Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan pesat dalam dunia bisnis sekarang ini menuntuk perusahaan-

perusahaan, khususnya perusahaan go public untuk menciptakan keunggulan

kompetitif mendapatkan dana eksternal untuk menunjang kegiatan operasi

perusahaannya. Perusahaan berlomba-lomba menciptakan produk untuk

memberikan kepuasan bagi pengguna dan juga mempertahankan kepercayaan

masyarakat terhadap produknya, serta menarik minat investor terhadap saham

perusahaannya. Perkembangan pesat industri barang konsumsi di Indonesia

mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini

ditandai dengan meningkatnya minat investor dalam menanamkan sahamnya pada

sektor industri barang konsumsi.

Seiring dengan meningkatnya minat para investor, maka perusahaan

melakukan manajerial secara maksimal, khususnya pada manajemen laba

perusahaan. Hal ini dikarenakan tingkat fluktuatif laba perusahaan yang ada pada

laporan keuangan menjadi fokus utama para investor untuk melakukan kegiatan

monitoring terhadap saham yang mereka tanamkan pada perusahaan tersebut

(Mona, 2013). Kondisi ini akan memotivasi para manajer perusahaan untuk

melakukan strategi-strategi tertentu untuk menghasilkan laba yang sesuai dengan

ekspetasi para investor. Dalam suatu perjanjian bisnis, pemegang saham akan

memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atas kinerja manajer
dalam menjalankan operasional perusahaan. Bonus yang relatif lebih besar

nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian

bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.

Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi

para manajer untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak menutup

peluang mereka melakukan tindakan manajemen laba untuk menampilkan kinerja

yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal. Motivasi tersebutlah yang

nantinya menyebabkan laporan keuangan akhirnya disalahgunakan dengan

berbagai cara, misalnya meratakan, menaikkan, dan menurunkan laba untuk

mempengaruhi nilai laba yang akan dilaporkan yang dikenal dengan manajemen

laba (Purnama, 2017). Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan

keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi untuk

mengubah laporan keuangan. Hal ini dapat menyesatkan stakeholder yang ingin

mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk

mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang

dilaporkan dalam laporan keuangan.

Sebagaimana disebutkan dalam PSAK No.01 (revisi 2009) paragraf 7,

laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan

kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan berupa informasi laba yang

diterbitkan dalam suatu periode akan memengaruhi ekspetasi investor mengenai

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba di masa mendatang. Hal

tersebut tercermin dalam perubahan harga salam perusahaan yang bersangkutan

di pasar modal (Riyatno, 2017). Ketika perusahaan tidak mampu untuk mencapai
laba yang diharapkan, hal ini memicu manajer untuk melakukan praktik yang

tidak sehat dalam perusahaan, seperti melakukan manajemen laba. Manajemen

laba (earning management) merupakan suatu konsep yang dilakukan perusahaan

dalam mengelola laporan keuangan perusahaan agar laporan keuangan tersebut

terlihat memiliki kualitas (Bestivano, 2013).

Dikarenakan manajer memiliki akses yang lebih banyak terhadap informasi

laba perusahaan, maka manajer tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan

manipulasi data laba perusahaan sesuai dengan keinginannya (asymetric

information). Jika informasi laba yang diberikan tidak benar, maka hal tersebut

akan menyamarkan kinerja sesungguhnya dan mengurangi kemampuan investor

untuk membuat keputusan. Manajemen laba juga dapat menambah bias dalam

laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang

mempercayai sepenuhnya pada angka laba hasil rekayasa tersebut. Selain

merugikan investor, manajemen laba juga merugikan manajemen. Jika investor

mengetahui informasi yang disajikan tidak benar, maka harga saham yang

overvalued bisa menjadi undervalued.

Sampai saat ini praktik manajemen laba masih sering terjadi di Indonesia.

Salah satu kasus manajemen laba yang terjadi adalah kasus dari PT Timah Tbk.

PT Timah memberikan informasi kondisi keuangan perusahaan yang berbeda

kepada publik dari yang sebenarnya terjadi, di mana sejak tahun 2013 direksi PT

Timah (Persero) Tbk menurut Ikatan Karyawan Timah (IKT) yang berasal dari

Provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau, telah banyak melakukan

kesalahan dan kelalaian semasa menjabat selama tiga tahun sejak tahun 2013 lalu,
yaitu dengan memberikan informasi yang berbeda kepada publik mengenai

pencapaian kondisi keuangan perusahaan sehingga mereka menilai direksi telah

banyak melakukan kebohongan publik melalui media. Contohnya adalah pada

press release laporan keuangan semester I-2015 yang mengatakan bahwa efisiensi

dan strategi yang dilakukan oleh pihak PT Timah Tbk telah menghasilkan kinerja

yang positif. Padahal kenyataannya pada semester I-2015 PT Timah mengalami

rugi sebesari Rp 59 miliar. Hal ini dilakukan tentu agar kinerja perusahaan dinilai

baik oleh publik sehingga dapat menarik minat investor pada perusahaan. Selain

mengalami penurunan laba, PT Timah juga mencatat peningkatan untung hampir

100 persen dibanding tahun 2013. Pada tahun 2013, utang perseroan hanya

mencapai Rp 263 miliar. Namun, jumlah utang ini meningkat hingga Rp 2,3

triliun pada tahun 2015.

Salah satu penyebab terjadinya manajemen laba adalah leverage.

Pemenuhan sumber dana melalui utang (pinjaman) akan mempengaruhi tingkat

leverage perusahaan. Leverage merupakan pemakaian utang oleh perusahaan

untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan. Kinerja manajemen dapat

dilihat dari tingkat leverage atau tingkat utang. Leverage adalah penggunaan aset

dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap, sumber dana yang

berasal dari pinjaman karena mereka memiliki bunga sebagai beban tetap untuk

meningkatkan potensi keuntungan pemegang saham (Sjahrial, 2015). Menurut

Agustia (2013), leverage dapat berpengaruh terhadap manajemen laba ketika

tingkat leverage perusahaan tinggi. Hal ini dapat terjadi karena manajer berusaha

menghindari kegagalan pada perjanjian utang dan tingkat leverage yang tinggi
memotivasi untuk menghasilkan laba yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh

Utari dan Sari (2016) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif pada

manajemen laba. Hal ini berarti leverage yang tinggi akan mendorong manajemen

untuk melakukan pengelolaan laba untuk menghindari terjadinya pelanggaran

perjanjian utang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nanok,

et.al. (2014) yang menunjukkan bahwa leverage memiliki pengaruh positif

terhadap manajemen laba. Namun, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian

yang dilakukan Gunawan et.al. (2015) bahwa leverage tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Almadara (2017) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh

negatif terhadap manajemen laba.

Selain tingkat leverage, profitabilitas juga diduga memiliki pengaruh

terhadap manajemen laba. Menurut Kasmir (2011), profitabilitas merupakan rasio

untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Profitabilitas

mempunyai informasi yang penting bagi pihak eksternal. Hal ini dikarenakan

apabila tingkat profitabilitas tinggi, maka kinerja perusahaan dapat dikatakan baik

dan begitu pula sebaliknya (Yatulhusna, 2015). Melihat tingginya persaingan di

pasar akhirnya menimbulkan dorongan atau tekanan pada perusahaan-perusahaan

untuk berlomba-lomba untuk menunjukkan kualitas dan kinerja yang baik. Oleh

karena hal tersebut, keterkaitan antara profitabilitas dengan manajemen laba

adalah ketika profitabilitas yang diperoleh perusahaan menjadi kecil pada periode

waktu tertentu yang mana hal tersebut memicu perusahaan untuk melakukan

manajemen laba dengan cara meningkatkan pendapatan yang diperoleh sehingga


akan meperlihatkan saham dan mempertahankan investor yang ada (Yohanna,

2018). Ulya dan Khairunnisa (2015) menyatakan bahwa profitabilitas

berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibisana et.al. (2014) yang menyatakan

bahwa tingkat profitabilitas berpengaruh terhadap tingkat manajemen laba yang

dilakukan perusahaan. Namun, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian

yang dilakukan oleh Bestivano (2013) yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak

memberikan pengaruh terhadap manajemen laba karena investor mengabaikan

informasi Return on Assets (ROA) sehingga manajemen mengabaikan

profitabilitas.

Menurut Rachmawati (2013), manajemen laba muncul sebagai dampak

masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara

pemilik dan manajemen perusahaan atau disebut agency conflict. Konflik itu

terjadi karena kepentingan principal dalam memperoleh laba yang terus

bertambah dan agent yang tertarik untuk menerima kepuasan berupa kompensasi

keuangan. Adanya konflik-konflik keagenan yang terjadi akan menimbulkan

biaya-biaya yang digunakan untuk mengendalikan konflik. Biaya-biaya tersebut

dinamakan sebagai biaya keagenan atau agency cost. Menurut Jensen dan

Meckling (1976), agency cost adalah biaya-biaya yang ditanggung oleh pemegang

saham untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah keagenan dan

memaksimumkan keuntungan pemegang saham. Keuntungan yang dimaksud

adalah laba perusahaan yang dibagikan dalam bentuk dividen. Menurut Jensen

dan Meckling (1976), agency cost dibagi menjadi tiga kategori, yaitu monitoring
cost, bonding cost, dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya pemantauan

perilaku agen yang dikeluarkan oleh principal untuk mengukur, memantau, dan

mengendalikan perilaku agen. Contoh dari monitoring cost adalah biaya audit,

kompensasi manajemen (management compensation), pembatasan anggaran

(budget restriction), dan aturan operasi. Iskak (1999) mendefinisikan fee audit

sebagai honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan

auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap penetapan fee audit

yang dilakukan KAP berdasarkan perhitungan dari biaya pokok pemeriksaan yang

terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Menurut Leventis (2011),

ketika auditor berada di bawah tekanan dari klien agar mengendalikan atau

mengurangi biaya keagenan, tekanan tersebut mengakibatkan auditor perlu untuk

mengurangi biaya atas perjanjian audit yang dilakukan oleh pihak auditor dan

perusahaan klien. Hal ini tentunya akan menciptakan tekanan biaya yang

meningkat pada perusahaan klien dan membuat manajer lebih sensitif terhadap

struktur biaya. Jika biaya operasi pada suatu perusahaan cukup besar, maka

agency cost yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan akan semakin besar

(Widanaputra dan Ratnadi, 2007). Artinya, manajemen akan cenderung

melakukan praktik perataan laba (income smoothing) jika agency cost yang

dikeluarkan perusahaan cukup besar.

