DIBUAT OLEH :
KELOMPOK I
AYU ANANDA
CHAYANI ARDAN
HUTRI ANGGRAINI
MEGA PUTRI JULIANTI
SUCI RAMADHANI
TILKA AFRIYANTI
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik,
serta hidayahnya, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah “ASUHAN KEPERAWATAN
LANSIA DENGAN DM” yang diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan
Gerontik”
Pada kesempataan kali ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak turut adil
dalam penyusunan makalah ini hingga pada batas waktu yang telah ditentukan .
Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran para pembaca untuk
kesepurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring bertambahnya usia, toleran usia, toleransi tubuh terhadap glukosa tubuh
terhadap glukosa akan menurun, sebagai akan menurun, sebagai akibatnya banyak orang
tua yang tidak sadar adanya kemungkinan berkembang penyakit diabetes mellitus (Stolk,
Pols, et al., 1997). Setelah seseorang mencapai umur 30, kadar glukosa darah akan
meningkat 1-2 mg %/tahun saat puasa dan sekitar 5,6-13 mg %/tahun pada 2 jam setelah
makan. Separuh dari populasi orang dengan diabetes mellitus, terjadi pada usia > 60
tahun dengan prevalensi terbesar ditemukan pada usia > 80 tahun, jumlah ini
diperkirakan akan mencapai 40 juta pada tahun 2050 (Gambert & Pinkstaff, 2006).
Diabetes mellitus sendiri merupakan faktor risiko terhadap munculnya berbagai penyakit
terutama stroke dan gagal jantung, dua penyebab kematian tertinggi di Indonesia (Suara
Pembaruan, 2011).
Orang tua lebih berisiko terjadi peningkatan risiko kegagalan mendapat terapi
yang tepat, diet, dan pengobatan-pengobatan yang dapat menyelamatkan hidupnya. Oleh
karena itu, diagnosa sedini mungkin, tatalaksana serta pengawasan timbulnya komplikasi
harus lebih diperhatikan. Sehingga meskipun angka harapan hidup naik, kualitas hidup
juga akan naik. Sehingga dicapai usia tua yang tetap Sehingga dicapai usia tua yang tetap
berkualitas.
B. Rumusan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi DM
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif
dan atau adanya gangguan fungsi insulin. Diabetes mellitus merupakan sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan
dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia
lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II.
B. Etiologi
Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua
besar :
1. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak
berfungsi dengan baik).
2. Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan
keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk
mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil,
dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan
oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah
bagian dari proses penuaan itu sendiri.
C. Patofisiologi
Pada orang usia lanjut terjadi peningkatan resistensi insulin. Hal ini akibat adanya
peningkatan adiposit visceral. Terjadinya resistensi insulin pada otot-otot skeletal disebabkan
penurunan komposisi otot, terutama glucose carrier protein GLUT4. Umur merupakan faktor
independen sendiri yang mempengaruhi hilangnya sensitivitas insulin. Pada usia tua terjadi
perubahan distribusi lemak dengan lemak visceral semakin bertambah dan lemak subkutan
menurun. Adiposit visceral terkait dengan resistensi insulin dan diabetes pada wanita yang lebih
tua. Penelitian pada orang tua yang sehat ditemukan adanya akumulasi lemak di otot dan hati
yang menyebabkan penurunan fungsi sel-sel mitokondria, selain itu seiring bertambah usia
abnormalitas mitokondria semakin ditemukan. Meskipun, deposisi lemak visceral merupakan
bagian normal dari penuaan, ia merupakan mekanisme patogenik utama dari resistensi insulin
(Petersen & Shulman., 2006).
Pola hidup juga berkontribusi pada usia terkait penurunan sensitivitas insulin termasuk di
dalamnya perubahan diet dimana lebih banyak mengkonsumsi lemak saturasi, gula, dan
penurunan aktivitas fisik, yang menyebabkan penurunan massa otot dan penurunan kekuatan
(Gambert & Pinkstaff, 2006).
