Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak pada Klien

dengan Sindrom Down


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Anak adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepada kita umat manusia. Pada
dasarnya setiap keluarga ingin mempunyai keturunan yang lahir dan tumbuh normal, tetapi
kenyataannya setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini tidak semuanya lahir dengan normal.
Sebagaimana anak manusia, bagaimanapun wujud terlahir, mereka berhak mendapatkan
pendidikan yang layak dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati dunianya
yaitu belajar dan bermain seperti anak-anak yang lainnya. Di balik semua itu tentu Tuhan
mempunyai rahasia tersendiri sehingga ada anak yang terlahir dengan Down Syndrom.
Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada
manusia. Angka kejadian pada tahun 1994 mencapai 1,0 – 1,2 per 1000 kelahiran dan pada tahun
yang lalu dilaporkan 1,6 per 1000 kelahiran. Kebanyakan anak dengan Sindrom Down dilahirkan
oleh wanita yang berusia diatas 35 tahun. Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras.
Dikatakan angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam (Soetjiningsih).
Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, ditemukan pada semua
suku dan ras, terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak
di lahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu
muda (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI).
Kejadian Sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran.
Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga
1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab Sindrom Down
adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan
tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan Sindrom Down. Pada ibu
berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan
pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguh pun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-
kanak dengan Sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan
keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui (wikipedia
melayu).
Dari latar belakang diatas, maka penulis akan mencoba membahas tentang asuhan
keperawatan kepada anak dengan sindrom down ini.

1.2  RUMUSAN MASALAH


Bagaimana konsep dasar sindrom down beserta asuhan keperawatan pada anak sindrom
down?

1.3  TUJUAN PENULISAN


A)    Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembahasan tentang diharapkan mahasiswa dapat mengetahui tentang
Asuhan Keperawatan pada anak dengan Sindroma Down.

B)    Tujuan Khusus


Setelah dilakukan pembahasan tentang Sindrom Down pada anak, diharapkan mahasiswa
mampu :
1.      Mengetahui definisi Sindrom Down.
2.      Mengetahui etiologi Sindrom Down.
3.      Mengetahui tentang manisfestasi klinis Sindrom Down.
4.      Mengetahui patofisiologi Sindrom Down.
5.      Mengetahui komplikasi Sindrom Down.
6.      Mengetahui pemeriksaan penunjang Sindrom Down.
7.      Mengetahui penatalaksanaan/pengobatan Sindrom Down.
8.      Mengetahui pencegahan Sindrom Down.
9.      Mengetahui tumbuh kembang pada anak dengan Sindrom Down.
10.  Mengetahui asuhan keperawatan Sindrom Down.
BAB II
KONSEP DASAR SINDROM DOWN
2.1  DEFINISI SINDROM DOWN
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 800-900 bayi. Mongolisma
(Down’s Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai
berat. Tetapi hampir semua anak yang mencerita kelainan ini dapat belajar membaca dan
merawat dirinya sendiri.
Down Syndrome merupakan kelaunan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi
pada manusia. Diperkirakan 20% anak dengan down syndrome dilahirkan oleh ibu yang berusia
35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebihan
kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomi 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan
yang normal. 95% kasus syndrome down disebabkan oleh kelebihan kromosom. (Nurarif,
2012).
Down syndrome merupakan kelainan yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis
yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan
mental. Syndrome Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental
anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk
akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan
(Wikipedia Indonesia).        
Syndrom Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak
yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk
akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan
(Saharso, 2010).
Sindroma Down adalah individu yang dapat dikenali fenotifnya dan mempunyai
kecerdasan terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih
(Soetjiningsih, 2000).
Sindroma Down (Trisomi 21, Mongolisme) adalah suatu kelainan kromosom yang
menyebabkan keterbelakangan mental (retardasi mental) dan kelainan fisik (medicastore)
(Rezki, 2010).
Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya
kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu
dengan 47 kromosom (Cahyono, 2009).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindroma down adalah
suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental yang terjadi akibat adanya jumlah
kromosom 21 yang berlebih yang dapat dikenali fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang
terbatas.