Berdasarkan uraian later belakang di atas, peneliti terdorong untuk

mengangkat permasalahan dalam bentuk penelitian dengan judul “PENGARUH

PROFITABILITAS DAN LEVERAGE TERHADAP MANAJEMEN LABA

DENGAN MONITORING COST SEBAGAI VARIABEL MODERASI”.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai adalah sebagai berikut.

1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba?

2. Apakah leverage berpengaruh terhadap manajemen laba?

3. Apakah monitoring cost memoderasi hubungan antara profitabilitas dengan

manajemen laba?

4. Apakah monitoring cost memoderasi hubungan antara leverage dengan

manajemen laba?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai adalah sebagai berikut.

1. Membuktikan pengaruh antara profitabilitas terhadap manajemen laba.

2. Membuktikan pengaruh antara leverage terhadap manajemen laba.

3. Membuktikan monitoring cost memoderasi hubungan antara profitabilitas

dengan manajemen laba.

4. Membuktikan monitoring cost memoderasi hubungan antara leverage

dengan manajemen laba.


1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diberikan dari penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu

sebagai berikut:

a. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam

pengembangan teori keagenan (agency theory). Penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mengetahui apakah tingkat

leverage dan profitabilitas yang dimoderasi oleh monitoring cost memiliki

pengaruh terhadap manajemen laba. Apabila pembuktian empiris

menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan, maka makna dari agency

theory dapat diverifikasi dan diimplementasikan dalam pengujian

pengaruh tingkat leverage dan profitabilitas terhadap manajemen laba.

Selain itu, penelitan ini diharapkan dapat digunakan untuk

mengembangkan ilmu dibidang akuntansi keuangan mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi manajemen laba.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada investor untuk lebih berhati-hati, terutama dalam

menilai laporan keuangan perusahaan sebagai langkah untuk menilai

kinerja perusahaan sebelum melakukan investasi pada perusahaan

tersebut.

2. Bagi pemilik perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi


kecenderungan manajer dalam melakukan praktik manajemen laba.

Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait pengawasan dan

pengendalian internal perusahaan agar praktik manajemen laba tidak

terjadi.

3. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

bagi mahasiswa lain untuk mengembangkan penelitian ini agar menjadi

lebih baik lagi serta menjadi bahan pembelajaran.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Agensi (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan hubungan keagenan sebagai

kontrak di antara principal (pemegang saham) dan agen (manager) di mana

principal mendelegasikan pengambilan keputusan kepada agen. Teori ini

menganggap bahwa setiap individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri.

Principal atau pemegang saham diasumsikan hanya tertarik kepada laba yang

dihasilkan oleh perusahaan atau dari investasi yang telah mereka tanamkan di

perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan dari

memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonominya. Karena adanya kepentingan

yang berbeda antara prinsipal dan agen, maka muncullah konflik kepentingan.

Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori keagenan menggunakan tiga

asumsi sifat manusia, yaitu manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri

(self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa

mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari risiko (risk

averse). Berdasarkan asumsi-asumsi sifat dasar manusia tersebut, manajer sebagai

manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan

pribadinya.
Menurut Rachmawati (2013), manajemen laba muncul sebagai dampak

masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara

pemilik dan manajemen perusahaan atau disebut agency conflict. Konflik itu

terjadi karena kepentingan principal dalam memperoleh laba yang terus

bertambah dan agent yang tertarik untuk menerima kepuasan berupa kompensasi

keuangan.

Menurut teori keagenan dari Jensen & Meckling (1976), permasalahan

keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan dan informasi yang

tidak lengkap (asymetry information) di antara pemilik perusahaan (principal)

dengan agen (agent). Sebagai hasilnya akan timbul apa yang dinamakan biaya

keagenan (agency cost) yang meliputi monitoring costs, bonding costs, dan

residual losses. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh

principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan

mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk

menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-

aturan operasi. Sementara bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen

untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen yang

bertindak untuk kepentingan principal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh

manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.

Pemegang saham hanya akan mengijinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut

dapat mengurangi monitoring cost. Sedangkan residual loss timbul dari kenyataan

bahwa kadangkala agen bertindak di luar dari tindakan yang dapat

memaksimumkan kepentingan principal.


Jensen & Meckling (1976) menyatakan konsekuensi dari pemisahan

fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan adalah pengambil keputusan relatif

tidak menanggung risiko atas kesalahan dalam pengambilan keputusan. Risiko

tersebut sepenuhnya ditanggung oleh principal. Akibatnya manajer sebagai

pengambil keputusan dalam perusahaan cenderung untuk meningkatkan

kesejahteraan mereka seperti peningkatan gaji dan status sehingga mendorong

manajer untuk melakukan manajemen laba.

2.2 Manajemen Laba

Secara umum, manajemen laba didefinisikan sebagai tindakan

manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan sehingga dapat

menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingannya

(Nabila dan Daljono, 2013). Menurut Meutia (2004) dalam Soraya dan Harto

(2014), manajemen laba didefinisikan sebagai usaha manajer untuk merekayasa

laporan keuangan dengan sengaja dalam batasan yang diperbolehkan oleh prinsip-

prinsip akuntansi yang bertujuan untuk kepentingan manajer. Menurut teori

akuntansi positif, manajemen laba dilakukan dengan berbagai motivasi, antara

lain: memaksimalkan bonus, memenuhi persyaratan tertentu dalam kontrak utang,

dan politik (Watts & Zimmerman, 1986).

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan yang

menggunakan basis akrual (accrual bassis). Konsep model akrual terdiri dari dua

komponen, yaitu discretionary accrual dan non-discretionary accrual (Healy,

1985). Discretionary accrual adalah komponen akrual yang dapat diatur sesuai
dengan diskresi yang dimiliki oleh manajemen. Sementara itu, non-discretionary

accrual adalah komponen akrual yang tidak dapat diatur sesuai dengan diskresi

manajemen. Dengan demikian, manajemen laba pada umumnya diproksikan

dengan menggunakan discretionary accrual.

2.3 Profitabilitas

Profitabilitas memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan

menghasilkan laba untuk periode tertentu menggunakan semua kemampuan dan

sumber daya yang dimilikinya, baik dari kegiatan penjualan, penggunaan aset,

atau penggunaan modal (Hery, 2017). Perubahan tingkat profitabilitas yang tinggi

akan berdampak pada tingginya tingkat fluktuasi kemampuan dalam

menghasilkan laba (Perdana, 2012). Menurut Riyanto (2011), profitabilitas

merupakan rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi.

Kasmir (2014) menjelaskan bahwa hasil pengukuran dapat dijadikan

sebagai alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja

secara efektif atau tidak. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai

bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk

menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama

mengalami kegagalan.

Dalam Kasmir (2016:117), terdapat beberapa jenis-jenis yang digunakan

dalam menilai tingkat profitabilitas, diantaranya:

a. Profit Margin (Profit Margin on Sales)


Margin atas laba penjualan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

margin atas laba penjualan. Untuk mengukur rasio ini adalah membandingkan

antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih.

b. Return on Investment (Return on Assets)

Return On Investment (Return on Assets) merupakan rasio yang menunjukkan

hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Untuk

mengukur rasio ini adalah dengan cara membandingkan antara laba bersih

setelah pajak dengan total aset perusahaan.

c. Return on Equity

Return on Equity adalah rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak

dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal

sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin kuat pula posisi sebuah

perusahaan.

d. Rasio Laba Per Lembar Saham

Rasio Laba per Lembar Saham atau Earning Per Share adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai

keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang lebih rendah berarti

manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham dan begitu

pula sebaliknya.

e. Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan atau Growth Ratio merupakan rasio yang menggambarkan

kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya ditengah

pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Dalam rasio ini, yang


dianalisis adalah pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba bersih,

pertumbuhan pendapatan per saham, dan pertumbuhan dividen per saham.

2.4 Leverage

Leverage merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan dalam hal menginvestasikan dana atau memperoleh sumber dana yang

disertai dengan adanya beban/biaya tetap yang harus ditanggung perusahaan

(Irawati, 2006). Leverage dapat menanggung sejumlah beban atau biaya, baik

biaya tetap operasi maupun biaya finansial. Biaya tetap operasi merupakan beban

atau biaya tetap yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari fungsi pelaksanaan

investasi, sedangkan biaya finansial adalah beban atau biaya yang harus

diperhitungkan sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi pendanaan.

Ada beberapa macam rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat

leverage (tingkat utang), yaitu:

1. Total Debt to Equity Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian modal sendiri yang dijadikan

jaminan untuk keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk

menghitungnya adalah hutang lancar ditambah hutang jangka pendek

dibagi dengan jumlah modal sendiri.