Faktor lain yang mempengaruhi turunnya toleransi terhadap glukosa adalah perubahan
sekresi hormon-hormon derivat jaringan adiposa, seperti adiponektin dan leptin. Level leptin
menurun seiring usia, dengan penurunan lebih banyak di wanita dibanding pria (Isidori, Strollo,
et al., 2000).
Leptin akan menurunkan selera makan, dan penurunannya akan berkontribusi pada
peningkatan adiposit dan perubahan komposisi ini terlihat pada orang tua. Adiponektin,
merupakan protein dengan kemampuan anti-inflamasi, yang mana kemudian diketahui memiliki
efek mengurangi resistensi insulin. Kadarnya yang tinggi pada orang tua terkait dengan
penurunan risiko diabetes.
Selanjutnya, pada usia tua terjadi sekresi insulin yang tidak adekuat. Sebagai respon dari
peningkatan kadar glukosa, insulin normalnya disekresikan dalam dua fase, fase pertama sebagai
fase inisial (0-10 menit), yang diikuti oleh fase kedua (10-120 menit) yang secara berkelanjutan
dibutuhkan untuk menjaga darah dalam kondisi euglikemia. Sebuah studi menunjukkan pada
orang tua terjadi reduksi sebesar 50% pada sekresi sel β pancreas. Penuaan juga dicirikan oleh
berkurangnya frekuensi dan amplitudo dari pengeluaran periodik insulin normal. Kehilangan
irama normal ini penting karena irama ini menghambat pengeluaran glukosa dari hepar.
Meskipun mekanisme ini belum sepenuhnya dimengerti, salah satu hipotesa yang mungkin
adalah gangguan pada fisiologi inkretin derivat gut. Inkretin merupakan dua hormon
gastrointestinal yaitu Gastric Inhibitory Polypeptide (GIP) dan Glucagon-Like Peptide-1 (GLP1),
yang mana mempertinggi sekresi insulin saat adanya pemasukan glukosa dari oral. Pada orang
tua normal tanpa diabetes, pengeluaran dari GLP-1 lebih besar setelah pemasukan glukosa tapi
tidak meningkatkan insulin sesuai yang diharapkan, menandakan adanya resisten sel β pancreas.
Begitu diabetes berkembang, sekresi GLP-1 berkurang, dan sel-sel β menjadi resisten terhadap
efek GIP
D. Manifestasi klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya
tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan
dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan
urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium
lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif
kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala komplikasi yang luas. Keluhan yang sering
muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati visera
11. Ulkus Neurotropik
12. Penyakit ginjal
13. Penyakit pembuluh darah perifer
14. Penyakit koroner
15. Penyakit pembuluh darah otak
16. Hipertensi
E. Klasifikasi
1. Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
a. Mudah terjadi ketoasidosis
b. Pengobatan harus dengan insulin
c. Onset akut
d. Biasanya kurus
e. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
f. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
g. Didapatkan antibodi sel islet
h. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
i. Diabetes melitus tipe II: Bervariasi mulai yang predominan Bervariasi mulai
yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
predominan gangguan yang sekresi insulin bersama resistensi insulin.
2. Karakteristik DM tipe II:
a. Sukar terjadi ketoasidosis
b. Pengobatan tidak harus dengan insulin
c. Onset lambat
d. Gemuk atau tidak gemuk
e. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
f. Tidak berhubungan dengan HLA
g. Tidak ada antibodi sel islet
h. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
i. ± 100% kembar identik terkena
F. Komplikasi
1. Risiko Kardiovaskuler
Faktor-faktor risiko kardiovaskuler harus segera diatasi mengingat kebanyakan pasien dengan
diabetes banyak yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Faktor-faktor risiko ini
diatasi dengan menggunakan statin, antihipertensi, dan antiplatelet. Penggunaan obat-obatan
ini juga harus diawasi efek sampingnya seperti hipotensi postu postural, bradikard ral,
bradikardia dan mialgia, pendarahan, serta ahan, serta risiko terjatuh dan atuh dan fraktur
pada orang tua yang lemah.
