Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN BAYI.M DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN


(BRONCHIOLITIS) DI RUANG PERI
RUMAH SAKIT JUANDA KUNINGAN

Disusun Oleh
Nama : Edah Jubaedah
NIM : CKR0180012

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
T.A 2021-2022
A. Definisi
Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus yang disebabkan oleh virus
(Suriadi, 2010) Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus yang menyebabkan
obstruksi (penyempitan) akut jalan napas dan penurunan pertukaran gas alveoli, yang
ditandai dengan sesak napas, mengi, dan hiperinflasi (terjebaknya udara) paru (Marni,
2014). Bronkiolitis adalah salah satu alasan yang paling sering untuk hospitalisasi bagi
bayi yang berusia kurang dari satu tahun (Subanada dalam Marni, 2014).

B. Etiologi
Bronchiolitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah :
1. Virus
a. Virus Respiratory Syncytial (RSV)
RSV adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi pada paru dan saluran
napas. Sekitar 50% bronchiolitis akut disebabkan oleh RSV. Virus ini sering
sekali menyerang anak-anak, biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun
sudah pernah terinfeksi oleh virus ini. RSV juga dapat menginfeksi orang
dewasa.
b. Virus parainfluenza
c. Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae)
d. Adenovirus dan beberapa virus lain
e. Tidak terdapat bukti jelas bahwa bronchiolitis disebabkan oleh suatu bakteri
2. Polusi udara
a. Asap pembakaran
Polusi udara akibat kayu atau hutan yang terbakar bisa menjadi faktor risiko
terjadinya bronchiolitis yang menyebabkan bayi dirawat di rumah sakit pada
tahun pertama kehidupannya. Hal ini dapat disebabkan pembakaran yang tidak
sempurna. Bayi yang sering terpapar pembakaran kayu tidak sempurna
cenderung lebih sering masuk rumah sakit akibat terkena bronchiolitis.
Pemaparan polutan udara seperti nitrat oksida, karbon monoksida dan partikel
lainnya diduga dapat memicu terjadinya bronchiolitis. Asap dari kayu yang
dibakar dapat mengiritasi sistem pernapasan dan telah terbukti memiliki efek
buruk terhadap kesehatan paru-paru anak-anak. Asap kayu memiliki dampak
terbesar terhadap kesehatan paru-paru, sedangkan bahan bakar fosil memiliki
dampak kesehatan terbesar terhadap kesehatan jantung karena lebih banyak
mengandung logam.
b. Asap rokok
Asap beserta beberapa zat kimia yang berdampak buruk terhadap kesehatan
paru-paru yang dilepaskan saat merokok, dapat menimbulkan kelumpuhan
bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu.
Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
virus dan selanjutnya dapat menginvasi sampai ke bronkiolus.
Sedangkan kondisi atau faktor risiko yang dapat menyebabkan seorang anak atau dewasa
menderita bronchiolitis yaitu:
1. Pada anak-anak
 Bayi berusia kurang dari 6 bulan
 Anak-anak yang terlahir premature.
 Anak yang tidak memperoleh ASI
 Anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik terutama mereka
yang mengidap penyakit jantung atau paru-paru bawaan
 Anak-anak yang system kekebalan tubuhnya rendah, seperti sedang menjalani
kemoterapi, transplantasi, atau karena penyakit
 Anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan atau memiliki saudara kandung
yang sudah bersekolah akan memiliki resiko lebih tinggi tertular infeksi ini.
 Balita yang berada pada lingkungan yang berisiko tinggi untuk terpapar pada
polusi udara dan asap rokok.
 Kerentanan juga akan meningkat saat musim RSV tertinggi, yang biasanya
dimulai pada musim gugur dan berakhir di musim semi.
2. Pada dewasa
 Orang-orang dewasa berusia lanjut
 Orang dewasa pengidap gagal jantung atau penyakit kronis