2. Total Debt to Total Capital Assets

Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian aktiva yang digunakan untuk

menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk


menghitungnya adalah aktiva lancar ditambah hutang jangka panjang

dibagi dengan jumlah aktiva.

3. Long Term Debt to Equity Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian dari modal sendiri yang

dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumus untuk

menghitungnya adalah hutang jangka panjang dibagi dengan modal

sendiri.

4. Tangible Assets Debt Coverage

Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang

digunakan untuk menjamin hutang jangka panjang, rumusnya adalah

jumlah aktiva ditambah tangible dan hutang lancar dibagi dengan hutang

jangka panjang

5. Times Interest Earned Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur besar jaminan keuntungan yang

digunakan untuk membayar bunga hutang jangka panjang. Rumusnya

adalah EBIT dibagi dengan bunga hutang jangka panjang.

2.5 Monitoring Cost

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari

biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen.

Biaya keagenan dapat timbul saat kepentingan yang dimiliki agen tidak selaras
dengan kepentingan yang dimiliki prinsipal dan mempengaruhi kinerja serta

keputusan manajer berdasarkan kepentingan pribadi maupun keputusan

pembentengan (entrenchment) yang dapat mengurangi kesejahteraan prinsipal

(Jensen dan Meckling, 1976).

Menurut Jensen dan Meckling (1976), monitoring cost adalah biaya

pemantauan perilaku agen yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengukur,

memantau, dan mengendalikan perilaku agen. Biaya yang dikeluarkan untuk

mengawasi aktivitas manajerial contohnya biaya audit, kompensasi manajemen

(management compensation), pembatasan anggaran (budget restriction), dan

aturan operasi. Selain itu, monitoring cost dapat berupa kompensasi manajemen

atau pembatasan anggaran yang dilakukan prinsipal. Sebagai contoh ketika

seorang agen atau manajer yang baik dan bertindak untuk kepentingan prinsipal

atau shareholders, maka biaya monitoring yang dikeluarkan akan lebih kecil

namun agen akan memperoleh gaji lebih besar dan begitu juga sebaliknya. Audit

juga dapat menurunkan konflik antara prinsipal dan agen. Dewan direksi yang

berasal dari luar perusahaan akan membantu perusahaan dalam melakukan

monitoring terhadap manajemen (agen) karena hal itu juga merupakan bagian dari

monitoring cost.
2.6 Penelitian Terdahulu
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
Peneliti Variabel Penelitian
No Hasil Penelitian
(Tahun) dan Metode Analisis
1 Dilla Febria Variabel Penelitian: Profitabilitas
(2020) Y = Manajemen Laba berpengaruh positif
X1 = Leverage terhadap manajemen
X2 = Profitabilitas laba, Leverage dan
X3 = Kepemilikan kepemilikan manajerial
Manajerial tidak memiliki pengaruh
terhadap manajemen
Metode Analisis: laba.
Menggunakan proksi
discretionary accrual
sesuai dengan model
Modified Jones Models

2 Viana Variabel Penelitian: Profitabilitas tidak


Fandriani & Y = Manajemen Laba berpengaruh terhadap
Herlin Tunjung X1 = Profitabilitas manajemen laba, Leverage
(2019) X2 = Leverage berpengaruh positif
terhadap manajemen laba,
X3 = Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan tidak
X4 = Kualitas Audit
berpengaruh terhadap
Metode Analisis: manajemen laba, Kualitas
Menggunakan Modified audit berpengaruh negatif
Jones Models, Regresi terhadap manajemen laba.
Linear Berganda

3 Chandra Variabel Penelitian: Net profit margin


Prasadhita & Y = Manajemen Laba berpengaruh positif
Provita Citra X1 = Profitabilitas terhadap manajemen
Intani (2017) Z = Ukuran Perusahaan laba, Return on
Investment berpengaruh
Metode Analisis: negative terhadap
Menggunakan Modified manajemen laba, dan
Jones Models, Regresi Size tidak memoderasi
logistik hubungan profitabilitas
dengan manajemen laba.
(dilanjutkan di halaman berikutnya...)
(lanjutan...)
Peneliti Variabel Penelitian
No Hasil Penelitian
(Tahun) dan Metode Analisis
4 Norhayati Variabel Penelitian: Leverage berpengaruh
Zamri, Y = Manajemen Laba Riil negatif terhadap manajemen
Rahayu X1 = Leverage laba.
Abdul
Rahman, Metode Analisis :
Noor Statistik deskriptif
Saatila
Mohd Isa
(2013)
5 Pipit W. Variabel Penelitian: 1. Profitabilitas tidak
(2017) Y = Manajemen Laba berpengaruh terhadap
X1 = Profitabilitas manajemen laba
X2 = Ukuran Perusahaan 2. Ukuran perusahaan
X3 = Leverage berpengaruh terhadap
X4 = Kualitas Audit manajemen laba
3. Leverage tidak
Metode Analisis : berpengaruh terhadap
diproksikan menggunakan manajemen laba
abnormal discretionary 4. Kualitas audit tidak
expenses (Abn DISC), berpengaruh terhadap
Regresi Linear Berganda manajemen laba

6 Katarina Variabel Penelitian: Profitabilitas berpengaruh


Rere W, Y = Manajemen Laba terhadap manajemen laba,
Ida X1 = Profitabilitas Leverage dan Ukuran
Herlina, X2 = Leverage Perusahaan tidak
Deyson X3 = Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap
Shandi, & manajemen laba.
M. Rizky Metode Analisis :
B. (2020) Analisis regresi dengan data
cross-sectional

7 Luh Variabel Penelitian: Asimetri Informasi tidak


Komang Y = Income Smoothing berpengaruh terhadap income
Y.E & I X1 = Asimetri Informasi smoothing, Agency Cost tidak
Wayan X2 = Agency Cost berpengaruh terhadap income
Suartana X3 = Kepemilikan Institusional
smoothing, dan Kepemilikan
(2018) Institusional berpengaruh
Metode Analisis : negatif terhadap income
Uji Statistik Deskriptif, smoothing.
Relative Bid-Ask Spread

(dilanjutkan di halaman berikutnya...)


(lanjutan...)
No Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) dan Metode Analisis
8. Rina Dwiarti, Variabel Penelitian: Profitabilitas tidak
Anna Nubua Y = Manajemen Laba berpengaruh signifikan
Hasibuan X1 = Profitabilitas terhadap manajemen laba,
(2019) X2 = Resiko Keuangan Resiko keuangan tidak
X3 = Pertumbuhan Perusahaan
berpengaruh terhadap
manajemen laba, dan
Metode Analisis : Pertumbuhan perusahaan
Uji Statistik Deskriptif, tidak berpengaruh terhadap
Analisis Regresi Linier manajemen laba.
Berganda

9 Rahyuningsih Variabel Penelitian: Leverage berpengaruh


& Sri Ayem Y = Manajemen Laba negatif terhadap agency cost,
(2020) X1 = Leverage Kepemilikan manajerial
X2 = Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh terhadap
Z = Agency Cost agency cost, Leverage tidak
Metode Analisis : berpengaruh terhadap
Menggunakan cara manajemen laba,
Modified Jones Model, Path Kepemilikan manajerial
analysis (Analisis Jalur), tidak berpengaruh terhadap
Analisis Statistik Deskriptif manajemen laba, Agency
cost berpengaruh positif
terhadap manajemen laba
dengan proksi SG&A.
10 Nanda Variabel Penelitian: Corporate Governance dan
Sadewa & Y = Agency Cost Leverage berpengaruh
Gerianta X1 = Corporate Governance positif signifikan terhadap
Wirawan Y X2 = Leverage biaya keagenan.
(2016)
Metode Analisis :
Regresi Linier Berganda

11 Hsihui Variabel Penelitian: Ditemukan bahwa adanya


Chang, L.C. X1 =Income Smoothing hubungan negatif antara
Jennifer Ho, X2 = Audit Fees tingkat income smoothing
Zenghui Liu, dengan audit fees
& Bo
Ouyang
(2021)
Sumber : Data diolah, 2022
2.7 Urgensi Penelitian dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Berdasar isu yang telah dikemukakan sebelumnya (Bab I) bahwa praktik

manajemen laba sampai saat ini masih seringkali dilakukan oleh manajer demi

mempertahankan eksistensinya dalam perusahaan, bahkan untuk tujuan

meningkatkan kekayaan pribadi (bonus). Oleh sebab itu, berdasar isu tersebut,

fokus kajian kali ini adalah menjelaskan perilaku atau tindakan manajer baik

dalam operasinya maupun dalam pelaporan akuntansi pada suatu periode tertentu,

yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka

untuk memanipulasi data keuangan yang dilaporkan.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Dilla Febria

(2020) dengan menambahkan variabel monitoring cost yang dianggap mampu

mempengaruhi manajemen laba. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian

tambahan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif untuk

mengidentifikasi bagaimana monitoring cost dapat mempengaruhi terjadinya

praktik manajemen laba dalam suatu perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian terdahulu adalah penambahan variabel monitoring cost sebagai variabel

moderasi. Hal ini dikarenakan variabel ini dianggap mampu mempengaruhi

manajer dalam melakukan praktik manajemen laba.

2.8 Pengembangan Hipotesis Penelitian

2.8.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba

Menurut Kasmir (2014), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari

penjualan dan pendapatan investasi. Menurut Riyanto (2011), profitabilitas

merupakan rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi.

Profitabilitas dapat dinilai menggunakan rasio return on assets (ROA), di mana

rasio tersebut menghitung tingkat pengembalian total aset setelah bunga dan pajak

(Brigham dan Joel, 2010). Pada umumnya nilai profitabilitas suatu perusahaan

dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja suatu perusahaan.