2.2  ETIOLOGI SINDROM DOWN


Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada
kromosom 21, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1)      Non disjungtion (pembentukan gametosit)
a.      Genetik  
Bersifat menurun. Hal ini dibuktikan dengan penelitian epidemiologi pada kelurga yang
memiliki riwayat sindrom down akan terjadi peningkatan resiko pada keturunannya.
b.      Radiasi
Menurut Uchida (dikutip dari Puechel dkk, dalam buku tumbuh kembang anak karangan
Soetjiningsih) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom down
adalah ibu yang pernah mengalami radiasi pada daerah perut. Sehingga dapat terjadi mutasi gen.
c.       Infeksi dan kelainan kehamilan
Infeksi juga dikaitkan dengan sindrom down, tetapi sampai saat ini belum ada ahli yang mampu
menemukan virus yang menyebabkan sindrom down ini.
d.      Autoimun dan kelainan endokrin pada ibu
Penelitian Fial kow (dikutip dari Puechel dkk, dalam buku tumbuh kembang anak karangan
Soetjiningsih) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan antibodi ibu yang melahirkan
anak dengan sindrom down dengan anak yang normal.
e.       Usia ibu
Apabila umur ibu di atas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat
menyebabkan “non disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya
sekresi androgen, menurunnya hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik,
perubahan konsentrasi reseptir hormone dan peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba
sebelum dan selama menopause. Selain itu kelainan juga berpengaruh.
f.         Umur Ayah
Penelitian sitogenetik mendapatkan bahwa 20 – 30% kasus penambahan kromosom 21
bersumber dari ayah, tetapi korelasi tidak setinggi dengan faktor dari ibu.

2)      Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet, kemungkinan terjadi translokasi kromosom
21 dan 15.

3)      Organisasi nukleus yaitu sintesis protein yang abnormal sehingga menyebabkan kesalahan DNA
menuju ke RNA.

4)      Bahan kimia juga dapat menyebabkan mutasi gen janin pada saat dalam kandungan.

5)      Frekuensi koitus akan merangsang kontraksi uterus, sehingga dapat berdampak pada janin.
(Nurarif, 2012).

2.3  MANISFESTASI KLINIS SINDROM DOWN


Berat pada bayi yang baru lahir dengan penyakit sindrom down pada umumnya kurang dari
normal, diperkirakan 20% kasus dengan sindrom down ini lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram.
Beberapa Bentuk kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1)      Sutura sagitalis yang terpisah
2)      Fisura palpebralis yang miring
3)      Jarak yang lebar Antara kaki
4)      Fontanela palsu
5)      “Plantar Crease” jari kaki I dan II
6)      Hyperfleksibilitas
7)      Peningkatan jaringan sekitar leher
8)      Bentuk palatum yang abnormal
9)      Hidung hipoplastik
10)  Kelemahan otot dan hipotonia

11)  Bercak brushfield pada mata


12)  Mulut terbuka dan lidah terjulur
13)  Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata sebelah dalam
14)  Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
15)  Jarak pupil yang lebar
16)  Oksiput yang datar

17)  Tangan dan kaki yang pendek serta lebar


18)  Bentuk/struktur telinga yang abnormal
19)  Kelainan mata, tangan, kaki, mulut, sindaktili
20)  Mata sipit (Nurarif, 2012).
2.4  PATOFISIOLOGI SINDROM DOWN
Sindrom Down adalah aberasi yang ditandai dengan adanya tiga salinan bukan dua (normal)
kromosom 21 karena kesalahan meoisis (tidak bertautan) ovum atau, kadang sperma. Terdapat
ketidakseimbangan translokasi, karena lengan panjang kromosom 21 terpisah dan melekat pada
kromosom lain. Hasil kariotipe kromosom 47 bukan 46 (normal). (Bilotta, 2011).

2.5  KOMPLIKASI SINDROM DOWN


1)      Defek kongenital jantung atau organ lain sering terjadi berkaitan dengan sindrom Down.
2)      Risiko leukimia di masa kanak-kanak dapat meningkat pada anak pengidap sindrom Down. Hal
ini berkaitan dengan pengamatan bahwa sebagian bentuk leukimia dapat berhubungan dengan
defek pada kromosom 21. Pengidap sindrom Down juga biasanya menderita penyakit Alzeimer
selama empat atau lima dekade kehidupannya. Hal ini berkaitan dengan hasil pengamatan bahwa
penyakit Alzeimer dapat muncul sebagian karena defek pada kromosom 21. (Corwin, 2009).