C. Klasifikasi
Berdasarkan keparahannya, bronchiolitis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Ringan
 Anak sadar, warna kulit merah muda.
 Anak dapat makan dengan baik.
 Saturasi oksigen > 90%.
Pada kondisi ini anak dapat ditangani di rumah dengan cukup istirahat dan
makan lebih sering dalam porsi kecil. Dapat dilakukan kunjungan follow-up ke
dokter dalam 24 jam.
2. Sedang, anak akan mengalami:
 Kesulitan makan
 Lemah.
 Kesulitan bernapas, dengan penggunaan otot-otot bantu pernapasan
 Adanya kelainan jantung atau saluran napas.
 Saturasi oksigen < 90%
 Usia kurang dari enam bulan.
Pada kondisi ini anak harus segera dibawa ke RS untuk dilakukan pertolongan
segera, diantaranya adalah:
 Pemberian oksigen
 Pemberian cairan intravena mungkin diperlukan
 Observasi setiap jam.
3. Berat
Gejalanya sama dengan kriteria sedang, namun:
 Mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen.
 Menunjukkan episode henti napas (apnea)
 Menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau karbon dioksida dalam
tubuh terkumpul terlalu banyak.
Pada kondisi ini, hal yang perlu dilakukan adalah:
 Memonitor jantung dan pernapasan.
 Mungkin membutuhkan perawatan di ICU
 Membutuhkan tes darah untuk mengetahui kadar berbagai zat dalam darah.

D. Manifestasi Klinis
Gejala awal bronchiolitis mirip dengan flu biasa, seperti hidung berair, hidung
tersumbat disertai dengan demam ringan, tidak nafsu makan dan batuk. Tetapi setelah
dua atau tiga hari, gejala menjadi lebih parah bukannya semakin membaik. Gejala umum
dari bronchiolitis yang sering muncul yaitu:
 Hidung tersumbat disertai dengan demam dan batuk
 Kesulitan bernafas, pernapasan cepat dan dangkal (RR 60-80 x/menit), dengan
terengah-engah disertai dengan peningkatan batuk.
 Kehilangan nafsu makan, akibat dari gangguan pernapasannya
 Terlihat pernapasan cuping hidung disertai retraksi interkostal suprasternal
 Anak gelisah dan sianosis sekitar hidung dan mulut
 Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirasi memanjang disertai
dengan mengi (wheezing). Ronki nyaring halus kadang terdengar pada akhir
ekspirasi atau pada awal ekspirasi. Pada keadaan yang berat, suara pernapasan
hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total.
 Infeksi ditandai adanya edema mukosa, peningkatan sekresi mukus, obstruksi
bronkiolus, dan peregangan yang berlebihan dari alveoli.
Tanda-tanda dan gejala infeksi RSV biasanya terlihat pada 4-6 hari setelah terjadi
paparan terhadap infeksi virus. Pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari
3 tahun, RSV biasanya menyebabkan terjadinya tanda-tanda seperti selesma ringan dan
gejala yang mirip dengan gejala yang ada pada infeksi saluran pernapasan atas. Tanda-
tanda ini adalah:
 Hidung mampet atau berlendir
 Batuk kering disertai suara serak
 Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
 Sakit leher
 Sakit kepala ringan
 Rasa tidak nyaman dan gelisah (malaise)
Pada anak-anak berusia kurang lebih dari 3 tahun, RSV dapat menyebabkan
timbulnya penyakit pada saluran pernapasan bagian bawah seperti radang paru atau
bronchiolitis. Gejala dan tanda-tandanya adalah:
 Demam dengan suhu tinggi
 Batuk yang parah
 Nafas tersengal-sengal, ada suara ngik (wheezing) yang biasanya terdengar saat
ekspirasi
 Napasnya cepat atau sulit untuk bernapas, yang mungkin akan menyebabkan anak
lebih memilih untuk duduk daripada berbaring
 Warna kebiruan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan oksigen disertai
dengan berkeringat.
Akibat paling parah akibat infeksi RSV akan diderita oleh bayi dan balita. Gejala
paling berat umumnya dialami di hari kedua atau ketiga. Bayi dapat sakit selama 7-10
hari dan batuk dapat berlanjut hingga 2-4 minggu. Pada bayi dan balita yang menderita
infeksi RSV, tanda-tandanya adalah:
 Terlihat jelas tarikan otot dada dan kulit di sekitar tulang iga saat bernapas, yang
menandakan bahwa mereka mengalami kesulitan bernapas.
 Napas mereka mungkin pendek, dangkal dan cepat. Napas yang cepat ini
mengakibatkan bayi mengalami kesulitan makan atau minum.
 Gejala yang lebih mengkhawatirkan adalah jika bayi berhenti bernapas selama lebih
dari sepuluh detik dalam satu kesempatan. Gejala ini disebut recurrent apnea.
 Atau mungkin tidak menunjukkan adanya infeksi saluran napas, tetapi tidak mau
makan dan biasanya lemas dan rewel.
 Bayi menjadi mudah mengantuk dan bibirnya mulai membiru.