Semakin tinggi ptofitabilitas suatu perusahaan, maka kinerja dan kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba juga tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Wibisana et al., (2014) yang menyatakan bahwa tingkat

profitabilitas berpengaruh terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan

perusahaan, dimana tindakan perataan laba merupakan salah satu metode yang

dilakukan perusahaan dalam manajemen laba. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Budi Setyawan dan Harnovinsah (2016) juga menyatakan bahwa

profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Namun, hasil yang

berbeda diungkapkan oleh Bestivano (2013) yang menyatakan bahwa

profitabilitas tidak memberikan pengaruh terhadap manajemen laba karena

investor mengabaikan informasi Return on Assets (ROA) sehingga manajemen

mengabaikan profitabilitas.

H1: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba.


2.8.2 Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba

Dalam pengambilan keputusan, manajer bisa mengambil keputusannya

dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu tingkat pengembalian dan risiko.

Dalam penggunaannya, pihak perusahaan akan memberikan manfaat dalam return

(Sawir, 2004). Jika tingkat leverage lebih tinggi, maka kemungkinan untuk

melakukan manajemen laba sangat besar, sehingga perusahaan mempunyai

kewajiban yang lebih besar dalam pengungkapan publik.

Menurut Guna & Herawaty (2010), leverage berpengaruh positif terhadap

manajemen laba. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat leverage, maka praktik

manajemen laba akan semakin tinggi pada suatu perusahaan. Jika perusahaan

tidak dapat menggunakan dana yang dimiliki secara efisien, maka akan

menyebabkan utang yang besar bagi perusahaan sehingga perusahaan akan

kesulitan membayar utangnya.

Hal ini sejalan dengan penelitian Putri dan Titian (2014) yang menyatakan

bahwa leverage mempunyai arah koefisien positif terhadap manajemen laba, yang

berarti semakin besar leverage maka akan meningkatkan praktik manajemen laba

yang semakin oportunis. Robert (2011) menyatakan bahwa leverage tidak akan

mempengaruhi manajemen laba karena perusahaan yang memiliki tingkat

leverage tinggi akibat total utang terhadap total aset akan menghadapi risiko tidak

mampu memenuhi kewajiban membayar utang.

H2: Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.


2.8.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba dengan Monitoring

Cost sebagai Variabel Moderasi

Menurut Kasmir (2014), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

dalam mencari keuntungan. Profitabilitas sendiri juga memberikan ukuran tingkat

efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal itu tampak dari laba yang dihasilkan

dari penjualan dan pendapatan investasi. Keterkaitan antara profitabilitas dengan

manajemen laba adalah ketika profitabilitas yang diperoleh perusahaan kecil pada

periode. Nilai rasio profitabilitas yang rendah akan dianggap bahwa manajemen

perusahaan tidak efektif dalam menjalankan perusahaan sehingga memicu

manajemen perusahaan untuk melakukan praktik manajemen laba untuk

mempertahankan investor (Purnama, 2017). Hal ini terjadi akibat dari kurangnya

pengawasan dan membuat manajemen perusahaan lebih sulit dalam membuat

prediksi jalannya perusahaan kedepannya (Almadara, 2017). Menurut Jensen dan

Meckling (1976), konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang

saham (principal) dapat dikurangi dengan suatu mekanisme pengawasan. Dengan

adanya pengawasan tersebut, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya yang

disebut sebagai monitoring cost. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang

diajukan adalah:

H3: Monitoring Cost memperkuat hubungan antara profitabilitas dengan

manajemen laba.
2.8.4 Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba dengan Monitoring

Cost sebagai Variabel Moderasi

Leverage adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

finansialnya baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang atau mengukur

sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang (Wiagustini, 2010). Struktur utang

dapat berperan sebagai alat untuk memonitor biaya agensi dalam suatu perusahaan

(Linda, 2012). Nilai rasio leverage yang tinggi akan dianggap mempunyai banyak

utang kepada pihak eksternal yang mendorong manajemen perusahaan untuk

melakukan praktik manajemen laba dengan tujuan untuk menghindari

pelanggaran perjanjian utang (Purnama, 2017). Hal ini terjadi akibat dari

kurangnya pengawasan dan membuat manajemen perusahaan lebih sulit dalam

membuat prediksi jalannya perusahaan kedepannya (Almadara, 2017). Menurut

Jensen dan Meckling (1976), konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan

pemegang saham (principal) dapat dikurangi dengan suatu mekanisme

pengawasan. Dengan adanya pengawasan tersebut, maka perusahaan akan

mengeluarkan biaya yang disebut sebagai monitoring cost. Berdasarkan uraian

tersebut, hipotesis yang diajukan adalah:

H4: Monitoring Cost memperkuat hubungan antara leverage dengan

manajemen laba.

2.9 Rerangka Teoretis

Menurut Sekaran & Bougie (2019), rerangka teoretis merupakan fondasi

di mana seluruh proyek penelitian didasarkan. Rerangka teoritis yang baik akan
menjelaskan secara teoretis hubungan antara variabel yang akan diteliti,

ditunjukkan pada gambar 1 di bawah ini.

(dilanjutkan ke halaman berikutnya…)

Gamba
r 1. Rerangka Teoretis

2.10 Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini didapat dari lima variabel yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu manajemen laba sebagai variabel dependen (Y),

monitoring cost sebagai variabel pendukung (pemoderasi), serta leverage dan

profitabilitas sebagai variabel independen (X). Sehingga dapat digambarkan

desain penelitian sebagai berikut.


Gambar 2. Desain Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan pendekatan kausalitas. Menurut Silaen (2018), penelitian

kuantitatif adalah metodologi penelitian yang menghasilkan data berupa angka-

angka dan umumnya dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif atau

inferensial. Menurut V. Wiratna Sujarweni (2014), penelitian kuantitatif adalah

jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai

(diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau cara lain dari

kuantifikasi (pengukuran). Menurut Sugiyono (2017), metode penelitian

kuantitatif adalah metode penelitan yang berlandaskan pada filsafat positifisme,

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistic,

dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang ditetapkan.

Menurut Sekaran & Bougie (2019), pendekatan kausalitas adalah

pendekatan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya

hubungan sebab-akibat antara variabel satu dengan variabel lainnya. Hubungan

sebab-akibatdapat diartikan bahwa perubahan besaran dari variabel dependen

dapat diakibatkan karena ada pengaruh dari perubahan besaran dari variabel

independen. Selain perubahan ini nampak dalam perubahan koefisien masing-

masing variabel (dependen dan independen), bahwa perubahan keduanya

diakibatkan karena terjadi hubungan (korelasi).

3.2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel


Menurut Sekaran & Bougie (2019), variabel penelitian adalah apa pun

yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai. Nilai bisa berbeda

pada berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama atau pada waktu yang

sama untuk objek atau orang yang berbeda. Dalam penelitian itu terdapat tiga

variabel yang digunakan, yaitu variabel independen, variabel dependen, dan

variabel moderasi.

3.2.1 Variabel Dependen (Y)

Menurut Sekaran dan Bougie (2017), variabel dependen adalah variabel

yang menjadi perhatian utama peneliti. Dengan kata lain variabel terikat

merupakan variabel utama yang sesuai dalam investigasi. Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang kemudian diberi simbol (Y).

Manajemen laba merupakan kebijakan manajemen atas laporan keuangan

eksternal, tujuan manajemen adalah untuk menyajikan laba dengan cara yang

berbeda (naik atau turun) dari apa yang mereka ketahui untuk mencapai manfaat

pribadi (Diri,2017). Menurut Scott (2015) manajemen laba merupakan tindakan

manajer dalam penyusunan laporan keuangan yang akan diberikan kepada pihak

eksternal dan kebijakan tersebut berupa menaikkan, menurunkan atau bahkan

meratakan pelaporan laba. Manajer dapat memanfaatkan diskresinya dalam

penggunaan metode akuntansi seperti mempercepat pengakuan suatu biaya. Hal

tersebut mungkin terjadi saat manajer menggunakan pertimbangan dalam

pelaporan keuangan dan penataan transaksi untuk memodifikasi metode

pengakuan maupun penghitungan, atau metode lainnya terhadap akun-akun


akuntansi. Namun begitu, upaya modifikasi tersebut memungkinkan dapat

menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kinerja perusahaan

(Ronen,2016). Variabel dependen dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan proksi discretionary accrual sesuai dengan Modified Jones Models

Dechow (1995), yaitu sebagai berikut.

a. Menghitung total accruals dengan persamaan :

TA ¿ =N ¿ −CFO¿ ...........................(1)

Keterangan :

Nit = laba bersih perusahaan i pada tahun t

CFOit = arus kas perusahaan i pada tahun t

b. Menghitung nilai accruals dengan persamaan regresi linear sederhana

atau Ordinary Least Square (OLS) dengan persamaan:

TA ¿ =α 0(1/ A t −1)+ α 1(∆ REV t / At −1)+ α 2(PPE t / At −1)+ e .........(2)

Keterangan:

TAit = Total akrual perusahaan i pada tahun t

At-1 = Total aset pada periode t

∆REVt = Pendapan periode t dikurangi dengan pendapatan periode t-1

∆RECt = Piutang periode t dikurangi periode t-1

PPEt = Aktiva tetap (gross property, plant, and equipment) pada periode t

e = Error term perusahaan i pada tahun t

c. Menghitung non-discretionary accruals model (NDA)

NDA ¿=α 0(1/ At −1)+α 1(∆ REV t / A t−1)+α 2( PPE t / A t−1).........(3)

