Anda di halaman 1dari 10

BAB V PELAKSANAAN APBN

A. PERSIAPAN
tahap pelaksanaan anggaran (APBN) merupakan kewenangan presiden selaku kepala pemerintah
untuk melaksanakan seluruh kebijakan yang telah tertuang dalam undang‐undang tersebut.
Untuk itu sejalan dengan pemberian peran kepada para menteri/kepala lembaga selaku chief
operational officer, presiden mendistribusikan anggaran yang telah disetujui dalam APBN
tersebut kepada kementerian/lembaga dengan menerbitkan peraturan presiden mengenai
rincian APBN.
1. Penetapan Pejabat Pengelola Anggaran
a. Pejabat pengelola keuangan meliputi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
b. Bendahara yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran (PA)
c. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasarkan Pasal 11 PP 45 Tahun 2013, masa
berlaku penetapannya bisa lebih dari satu tahun.
d. Pejabat Penguji Surat Perintah Membayar (PPSPM) yang ditetapkan oleh KPA.

2. Penerbitan dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran


Untuk melaksanakan anggaran yang telah dialokasikan kepada masing‐masing K/L
pengguna anggaran diperlukan dokumen pelaksanaan anggaran yang disebut Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

a. Konsepsi DIPA
DIPA merupakan suatu daftar isian yang memuat uraian sasaran yang hendak
dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, rencana penarikan dana tiap‐tiap
bulan dalam satu tahun serta pendapatan yang diperkirakan oleh
kementerian/lembaga. DIPA yang lengkap memuat uraian fungsi/subfungsi,
program, hasil (outcome), indikator kinerja utama (IKU) program, kegiatan,
indikator kinerja kegiatan (IKK), keluaran (output), jenis belanja, alokasi anggaran
dan rencana penarikan dana serta perkiraan penerimaan per bulan kementerian
negara/lembaga

b. Jenis DIPA
1) DIPA Kementerian Negara/Lembaga : DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat
(KP), DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah (KD), DIPA Dana Dekonsentrasi
(DK), DIPA Tugas Pembantuan (TP), DIPA Urusan Bersama (UB),
2) DIPA Bendahara Umum Negara (DIPA‐BUN)
DIPA Bendahara Umum Negara (DIPA‐BUN) adalah DIPA yang memuat
rincian penggunaan anggaran yang bersumber dari Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara (BA‐BUN) yang dikelola Menteri Keuangan
selaku Pengguna Anggaran. Terdiri atas pengelolaan Utang Pemerintah;
b) Hibah; c) Investasi Pemerintah; d) Penerusan Pinjaman; e) Transfer ke
Daerah; f) Belanja Subsidi; g) Belanja Lain‐lain; h) Transaksi Khusus

c. Prosedur Penyelesaian DIPA


1) Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga
untuk menyampaikan DIPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan
setelah diterimanya SP RKAKL
2) Berdasarkan pemberitahuan dari Menteri Keuangan, Direktur Jenderal
Perbendaharaan menyusun jadwal validasi DIPA kementerian
negara/lembaga dan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris
Utama Kementerian Negara/ Lembaga.
3) Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama memerintahkan para KPA satker
agar menyampaikan DIPA dan ADK kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan sesuai dengan jadwal validasi yang telah ditetapkan.
4) Untuk proses penyelesaian DIPA Tugas Pembantuan, DIPA Urusan
Bersama, DIPA
5) Satker Kantor Pusat di luar DKI Jakarta dan DIPA satker pusat yang berada
di daerah
6) Direktur Jenderal Perbendaharaan memerintahkan Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk menyusun jadwal
validasi DIPA dan disampaikan kepada KPA satker di wilayah kerjanya

d. Rencana Pendapatan
Penatausahaan pendapatan dimulai dari satuan kerja dikoordinasikan oleh
kementerian negara/lembaga dengan mengikuti kelompok pendapatan sebagai
berikut:
1) tiga digit pertama merupakan kelompok pendapatan;
2) lima digit pertama merupakan sub kelompok pendapatan;
3) enam digit merupakan mata anggaran penerimaan (MAP).

e. Rencana Penarikan Dana


Pencantuman angka rencana penarikan dana pada halaman III DIPA didasarkan
pada rencana kerja bulanan satker sesuai dengan kebutuhan riil.