2. Peripheral arterial disease (PAD)
Risiko PAD meningkat pada usia yang lebih tua dan 3-6 kali lebih sering dijumpai pada yang
diabetes. Akibat kalsifikasi pada pembuluh darah pada ekstremitas bawah, tekanan disana
cenderung meninggi. PAD menyebabkan kaki sakit saat digunakan, ulserasi, dan gangrene,
atau nyeri saat istirahat akibat iskemia, dengan potensi amputasi pada ekstremitas bawah.
Penatalaksanaan PAD diawali dengan pemberian obat-obatan seperti antiplatelet,
antihipertensi, statin, dan pengkont pengkontrolan diabetes. Program olahraga untuk berjalan
dapat dicoba, termasuk menggunakan sepatu yang sesuai dan nyaman, perhatikan juga
higienis kaki dan pencegahan yang tepat apabila terdapat infeksi, untuk meminimalkan risiko
amputasi.
3. Komorbiditas dan kelemahan
fungsional Masalah-masalah pada orang tua termasuk lemahnya penglihatan, kelemahan
kognitif, dan masalah sendi, yang mana dapat menghambat kemampuan pasien untuk
mengkontrol glukosa darah atau menginjeksi insulin. Mereka lebih mudah terkena defisiensi
nutrisi dan mungkin melewatkan makan yang membuat mereka berisiko terkena serangan
hipoglikemi. Infeksi yang rekurens biasa terjadi pada orang tua dengan episode hiperglikemia
sebagai akibat polifarmasi, yang berbarengan dengan kelemahan ginjal dan hati, yang
menyebabkan efek samping obat dapat meningkat.
4. Kehilangan penglihatan
Risiko berkembangnya retinopati dapat diminimalisir oleh pengkontrolan kadar glukosa
darah yang baik dan penatalaksanaan dengan menggunakan ACE inhibitor dianjurkan. Untuk
memonitor terjadinya ini, skrining retina harus dilakukan secara rutin.
5. Perawatan kaki
Masalah-masalah di kaki mungkin akan menyebabkan rasa sakit, morbiditas, dan kelainan
fungsional. Lemahnya penglihatan, berkurangnya ketangkasan, dan kelemahan kognitif
mungkin akan memperlambat rekognisi adanya masalah pada kaki yang akhirnya
memperlambat untuk mendapat penanganan yang sesuai, akhirnya menyebabkan komplikasi
yang membahayakan tungkai. Sebagai tambahan untuk melihat adanya risiko kaki diabetic,
pasien harus di edukasi untuk bisa memeriksa kakinya, memperhatikan kebersihan daerah
kaki, dan penggunaan sandal atau sepatu yang nyaman.
6. Gait dan Keseimbangan
Neuropati perifer, penyakit vascular perifer, penglihatan yang berkurang serta polifarmaasi
pada pasien diabetes orang tua dapat berkontribusi pada peningkatan risiko terjatuh dengan
konsekuensi fisik dan psikologik. Dalam hal ini dibutuhkan peranan dari berbagai
multidisiplin.
7. Kelemahan
Pasien diabetes dengan kelemahan fisik dan kognitif harus diperhatikan karena pasien-pasien
ini rentan terhadap infeksi.
G. Penatalaksanaan medis
Hal pertama yang disarankan pada penderita diabetes usia lanjut adalah perubahan pola hidup
dan pengurangan berat badan. Europe European Diabetes Working Party Guideline Party
Guidelines menyarankan HbA1c < 7.0% pada orang tua dengan komorbiditas minimal dan <
8.0% pada orang tua yang lemah, meskipun standar ini dapat berubah-ubah pada setiap orangnya,
dan harus mempertimbangkan berbagai faktor lain seperti tingkat disabilitas, angka harapan
hidup, dan ketaatan dalam pengobatan.
1. Monitoring kadar glukosa darah penting sebagai edukasi ke pasien dan membantu
mereka untuk memahami penyakitnya, hal ini juga dapat membantu mengidentifikasi
apabila terjadi hipoglikemia
2. Agen hipoglikemik oral
a. National Institute for onal Institute for Health and Clinical Excellence (NICE)
merekomendasikan metformin sebagai lini pertama terapi kecuali mereka yang
mempunyai kontraindikasi seperti kerusakan ginjal, tanda-tanda kerusakan hati
atau hipoksia. Hal ini disebabkan metformin memiliki keuntungan
kardiovaskular dan risiko terjadi hipoglikemia yang rendah.
b. Sulfonilurea atau berbagai sediaan insulin secretagogues rapid-acting termasuk
repaglinide dan nateglinide, dapat digunakan sebagai lini pertama apabila
penggunaan metformin dikontraindikasi atau dapat juga dengan
pengkombinasian dengan metformin saat target glikemik tidak tercapai.
Hipoglikemia merupakan efek samping serius pada orang tua, dan edukasi
kepada pasien atau keluarga pasien merupakan hal yang penting. Agen-agen
long-acting seperti Glibenclamide sebaiknya dihindari akibat risiko hipoglikemia
yang cukup tinggi.
c. Thiazolidinediones dapat diberikan sebagai terapi tambahan atau juga dapat
diberikan sebagai monoterapi. Ia kontraindikasi pada penyakit hati atau NYHA 3
dan NYHA 4, dan penggunaannya harus diawasi pada mereka yang kehilangan
tulang atau fraktur.
d. Satu-satunya alpha-glucosidase yang dapat diterima adalah acarbose. Ia tidak
menyebabkan penambahan berat badan ataupun hipoglikemia saat digunakan
monoterapi. Ia dapat digunakan saat agen-agen lain tidak bisa ditoleransi, tetapi
penggunaannya terbatas akibat efek sampingnya pada gastrointestinal.
e. Agen-agen terbaru seperti Exenatide (analog glucagon-like peptide-1) dan
Sitagliptin (dipeptidyl peptidase-4 inhibitor). Exenatide dapat digunakan pada
pasien obesitas. Apabila agen ini digunakan sebagai monoterapi tidak
menyebabkan hipoglikemia. Akan tetapi, data keamanan mengenai obat-obat ini
belum banyak.
3. Insulin
Keputusan penggunaan insulin harus didiskusikan bersama antara pasien dan keluarga.
Bagi orang tua yang tergantung kepada orang lain untuk memberikan insulin, pemberian
dosis long acting akan lebih nyaman, meskipun cara ini tidak akan memberikan kontrol
yang baik. Agen insulin terbaru yang long acting seperti Giargine dan Detemir dapat
memperbaiki control glikemi dengan frekuensi hipoglikemia yang lebih jarang.
Selain itu tujuan utama terapi diabetes melitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukos darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati
sebagai berikut :
1. Diet Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah
lemak dalam diet ini diet ini tidak hanya tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor itas reseptor insulin.
2. Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum latihan
sebaiknya dilakukan untuknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara klien
lansia secara fisik mampu mengikuti mampu mengikuti program latihan kebugaran.
Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau lan atau berenang, dua
aktivitas dengan dampak rendah,, merupakan permulaan yang lain yang sangat baik untuk
para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan
fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan
kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat
badan.
3. Pemantauan Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui
terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
c. Aktifitas/Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram Letih, Lemah, Sulit
Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan/Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
h. Neurosiasi
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
i. Nyeri/Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai
dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangguan pada extremitas
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
1. Perencanaan Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Timbang berat badan sesuai Mengkaji pemasukan makanan yang
indikasi. adekuat.