Keterangan:
NDAit = nondiscretionary accruals pada tahun t

At-1 = Total aset pada periode t

∆REVt = Pendapan periode t dikurangi dengan pendapatan periode t-1

∆RECt = Piutang periode t dikurangi periode t-1

PPEt = Aktiva tetap (gross property, plant, and equipment) pada periode

α = fitted coefficient diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total

accruals

d. Menghitung discretionary accruals dengan persamaan:

DA ¿ =TA ¿ −NDA ¿ ...........................( 4)

Keterangan:

DAit = discretionary accruals perusahaan i pada periode t

TAit = Total akrual perusahaan i pada tahun t

3.2.2 Variabel Independen (X)

Menurut Zulfikar (2016), variabel independen merupakan variabel yang

menjadi penyebab adanya atau timbulnya perubahan pada variabel dependen,

disebut juga variabel yang mempengaruhi. Sedangkan menurut Sekaran & Bougie

(2019), variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang

memengaruhi variabel terikat. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel

independen (variabel bebas) adalah sebagai berikut.

a. Profitabilitas (X1)
Profitabilitas adalah kemampuan dari perusahaan untuk mengatur sumber

dayanya agar dapat menghasilkan keuntungan (Lestari dan Oky, 2019). Rasio ini

juga menggambarkan kemampuan efektivitas suatu perusahaan yang ditunjukkan

dengan laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Menurut

Riyanto (2011), profitabilitas merupakan rasio yang menghubungkan laba dari

penjualan dan investasi. Dalam penelitian ini, untuk mengukur profitabilitas

digunakan proksi Return on Assets (ROA). Rumus yang digunakan untuk

menghitung tingkat profitabilitas adalah sebagai berikut.

Laba setelah pajak


ROA= x 100 … … … … … … …(5)
Total asset

b. Leverage (X2)

Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa besar perusahaan

dibiayai dengan utang. Penggunaan utang yang terlalu tinggi akan

membahayakan perusahaan karena perusahaan akan terancam mengalami

extreme leverage (utang ekstrim). Menurut Weston dan Brigham (1998)

mendefinisikan financial leverage sebagai tingkat penggunaan hutang sebagai

sumber pembiayaan perusahaan. Menurut Weston dan Brigham (1998),

karakteristik sebuah perusahaan yang menggunakan pendanaan hutang

memiliki tiga implikasi penting, yaitu :

1. Dengan meningkatkan pendanaan melalui hutang, para pemilik

perusahaan atau para pemegang saham dapat mempertahankan kendali

mereka atas perusahaan atau para pemegang saham dapat


mempertahankan kendali mereka atas perusahaan dengan investasi yang

terbatas.

2. Kreditur mensyaratkan adanya dana yang disediakan oleh pemilik

perusahaan sebagai suatu batas keamanan, sehingga semakin tinggi

proporsi jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham maka

semakin kecil resiko yang akan dihadapi oleh kreditur.

3. Apabila perusahaan memperoleh laba yang lebih besar daripada bunga

yang dibayarkan, maka pengembalian modal pemilik akan lebih besar.

Sedangkan menurut Van Horne dan Wachowicz (2012) financial

leverage merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap,

dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar

daripada beban tetap, sehingga keuntungan pemegang saham bertambah.

Menurut Hery (2016), rasio leverage digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik

kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Dalam penelitian

ini untuk mengukur leverage digunakan proksi Debt to Assets Ratio (DAR).

Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat leverage adalah sebagai

berikut.

total hutang
DAR= ×100 … … … … … … …(6)
total asset

3.2.3 Variabel Moderasi (Z)

Variabel pemoderasi adalah tipe variabel yang memperkuat atau memperlemah

hubungan langsung antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel


pemoderasi dalam penelitian ini adalah monitoring cost. Menurut Jensen dan Meckling

(1976), monitoring cost adalah biaya yang muncul untuk mengawasi, mengukur,

mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Dalam penelitian ini, untuk mengukur

monitoring cost digunakan proksi fee audit. Data mengenai fee audit diwakili oleh akun

professional fees yang terdapat dalam laporan keuangan. Dasar pengambilan keputusan

ini adalah belum tersedianya data tentang fee audit dikarenakan pengungkapan data

tentang fee auditor di Indonesia masih berupa voluntary disclosures, sehingga belum

banyak perusahaan yang mencantumkan data fee auditor dalam annual report (Rifki

Ramdani, 2016). Pengukuran variabel ini dilakukan dengan menggunakan logaritma

natural dari total fee audit dengan rumus sebagai berikut.

ln=fee audit … … … … … (7)

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah kumpulan semua elemen di mana memiliki kesempatan

yang sama untuk diambil sebagai sampel (Sekaran & Bougie, 2019). Menurut

Silaen (2018), populasi adalah keseluruhan dari objek atau individu yang

memiliki karakteristik (sifat-sifat) tertentu yang akan diteliti. Populasi juga

disebut sebagai universum (universe) yang berarti keseluruhan obyek (benda) atau

subyek (individu) yang dapat berupa benda hidup ataupun benda mati. Sedangkan

menurut Notoadmojo (2018), populasi adalah sekumpulan individu dengan

kualitas dan ciri yang dapat ditetapkan oleh peneliti sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan dengan
kasus manajemen laba yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun

2010 sampai tahun 2020.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil dengan cara-cara

tertentu untuk diukur atau diamati karakteristiknya (Silaen, 2018). Notoatmodjo

(2018) mendefinisikan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut Sekaran & Bougie (2019), pengertian

sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah anggota yang

dipilih dari populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang

diambil dari populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini ditentukan

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, yaitu sebagai berikut.

1. Merupakan perusahaan dengan kasus manajemen laba yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia untuk periode 2010-2020.

2. Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dengan mata uang rupiah.

3. Perusahaan yang memiliki data keuangan sesuai dengan yang dibutuhkan

untuk melakukan penelitian.

3.4 Data dan Sumber Data

3.4.1 Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.

Menurut Sialen (2018), pengertian dari penelitian kuantitatif adalah metodologi


kuantitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa angka-

angka dan umumnya dianalisis

Data yang digunakan dalam penelitian ini dihasilkan dari laporan

keuangan perusahaan dengan kasus manajemen laba yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) pada tahun 2010-2020.

3.4.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Sekaran

dan Boogie (2019), data sekunder adalah data yang mengacu pada informasi yang

dikumpulkan dari sumber-sumber yang sudah ada. Data ini digunakan untuk

mendukung informasi primer yang telah diperoleh, yaitu dari bahan pustaka,

literatur, penelitian terdahulu, buku, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini,

data sekunder diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dengan kasus

manajemen laba yang ada pada tahun 2010-2020.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sekaran & Bougie (2019), metode pengumpulan data ialah bagian

internal dari desain penelitian. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2018), teknik

pengumpulan data adalah studi yang disengaja dan sistematik tentang fenomena sosial

dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat. Cara atau teknik

pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan melakukan

wawancara (interview), kuisioner dengan menyebarkan angket, observasi atau

pengamatan, dan gabungan dari ketiga cara tersebut. Pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara mendokumentasikan data yang terdapat pada laporan

keuangan perusahaan.

3.6 Uji Kualitas Data

Pengujian data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program

SPSS (Statistical Package for Social Sciences) untuk mengetahui pengaruh antara

variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis data dalam penelitian ini

melalui beberapa tahap seperti berikut.

3.6.1 Analisis Statistik Deskripstif

Menurut Ghozali (2016), analisis statistik deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai

rata-rata, standar deviasi, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness.

Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan

keterangan mengenai suatu data atau keadaan. Dengan kata lain, statistika deskriptif

berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada

statistika deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik merupakan pengujian yang dilakukan sebelum

analisis regresi linear berganda. Uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji

asumsi yang ada dalam permodelan regresi linear berganda. Hal ini menyebabkan
data dapat dianalisis lebih lanjut tanpa menghasilkan data yang bias. Berikut ini

adalah asumsi yang harus dipenuhi:

a. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

independen, variabel dependen atau keduanya memiliki distribusi normal atau

tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau

mendekati normal (Ghozali, 2009:107). Proses uji normalitas data dilakukan

dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Untuk melihat normal tidaknya data

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, maka dapat dilihat pada bagian

Asymp Sig (2-tailed). Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0.05,

maka data tidak terdistribusi secara normal, namun sebaliknya, jika nilai

signifikansi > 0.05, maka data terdistribusi secara normal (Suganda, 2018).

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

keterkaitan atau hubungan yang erat antar variabel independen dalam model

regresi. Untuk Jurnal Akuntansi, menguji multikolinearitas, maka dapat

dilakukan pengujian dengan menggunakan uji Variance Inflation Factor (VIF)

dan Tolerance. Suatu model regresi dikatakan baik jika tidak ada korelasi

yang tinggi di antara variabel-variabel independennya. Suatu model regresi

dikatakan bebas dari multikolinearitas apabila memiliki nilai VIF mendekati

atau sama dengan 10, kemudian angka Tolerance sekitar 0.1 hingga angka 1

(Suganda, 2018).
c. Uji Heterokedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi

terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke

pengamatan lainnya. Jika varian dari residual dari satu pengamatan ke

pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas, dan jika berbeda

disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik bersifat homokedastisitas

dan tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2009:125). Apabila terjadi

gejala heteroskedastisitas dalam model regresi, maka akan mengakibatkan

varians koefisien regresi menjadi minimum, sehingga uji signifikansi statistik

menjadi tidak valid.