2.6  PEMERIKSAAN PENUNJANG SINDROM DOWN


Pemeriksaan diagnostik digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan sindrom down, ada
beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain :
1)      Pemeriksaan fisik penderita.
2)      Pemeriksaan kromosom (kariotif manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau 46
autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom
dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada kromosom ke 21
dengan bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22). Kemungkinan terulang pada kasus
(trisomi adalah sekitar 1%, sedangkan translokasi kromosom 5-15%).
3)      Ultrasonograpy (didapatkan brachycephalic, sutura dan fontela terlambat menutup, tulang ileum
dan sayapnya melebar).
4)      EGC (terdapat kelainan jantung).
5)      Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan mungkin terdapat
ASD atau VSD.
6)      Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah dengan adanya
leukimia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini
memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
7)      Penentuan aspek keturunan.
8)      Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau karion pada kehamilan minimal 3
bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun.
9)      Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tempak keriput. (aningadeputri, 2012).

2.7  PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN SINDROM DOWN


Penatalaksanaan sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif
untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down Syndrom juga dapat
mengalami kemunduran dari sistem tubuhnya. Dengan demikian penderita harus mendapatkan
support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau
fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan fisik maupun mentalnya. Hal
yang dapat dilakukan antara lain :
1)      Penanganan Secara Medis
a.      Pembedahan
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya efekr jantung,
mengingat sebagian besar penderita lenih cepat emninggal dunia akibat adanya kelainan pada
jantung tersebut.

b.      Pemeriksaan Dini


-          Pendengaran
Biasanya terdapat gangguan pada penderita sejak awal kelahiran, sehingga dilakukan
pemeriksaan secara dini sejak awal kehidupannya.
-          Penglihatan
Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secat rutin oleh dokter ahli
mata.

c.       Pemeriksaan Nutrisi


Pada perkembangannya anak dengan sindrom down kan mengalami gangguan petumbuhan baik
itu kekurangan gizi pada masa sekolah dan dewasa, sehingga perlu adanya kerjasamna ahli gizi.
d.      Pemeriksaan Radiologis
Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa keadaan tulang yan dianggap sangat
mengganggu atau mengancam jiwa (spina servikalis).

2)      Pendidikan
a.      Pendidikan khusus
Program khus untuk menangani anak dengan sindrom down adalah membuat desain bangunan
dengan menerapkan konsep rangsangan untuk tempat pendidikan anak-anak down’s syndrome.
Ada tiga jenis rangsangan, yakni fisik, akademis dan sosial. Ketiga rangsangan itu harus
disediakan di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Hal ini diharapkan anak akan mampu
melihat dunia sebagai sesuatu yang menarik untuk mengembangkan diri dan bekerja.

b.      Taman bermain atau taman kanak – kanak


Rangsangan secara motorik diberikan melalui pengadaan ruang berkumpul dan bermain bersama
(outdoor) seperti :
-          Cooperative Plaza untuk mengikis perilaku pemalu dan penyendiri.
-          Mini Zoo dan Gardening Plaza adalah tempat bagi anak untuk bermain bersama hewan dan
tanaman.

c.       Intervensi dini


Pada akhir – akhir ini terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai sebagai pedoman
bagi orang tua untuk memberikan lingkungan bagi anak dengan sindrom down. Akan
mendapatkan manfaat dari stimulasi sensori dini, latihan khusus untuk motorik halus dan kasar
dan petunjuk agar anak mau berbahasa. Dengan demikian diharapkan anak akan mampu
menolong diri sendiri, seperti belajar makan, pola eliminasi, mandi dan yang lainnya yang dapat
membentuk perkembangan fisik dan mental.
3)      Penyuluhan terhadap orang tua
Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua singkat, karena kita memandang bahwa
perasaan orang tua sangat beragam dan kerena kebanyakan orang tua tidak menerima diagnosa
itu sementara waktu, hal ini perlu disadari bahwa orang tua sedang mengalami kekecewaan.
Setelah orang tua merasa bahwa dirinya siap menerima keadaan anaknya, maka penyuluhan yang
diberikan selanjutnya adalah bahwa anak dengan sindrom down itu juga memiliki hak yang sama
dengan anak normal lainnya yaitu kasih sayang dan pengasuhan.
Pada pertemuan selanjutnya penyuluhan yang diberikan antra lain : Apa itu sindrom down,
karakteristik fisik dan antisipasi masalah tumbuh kembang anak. Orang tua juga harus diberi
tahu tentang fungsi motorik, perkembangan mental dan bahasa. Demikian juga penjelasan
tentang kromosom dengan istilah yang sederhana, informasi tentang resiko kehamilan
berikutnya.
2.8  PENCEGAHAN SINDROM DOWN
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit sindrom down antara lain :
1.      Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis
bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang
pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun
harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena
sindrom down merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah
kromosom 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang
dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya
Down Syndrom. Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis
kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada
kehamilan 10-12 minggu atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16
minggu. (Wikipedia Indonesia).

