menuntut aktivitas fisik yang cukup berat dan melelahkant terlebih lagi didukng oleh
lingkungan kerja yang kurang kondusif (misalnya panas, lembab, bising, berdebu, dan
memiliki kapasitas kerja fisik yang memadai atau, dapat juga dengan penerapan
sejumlah teknik perancangan kerja, seperti penggunaan alat bantu, perbaikan metode
kerja, pengaturan waktu istirahat, dan lain-lain. Sejumlah dampak buruk dapat terjadi
saat beban fisik suatu pekerjaan telah melampaui kapasitas fisiologis yang dimiliki
pekerja. Dampak buruk ini secara konseptual diartikan sebagai rendahnya energi yang
dihasilkan mcdalui proses metaboiisme tubuh bila dibandingkan dengan energi yang
dibutuhkan untuk melakukan suatu aktivitas. Keadaan seperti ini secara kronik dapat
diatasi dengan pemberian istirahat saja (akumulasi kelelahan). Dalam jangka panjang,
keadaan ini dapat berpengaruh buruk pada kesehatan kerja, bahkan dapat memicu
penyakit lain yang berakhir dengan kematian, misalnya serangan jantung, etau
kegagalan fungsi-fungsi penting tubuh yang lain. Beban kerja yang beriebihan juga
dapat buruk pada kualitas dan performansi kerja. Efek buruk ini, sebagai contoh,
ditunjukkan oleh Bridger et al. (2008), yang dapat mencakup penurunan waktu reaksi,
yang secara fisiologis berlebihan akan berdampak pada kesehatan dan produktivitas
kerja. Dalam konteks ergonomi, tujuan yang ingin dicapai adalah mernastikan bahwa
sistem kerja dirancang sedemikian rupa sehingga diperoleh produktivitas dan kualitas
kerja terbaik, yang dapat dicapai jika beban (energy cost) berada di dalam batas
kemampuan fisik.
Secara konseptual, energi diperoleh dari zat-zat gizi yang berasal dari makanan (dan
sebagian minuman) yang masuk ke dalam tubuh. zat-zat gizi ini melalui proses
metabolisme dikonversi menjadi energi yang siap digunakan oleh otot. Oksigen akan
berupa panas dan sisa metabolisme lainnya (CO2 dan H2O) yang akan dikeluarkan dari
tubuh. Rangkaian proses ini dapat dianalogikan sebagai kerja sebuah mesin mobil agar
mesin dapat berjalan, dibutuhkan bensin yang berfungsi sebagai "zat gizi." Dengan
adanya oksigen, tekanan, serta panas di ruang pembakaran, kemudian terjadi ledakan
mekanik (putaran roda gigi, poros, roda, dan sebagainya) dikonversi menjadi gerakan
mobil. Proses terakhir ini mirip dengan kontraksi otot yang kemudian menggerakkan
tubuh Saat melakukan kerja fisik. Untuk memahami proses-proses ini, perlu diketahui
1. Sistem Pernapasan
Fungsi utama sistem pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi tubuh
dan mengeluarkan karbon dioksida, air, serta panas yang dibawa oleh darah. Secara
umum, pernapasan (respiresi) terdiri atas inspirasi (pemasukan udara) dan ekspirasi
(pengeluaran udara). Sistem ini memiliki hubungan yang erat dengan sistem peredaran
darah (sirkulatori) yang dikor.trol dengan suatu mekanisme tersendiri, misalnya CNS
(Central Nervous System) atau sistem hormonal. Sistem pernapasan dan sistem
sirkulatori ini bersama-sarna menjamin jumlah zat gizi dan oksigen yang cukup untuk
disuplai ke sel otot. Pada saat pernapasan berlangsung, udara masuk melalui hidung
yang berfungsi untuk menyaring, melembapkan, dan menghangatkan udara yang masuk
ke dalam tubuh (Bridger et al., 2003). Udara yang masuk akan diteruskan melalui
tenggorokan menuju trachea, yang terbagi atas dua bronchi utama dan selanjutnya
berukuran mikro yang bersentuhan dengan pembuluh darah kapiler. Di tempat inilah
tcrjadi pertukaran udara (oksigen dan karbon dioksida). Berat atau ringannya aktivitas
Kapasitas paru-paru dapat dilihat dari indikator utama berupa volume yang dapat berada
pada paru-paru. Jumlah udara yang keluar dan masuk pada saat bernapas normal disebut
sebagai volume tidal. Volume udara ekstra pada saat respirasi secara maksimal disebut
sebagai kapasitas cadangan, di mana volume udara tambahan di atas volume tidal yang
dapat masuk ke paru-paru Saat inspirasi maksimum disebut volume cadangan inspirasi,
dan volume udara yang masih dapat dikeluarkan dengan kuat di akhir ekspirasi normal
disebut volume cadangan ekspirasi. Gabungan volume tidal, volume cadangan inspirasi,
dan volume cadangan ekspirasi ini dinamakan kapasitas vital. Setelah mengembuskan
napas dengan kuat, di dalarn paru-paru masih tersisa sejumlah volume udara yang
disebut sebagai volume residual. Jumlah dari kapasitas vital dan volume residual
merupakan kapasitas paru-paru total. Berbagai indeks yang terkait dengan kapasitas
umumnya berhubungan erat dengan sejumlah faktor, seperti jenis kelamin, training,
maupun ukuran tubuh. (Sebagai contoh, untuk seorang atlet prio dengan postur badan
tinggi, kapasitas paru total dapat mencapai 7-8 liter, dengan kapasitas vital sekitar 6 liter
(Kroetner et al., 2001). Wanita cenderung memiliki volume paru-paru yang lebih rendah
dibandingkan pria. Dibandingkan dengan atlet, seseorang yang kurang terlatih secara
fisik setidaknya memiiiki kapasitas paru-paru sebesar 60 kapasitas yang dimiliki atlet.