Konsekuensi dari adanya heteroskedastisitas adalah analisis regresi dapat

menghasilkan estimator yang bias untuk nilai variasi Ut. Akibatnya, uji t, uji F,

dan estimasi nilai variabel dependen menjadi tidak valid. Untuk melihat

apakah dalam suatu model regresi apakah terdapat heteroskedastisitas, maka

dapat dilakukan beberapa uji, diantaranya adalah Uji Glejser, Uji Spearmen,

Uji Park, dan uji tambahan berupa Uji Scatter Plot (Suganda, 2018)

d. Uji Autokorelasi

Menurut Santoso (2012:241), tujuan uji autokorelasi adalah untuk

mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara

kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.


Autokorelasi pada sebagian besar kasus ditemukan pada regresi yang datanya

adalah time series, atau berdasarkan waktu berkala, sepeti bulanan, tahunan,

dan seterusnya, karena itu ciri khusus uji ini adalah waktu (Santoso, 2012:241).

Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson

dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Tolak Ho yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif, bila nilai

Durbin Watson Statistik terletak antara 0<dw<dl.

b. Tolak H0 yang menyatakan tidak ada autokorelasi negatif, bila nilai

Durbin Watson Statistik terletak antara 4-dl<dw<.

c. Terima H0 yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif atau negatif,

bila nilai Durbin Watson Statistiknya terletak antara du<dw<4-du

d. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi positif bila dl≦dw≦du.

e. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi negatif bila du≦dw≦4-dl.

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Analisis Regresi Moderasi

Menurut Sugiyono (2017), analisis data merupakan kegiatan setelah data

dari seluruh responden terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah

mengelompokkan data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan

data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis

yang diajukan.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

Hierarchical Regression Analysis. Analisis regresi moderasi digunakan untuk


menguji efek monitoring cost sebagai variabel moderasi pada pengaruh

profitabilitas dan leverage terhadap manajemen laba. Metode ini menggunakan

dua persamaan. Persamaan pertama untuk melihat efek utama, yaitu variabel

independent terhadap variabel dependent. Persamaan kedua untuk melihat efek

moderasi pada pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent.

Untuk menentukan apakah efek variabel moderasi signifikan, regresikan

persamaan asli (tanpa moderasi), kemudian regresikan persamaan asli ditambah

variabel moderasi (Hair, Black, Babin, &Anderson, 2014). Kedua persamaan

tersebut adalah sebagai berikut.

ML=α + β 1 Prof + β 2 Lev ........................................................................ 8

ML=α + β 1 Prof + β 2 Lev + β 3 MC + β 4 ( Prof ∗MC )+ β 5 ( Lev∗MC).... 9

Keterangan:

α = Konstanta

β = Variabel Koefisien

Prof = Profitabilitas

Lev = Leverage

MC = Monitoring Cost (Moderasi)

Dalam melakukan analisis regresi linear berganda, dilakukan uji sebagai berikut.

1. Uji F (Goodness of Fit)

Uji F dilakukan untuk menguji kelayakan model penelitian. Tingkat

signifikansi yang digunakan adalah 5%. Dasar pengambilan keputusan adalah


apabila nilai Goodness of Fit Test < 0.05 (nilai signifikansi Pearson dan

Deviance < 0.05) maka model yang terbentuk adalah layak (Ghozali, 2016).

2. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur kemampuan model

dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2016). Nilai koefisien

determinasi berkisar antara 0-1. Semakin nilai adjusted R2 mendekati 1, maka

variabel independen semakim mampu memberikan hampir semua informasi

yang dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen.

3. Uji Parsial (Uji t)

Uji t adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar

masing-masing variabel independen memengaruhi variabel dependen. Tingkat

signifikansi dalam penelitian ini adalah 5%. Jika p-value yang terdapat pada

kolom sig ≤ 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya, jika p-value > 0,05,

maka H0 diterima dan Ha ditolak (Santoso, 2014).

4. Uji Hipotesis Moderasi

Hipotesis moderasi diterima jika variabel moderasi mempunyai pengaruh

signifikan terhadap variabel dependen yang dapat dilihat dari koefisien regresi

atau beta (β) yang dihasilkan dari pengaruh interaksi atau perkalian variabel

independent dengan variabel moderasi terhadap variabel dependent. Hasil

positif menunjukkan bahwa variabel moderasi memperkuat pengaruh variabel

independent terhadap variabel dependent dan sebaliknya.

3.8 Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


H01 = Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Ha1 = Profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

H02 = Leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Ha2 = Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

H03 = Monitoring cost tidak berpengaruh terhadap hubungan antara profitabilitas

dengan manajemen laba.

Ha3 = Monitoring Cost dianggap dapat mengendalikan pengaruh antara

profitabilitas dan manajemen laba.

H04 = Monitoring cost tidak berpengaruh terhadap hubungan antara leverage

dengan manajemen laba.

Ha4 = Monitoring Cost dianggap dapat mengendalikan pengaruh antara leverage

dan manajemen laba.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh leverage dan

profitabilitas terhadap manajemen laba. Penelitian ini juga menggunakan

monitoring cost yang berperan sebagai variabel moderasi. Populasi dalam

penelitian ini adalah perusahaan yang memiliki kasus manajemen laba yang

telah listing di BEI periode 2010-2020. Jumlah perusahaan manufaktur yang

terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2020 sebanyak

perusahaan. Pemilihan populasi menggunakan metode purposive sampling

yang telah ditentukan dengan beberapa kriteria. Perusahaan yang dijadikan

sampel penelitian sebanyak 8 (enam) perusahaan dengan 11 (sebelas) tahun

periode pengamatan sehingga diperoleh 88 (delapan puluh delapan) unit

analisis.

Teknik analisis yang digunakan oleh peneliti adalah teknik analisis

regresi linier berganda. Monitoring cost ditambahkan sebagai variabel

moderasi, sehingga untuk mengetahui variabel tersebut dapat memoderasi atau

tidak, perlu dilakukan uji regresi moderasi.

4.2 Deskripsi Data

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran suatu data yang bisa dilihat

dari nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum, dan standar deviasi. Variabel
yang diuji statistik deskriptifnya dalam penelitian ini adalah variabel dependen,

variable independen dan variabel moderasi. Variabel dependen dalam

penelitian ini, yaitu manajemen laba. Variabel independen dalam penelitian ini

adalah leverage dan profitabilitas. Sedangkan untuk variabel moderasi

digunakan monitoring cost. Berikut ini adalah hasil perhitungan (output) uji

statistik deskriptif dengan menggunakan SPSS 21.

Tabel 4.1 Hasil Analisis Statistik Deskriptif


Variabel N Min Max Mean Standard
Deviation
ROA (X1) 88 -264.10 60.72 -1.6255 33.32532
DAR (X2) 88 0.26 2.90 0.747955 0.44814
Ln (Z) 88 15.9 26.23 22.8906 2.93720
Manlab (Y) 88 -0.36169 0.255299 0.0020892742 0.06815259627
Sumber: Data Diolah (2022)

Hasil analisis statistik deskriptif yang dipaparkan pada tabel 4.1.

menunjukkan unit analisis penelitian (N) sebanyak 88 data. Data tersebut

merupakan data penelitian selama 11 (sebelas) tahun di mulai dari tahun 2010-

2020. Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif pada tabel 4.1, dapat dijelaskan

sebagai berikut.

1. Manajemen Laba

Manajemen laba atau Earning Management (EM) merupakan variabel

dependen dalam penelitian ini. Manajemen laba diukur menggunakan modified

jones model dan mencari Discretionarry Accrual (DA) untuk mengukur ada

atau tidaknya praktik manajemen laba melalui aktivitas akrual dalam laporan

keuangan.

Dapat dilihat pada Tabel 4.1, diketahui bahwa besarnya manajemen laba
dari 88 unit analisis memiliki nilai minimum -0,36169 dan nilai maksimum

0,255299. Deviasi standar sebesar 0.0681525 menunjukkan simpangan data

yang kecil karena nilainya lebih yang lebih tinggi dari mean yaitu 0,0997645.

Selama periode penelitian, dapat dilihat bahwa terdapat indikasi manajemen

laba pada perusahaan sampel. Hal ini ditandai dengan discretionarry accrual

yang bernilai positif dan negatif, yang menandakan adanya kegiatan

manajemen untuk menaikan atau menurunkan angka laba dengan

memanfaatkan akrual.

Nilai manajemen laba yang tergambar dalam discretionary accruals

tertinggi terjadi pada PT Garuda Indonesia (persero) Tbk tahun 2020, yaitu

sebesar 0,19942433. Artinya bahwa PT Garuda Indonesia (persero) Tbk di

tahun 2020 melakukan manajemen laba dengan menaikkan angka laba (income

maximization) yang paling besar bila dibandingkan dengan perusahaan yang

terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) lainnya. Sedangkan nilai discretionary

accruals terendah diperoleh PT Garuda Indonesia (persero) Tbk tahun 2011

sebesar -0,36168763. Ini menandakan bahwa perusahaan tersebut melakukan

manajemen laba dengan cara menurunkan angka laba (income minimization)

yang paling rendah jika dibandingkan dengan perusahaan sampel lain. Angka

discretionary accruals yang paling baik adalah discretionary accruals yang

mendekati angka 0 (nol).


2. Profitabilitas

Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Return on

Assets (ROA). Hasil uji statistik deskriptif pada Tabel 4.1 dapat diketahui

bahwa besarnya ROA dari 88 unit penelitian memiliki rentang nilai dari -

264,10 hingga 60,72. Nilai terendah dari profitabilitas adalah -264,10, nilai

tertinggi profitabilitas adalah sebesar 60,72 dan nilai rata-rata profitabilitas

adalah -1, 6255 dengan standar deviasi 33.32532 dari rata-rata.