2.      Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena dapat menurunkan angka
kejadian sindrom down. Dengan Gene targeting atau Homologous recombination gene dapat
dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat gen 21 yang bertanggung jawab terhadap munculnya fenotif
sindrom down dapat dinon-aktifkan. (aningadeputri, 2012).

2.9  TUMBUH KEMBANG PADA ANAK DENGAN SINDROM DOWN


Anak-anak penderita syndrome mongoloid atau down’s syndrome memiliki keterlambatan
pada hubungan sosial, motorik, serta kognitifnya, sehingga dapat dikatakan bahwa anak ini
mengalami keterlambatan pada semua aspek kehidupannya. Tetapi anak yang menderita
penyakit sindrom down memiliki tingkatan yang berbeda-beda, yaitu dari tingkatan yang tinggi
hingga yang paling rendah. Pada segi intelektualnya anak sindrom down dapat menderita
retardasi mental tetapi juga ada anak dengan intelejensi normal, tetapi kebanyakan anak dengan
sindrom down memiliki retardasi dengan tingkat ringan hingga sedang. Pada perkembangan
tubuhnya, anak sindrom down bisa menjadi sangat aktif dan juga bisa menjadi sangat pasif.
Sekalipun demikian kecepatan pertumbuhan anak dengan sindrom down lebih lambat
dibandingkan dengan anak normal, sehingga perlu dilakukan pemantauan terhadap
pertumbuhannya secara berkelanjutan. Kita perlu memantau kadar hormn tiroid bila
pertumbuhan anak tidak sesuai dengan usia. Selain itu kita juga dapat memantau perkembangan
organ-organ pencernaan, mungkin terdapat kelainan di dalamnya. Atau mungkin terdapat
kelainan pada organ jantung yaitu penyakit jantung bawaan. (aningadeputri, 2012).

2.10        ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK SINDROM DOWN


A.    PENGKAJIAN
a)      Lakukan pengkajian fisik.
b)      Lakukan pengkajian perkembangan.
c)      Dapatkan riwayat keluarga, terutama yang diberkaitan dengan usia ibu atau anak lain dalam
keluarga yang mengalami keadaan serupa.
d)     Observasi adanya manifestasi sindrom down :
1.    Karakteristik Fisik (paling sering terlihat)
 Tengkorak bulat kecil dengan oksiput datar
 Lipatan epikantus bagian dalam dan fisura palpebral serong (mata miring ke atas, ke luar)
 Hidung kecil dengan batang hidung tertekan ke bawah (hidung sadel)
 Lidah menjulur kadang berfisura
 Mandibula hipoblastik (membuat lidah tampak besar)
 Palatum berlengkung tinggi
 Leher pendek tebal
 Muskulatur hipotonik (abdomen buncit, hernia umbilicus)
 Sendi hiperfleksibel dan lemas
 Garis simian (puncak transversal pada sisi telapak tangan)
 Tangan dan kaki lebar, pendek, tumpul

2.      Intelegensia
 Bervariasi dari retardasi hebat sampai intelegensia normal rendah
 Umumnya dalam rentang ringan sampai sedang
 Kelambatan Bahasa lebih berat daripada kelambatan kognitif

3.      Anomali kongenital (Peningkatan Insidens)


  Penyakit jantung kongenital (paling umum)
  Defek lain meliputi :
Agenesis renal, Atresia duodenum, Penyakit Hirscprung, Fistula trakeoesofagus, Subluksasi
pinggul, Ketidakstabilan vertebra servikal pertama dan kedua (ketidakstabilan atlantoaksial)

4.      Masalah sensori (seringkali berhubungan)


Dapat mencakup hal-hal berikut :
 Kehilangan pendengaran konduktif (sangat umum)
 Strabismus
 Miopia
 Nistagmus
 Katarak
 Konjungtivitis

5.      Pertumbuhan dan Perkembangan Seksual


  Pertumbuhan tinggi badan dan berat badan menurun; umumnya obesitas
  Perkembangan seksual terlambat, tidak lengkap atau keduanya
  Infertil pada pria; wanita dapat fertile
  Penuaan premature umum terjadi; harapan hidup rendah
  Bantu dengan tes diagnostic misalnya analisis kromosom

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.    Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan hipotonia, peningkatan hipotonia, peningkatan
kerentanan terhadap infeksi pernafasan.
  Tujuan                              :
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi pernafasan.