f. Penetapan DIPA dan Surat Pengesahan DIPA


Pengesahan DIPA merupakan penetapan oleh BUN atas DIPA yang disusun oleh
PA/KPA dan memuat pernyataan bahwa rencana kerja dan anggaran pada DIPA
berkenaan tersedia dananya dalam APBN dan menjadi dasar
pembayaran/pencairan dana atas beban APBN.
setelah DIPA disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, PA/KPA menerbitkan petunjuk
operasional kegiatan (POK). POK adalah dokumen yang memuat uraian rencana
kerja dan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, disusun oleh KPA
sebagai penjabaran lebih lanjut dari DIPA.

g. DIPA Sementara
Jika KPA belum menyampaikan DIPA sampai dengan batas waktu yang
ditentukan, maka Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat
Pengesahan DIPA dilampiri DIPA yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan berdasarkan keppres mengenai rincian APBN sebagai DIPA
Sementara. DIPA Sementara tidak perlu ditandatangani PA/KPA

h. Revisi DIPA
DIPA yang telah disahkan oleh DJPBN/Kepala Kanwil DJPBN apabila diperlukan
dapat direvisi oleh satker yang bersangkutan.

i. Penerbitan petunjuk pelaksanaan


Setelah DIPA disahkan, unit organisasi/satuan kerja dapat menerbitkan petunjuk
pelaksanaan sebagai pedoman pelaksanaan lebih lanjut DIPA.

B. MEKANISME PELAKSANAAN PENDAPATAN


1. Penerimaan Perpajakan (PN‐Pajak)
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari penerimaan
pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan perpajakan dalam
negeri meliputi semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai barang/jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, bea materai.
Sedangkan pajak perdagangan internasional merupakan semua penerimaan negara yang
berasal dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor.

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)


a. Pengertian
Penerimaan negara bukan pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat
yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan hibah.
b. Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
1) PNBP Umum
PNBP yang tidak berasal dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. P
2) PNBP Fungsional
Penerimaan yang berasal dari hasil pungutan kementerian
negara/lembaga atas jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas
pokok dan fungsinya dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada
masyarakat.
c. Pelaporan Rencana dan Realisasi Penerimaan PNBP
1) Pejabat instansi pemerintah wajib menyampaikan rencana PNBP tahun
anggaran yang akan datang secara tertulis di lingkungan instansi
pemerintah yang bersangkutan kepada menteri keuangan paling lambat
pada tanggal 15 Juli tahun anggaran berjalan.
2) Dalam hal pejabat instansi pemerintah tidak atau terlambat
menyampaikan rencana PNBP, menteri keuangan dapat menetapkan
rencana PNBP instansi pemerintah yang bersangkutan
3) Dalam hal terdapat revisi, pejabat instansi pemerintah wajib
menyampaikan revisi rencana PNBP kepada menteri keuangan
4) Laporan realisasi PNBP triwulanan disampaikan secara tertulis oleh
pejabat instansi pemerintah kepada menteri keuangan
5) Laporan perkiraan realisasi PNBP triwulan IV disampaikan kepada
menteri keuangan paling lambat tanggal 15 Agustus tahun anggaran
berjalan
6) Pejabat instansi pemerintah yang tidak/terlambat menyampaikan
rencana dan laporan realisasi PNBP, dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan perundang‐undangan yang berlaku.

d. Penerimaan dan Penyetoran PNBP


Seluruh PNBP dikelola dalam sistem anggaran pendapatan dan belanja negara,
melalui dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA) masing‐masing
kementerian/lembaga.

e. Penggunaan Sebagian Dana PNBP


1) penelitian dan pengembangan teknologi;
2) pelayanan kesehatan;
3) pendidikan dan pelatihan;
4) penegakan hukum;
5) pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu;
6) pelestarian sumber daya alam.

f. Pemeriksaan
g. PNBP Melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU)
Seluruh pendapatan operasional BLU adalah PNBP. Pendapatan tersebut dapat
digunakan langsung, sesuai Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA)‐nya tanpa
terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara/Daerah. Anggaran BLU
dimasukkan dalam RKA‐K/L dan RBA definitif BLU merupakan lampiran DIPA BLU.
Dengan demikian penggunaan PNBP harus sesuai dengan peruntukan yang telah
ditetapkan dalam DIPA dan RBA BLU. Khusus untuk BLU di lingkungan Pemerintah
Pusat, selanjutnya setiap triwulan, BLU tersebut wajib
mempertanggungjawabkan penggunaan dana secara langsung tersebut, dengan
menyampaikan SPM pengesahan yang dilampiri Surat Pernyataan Tanggung
Jawab (SPTJ) kepada KPPN selambat‐lambatnya tanggal 10 setelah akhir triwulan
yang bersangkutan untuk memperoleh pengesahan.

