Anda di halaman 1dari 10

Visum et Repertum Perlukaan pada Korban Hidup akibat Kekerasan Benda

Tumpul
Vioini Gracia Prokhorus
(102017145)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat-11510
vioini.2017fk145@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Proses pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum di tingkat lebih lanjut
memerlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelasnya suatu peristiwa
serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut.
Pada suatu perkara pidana yang menimbulkan korban, dokter diharapkan dapat menemukan
kelainan yang terjadi pada tubuh korban, bilamana kelainan tersebut timbul, apa penyebabnya
serta apa akibat yang timbul terhadap kesehatan korban. Laporan hasil pemeriksaan yang akan
dipakai dalam peradilan disebut sebagai Keterangan Ahli. Keterangan Ahli dapat di diberikan
secara lisan dalam pengadilan dan secara tertulis yaitu dengan membuat visum et repertum. Pada
kasus kekerasan benda tumpul, biasanya menimbulkan luka memar dan lecet. Usia dari luka
memar dapat ditentukan dari warnanya. Dari luka lecet yang ditimbulkan, dapat disimpulkan
bagaimana arah dari kekerasan tersebut.

Kata kunci: visum et repertum, perlukaan, medikolegal, kekerasan

Abstract

The process of investigation as well as resolution of legal problems at a further level requires
the assistance of various experts in related fields to make clear an event and the relationship
between one action and another in the series of events. In a criminal case that causes a victim,
the doctor is expected to be able to find abnormalities that have occurred in the victim's body, if
the abnormality occurs, what is the cause and what is the effect on the victim's health. The report
on the results of the examination that will be used in court is referred to as an Expert Statement.
Expert statements can be given orally in court and in writing, namely by making a visum et
repertum. In cases of blunt force violence, it usually causes bruises and abrasions. The age of a
bruise can be determined by its color. From the abrasions, it can be concluded what direction
the violence was.

Key words: visum et repertum, injury, medicolegal, violence


Pendahuluan

Peristiwa pelanggaran hukum kerap terjadi di masyarakat dan seringkali menyangkut


tubuh dan nyawa manusia. Proses pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum
di tingkat lebih lanjut memerlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat
jelasnya suatu peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam
rangkaian peristiwa tersebut. Dokter diharapakan dapat membantu dalam proses peradilan ini
dengan bekal pengetahuan kedokteran yang dimilkinya yang dihimpun dalam kazanah Ilmu
Kedokteran Forensik. Bantuan yang wajib diberikan oleh dokter apabila diminta oleh penyidik
antara lain adalah melakukan pemeriksaan kedokteran forensik terhadap seseorang, baik
terhadap korban hidup, korban mati, maupun bagian tubuh atau benda yang diduga berasal dari
tubuh manusia. Pada suatu perkara pidana yang menimbulkan korban, dokter diharapkan dapat
menemukan kelainan yang terjadi pada tubuh korban, bilamana kelainan tersebut timbul, apa
penyebabnya serta apa akibat yang timbul terhadap kesehatan korban. Laporan hasil pemeriksaan
yang akan dipakai dalam peradilan disebut sebagai Keterangan Ahli. Keterangan Ahli dapat di
diberikan secara lisan dalam pengadilan dan secara tertulis yaitu dengan membuat visum et
repertum.1-2
Pada makalah ini, penulis akan membahas tentang aspek hukum dan prosedur
medikolegal pemeriksaan, penentuan derajat luka, dan pembuatan visum et repertum dari kasus
perlukaan akibat benda tumpul pada korban hidup.

Aspek Hukum dan Prosedur Medikolegal


Tindakan pidana kekerasan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
pasal 170 yang berbunyi: 3
(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
(2) Yang bersalah diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan
barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka
berat;
3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
(3) Pasal 89 tidak diterapkan.
Kemudian aspek hukum yang mewajibkan dokter untuk membantu penyidik dalam
peradilan sudah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 133
yang berbunyi sebagai berikut: 3
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu
jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Dari dasar hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa ada prosedur yang harus diperhatikan
yaitu hanya penyidik yang berwenang untuk meminta Keterangan Ahli dari dokter. Penyidik di
sini harus memenuhi pasal 6 (1) butir a., yaitu penyidik pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini
adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan
dan jiwa manusia. Pangkat penyidik yang berwenang dalam membuat surat permintaan visum
adalah minimal Pembantu Letnan Dua. Wewenang penyidik meminta keterangan ahli diperkuat
dengan kewajiban dokter untuk memberikannya bila diminta, seperti yang tertulis dalam pasal
179 KUHAP sebagai berikut: 1,3
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang sepadan dengan visum et
repertum adalah pasal 186 dan 187, yang berbunyi:3
Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan
Penjelasan tentang pasal di atas adalah; Keterangan Ahli ini dapat juga sudah diberikan pada
waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penutut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk
laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan pekerjaan.
Pasal 187
(c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
Prosedur lainnya yang harus diperhatikan adalah permintaan dari penyidik harus secara
tertulis diberikan. Surat permintaan yang dibuat ditujukan kepada instansi kesehatan dan bukan
individu. Kemudian, korban yang masih hidup harus didampingi petugas kepolisian ketika
datang untuk meminta visum. Penggunaan visum et repertum hanya utnuk kepentingan peradilan
dan hanya diserahkan ke penyidik yang meminta.2

Gambar 1. Alur penanganan medis korban hidup.2

Anamnesis dan Pemeriksaan Medis


Pada pemeriksaan forensik klinik dengan korban hidup, dilakukan anamnesis yang
meliputi keluhan utama pasien, mekanisme terjadinya perlukaan, waktu terjadinya perlukaan
menurut pasien, siapa yang melakukan perlukaan, memakai benda seperti apa, kemudian apakah
ada atau tidak gejala atau perlukaan di bagian tubuh yang lain yang berkaitan dengan peristiwa.
Kemudian penting juga untuk menganamnesis kejiwaan koban.4
Pemeriksaan medis yang dilakukan untuk korban perlukaan akibat kekerasan yaitu
pertama adalah kesadaran, keadaan umum, tanda-tanda vital, kemudian ada atau tidak adanya
luka. Pada bagian luka harus diidentifikasi jenis luka seperti apa, apakah memar, lecet, atau
robek. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti radiologi jika curiga adanya
fraktur atau perdarahan dalam. Kemudian dapat juga dilakukan pemeriksaan darat rutin atau
urinalisa.4

Traumatologi Forensik Luka Akibat Kekerasan Benda Tumpul


Traumatologi forensik adalah bidang ilmu kedokteran forensik yang mempelajari tentang
luka atau cedera serta hubungannya dengan kekerasan atau rudapaksa. Sedangkan luka adalah
suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan. Berdasarkan sifatnya,
kekerasan dapat dibedakan menjadi kekerasan mekanik, fisika, dan kimia.1
Kekerasan mekanik adalah kekerasan yang disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul,
ataupun tembakan senjata api. Kekerasan fisika ditimbulkan karena suhu, listrik dan petir,
perubahan tekanan udara, akustik dan radiasi. Sedangkan kekerasan kimia disebabkan oleh asam
atau basa kuat.1,2
Luka akibat kekerasan tumpul biasanya akan mengakibatkan luka memar dan luka lecet.
Luka memar adalah luka akhibat adanya perdarahan pada jaringan bawah kulit. Memar pada
tubuh dapat memberikan petunjuk tentang bentuk dari benda penyebab. Umur dari luka memar
dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah,
kemudian menjadi ungu atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari akan berwarna hijau yang kemudian
akan berubah menjadi kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14
sampai 15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepi dan waktunya dapat
bervariasi tergantung derajat dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.1,2
Luka lecet adalah cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki
permukaan kasar atau runcing. Luka lecet dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Pertama
adalah luka lecet gores yang biasanya disebabkan oleh benda dengan pembukaan yang runcing
seperti kuku. Luka lecet serut disebabkan oleh persentuhan benda dengan permukaan kulit lebih
lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel. Kemudian ada luka lecet
tekan yang disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan
yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda
tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai
bentuk dan khas misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Luka lecet geser
disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan bergeser, misalnya pada kasus gantung
atau jerat serta pada korban pecut.1,2
Penentuan Derajat Luka
Penentuan derajat luka diatur dalam pasal 352 KUHP untuk luka ringan, pasal 351 KUHP
untuk luka sedang, dan pasal 90 KUHP untuk luka berat. Bunyi dari masing-masing pasal adalah
sebagai berikut:3
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian,
diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga
bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau
menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 90
Luka berat berarti:
- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
- kehilangan salah satu pancaindera;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
- gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Derajat satu atau luka ringan menurut pasal 352 KUHP adalah ketika luka yang
dihasilkan tidak menimbulakn penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan.
Hasil dari penganiayaannya ringan adalah seperti korban dengan tanpa luka, luka lecet, memar,
kecil, dan di lokasi yang tidak berbahaya.3,5
Derajat dua atau luka sedang menurut pasal 351 KUHP adalah luka yang menyebabkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan mata pencaharian untuk sementara waktu, dan tidak
tergolong luka ringan maupun luka berat.5
Derajat tiga atau luka berat seperti yang sudah dicantumkan pada pasal 90 KUHP.5
Namun, perlu diingat bahwa pada saat pemeriksaan pertama kali dokter sering tidak
dapat menentukan apakah sesuatu perlukaan yang sedang diperiksanya adalah luka sedang atau
luka derajat berat. Hal ini disebabkan masih belum berhentinya perkembangan derajat sesuatu
perlukaan sebelum selesainya pengobatan/perawatan. Dalam kasus seperti ini, dokter hanya
dapat memberikan visum sementara kepada penyidik yang tidak berisikan kesimpulan derajat
luka.1,5

Visum et Repertum
Visum et Repertum merupakan keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan
penyidik yang berwenang mengenai hasil pemerikaan medik terhadap manusia baik hidup atau
mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuanya di bawah
sumpa, atau kepentingan peradilan. Jenis dan bentuk visum et repertum ada untuk perlukaan,
kejahatan asusila, jenazah, dan psikiatrik.1
Bagian-bagian dari visum et repertum adalah pertama Pro Justitia yang menjelaskan
bahawa visum dibuat khusus untuk tujuan peradilan. Visum tidak memerlukan materai untuk
dapat dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum.1,6
Pendahuluan berisi tentang identitas dokter yang membuat visum et repertum bersama
dengan instansinya dan juga tentang identitas korban. Pemastian identitas korban di sini tidak
dibebankan kepada dokter, maka uraian identitas korban adalah sesuai dengan uraian identitas
yang ditulis dalam suat permintaan visum.1,6
Pada bagian pemberitaan, dituliskan hasil pemeriksaan medik yang berkaitan dengan
perkaranya, tindakan medis yang dilakukan serta keadaannya setelah selesai
pengobatan/perawatan.1,6
Kesimpulan berisikan pendapat dokter mengenai perkaranya berdasarkan keilmuannya,
mengenai jenis lukanya, derajat perlukaan, dan sebab luka.1,6
Pada bagian penutup hanya berisi kalimat baku “Demikianlah visum et repertum ini saya
buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai
dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.”1,6

Kesimpulan
Atas dasar hukum dan peraturan yang ada pada KUHP dan KUHAP, dokter diwajibkan
untuk membantu dalam kasus peradilan apabila diminta oleh pihak yang berwenang yaitu
penyidik. Permintaan pembuatan visum harus dilakukan sesuai dengan prosedur. Visum et
repertum memaut penemuan dokter berdasarkan pemeriksaan medis yang terlah dilakukan dan
yang berkaitan dengan perkara. Pada kasus kekerasan benda tumpul, biasanya menimbulkan luka
memar dan lecet. Usia dari luka memar dapat ditentukan dari warnanya. Dari luka lecet yang
ditimbulkan, dapat disimpulkan bagaimana arah dari kekerasan tersebut.