  Hasil yang diharapkan      :


Anak tidak menunjukkan bukti infeksi atau distress pernafasan.
  Intervensi Keperawatan/Rasional
1)      Ajarkan keluarga tentang penggunaan teknik mencuci tangan yang baik.
R: untuk meminimalkan pemajanan pada organisme infektif.
2)      Tekankan pentingnya mengganti posisi anak dengan sering, terutama penggunaan postur duduk.
R: untuk mencegah penumpukan sekresi dan memudahkan ekspansi paru.
3)      Dorong penggunaan vaporizer uap dingin.
R: untuk mencegah krusta sekresi nasal dan mengeringnya menbran mukosa.
4)      Ajarkan pada keluarga pengisapan hidung dengan spuit tipe-bulb.
R: karena tulang hidung anak yang tidak berkembang menyebabkan masalah kronis
ketidakadekuatan drainase mucus.
5)      Tekankan pentingnya perawatan mulut yang baik (mis., lanjutkan pemberian makan dengan air
jernih), sikat gigi.
R: untuk menjaga mulut sebersih mungkin.
6)      Dorong kepatuhan terhadap imunisasi yang diajarkan.
R: untuk mencegah infeksi.
7)      Tekankan pentingnya menyelesaikan program antibiotic bila diinstruksikan.
R: untuk keberhasilan penghilangan infeksi dan mencegah pertumbuhan organisme resisten.

2.      Kerusakan menelan berhubungan dengan hipotonia, lidah besar, kerusakan kognitif.
  Tujuan                                     :
Kesulitan pemberian makan pada masa bayi menjadi minimal.

  Hasil yang diharapkan             :


d.      Bayi mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang adekuat yang sesuai dengan usia dan
ukurannya.
e.       Keluarga melaporkan kepuasan dalam pemberian makan.
f.        Bayi menambah berat badannya sesuai dengan tabel standar berat badan.
g.      Keluarga mendapatkan manfaat dari pelayanan spesialis.

  Intervensi Keperawatan/Rasional
1)      Hisap hidung bayi setiap kali sebelum pemberian makan, bila perlu.
R: untuk menghilangkan mucus.
2)      Jadwalkan pemberian makan sedikit tapi sering; biarkan anak untuk beristirahat selama
pemberian makan.
R: karena mengisap dan makan dalam waktu lama sulit dilakukan dengan pernafasan mulut.
3)      Jelaskan pada keluarga bahwa menarik lidah merupakan respons normal pada anak dengan lidah
menjulur dan tidak berarti penolakan terhadap makanan.
4)      Berikan makanan padat dengan mendorong mulut bagian belakang dan samping; gunakan
sendok bayi yang panjang dan bertangkai lurus; jika makanan didorong keluar, berikan kembali
makanan ke mulut bayi.
5)      Hitung kebutuhan kalori untuk memenuhi kebutuhan energi; hitung asupan berdasarkan tinggi
dan berat badan, bukan berdasarkan urutan usia, karena pertumbuhan cenderung lebih lambat
pada anak-anak dengan sindrom Down.
6)      Pantau tinggi badan dan berat badan dengan interval yang teratur.
R: untuk mengevaluasi asupan nutrisi.
7)      Rujuk ke spesialis untuk masalah makan yang spesifik.

3.      Risiko tinggi konstipasi berhubungan dengan hipotonia.


  Tujuan                                      :
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti konstipasi.

  Hasil yang diharapkan             :


Anak tidak mengalami konstipasi.

  Intervensi Keperawatan/Rasional
1)      Pantau frekuensi dan karakteristik defekasi.
R: untuk mendeteksi konstipasi.
2)      Tingkatkan hidrasi adekuat.
R: untuk mencegah konstipasi.
3)      Berikan diet tinggi serat pada anak.
R: untuk meningkatkan evakuasi feses.
4)      Berikan pelunak feses, supositoria, atau laksatif sesuai kebutuhan dan intruksi.
R: untuk eliminasi usus.

4.      Risiko tinggi cedera berhubungan dengan hipotonia, hiperekstensibilitas sendi, instabilitas
atlantoaksial.
  Tujuan                                      :
Pasien mengalami cedera yang berkaitan dengan aktivitas fisik.

  Hasil yang diharapkan             :


h.    Anak berpartisipasi dalam aktifitas bermain dan olahraga.
i.      Anak tidak mengalami cedera yang berkaitan dengan aktifitas fisik.

  Intervensi Keperawatan/Rasional
1)      Anjurkan aktifitas bermain dan olahraga yang sesuai dengan maturasi fisik anak, ukuran,
koordnasi dan ketahanan.
R: untuk menghindari cedera.
2)      Anjurkan anak untuk berpartisipasi dalam olahraga yang dapat melibatkan tekanan pada kepala
dan leher (mis., lompat tinggi, senam, menyelam) yang dievaluasi secara radiologis untuk
instabilitas atlantoaksial.
3)      Ajari keluarga dan pemberi perawatan (mis., guru, pelatih) gejalainstabilitas atlantoaksial (nyeri
lahir, kelemahan, tortikolis).
R: sehingga perawatan yang tepat dapat diberikan.
4)      Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda kompresi medulla spinalis (nyeri leher menetap,
hilangnya keterampilan motoric stabil dan control kandung kemih/usus, perubahan sensasi).
R: untuk mencegah keterlambatan pengobatan.

5.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
sindrom Down.
  Tujuan untuk keluarga 1          :
Pasien (keluarga) menunjukkan perilaku kedekatan orang tua dan anak.
  Hasil yang diharapkan             :
Orang tua dan anak menunjukkan perilaku kedekatan.

  Intervensi Keperawatan/Rasional
1)      Tunjukkan penerimaan terhadap anak melalui perilaku anda sendiri.
R: karena orang tua sensitive terhadap sikap afektif orang lain.
2)      Jelaskan pada keluarga bahwa kurangnya molding atau clingingpada bayi adalah karakteristik
fisik dari sindrom Down.
R: karena hal ini mungkin diinterpretasikan dengan mudah sebagai tanda ketidakdekatan atau
penolakan.
3)      Anjurkan orang tua untuk membedung atau menyelimuti bayi dengan ketat dalam selimut.
R: untuk memberikan keamanan dan kompensasi terhadap kurangnya molding atau clinging.

  Tujuan untuk keluarga 2          :


Keluarga siap untuk menghadapi perawatan anak yang berkenaan dengan defek (uraikan).

  Hasil yang diharapkan             :


Keluarga mampu menghadapi perawatan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah kesehatan
khusus.

  Intervensi Keperawatan/Rasional
1)      Rujuk keluarga ke lembaga komunitas dan kelompok pendukung.

  Tujuan untuk keluarga 3          :


Pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat.

  Hasil yang diharapkan             :


j.        Anggota keluarga mendapatkan manfaat dari kelompok pendukung.
k.      Keluarga menunjukkan sifat positif.

  Intervensi Keperawatan/Rasional
1)      Rujuk ke pelayanan konseling genetic bila diindikasikan dan/atau diinginkan.
R: agar keluarga mendapatkan informasi dan dukungan.
2)      Rujuk pada organisasi dan kelompok orang tua yang dirancang untuk keluarga dengan anak
sindrom Down.
R: agar keluarga mendapatkan dukungan lanjutan.
3)      Tekankan aspek positif dari merawat anak di rumah.
R: untuk membantu keluarga memaksimalkan potensi perkembangan anak.

6.      Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan fungsi


kognitif.
  Tujuan                                      :
Pasien mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

7.      Risiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua.
  Tujuan                                      :
Tidak terjadi Sindrom Down.

  Hasil yang diharapkan             :


-       Wanita hamil yang berisiko memeriksakan diri untuk kemungkinan sindrom Down.
-       Keluarga menunjukkan pemahaman tentang pilihan yang tersedia untuk mereka.
-       Keluarga dari anak perempuan yang menderita gangguan ini mencari alat kontraseptif.

  Intervensi Keperawatan/Rasional
1)      Diskusikan dengan wanita berisiko tinggi tentang bahaya melahirkan anak dengan sindrom
Down.
R: agar keluarga dapat membuat keputusan reproduktif.
2)      Dorong semua wanita hamil yang berisiko (lebih dari usia 35, riwayat keluarga Sindrom Down,
atau yang sebelumnya meahirkan anak dengan sindrom Down) untuk mempertimbangkan
pengambilan sampel vilus korionik atau amniosentesis.
R: untuk menyingkirkan sindrom Down pada janin.
3)      Diskusikan pilihan aborsi elektif dengan wanita yang mengandung janin dengan gangguan ini.
4)      Diskusikan dengan orangtua anak remaja sindrom Down tentang kemungkinan konsepsi pada
wanita dan perlunya metode kontrasepsi.
R: agar keluarga dapat membuat keputusan reproduktif berdasarkan informasi

Anda mungkin juga menyukai