3. Penerimaan Hibah (Hibah)


Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa
dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang, jasa, dan surat
berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang
tidak mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Hibah merupakan bagian dari pendapatan dalam APBN yang diterima pemerintah dalam
bentuk uang tunai, uang untuk membiayai kegiatan, barang/jasa, dan surat berharga
Penerimaan hibah menurut jenisnya terdiri atas hibah yang direncanakan dan hibah
langsung.
Menurut sumbernya hibah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Hibah dalam negeri dan
Hibah luar negeri.

4. Pembukuan, Penatausahaan, dan Akuntansi Pendapatan


a. Pembukuan
mengadakan suatu pencatatan yang dapat menyajikan keterangan yang cukup
untuk dijadikan dasar penghitungan PNBP. Pembukuan diselenggarakan oleh
bendahara.
b. Penatausahaan
Penatausahaan penerimaan negara perlu dilakukan secara cepat, tepat, dan
efisien agar menghasilkan laporan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penatasusahaan penerimaan melibatkan BUN (Kuasa BUN), Wajib Pajak/Wajib
Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan, dan bank persepsi/kantor pos yang
ditunjuk.
c. Akuntansi
Sistem akuntansi yang digunakan adalah Sistem Akuntansi Instansi, yang dalam
kaitan penerimaan negara akan menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran yang
menyajikan anggaran dan realisasi pendapatan dan belanja satuan kerja dalam
satu tahun anggaran.

C. MEKANISME PELAKSANAAN BELANJA


1. Pedoman Pelaksanaan Anggaran Belanja
Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk
membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja pemerintah
pusat dikelompokkan menurut organisasi/bagian anggaran, fungsi, dan jenis belanja.
Belanja daerah adalah semua pengeluaran untuk membiayai dana perimbangan serta
dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dana perimbangan adalah semua pengeluaran
negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum,
dan dana alokasi khusus.

2. Penyelesaian Tagihan Negara/Pengeluaran Negara


Penyelesaian tagihan segera dilakukan setelah diwujudkannya komitmen yang
ditunjukkan dari prestasi kerja serta adanya tagihan dari penyedia barang/jasa.
Berdasarkan tagihan tersebut, PPK mengajukan SPP (Surat Permintaan Pembayaran) yang
selanjutnya diuji oleh PPSPM (Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar).
a. Pembuatan Komitmen
Pembuatan komitmen tersebut dalam bentuk perjanjian/kontrak untuk
pengadaan barang/jasa dan/atau penetapan keputusan
b. Pencatatan Komitmen oleh PPK dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
c. Mekanisme Penyelesaian Tagihan dan Penerbitan SPP
d. Mekanisme Pengujian SPP dan Penerbitan SPM
e. Mekanisme Penerbitan SP2D
f. Pembayaran Pengembalian Penerimaan
g. Pembayaran Tagihan yang Bersumber dari Penggunaan PNBP
h. Pembayaran Tagihan untuk Kegiatan yang Bersumber dari Pinjaman dan/atau
Hibah Luar Negeri
i. Koreksi/Ralat, Pembatalan SPP, SPM dan SP2D
j. Pelaksanaan Pembayaran pada Akhir Tahun Anggaran
k. Pelaporan Realisasi Anggaran

3. Pokok‐Pokok Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


a. Prinsip Dasar, Kebijakan Umum, Etika, dan Ruang Lingkup Pengadaan Barang/Jasa
1) Pengadaan barang/jasa harus dilaksanakan berdasarkan prinsip‐prinsip
pengadaan yang dipraktikkan secara internasional yaitu prinsip efisiensi,
efektivitas, persaingan sehat, keterbukaan, transparansi, tidak
diskriminasi, dan akuntabel.
2) Kebijakan umum pengadaan barang/jasa pemerintah bertujuan untuk
menyinergikan ketentuan pengadaan barang/jasa dengan kebijakan‐
kebijakan pada sektor lainnya,
3) Etika Dalam Pengadaan Barang/Jasa
4) Ruang lingkup pengadaan barang/jasa di lingkungan
kementerian/lembaga/ pemerintah daerah/instansi (K/L/D/I), Bank
Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Negara/Daerah yang sebagian/ seluruhnya dibiayai APBN/D

b. Pokok‐Pokok Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa


1) Para Pihak dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK), Unit Layanan Pengadaan/Pejabat Pengadaan,
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan.
2) Perencanaan Umum Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Rencana umum mencakup kegiatan dan anggaran pengadaan
barang/jasa yang dibiayai oleh K/L/D/I sendiri atau bila diperlukan
melalui pembiayaan bersama (co‐financing).
3) Pelaksanaan Pemilihan Mendahului Tahun Anggaran
Pengumuman rencana umum pengadaan barang/jasa pada masing‐
masing K/L/I secara terbuka kepada masyarakat luas dapat dilakukan
setelah rencana kerja dan anggaran K/L/I disetujui oleh DPR. PA pada
K/L/D/I harus menyediakan biaya pendukung untuk pelaksanaan
pemilihan mendahului tahun anggaran.
4) Cara Pengadaan Barang/Jasa
Pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dilaksanakan melalui
swakelola dan pemilihan penyedia barang/jasa yang mencakup barang,
pekerjaan konstruksi, jasa konsultasi, dan jasa lainnya
5) Metode pemilihan penyedia
6) Spesifikasi Teknis, Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan Rancangan Jenis
Kontrak
7) Metode Penilaian Kualifikasi
Kualifikasi merupakan proses penilaian kompetensi dan kemampuan
usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya bagi penyedia
barang/jasa. Kualifikasi dilaksanakan melalui dua cara, yaitu prakualifikasi
dan pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses penilaian sebelum
pemasukan penawaran dan dipergunakan untuk pemilihan penyedia.
Pascakualifikasi: proses penilaian kualifikasi setelah pemasukan
penawaran dan dipergunakan untuk pemilihan penyedia
8) Penetapan Penyedia Barang/Jasa dan Jenis Kontrak

4. Pembukuan dan Akuntansi


a. Pembukuan atas transaksi belanja dilaksanakan oleh Bendahara Pengeluaran.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan
uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada
kantor/satuan kerja Kementerian Negara/ Lembaga. Bendahara wajib
menatausahakan seluruh uang yang dikelolanya dan seluruh transaksi dalam
rangka pelaksanaan anggaran satuan kerja
b. Penyelenggaraan akuntansi terkait dengan kewajiban Satuan Kerja sebagai unit
akuntansi untuk dapat menyampaikan laporan keuangan yang akan dikonsolidasi
sampai ke tingkat Pengguna Anggara (K/L). Sistem akuntansi yang digunakan
adalah Sistem Akuntansi Instansi, yang dalam kaitan belanja negara akan
menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran yang menyajikan anggaran dan
realisasi pendapatan dan belanja satuan kerja dalam satu tahun anggaran.

D. MEKANISME PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK‐PAJAK NEGARA OLEH BENDAHARA


1. Kewajiban Perpajakan
Kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di
kantor pelayanan pajak, Kewajiban untuk menyetorkan penerimaan pajak yang
dipungut/dipotong pada saat dan tempat sesuai dengan ketentuan umum perpajakan
yang berlaku, Kewajiban melaporkan pemungutan dan pemotongan pajak dengan
menyerahkan surat pemberitahuan pajak (SPT) sesuai ketentuan umum perpajakan yang
berlaku.
2. Sanksi Perpajakan
Sanksi administrasi berupa denda, bunga, kenaikan pajak terutang, Sanksi pidana, Sanksi
pidana berupa kurungan
3. Kewajiban Pemotongan dan Pemungutan Pajak Pusat
Bendahara Pemotong Pph Pasal 21/26, Bendahara Pemotong PPh Pasal 22, Bendahara
Pemotong Pph Pasal 23/26, Bendahara Pemotong PPN dan PPn‐BM,

E. PROSES PEMBIAYAAN
Pembahasan mengenai pembiayan pada modul ini dibatasi pada pinjaman yang bersumber dari
pinjaman luar negeri.
1. Pengertian dan Prinsip‐Prinsip Pinjaman/Hibah Luar Negeri
Pinjaman luar negeri adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diperoleh pemerintah
dari pemberi pinjaman luar negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak
berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan
tertentu. Pinjaman luar negeri harus memenuhi prinsip: a. transparan; b. akuntabel; c.
efisien dan efektif; d. kehati‐hatian; e. tidak disertai ikatan politik; dan f. tidak memiliki
muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara.

2. Sumber dan Penggunaan Pinjaman Luar Negeri


Kreditor multilateral, Kreditor bilateral, Kreditor swasta asing, Lembaga penjamin kredit
ekspor.
Pinjaman Luar Negeri menurut jenisnya terdiri atas Pinjaman tunai dan Pinjaman
kegiatan.

