Anda di halaman 1dari 4

Mengikuti Jejak Khalifah Umar Bin Abdul Aziz

(Seri Keadilan)
Oleh: Hamdani Aboe Syuja'

Sosok ini telah menorehkan tinta emas dalam sejarah Islam, ia penuhi bumi ini dengan keadilan
setelah bumi diliputi dengan kezhaliman. Dia merevolusi kondisi tersebut hanya dalam kurun dua
tahun lima bulan. Dia seorang 'alim yang penuh kesederhanaan dan keistimewaan. Inilah sekelumit
dari kisahnya.

Biografi
Dialah Umar bin Abdul Aziz cucu Umar bin Khathab. Beliau memiliki nama dan panggilan seperti
kakeknya; Umar si Abu Hafs. Saat belia, ia pindah ke Mesir menemani ayahnya menjadi gubernur di
sana.

Suatu ketika, Umar bin Abdul Aziz masuk ke kandang kuda. Tanpa diduga, seekor kuda menendang
bagian wajahnya hingga meninggalkan bekas. Manakala ayahanda Abdul Aziz bin Marwan melihat,
sambil mengusap darah di wajahnya, beliau pun berkata, “Anakku, bila engkau adalah Asyaj Bani
Umayyah, maka engkau adalah orang yang berbahagia”1

Sejak kejadian itu, Umar pun dijuluki dengan Asyaj, yang berarti “yang terluka diwajahnya”. Di
kalangan masyarakat bani Umayyah mereka mengenalnya dengan Asyaj atau Asyaj Bani Umayyah.

Inilah bukti dari perkataan sang kakek Umar bin Khathab “Di antara anak keturunanku terdapat
seorang pria dengan tanda di wajahnya, dia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan”2

Umar bin Abdul Aziz dilahirkan di kota Madinah, tepatnya pada tahun 61 H. Ini adalah pendapat
yang kuat menurut para ahli sejarah dan senada dengan apa yang dinukilkan oleh Imam Adz-
Dzahabi.3

Pujian Ulama terhadapnya


Abu Nu'aim berkata, “Dia adalah orang nomor satu dari umatnya dalam hal keutamaan dan paling
unggul dari kaum dan kerabatnya dalam hal keadilan. Dia menghimpun zuhud dan kesucian diri,
sederhana dan merasa cukup. Dia lebih sibuk dengan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia.

1 Albidayah wan Nihayah, dinukil dari: Fiqih Umar Bin Abdul Aziz hal. 120
2 Al-Ma'aarif. Ibnu Qutaibah. Hal. 362
3 Tazkirah Al-Huffazd, 1/118-120
Ia menegakkan keadilan dan menahan diri dari kezhaliman”.4

Keadilan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai sosok yang telah benar-benar dapat menegakkan
keadilan (selepas khulafaur rasyidun). Tidak ada yang merasa dizhalimi saat beliau berkuasa.

Pada masa awal kekhalifahannya, beliau merasa tertarik mendalami ilmu tentang kepemimpinan,
beliau pun mengirimkan sepucuk surat kepada sang Alim, Imam Al-Hasan Al-Bashri, yang kemudian
dijawab : “Wahai Amirul Mukminin, seorang pemimpin yang adil seperti seorang bapak yang penuh
dengan kasih sayang kepada anak-anaknya, dia melindungi mereka ketika mereka masih kecil,
menjaga mereka ketika mereka tumbuh dewasa, bekerja untuk mereka dalam hidupnya dan
menyiapkan simpanan untuk mereka setelah kematiannya. Seorang pemimpin wahai Amirul
Mukminin seperti seorang ibu yang penuh dengan kasih sayang, lembut dan tulus kepada anak-
anaknya, dia mengandung dalam kelelahan, melahirkan dengan susah payah, mendidiknya semasa
kecil, bangun pada saat ia bangun, diam saat ia diam, menyusuinya terkadang menyapihnya,
berbahagia jika ia sehat, bersedih jika ia sakit. Seorang pemimpin wahai Amirul Mukminin, seperti
pengasuh anak yatim dan pengurus orang-orang miskin, mendidik yang masih kecil dari mereka dan
mencukupi kebutuhan yang besar di antara mereka. Seorang pemimping wahai Amirul Mukminin, ia
bagaikan hati di antara anggota badan, jika hatinya baik maka akan baik seluruh jasadnya dan jika
hatinya buruk maka akan buruk seluruh jasadnya”5

Setelah membaca surat tersebut, sang khalifah merasa semakin optimis dan harapan cerah mulai
terbayang, beliau bangkit dan melangkah, melakukan sekian banyak program yang bermula dari
pembenahan terhadap dirinya sendiri. Inilah beberapa hal yang beliau lakukan semasa hidupnya
demi tegaknya keadilan :
1. Mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya
Dalam hal ini, Umar mulai menerapkan untuk diri dan keluarganya, beliau berkata “Tidak ada yang
patut untuk aku awali, selain diriku sendiri”6. Akhirnya saat itu pula, semua harta yang beliau miliki,
termasuk harta yang telah diberikan kepada istrinya, beliau kembalikan ke baitul mal.

Ibnu Musa berkata “Sejak pertama diangkat menjadi khalifah Umar senantiasa mengembalikan
hak-hak rakyat sampai beliau wafat”7

2. Umar mengganti semua Gubernur dan penguasa yang lalim.

4 Hilyah Al-Auliya' wa Thabaqat Al-Ashfiya'. Abu Nu'aim, 5l/254


5 Umar bin Abdul Aziz. Abdul Sattar Asy-Syaikh, hal. 224
6 Ath- Thabaqat, Ibnu Sa'ad 5/347
7 Ath- Thabaqat, Ibnu Sa'ad 5/341
Sebelum Umar diangkat menjadi khalifah, cukup merebak kezhaliman yang membuat banyak
orang (rakyat) tidak nyaman. Berkat nikmat dan pertolongan Allah, semenjak Umar diangkat
menjadi khalifah beliau pun mengganti semua penguasa dan gubernur yang terbukti aktif
melakukan kezhaliman.

Salah satu contonya adalah kepala pengawal khalifah Sulaiman bin Abdul Malik bernama Khalid Ar-
Rayyan yang berbuat zhalim atas perintah Sulaiman. Umar menggantinya dengan seorang yang
terkenal wara' (hati-hati) dan zuhud bernama Amir bin Muhajir Al-Anshari. Beliau tidak ada
hubungan kerabat apapun dengan Umar dan dikenal sebagai orang yang shalat di tempat yang
tidak dilihat oleh manusia. 8

3. Menghapus kezhaliman yang menimpa mantan hamba sahaya


Sebagian penguasa masih memperlakukan hamba sahaya yang telah merdeka seperti budak yang
belum merdeka. Umar pun datang untuk menghapuskan kezhaliman itu dan menegakkan keadilan
bagi mereka.

4. Menghapus kezhaliman terhadap “ahlu dzimmah”


Seperti yang dilakukan kepada para mantan budak, Umar juga melakukannya kepada para Ahlu
Dzimmah8. Di beberapa tempat terkadang ahlu dzimmah harus membayar lebih dari kadar yang
telah ditentukan oleh pemerintah, maka khalifah Umar pun menyamakannya demi keadilan.

5. Memberikan kepercayaan kepada rakyat


Umar mengumumkan di hadapan rakyatnya, bagi siapa saja yang merasa terzhalimi, maka ia
dipersilahkan menghadap kepada khalifah untuk mendapatkan haknya, dan khalifah hanya cukup
mendengarkan penjelasan dan bukti untuk kemudian mengembalikan haknya. Karena Umar
melihat kezhaliman yang dilakukan oleh penguasa-penguasa sebelumnya.
8 Sirah Umar bin Abdul Aziz, Ibnu jauzi hal 50

Wafat
Sebelum wafat, Umar memanggil anak-anaknya dan mewasiatkan sebuah nasihat untuk mereka
“Anak-anakku, sesungguhnya aku telah meninggalkan (menitipkan) untuk kalian beramal kebaikan
yang banyak. Kalian tidak melewati salah seorang dari kaum muslimin dan ahli dzimmah kecuali
mereka melihat bahwa kalian mempunyai hak (tanggung jawab yang harus ditunaikan) pada mereka.
Anak-anakku, sesungguhnya aku dihadapkan pada dua pilihan, kalian kaya dan aku masuk neraka
atau kalian miskin dan aku masuk syurga. Maka aku melihat yang kedua lebih baik bagiku, berdirilah

8 Ahlu Dzimmah: adalah orang-orang kafir yang mempunyai perjanjian damai dengan kaum muslimin dan diwajibkan
untuk membayar jizyah (upeti). Ahlu dzimmah disebut juga dengan kafir dzimmi.
kalian, semoga Allah melimpahkan rizki kepada kalian”

Nasihat seorang bapak bagi anak-anaknya dan seorang khalifah bagi kaumnya itu sangat mengena
di hati mereka. Setelah 20 hari melalui masa sakit, akhirnya khalifah pergi menghadap Rabbnya.
Tepatnya pada hari Jum'at tanggal 10 Rajab 101 H. Allah memanggilnya saat umurnya menginjak 40
tahun.

Memimpin selama dua tahun lima bulan adalah waktu yang sangat singkat. Namun, tidaklah beliau
meninggalkan kaumnya kecuali mereka merasa dalam keadilan dan ketentraman, tak ada
seorangpun yang merasa dizhalimi dan terzhalimi. Itulah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Para ulama
menyebutkan “Seandainya ada khulafaur rosyidin kelima, maka Umar bin Abdul Aziz adalah
khalifah yang kelima”.

Sepenggal cerita ini tak sanggup memaparkan seluruh perjalanan hidup beliau yang menakjubkan,
kisah-kisah yang mengharukan dan penuh dengan keteladanan, cerita kelembutan dan kemurahan
hati yang diiringi dengan ketegasan, baik sebagai seorang pribadi Muslim, kepala rumah tangga
dan sebagai kepala negara yang tercatat indah dalam sejarah.

Selayaknyalah bagi kita untuk haus dan rindu dengan pelajaran dan keteladanan semacam ini.
Beliau, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, telah membuktikan melalui pribadinya. Saatnya kita memulai
dari diri kita.

Anda mungkin juga menyukai