyakarta.
Umar, Husein, 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Rajawali
Pers, Jakarta.
Model Summaryb
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Total 46391753.999 20
Coefficientsa
Coefficientsa
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Total 6.027E14 20
Coefficientsa
Standardized
Model Unstandardized Coefficients Coefficients 95.0% Confidence Interval for B
B Std. Error Beta t Sig. Lower Bound Upper Bound
1 (Constant) 14021488,814 8034071,424 1,745 ,099 -2928920,230 30971897,857
Inflasi 43223,233 44162,180 ,134 ,979 ,341 -49950,824 136397,289
Pengeluaran 7707,984 2883,066 1,727 2,674 ,016 1625,247 13790,720
Pemerintah
Investasi -1929227,811 1419194,599 -,866 -1,359 ,192 -4923466,684 1065011,061
Coefficientsa
Collinearity
Correlations
Model Statistics
Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant)
Inflasi -,113 ,231 ,116 ,746 1,341
Pengeluaran ,856 ,544 ,317 ,034 29,716
Pemerintah
Investasi ,811 -,313 -,161 ,035 28,903
Model Summaryb
a. Predictors: (Constant), Pendapatan per Kapita, Inflasi, Investasi, Pengh.Kena Pajak, Pengeluaran Pemerintah
b. Dependent Variable: Pajak Penghasilan
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Total 41646619.367 20
Coefficientsa
Unstandardized Standardized 95.0% Confidence
Coefficients Coefficients t Sig. Interval for B
Std. Lower Upper
Model B Error Beta Bound Bound
1 (Constant) - 390,82 -3,949 ,001 -2376,484 -710,443
1543,463 3
Inflasi -2,450 2,030 -,029 -1,207 ,246 -6,778 1,878
Pengeluaran Pemerintah ,174 ,165 ,149 1,057 ,307 -,177 ,525
Total 41646619.367 20
Coefficientsa
Collinearity
Correlations Statistics
Zero-
Model order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant)
Inflasi -,161 -,297 -,024 ,706 1,41
7
Pengeluaran Pemerintah ,980 ,263 ,021 ,021 48,5
48
Investasi ,961 ,668 ,070 ,031 32,6
02
Pengh.Kena Pajak ,967 ,728 ,083 ,057 17,4
38
Pendapatan per Kapita ,918 ,480 ,043 ,101 9,93
1
a. Dependent Variable : Pajak Penghasilan
Model Summaryb
Model Summaryb
Model Summaryb
Model Summaryb
Model Summaryb
Model Summaryb
Model Summaryb
Model Summaryb
Change Statistics
Model Summaryb