3. Tata Cara Penarikan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri


Penyaluran dana pinjaman luar negeri dilakukan oleh KPPN Khusus Jakarta VI dan KPPN
Khusus Banda Aceh

F. PENGELOLAAN ASET DAN UTANG


1. Pengelolaan Kas
Pengelolaan kas terutama bertujuan untuk dapat melaksanakan anggaran secara efisien
serta melakukan manajemen sumber daya keuangan yang baik
2. Pengelolaan Piutang
Dalam rangka menjaga agar piutang dapat diterima kembali secara tepat
waktu, kementerian/ lembaga dituntut untuk mengatur berbagai hal yang terkait
dengan piutang secara seksama. Hal‐hal seperti perencanaan, pemberian pinjaman atau
penjualan secara kredit atau penerbitan surat ketetapan, pencatatan, pelaporan,
penilaian, penagihan, dan penghapusan piutang harus diatur secara tegas. Pengendalian
intern harus tercermin dan melekat sejak proses terjadinya piutang sampai dengan
berakhirnya piutang karena pembayaran atau penghapusan.
3. Pengelolaan Utang
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mempunyai kewenangan untuk
mengadakan pinjaman. Pinjaman dapat berupa pinjaman yang dilakukan secara bilateral
atau multilateral. Pinjaman ini dapat diteruspinjamkan kepada pemerintah
daerah/BUMN/BUMD. Pinjaman ini dituangkan dalam suatu naskah perjanjian pinjaman.
Sejalan dengan asas bruto maka biaya yang terjadi karena penarikan pinjaman
dibebankan pada anggaran belanja. Di samping itu, pemerintah juga dapat menerbitkan
Surat Utang Negara (SUN).
4. Pengelolaan Persediaan
Dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat diperlukan pengendalian
persediaan (inventory controll) agar tercapai jumlah yang ideal. Tujuan utama dari
pengendalian persediaan adalah agar perusahaan selalu mempunyai persediaan dalam
jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam spesifikasi atau mutu yang telah
ditentukan sehingga kontinuitas pelayanan dapat terjamin (tidak terganggu).
5. Pengelolaan Investasi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah,
yang dimaksud dengan investasi pemerintah adalah penempatan sejumlah dana
dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan
investasi langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat
lainnya. Kewenangan pengelolaan investasi pemerintah dilaksanakan oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang meliputi kewenangan regulasi, supervisi,
dan operasional.
6. Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)
Menteri Keuangan sebagai pengelola barang berwenang mengatur pengelolaan BMN
berdasarkan peraturan perundang‐undangan yang meliputi penggunaan, pemanfaatan,
pemindahtanganan, dan penghapusan. Sedangkan menteri/pimpinan lembaga
berkedudukan sebagai pengguna barang pada instansi yang dipimpinnya. Para pengguna
barang wajib mengelola dan menatausahakan BMN yang berada dalam penguasaannya
dengan sebaik‐baiknya

G. KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRASI, DAN GANTI RUGI


1. Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi
berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga serta pimpinan unit organisasi kementerian
negara/lembaga yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah
ditetapkan dalam undang‐undang. Hal yang sama juga diberlakukan terhadap para
bendahara yang dalam pengurusan uang/barang yang menjadi tanggung jawabnya telah
melakukan perbuatan melawan hukum yang berakibat merugikan keuangan negara
2. Pejabat yang Berhak Mengenakan Sanks
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara adalah menteri/pimpinan lembaga,
surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan
oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Dalam hal pejabat yang
melakukan kerugian negara adalah Menteri Keuangan, surat keputusan pembebanan
penggantian kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden
3. Penyelesaian Kerugian Negara
Penyelesaian kerugian negara/daerah dalam Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara diatur dalam pasal 59 sampai dengan pasal 67.
Tatacara : Pengenaan Ganti Rugi Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara, Pengenaan
Ganti Rugi Terhadap Bendahara,
4. Ketentuan Lain yang Berkaitan Pengenaan Ganti Kerugian Negara
5. Perlakuan Terhadap Pejabat yang Terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/4/2007 tanggal
18 April 2007 tentang Perlakuan Terhadap Pejabat yang Terlibat Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Surat edaran tersebut ditujukan kepada para Menteri Kabinet
Indonesia Bersatu, Panglima TNI, Jaksa Agung, Kepala Polri, para kepala lembaga
pemerintah nondepartemen, para pimpinan sekretariat lembaga tinggi negara, para
pimpinan sekretariat dewan/komisi/badan, para gubernur, dan para bupati/walikota

Anda mungkin juga menyukai