Tingkat ROA terendah sebesar -264,10 berasal dari PT Tiga Pilar

Sejahtera Food Tbk pada tahun 2015. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas

(ROA) tertinggi sebesar 60,72 diperoleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk

pada tahun 2019. Hal ini mencerminkan kemampuan PT Tiga Pilar Sejahtera

Food Tbk dalam memperoleh laba sebesar 60,72% atas pengelolaan aset dalam

kegiatan operasionalnya.

Nilai mean menunjukkan bahwa secara umum perusahaan sampel

memperoleh laba senilai - 1 , 6 255% setiap tahun dari penggunaan aset

perusahaan. Hal ini menggambarkan bahwa rata-rata perusahaan BUMN

menghasilkan laba (profit) sebesar -1.6255% yang berasal dari aktivitas bisnis

perusahaan.

3. Leverage

Dalam penelitian ini leverage diproksikan dengan Debt to Assets Ratio

(DAR). Hasil statistik deskriptif pada Tabel 4.1, nilai minimum leverage adalah

sebesar 0,26 oleh PT Timah (Persero) Tbk periode 2012 yang artinya

pendanaan PT Semen Indonesia Tbk periode 2012 sebesar 26% dibiayai oleh
hutang. Nilai maksimum leverage pada penelitian ini sebesar 2,90 oleh PT Tiga

Pilar Sejahtera Food Tbk periode 2018, yang artinya perusahaan tersebut

memiliki tingkat DAR sebelas kali lebih besar dari modalnya sendiri.

Semakin tinggi nilai DAR menunjukkan komposisi total hutang (baik

hutang jangka pendek maupun jangka panjang) yang semakin besar daripada

total aset sendiri yang dimiliki perusahaan. Dengan kata lain perusahaan lebih

banyak memanfaatkan hutang dibandingkan aset sendiri, sehingga berdampak

semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar, yaitu kreditur. Nilai rata-

rata leverage sebesar -1,6255 dengan nilai standar deviasi sebesar 33,32532.

Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata sumber pendanaan yang dimiliki

perusahaan sampel, yaitu -162.55% berasal dari hutang.

4. Monitoring Cost

Monitoring Cost pada penelitian ini diproksikan dengan logaritma natural

fee audit. Dari hasil statistik deskriptif pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa

jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 88 sampel data yang

diambil dari laporan keuangan publikasi perusahaan yang pernah terkasus

manajemen laba yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2020.

Variabel monitoring cost dalam penelitian ini memiliki rentang nilai dari 15,90

sampai 26,23.

Nilai minimum variabel monitoring cost dari sampel penelitian sebesar

15,90 berasal dari PT Agung Podomoro Land Tbk pada periode 2010, di mana

hal itu menunjukkan perusahaan tersebut memiliki fee audit paling rendah

dibandingkan dengan perusahaan sample lainnya. Nilai maksimum ukuran


perusahaan sebesar 26,23 oleh PT Bakrie & Brothers Tbk pada periode 2010,

yang mencerminkan bahwa perusahaan tersebut memiliki fee audit paling

tinggi dibandingkan dengan perusahaan sample lainnya yang terdapat dalam

penelitian ini. Standar deviasi variabel monitoring cost sebesar 2,93720

menunjukkan simpangan data yang cukup baik karena nilainya yang lebih kecil

dibandingkan nilai rata-ratanya, yaitu 22,8906.

4.2.2 Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Menurut Suganda (2018), uji normalitas bertujuan untuk mengetahui

distribusi normal dari variabel terikat (dependent) dan variabel bebas

(independent) dalam model regresi. Uji normalitas juga dapat digunakan untuk

menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau resodia;

terdistribusi normal atau mendekati normal. Uji normalitas dalam penelitian ini

menggunakan uji statistik one-sample kolmogorov-smirnov. Hasil dari pengujian

normalitas data disajikan dalam tabel berikut:

(dilanjutkan di halaman berikutnya…)

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas


ROA (X1) DAR (X2) Ln (X3) Manlab (Y)

Kolmogorov- 2.969 1.855 1.593 1.994


Smirnov Z
Asymp. Sig. 0.00000004428 0.002048881 0.012465 0.001
(2-tailed)
Sumber: Data Diolah (2022)

Dari Tabel 4.2 di atas, hasil uji Kolmogorov-Smornov (K-S) menunjukkan


hasil bahwa data terdistribusi tidak normal. Hal ini ditunjukkan pada nilai

signifikansi sebesar 0,002, 0.000, 0.012, dan 0,001 dimana nilai tersebut < (lebih

kecil dari) 0,05. Hasil tersebut dimaknai bahwa data terdistribusi tidak normal dan

mengalami masalah normalitas.

b. Uji Multikolinearitas

Menurut Suganda (2018), uji multikolinearitas digunakan untuk

mengetahui ada tidaknya keterkaitan atau hubungan yang erat antar variabel

independent dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah model

regresi yang tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Uji multikolinearitas

dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance-inflating factor

(VIF) di mana jika torelance > 0,01 dan VIF < 10, maka tidak terjadi gejala

multikolinearitas diantara variabel bebas, atau tingkat kolinearitas dapat

ditoleransi (Ghozali, 2016). Berikut adalah hasil uji multikolinearitas.

Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas


Variabel Tolerance VIF
ROA (X1) 0.718 1.394
DAR (X2) 0.718 1.394
Sumber: Data Diolah (2022)

Hasil ouput uji multikolinearitas yang tersaji pada Tabel 4.3

menunjukkan bahwa semua variabel bebas mempunyai nilai tolerance di atas

0,1 (> 0,1) dan nilai VIF di bawah 10 (< 10), sehingga dapat disimpulkan

bahwa model regresi pada penelitian ini tidak terjadi multikolinearitas.


c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi

antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya). Autokorelasi dapat terjadi apabila data umumnya time series

(Suganda, 2018). Apabila terjadi korelasi, maka terdapat masalah autokorelasi.

Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Dalam

penelitian ini menggunakan uji Durbin-Watson (DW Test) untuk mengetahui

ada tidaknya masalah autokorelasi. Berikut adalah hasil pengujian autokorelasi:

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi


Model Durbin-Watson
1 1.828
2 1.853
Sumber: Data Diolah (2022)

Pada Tabel 4.4 nilai Durbin-Watson yang didapatkan adalah 1,828

untuk model regresi pertama dan 1,853 untuk model regresi kedua. Nilai dL

yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 1,6071 dan nilai dU sebesar

1,6999. Setelah itu nilai-nilai tersebut dimasukkan kedalam rumus dU < dw <

(4-dU) untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi atau tidak. Dari rumus

tersebut didapatkan hasil 1,6999 < 1,828 < 2,3001 untuk model regresi

pertama dan 1,6999 < 1,853 < 2,3001 untuk model regresi kedua, sehingga

dapat disimpulkan bahwa dari kedua model regresi yang diuji tidak terdapat

autokorelasi positif maupun negatif.


d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji dalam sebuah model

regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan yang

lain. Uji hereroskesdatisitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

uji statistik Glejser dengan tingkat signifikansi 5%. Jika nilai signifikansi untuk

variabel independent lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Berikut adalah hasil pengujian

autokorelasi:

Tabel 4.5 Hasil Uji Heterokskedastisitas


Variabel Signifikansi
ROA (X1) 0.418
DAR (X2) 0.933
Sumber: Data Diolah (2022)

Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas pada tabel 4.5 dapat dilihat

bahwa nilai signifikansi variabel ROA (X1) adalah sebesar 0,418 dan nilai

DAR (X2) adalah sebesar 0,933. Maka, dapat disimpulkan bahwa data

penelitian tidak terjangkit heteroskedastisitas dikarenakan memiliki nilai

signifikansi lebih dari 0,05 (> 0,05).

4.3 Uji Hipotesis

4.3.1 Analisis Regresi Linier Berganda

Menurut Ghozali (2018), analisis regresi linier berganda adalah analisis

yang berperan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yang jumlahnya

lebih dari satu terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini menggunakan

model regresi pengujian langsung antara pengaruh variabel independent (X)


terhadap variabel dependen (Y). Berikut adalah tabel yang merupakan hasil dari

uji analisis regresi linier berganda yang telah dilakukan.

Tabel 4.6 Hasil Uji Regresi Linier Berganda


Variabel Beta
Konstanta -0.00222
ROA (X1) 0.001831
DAR (X2) -0.0002
Sumber: Data Diolah (2022)

Berdasarkan hasil pengujian regresi linier berganda, maka dapat dibuat

persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Manlab = -0.00222 + 0.001831ROA + -0.0002DAR

Keterangan:
Manlab = Manajemen Laba
ROA = Return on Assets (Profitabilitas)
DAR = Debt to Assets Ratio (Leverage)

4.3.2 Analisis Regresi Moderasi

Untuk menguji efek monitoring cost sebagai variabel moderasi pada

pengaruh profitabilitas dan leverage terhadap nilai perusahaan, digunakan metode

Hierarchical Regression Analysis. Metode ini menggunakan 2 (dua) persamaan.

Persamaan pertama untuk melihat efek utama, yaitu pengaruh variabel

independent terhadap variabel dependent. Persamaan kedua untuk melihat efek

moderasi pada pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent.

Analisis ini diolah menggunakan program SPSS 21. Hasil yang diperoleh adalah

sebagai berikut.
Tabel 4.7 Hasil Uji Analisis Regresi
Variabel Beta
Konstanta 0.0884
ROA (X1) 0.0148
DAR (X2) -0.1470
MC (Z) -0.0041
ROA*MC (Moderasi 1) -0.0081
DAR*MC (Moderasi 2) 0.0064
Sumber: Data Diolah (2022)

Berdasarkan hasil uji analisis regresi pada tabel 4.7, maka dapat diperoleh

persamaan regresi sebagai berikut.