Daftar Pustaka
1. Budiyanto A, Ridiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, dll. Ilmu
Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1997. h. 5-16,37-51.
2. Yudianto A. Ilmu kedokteran forensik. Scopindo, Jakarta. 2020
3. Sutinah L, Giri EM, dkk. 3 Kitab Utama Hukum Indonesia: KUHP, KUHAP, & KUH
Perdata. Jakarta: Transmedia Pustaka;2014. h. 55-71.
4. Prawestiningtyas E. Pedoman Diagnosa dan Tindakan: Pemeriksaan Kasus Forensik.
Malang: Universitas Brawijaya Press; 2013. h. 51-62.
5. Afandi D. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan Derajat
Luka. Maj Kedokt Indon. 2010; 60(4):188-95.
6. Safitry O. Mudah Membuat Visum et Repertum Kasus Luka. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2016.
h. 7-20.
Lampiran

RS UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 15011
Telp/fax 021-010101010

PRO JUSTITIA Jakarta, 5 Desember 2020

VISUM ET REPERTUM
No.01/TU.RSU/I/2020

Yang betandatangan di bawah ini, dr. Vioini Gracia Prokhorus, Sp.F., dokter pada Rumah Sakit
Ukrida, atas permintaan sari kepolisian Sektor Jakarta Raya dengan suratny nomor VER-
19/01/2020, tertanggal 4 Desember 2020, maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal
empat Desember tahun dua ribu dua puluh, pukul dua puluh tiga lewat dua puluh tujuh menit
Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di RS Ukrida, telah melakukan pemeriksaan korban
dengan nomor registrasi 123-24-34 yang menurut surat tersebut adalah:-------------------------------

Nama : Chrysalis -------------------------------------------------------------------------------------


Umur : 24 tahun --------------------------------------------------------------------------------------
Jenis Kelamin : Perempuan -----------------------------------------------------------------------------------
Warga Negara : Indonesia -------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : Penyanyi Café -------------------------------------------------------------------------------
Alamat : Apartemen Menara Kebon Jeruk ---------------------------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN:
-----------------------------------------------------------------------------------
1. Korban datang dalam keadaan sadar penuh dengan keadaan umum tampak sakit ringan.
------
2. Korban mengaku empat jam sebelum pemeriksaan korban dipukul pada wajah sebanyak satu
kali dengan tangan kosong. Pelaku adalah temannya. -----------------------------------------------
3. Pada korban ditemukan:
----------------------------------------------------------------------------------
a. Tanda vital: tekanan darah seratus dua puluh per delapan puluh milimeter air raksa,
frekuensi nadi delapan puluh kali per menit, frekuensi nafas dua puluh kali per menit,
suhu tiga puluh enam koma tujuh derajat celsius.
------------------------------------------------------
b. Pada pipi kiri terdapat adanya luka memar dan luka lecet berukuran lima kali empat
sentimeter. ---------------------------------------------------------------------------------------------
4. Korban dipulangkan setelah diberikan pengobatan pada luka. -------------------------------------
KESIMPULAN:
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Pada korban perempuan berusia dua puluh empat tahun ini, ditemukan memar dan luka lecet
pada wajah akibat kekerasan tumpul yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam
menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian. ---------------------------------------------------------------

Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan
yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukun Acara
Pidana. -----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dokter Pemeriksa,

dr. Vioini Gracia Prokhorus, Sp.F.

Anda mungkin juga menyukai