E. Patofisiologi

Bronchiolitis merupakan infeksi virus yang terjadi pada saluran udara kecil pada
paru-paru yang disebut bronkiolus. Bronchiolitis paling sering menyerang bayi dan anak-
anak kecil dan biasanya terjadi selama 2-3 tahun pertama kehidupan mereka, dengan
puncak gejala sekitar umur 3-6 bulan. Bronchiolitis juga lebih sering diderita oleh laki-
laki, anak-anak yang tidak minum ASI, dan orang-orang yang tinggal di lingkungan
padat penduduk.
Bronchiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas,
disertai dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan suhu
atau hanya subfebril. Kebanyakan anak-anak dan orang dewasa akan membaik dalam 7-
10 hari, tetapi pada anak-anak dengan penyakit berat, dapat batuk sampai beberapa
minggu. Pada bayi-bayi yang usianya masih sangat muda, bayi yang terlahir prematur,
atau bayi atau orang dewasa yang memiliki masalah pada jantung dan paru-paru, virus
ini akan menyebabkan infeksi lebih berat, seringkali dapat mengancam keselamatan jiwa
sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. Pada umumnya puncak penyakit
terjadi pada hari kedua sampai ketiga setelah anak batuk dan sulit bernapas dan
berangsur-angsur pulih
Virus RSV masuk ke dalam tubuh melalui mata, hidung atau mulut. Virus ini
menyebar dengan sangat mudah melalui sekresi pada saluran napas yang sudah
terinfeksi, seperti melalui air ludah yang tersebar pada saat batuk atau bersin, yang
dihirup atau ditularkan ke orang lain melalui kontak langsung, seperti berjabat tangan.
Virus juga dapat hidup selama berjam-jam pada benda-banda seperti meja dan boneka.
Sentuhan pada mulut, hidung atau mata setelah menyentuh benda yang telah
terkontaminasi, kemungkinan besar dapat menularkan virus tersebut. Orang yang
terinfeksi akan menularkan virus tersebut dalam waktu beberapa hari pertama setelah ia
pertama kali terinfeksi virus, tapi RSV dapat tersebar selama beberapa minggu setelah
infeksi dimulai.
Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus partial atau total akibat akumulasi
dan peningkatan sekresi mucus, eksudat yang liat, debris (debris seluler maupun yang
diakibatkan oleh invasi virus ke dalam saluran-saluran yang lebih kecil dari cabang-
cabang bronkus), dan edema mukosa. Virus akan menyebabkan nekrosis epitel
bronkiolus dan hypersekresi mucus sehingga terjadi resistensi aliran udara pernapasan
berbanding terbalik (dengan radius lumen pangkat empat), baik pada fase inspirasi
maupun fase ekspirasi. Pada dinding bronchus dan bronkiolus terdapat infiltrasi sel
radang. Radang dijumpai peribronkial dan di jaringan interstitial. Terdapat mekanisme
klep, yaitu terperangkapnya serta pengisian udara yang berlebihan sehingga
menimbulkan overinflasi dada. Pertukaran udara (difusi udara pada alveolus) yang
terganggu akibat peregangan alveolus yang berlebihan dapat menyebabkan ventilasi pada
alveolus-alveolus berkurang sehingga mengakibatkan hipoksemia dan peningkatan
frekuensi napas sebagai konpensasinya. Pada keadaan sangat berat dapat terjadi
hiperkapnia. Pada umumnya semakin tinggi kecepatan pernafasan, maka semakin rendah
tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan
pernafasan melebihi 60 x/menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipnea yang
terjadi. Obstruksi total dan terserapnya udara dapat menyebabkan atelektasis, sedangkan
obstruksi parsial menimbulkan emfisema.
Selain oleh virus, polusi udara akibat pembakaran yang tidak sempurna juga
dapat menyebabkan bronchiolitis. Asap dari kayu yang dibakar (mengandung polutan
udara seperti nitrat oksida, karbon monoksida dan partikel lainnya) dapat mengiritasi
sistem pernapasan dan telah terbukti memiliki efek buruk terhadap kesehatan paru-paru
anak-anak. Asap mengiritasi jalan nafas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan
inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan
sel-sel goblet meningkat jumlahnya dan fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir
yang dihasilkan. Sebagai akibatnya, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus menjadi rusak dan membentuk fibrosis,
mengakibatkan perubahan fungsi makrofag yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing termasuk bakteri.
Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernafasan. Penyempitan
bronkiolus lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan
nafas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan
mengakibatkan emfisema dan bronkietasis.
Asap rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus
sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan virus dan selanjutnya dapat menginvasi sampai ke bronkiolus.
Aktivitas merokok di rumah dapat meningkatkan risiko bayi terkena bronchiolitis dan
membuatnya makin parah.

F. Pemeriksaan Diagnostik
 Foto dada AP dan lateral : hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar
pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
 Analisis gas darah : hiperkardiak sebagai tanda air trapping, asidosis metabolik atau
respiratorik.
 Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara bedside
 Darah Lengkap

G. Komplikasi
1. Radang paru-paru. Virus maupun organisme yang menyebabkan infeksi dapat
menginvasi ke bagian paru-paru yang lain bahkan seluruh bagian.
2. Radang saluran tengah, terjadi saat ada virus yang masuk ke daerah di belakang
gendang telinga
3. Kemungkinan timbulnya penyakit asma di kemudian hari. Reaksi radang yang
terjadi saat anak-anak dapat meningkatkan sensitivitas pada saluran napas terhadap
allergen, sehingga dapat memicu terjadinya astma.
4. Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronchiolitis dapat timbul berupa batuk
berulang, mengi, dan hiperreaktivitas bronkus, yang cenderung membaik sebelum
usia sekolah.
5. Bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral (Sindrom Swyer-
James). Komplikasi ini sering dihubungkan dengan adenovirus.
6. Kematian. Pada anak-anak yang berusia kurang dari 6 bulan, bayi-bayi yang lahir
prematur, dan bayi-bayi yang memiliki kelainan bawaan pada jantung dan paru-
parunya, infeksi RSV dapat berakibat serius sampai menimbulkan kematian.

H. Penatalaksanaan
Obat-obatan umumnya tidak menolong bayi yang mengalami bronchiolitis, tetapi
yang dibutuhkan adalah lebih banyak istirahat dan pemberian makan (ASI, formula, atau
makanan tambahan sesuai usia bayi) dalam porsi lebih kecil namun dengan frekuensi
lebih sering. ASI diberikan lebih sering, namun dalam waktu yang lebih pendek setiap
kalinya. Dengan demikian anak tidak akan terlalu lelah atau mengalami dehidrasi.
Bayi dengan bronchiolitis ringan dapat dirawat di rumah dengan diberikan sirup
yang mengandung paracetamol untuk demam dan mengatasi rasa gelisah. Beri minum air
putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi. Namun apabila penyakit menunjukkan
keparahan atau infeksi serius yang dapat mengancam jiwa, maka harus segera dibawa ke
rumah sakit untuk memperoleh penanganan lanjut serta pemantauan jantung dan laju
pernafasan.
Karena penyebab bronchitis pada umunya disebabkan oleh virus maka belum ada
obat kausal. Antibiotuik tidaki berguna, obat yang biasanyan diberikan adalan obat
penurun demam, banyak minum terutama sari buah-buahan. Obat penekan batuk tidak
diberikan pada batuk yang banayk lender lebih baik diberi banyak minum. Bila batuk
tetap ad dan dalam 2 minggun tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi
bakteri sekunder  dan antibiotic perlu diberikian.pemberian antibiotic yang serasi untuk
M. pneumonia dan H. influensae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya
amoksilin, kontrimoksasol dan golongan makrolid.
1. Penatalaksanaan medis
a) Terapi farmakologis
b) Bronkodilator
Diberikan untuk membantu anak lebih mudah bernapas dengan cara membuka
saluran udara di paru-paru dan mengurangi sesak napas. Obat ini dapat diberikan
dengan nebulasi, contoh obat ini adalah proventil, ventolin.
c) Steroid
Untuk mengatasi radang saluran pernapasan, membantu mengurangi sesak napas
dan mengontrol demam, namun pemberiannya tidak dianjurkan. Deksametason
0,5 mg/kgBB inisial, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
d) Antivirus
Seperti ribavirin (Rebetol) dapat diberikan dalam bentuk nebulasi, penggunanya
telah dianjurkan untuk bayi dengan penyakit jantung konginetal oleh komite
penyakit infeksi akademik pediatric amerika (AAP)
e) Antibiotik
Penggunaan antibiotik tidak berguna untuk mengobati RSV karena RSV
disebabkan oleh infeksi virus. Meskipun demikian, antibiotik tetap diberikan
karena bronchiolitis sukar dibedakan dengan pneumonia interstisialis, dan apabila
telah terjadi komplikasi bakteri, seperti infeksi di telinga bagian tengah, atau
radang paru-paru karena bakteri. Bila tidak ada komplikasi, maka dokter mungkin
akan merekomendasikan obat-obatan yang dapat dibeli secara bebas seperti
asetaminofen (Tylenol, dll) atau ibuprofen (Advil, Motrin, dll), yang dapat
mengurangi demam tetapi tetap tidak dapat mengobati infeksi tersebut untuk
sembuh lebih cepat.
1) Untuk kasus bronkiolitis community base :
 Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
 Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
2) Untuk kasus bronkiolitis hospital base :
 Cefotaxsime 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
 Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
f) Epinephrine
Dokter mungkin merekomendasikan suntikan epinephrine atau bentuk lain dari
epinephrine yang dapat diinhalasi dengan alat nebulasi (racenic epinephrine)
untuk mengurangi gejala yang timbul dari infeksi RSV
g) Paracetamol
Diberikan jika anak merasa tidak nyaman dan mengalami demam (10
mg/kgBB/hari)
h) Inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor
mukosilier
i) Nebulasi, untuk membantu mengeluarkan lendir dari hidung anak.
j) Oksigenasi.
Biasanya, penderita diberikan oksigen yang lembab melalui selang udara ke
hidung atau headbox atau pada beberapa kasus parah, melalui ventilasi buatan.
Untuk bronchiolitis ringan, oksigen diberikan sebanyak 1-2 L/menit atau sesuai
kebutuhan.
k) Pada kasus yang serius, anak mungkin membutuhkan pemasangan ventilasi
mekanik, sebuah alat bantu pernapasan.
l) Pemberian cairan infuse, untuk mencegah terjadinya dehidrasi apabila anak sulit
makan dan minum.
 Neonatus: dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 4 : 1, + KCl 1-2 mEq/kgBB/hari
 Bayi > 1 bulan: dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml
cairan
m) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
n) Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit.
2. Penatalaksanaan keperawatan
 Hal utama dalam pengobatan bronchiolitis adalah menjaga anak agar tidak terjadi
dehidrasi jika anak tidak makan atau minum dengan baik. Beri minum air putih
sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi dan beri makan dengan porsi yang
lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering.
 Memberikan posisi yang nyaman dengan posisi kemiringan 30°-40° (semifowler)
atau dengan kepala dan dada yang sedikit ditinggikan sehingga leher berada pada
posisi ekstensi untuk mempermudah pernapasan. Atau duduk dengan posisi tegak.
 Berikan minuman atau cairan hangat, seperti sup atau air hangat, untuk membantu
melegakan pernapasan dan mengencerkan dahak yang mengental.
 Anak ditempatkan pada tempat yang sejuk dan udara yang cukup lembab untuk
dihirup untuk mengatasi hipoksemia. Buat agar ruangan atau kamar dalam
keadaan hangat tetapi tidak terlalu panas Bila udaranya kering, gunakan pelembab
ruangan (humidifier) atau vaporizer yang dapat melembabkan udara dan
membantu melegakan napas dan batuk. Yakinkan agar alat pelembab udara dalam
keadaan kering untuk mencegah timbulnya bakteri dan kuman.
 Yakinkan lingkungan yang bebas dari asap rokok. Asap rokok dapat
memperburuk gejala yang ada.
 Hindari kontak dengan bayi lainnya dalam beberapa hari pertama.
I. Pencegahan
Tidak ada vaksin untuk mencegah terjadinya infeksi RSV. Hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah tersebarnya infeksi virus ini diantaranya adalah:
1. Sering-sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh anak, dan ajarkan pada
anak-anak tentang pentingnya mencuci tangan
2. Hindari paparan terhadap infeksi RSV, dengan cara membatasi kontak antara bayi
dengan orang-orang yang sedang mengalami demam dan selesma
3. Jagalah kebersihan. Pastikan agar rak-rak selalu dalam keadaan bersih terutama rak
yang terdapat di dapur dan kamar mandi, terutama bila ada anggota keluarga yang
sedang selesma. Segera buang tisu bekas pakai
4. Jangan menggunakan gelas yang sudah digunakan oleh orang lain. Gunakan gelas
sendiri atau gelas sekali pakai bila kita atau orang lain sedang sakit.
5. Jangan merokok. Bayi yang terkena paparan tembakau memiliki resiko lebih tinggi
terkena infeksi RSV dan berpotensi lebih besar terkena gejala yang lebih parah. Selalu
coba untuk tidak merokok di rumah atau di sekitar bayi, terutama jika bayi memiliki
kelainan saluran napas atau jantung, sistem kekebalan yang rendah, atau lahir
prematur.
6. Cuci boneka secara rutin, terutama bila anak atau kawan bermain anak sedang sakit
7. Sebagai tambahan, ada obat yang disebut palivisumab (Synagis) yang dapat
membantu melindungi anak-anak berusia kurang dari 2 tahun yang memiliki resiko
mengalami komplikasi serius bila mereka terjangkit RSV. Synagis bekerja dengan
menyediakan antibody yang diperlukan untuk melindungi tubuh dari RSV.
Diperlukan satu kali suntikan tiap bulan yang disuntikkan melalui IM pada bagian
paha setiap puncak musim RSV (dimulai pada musim gugur) dan dilakukan secara
terus menerus selama lima bulan. Suntikan ini diulangi lagi setiap tahun hingga si
anak tidak lagi dalama kondisi yang berisiko tinggi. Pemberian obat tidak akan
mempengaruhi jadwal vaksinasi anak. Penggunaan terapi seperti ini mengurangi
frekwensi dan lama perawatan di rumah karena infeksi RSV. Tetapi karena biayanya
yang tinggi, penggunaan pengobatan seperti ini dibatasi hanya pada mereka yang
memiliki resiko paling tinggi mengalami komplikasi karena infeksi RSV. Pengobatan
ini tidak akan berguna untuk mengobati infeksi RSV yang sudah terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Marni.(2014). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Pernapasan. Yogyakarta :


Gosyen Publishing

Suriadi dan Rita Yuliani.(2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2.Jakarta: Sagung

Seto.

Anda mungkin juga menyukai