Manlab = 0,0884 +0,0148 ROA + (-0.1470) DAR + (-0.0041) MC +


(-0.0081) (ROA*MC) + 0.0064 (DAR*MC)

Keterangan:
Manlab = Manajemen Laba
ROA = Return on Assets (Profitabilitas)
DAR = Debt to Assets Ratio (Leverage)
MC = Monitoring Cost
ROA*MC = Moderasi 1
DAR*MC = Moderasi 2

4.3.3 Uji F

Uji F dilakukan untuk menguji kelayakan model penelitian. Tingkat

Signifikansi yang digunakan adalah 5%. Dasar pengambilan keputusan adalah

apabila nilai Goodness of Fit Test < 0,05 (nilai signifikansi Pearson dan Deviance

< 0,05), maka model yang terbentuk adalah layak (Ghozali, 2016). Hasil yang

diperoleh adalah sebagai berikut.


Tabel 4.8 Hasil Uji F
Model F Signifikansi
1 3.044 0.038
Sumber: Data Diolah (2022)

Berdasarkan hasil uji F pada tabel 4.8, diperoleh nilai signifikansi sebesar

0,038. Maka dapat disimpulkan bahwa model penelitian tersebut dinyatakan layak

karena memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05.

4.3.4 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur kemampuan model

dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2016). Nilai koefisien

determinasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Semakin nilai adjusted R2

mendekati 1, maka variabel independen semakin mampu memberikan hamper

semua informasi yang dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen.

Berikut ini adalah tabel yang merupakan hasil dari uji koefisien determinasi

(adjusted R2) yang telah dilakukan.

Tabel 4.9. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)


Model Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
1 0.143
Sumber: Data Diolah (2022)

Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi (Adjusted R2) pada tabel 4.9,

diperoleh nilai Adjusted R2 sebesar 0,143 atau sebesar 14,3%. Dapat disimpulkan

bahwa kemampuan variabel profitabilitas dan leverage yang dimoderasi oleh

monitoring cost dalam menjelas variabel dependen, yaitu manajemen laba sebesar
14,3% sedangkan sisanya 100% - 14,3% = 85,7% dijelaskan oleh variabel lain

diluar penelitian ini.

4.3.5 Uji Parsial (Uji T)

Uji t adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar

masing-masing variabel independent memengaruhi variabel dependen. Tingkat

signifikansi (α) dalam penelitian ini adalah 5%. Jika p-value yang terdapat pada

kolom sig ≤ 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya, jika p-value >

0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak (Santoso, 2014). Berikut ini adalah tabel

yang merupakan hasil dari uji parsial (Uji T) yang telah dilakukan.

Tabel 4.10 Hasil Uji Parsial (Uji T)


Variabel Signifikansi
Profitabilitas (X1) 0.001

Leverage (X2) 0.507

Moderat 1 0.001

Moderat 2 0.520

Sumber: Data Diolah (2022)

1) Hasil Pengujian Hipotesis 1 dan Pembahasan

Variabel profitabilitas dilambangkan dengan ROA, memiliki t hitung

sebesar 3,401 dan memiliki tingkat signifikansi 0,001, nilai tersebut lebih

kecil dari alpha 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa profitabilitas

memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba sehingga

hipotesis pertama (H1) yang menyatakan profitabilitas berpengaruh positif

signifikan terhadap manajemen laba, diterima.


Berdasarkan hasil tersebut hal ini sejalan dengan hipotesis peneliti

yang mengatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap

manajemen laba, maka dapat disimpulkan bahwa profitabilitas suatu

perusahaan mempengaruhi tingkat manajemen laba di perusahaan tersebut.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas suatu

perusahaan yang tinggi mempengaruhi tingkat manajemen laba. Hal ini

menunjukkan bahwa pihak manajemen tidak terdorong untuk

melaksanakan manajemen laba sebab kinerja perusahaan telah sesuai

dengan yang diharapkan.

2) Hasil Pengujian Hipotesis 2 dan Pembahasan

Variabel leverage disimbolkan dengan DAR, memiliki t hitung

sebesar -0,666 dan memiliki tingkat signifikansi 0,507, nilai tersebut lebih

besar dari alpha 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa leverage

memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Dengan

demikian hipotesis kedua (H2) yang menyatakan leverage berpengaruh

positif signifikan terhadap manajemen laba, ditolak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Lina Budi Utami (2020) yang menunjukkan bahwa leverage tidak

berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Diana Savitri dan Denies Priantinah (2019)

yang menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap

manajemen laba.
3) Hasil Pengujian Hipotesis 3 dan Pembahasan

Variabel moderat 1 memiliki t hitung sebesar -3,475 dengan tingkat

signifikansi 0,001, nilai tersebut lebih kecil dari alpha 0,05. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa variabel monitoring cost mampu memperkuat

hubungan antara profitabilitas dengan manajemen laba. Dengan demikian

hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan monitoring cost memperkuat

hubungan antara profitabilitas terhadap manajemen laba, diterima.

Berdasarkan hasil tersebut hal ini sejalan dengan hipotesis peneliti

yang mengatakan bahwa monitoring cost memperkuat pengaruh antara

profitabilitas terhadap manajemen laba. Hal ini terjadi akibat dari

kurangnya pengawasan dan membuat manajemen perusahaan lebih sulit

dalam membuat prediksi jalannya perusahaan kedepannya (Almadara,

2017). Menurut Jensen dan Meckling (1976), konflik kepentingan antara

manajemen (agen) dan pemegang saham (principal) dapat dikurangi

dengan suatu mekanisme pengawasan. Dengan adanya pengawasan

tersebut, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya yang disebut sebagai

monitoring cost.

4) Hasil Pengujian Hipotesis 4 dan Pembahasan

Variabel moderat 2 memiliki t hitung sebesar 0,646 dengan tingkat

signifikansi 0,520, nilai tersebut lebih besar dari nilai signifikansi 0,05.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel monitoring cost tidak mampu

memperkuat hubungan antara leverage dengan manajemen laba. Dengan

demikian hipotesis keempat (H4) yang menyatakan monitoring cost


memperkuat hubungan antara leverage terhadap manajemen laba, ditolak.

Berdasarkan hasil tersebut hal ini bertolak belakang dengan hipotesis

peneliti yang mengatakan bahwa monitoring cost memperkuat pengaruh

antara leverage terhadap manajemen laba.

Uji simultan, uji parsial dan uji koefisien determinasi menggunakan

IBM SPSS versi 21 menghasilkan beberapa kesimpulan atas kedelapan

hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Rangkuman mengenai hasil uji

hipotesis disajikan dalam Tabel 4.11 berikut:

Tabel 4.11 Simpulan Hasil Hipotesis

Hipotesis Nilai Kesimpulan


Signifikansi
H1 Profitabilitas berpengaruh positif 0.001 Diterima
signifikan terhadap manajemen laba.
H2 Leverage berpengaruh positif signifikan 0.507 Ditolak
terhadap manajemen laba.
H3 Monitoring cost memperkuat hubungan
antara profitabilitas terhadap manajemen 0.001 Diterima
laba
H4 Monitoring cost memperkuat hubungan
antara leverage terhadap manajemen laba 0.520 Ditolak

Sumber: Data Diolah (2022)


BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh profitabilitas dan

leverage terhadap manajemen laba pada perusahaan dengan kasus manajemen

laba yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2020. Berdasarkan hasil

penelitian ini, didapatkan hasil bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap

manajemen laba, leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba,

monitoring cost memperkuat pengaruh antara profitabilitas dengan manajemen

laba, dan monitoring cost tidak berpengaruh terhadap hubungan antara leverage

dengan manajemen laba.

Secara teoretis, penelitian ini mendukung agency theory karena

manajemen laba merupakan masalah yang muncul sebagai dampak adanya

masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara

pemilik dan manajemen perusahaan atau disebut agency conflict. Konflik ini

terjadi karena kepentingan principal dalam memperoleh laba yang terus

bertambah dan agent yang tertarik untuk menerima kepuasan berupa kompensasi

keuangan. Para agent diasumsikan menerima kepuasan dari memaksimalkan

pemenuhan kebutuhan ekonominya. Karena adanya kepentingan yang berbeda

antara principal dan agent, maka muncullah konflik kepentingan. Sedangkan

secara praktis, perusahaan dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan untuk

menurunkan tingkat terjadinya manajemen laba. Namun perusahaan juga harus


memperhatikan factor-faktor lain di dalam perusahaan untuk menekan tingkat

manajemen laba dalam perusahaan.

5.2 Keterbatasan

Keterbatasan pada penelitian ini, yaitu terletak pada jumlah sampel yang

hanya 88, dikarenakan banyak perusahaan yang tidak masuk ke dalam kriteria

sampel, sehingga masih kurang untuk menggambarkan pengaruh profitabilitas dan

leverage yang dimoderasi oleh monitoring cost dengan baik. Selain itu penulisan

data pada laporan keuangan perusahaan karena masih terdapat perbedaan format

yang digunakan dalam laporan keuangan tersebut sehingga harus melakukan

penyesuaian kembali.

5.3 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang

diberikan peneliti, yaitu sebagai berikut.

1. Perusahaan

Perusahaan disarankan untuk menggunakan hasil penelitian ini untuk

menjadi acuan dalam mencegah terjadinya manajemen laba dalam

perusahaan dan memperhatikan factor-faktor lain di dalam perusahaan

yang dapat menyebabkan terjadinya manajemen laba agar kinerja

perusahaan menjadi lebih baik.


2. Peneliti Selanjutnya

Berdasarkan keterbatasan, maka bagi peneliti selanjutnya diharapkan

memperluas populasi yang digunakan agar bisa mendapatkan keakuratan

data yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai