1
d. Virtual Team
Tim ini menggunakan teknologi komputer untuk menyatukan anggota yang
terpisah secara fisik untuk melakukan pekerjaan dan pencapaian tujuan
bersama. Biasanya, tim ini menggunakan virtual meeting, e-mail, dan media
virtual lainnya untuk melakukan kolaborasi. Tim ini memiliki anggota yang
tersebar secara geografis dan lintas organisasi.
Tiga faktor yang membedakan tim virtual dengan tim tatap muka adalah:
Ketiadaan komunikasi lisan-fisik
Terbatasnya konteks sosial
Kemampuan mengatasi masalah waktu kerja dan hambatan tempat
kerja.
2
Evaluasi Kinerja dan Sistem Penghargaan
Selain mengevaluasi dan memberi penghargaan untuk para karyawan
atas kontribusi individual mereka, manajemen harus
mempertimbangkan penilaian berdasarkan kelompok, pembagian laba,
pembagian pendapatan, insentif kelompok kecil, dan modifikasi-
modifikasi sistem lain yang memperkuat upaya dan komitmen tim.
b. Komposisi Tim
Dalam komposisi tim, kategori ini menjelaskan bagaimana variabel
seperti kepribadian anggota, alokasi peran, besarannya tim, dan preferensi
anggota tim mempengaruhi komposisi tim.
Kemampuan Anggota
Agar terciptanya tim kerja yang efektif, perlu tiga keterampilan yang
berbeda, yaitu orang yang memiliki keahlian teknis, orang yang
memiliki kemampuan pemecahan masalah, dan pemimpin tim yang
cekatan dan pintar.
Kepribadian Anggota
Kepribadian mempengaruhi perilaku karyawan. The Big Five
personality model mempengaruhi kinerja tim secara keseluruhan.
Alokasi Peran
Tim mempunyai perbedaan kebutuhan, dan anggota harus dipilih
untuk mengisi tiap peran dalam tim.
Keragaman Anggota
Tim yang yang memiliki sifat heterogen bekerja lebih efektif daripada
dengan tim yang homogen.
Ukuran Tim
Kebanyakan para ahli setuju bahwa tim yang memiliki jumlah anggota
yang kecil menjadi kunci untuk terciptanya keefektifan tim kerja. Tim
yang efektif secara umum memiliki lima sampai sembilan anggota.
Preferensi Anggota
3
Tim berkinerja tinggi cenderung terdiri dari orang-orang yang lebih
suka bekerja sebagai bagian dari kelompok.
c. Proses
Kategori terakhir yang terkait dengan efektivitas tim adalah variabel
proses, seperti komitmen anggota untuk tujuan bersama, penetapan tujuan tim
tertentu, keefektifan tim, tingkat konflik yang dikelola, model mental, dan
kemalasan sosial yang diminimalkan.
Tujuan Umum
Tim yang efektif dimulai dengan menganalisis misi tim,
mengembangkan tujuan untuk mencapai misi tersebut, dan
menciptakan strategi untuk mencapai tujuan. Tim yang secara
konsisten berkinerja lebih baik telah memiliki pemahaman yang jelas
tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana caranya.
Tujuan Khusus
Tim yang sukses menerjemahkan tujuan bersama mereka menjadi
tujuan kinerja yang spesifik, terukur, dan realistis. Tujuan khusus
memfasilitasi komunikasi yang jelas. Tujuan khusus juga membantu
tim mempertahankan fokus mereka untuk mendapatkan hasil.
Kemanjuran Tim
Tim yang efektif memiliki kepercayaan bahwa mereka bisa berhasil.
Hal itu disebut dengan kemanjuran tim. Tim yang telah berhasil
meningkatkan keyakinan mereka tentang kesuksesan di masa depan,
akan termotivasi untuk bekerja lebih keras.
Model Mental
Model mental adalah pengetahuan dan keyakinan anggota tim tentang
bagaimana pekerjaan dilakukan oleh tim. Tim yang efektif berbagi
model mental yang akurat.
Tingkat Konflik
Konflik dalam tim tidak selalu berkonotasi buruk, konflik memiliki
hubungan yang kompleks dengan kinerja tim. Cara menyelesaikan
4
konflik juga dapat membuat perbedaan antara tim yang efektif dan
tidak efektif.
Kemalasan Sosial
Anggota dapat terlibat dalam kemalasan sosial karena kontribusi
mereka tidak dapat diidentifikasi. Tim yang efektif melemahkan
kecenderungan ini dengan membuat anggota secara individu dan
bersama-sama bertanggung jawab atas tujuan, sasaran, dan
pendekatan tim.
4. Pengertian Kelompok dan Klasifikasi Kelompok
Menurut Robbins dan Stephen (2008), kelompok adalah dua atau lebih individu
yang berinteraksi dan saling bergantung, yang datang bersama-sama untuk mencapai
tujuan tertentu. Kelompok dibagi menjadi dua, yaitu kelompok formal dan informal.
Kelompok formal adalah kelompok kerja yang dibentuk oleh struktur oraganisasi dengan
penugasan kerja yang sudah ditentukan. Perilaku-perilaku yang harus ditunjukan di dalam
kelompok ini ditentukan dan diarahkan ke sasaran organisasi. Kelompok informal adalah
kelompok yang tidak terstruktur secara formal dan tidak berhubungan dengan organisasi.
Terbentuk karena adanya respon terhadap kebutuhan akan hubungan sosial.
5
Status: Orang menggunakan identitas untuk meningkatkan harga diri,
masuk akal bahwa mereka paling tertarik untuk memasukkan dirinya
ke kelompok berstatus tinggi.
Pengurangan ketidakpastian: Keanggotaan dalam kelompok juga
membantu beberapa orang memahami siapa mereka dan bagaimana
mereka menyesuaikan diri dengan dunia.
Menurut Robbins dan Stephen (2008), secara umum kelompok melewati melalui
urutan yang dapat diprediksi dalam evolusinya. The Five-Stage Model sangat berguna
untuk memahami pengembangan kelompok, tetapi tidak semua kelompok menggunakan
model The Five-Stage. The Five-Stage Model mencirikan kelompok sebagai proses
melalui tahap-tahap yang berbeda dari tahap forming, storming, norming, performing,
dan adjourning.
Forming: Pada tahap ini, kelompok cenderung memiliki ketidakpastian
tujuan, ketiadaan struktur dan belum mempunyai pemimpin.
Storming: Anggota menerima keberadaan kelompok tetapi menolak
batasan yang dikenakan pada individualitas. Pada tahap ini, terjadi konflik
yang memperebutkan siapa yang akan mengendalikan kelompok.
Norming: Pada tahap ini, rasa identitas kelompok dan persahabatan
menguat.
Performing: Struktur pada tahap ini berfungsi penuh dan diterima oleh
anggota kelompok. Fokus kelompok telah berpindah dari saling mengenal
dan memahami satu sama lain menjadi melakukan tugas masing-masing.
Adjourning Stage: Tahap ini adalah akhir dari suatu kelompok. Pada tahap
ini kelompok akan mengakhiri kegiatan dan bersiap untuk bubar.
7. Perbedaan Kelompok dan Tim Kerja
Menurut Robbins dan Stephen (2008), kelompok kerja adalah kelompok yang
berinteraksi terutama untuk berbagi informasi dan membuat keputusan untuk membantu setiap
6
anggota hadir dengan tanggung jawabnya. Kelompok kerja tidak memiliki kebutuhan atau
kesempatan untuk terlibat dalam kerja kolektif yang membutuhkan usaha bersama.
Berbeda dengan kelompok kerja, tim kerja mengembangkan energi positif melalui usaha
yang terkoordinasi. Usaha individu dalam tim kerja lebih tinggi daripada jumlah individu yang
ada didalam tim.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, S. P., & Judge, T. (2013). Organizational behavior. Boston: Pearson.