Pada saat istirahat frekuensi pernapasan berkisar antara 10 sampai dengan 20 kali
permenit. Saat melakukan aktivitas fisik ringan, jumlah udara yang digunakan untuk
bernapas akan meningkat, terutama akibat kenaikan, volume tidal. Untuk kerja yang
lebih berat, jumlah udara pernapasan akan meningkat akibat peningkatan frekuensi
tidal pula. Jumlah total udara yang digunakan untuk bernapas (minute volume) adalah
perkaiian antara frekuensi pernapasan dan volume tidal seat mengeluarkan napas.
Volume udara yang digunakan untuk pernapasan saat beraktivitas dapat berkisar dari 5
liter/menit sampai dengan lebih dari 100 liter/menit. Kenaikan volume pernapasan ini
secara linear.
2. Sistem Kardiovaskular
Sistem peredaran darah memiliki fungsi utama sebagai oksigen dari paru-paru serta
berbagai zat gizi (dari makanan yang telah dicerna) untuk diedarkan ke seluruh sel
dimungkinkan karena hemoglobin, yaitu molekul protein pada sel dorah merah. Selain
mengikat oksigen, hemoglobin dapat juga mengikat karbon monoksida (CO). Namun
demikian, daya tarik (afinitas) hemoglobin terhadap karbon monoksida relatif lebih
tinggi, sehingga dapat berdampak pada berkurangnya jumlah oksigen yang dapat diikat
dan dibawa oleh darah. Oleh karena itu, dapat dimengedi mengapa CO dianggap
memitiki sifat beracun. Darah juga mengedarkan hormon, enzim, garam, serta vitamin
yang diperlukan oleh tubuh . Di samping fungsi utama yang telah disebutkan
metabolisme termasuk karbon dioksida, panas, dan air, serta berkontribusi Penting
dalam mekanisme pengaturan temperatur tubuh. Dapat disimpulkan bahwa sistem ini
memiliki fungsi yang sangat penting, dan berhubungan erat baik dengan sistem
pernapasan maupun proses metabolisme. Jantung, sebagai pemompa darah, terdiri atas 2
bagian, yaitu kiri dan kanan. Bagian sebelah kiri terdiri atas atrium kiri dan ventrikel
kiri, yang khusus berfungsi memompa darah ke seluruh otot tubuh yang dibutuhkan
untuk bekerja melalui pembuluh darah arterie. Melalui pembuluh darah vena, darah
ventrikel kanan yang bertugas memompa darah ke paru- paru, tempat proses pertukaran
udara terjadi. Orang dewasa memiliki sekitar 5 liter darah, yang terdiri atas 2,75 liter
plasma dan 2,25 liter berupa sel darah. Peningkatan aktivitas fisik akan memicu
dipompakan adalah sekitar 5 liter/menit, namun volume ini dapat menjadi 5 kali lipat
lebih besar saat melakukan aktivitas fisik yang berat (Bridger et al., 2008). Untuk
secrang atlet, kenaikan volume ini dapat mencapai 35 liter/menit. Peningkatan intensitas
kerja fisik menentukan kebutuhan akan tambahan energi yang dapat berlangsung
rnelalui peningkatan konsumsi oksigen. Untuk memenuhi hal ini, frekuensi kontraksi
jantung akan bertambah, sebagaimana terukur dari kenaikan denyut jantung. Kenaikan
konsumsi oksigen dan denyut jantung cenderung bersifat linear, khususnya untuk beban
kerja yang tidak terlalu ringan ataupun terlalu berat. Untuk pekerjaan dengan beban
yang sama, denyut jantung cenderung akan lebih rendah apabila pekerjaan tersebut
dikerjakan dengan memanfaatkan otot-otot yang lebih hesar. Hubungan antara konsumsi
oksigen dan denyut jantung juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan kerja. Denyut
jantung akan iebih tinggi saat pekerjaan dilakukan di tempat panas. Peningkatan denyut
jantung terjadi tidak hanya karena adanya kenaikan beban kerja, tetapi juga dapat
disebabkan oleh adanya komponen kerja statis (kontraksi isometrik). Kerja otot yang
tertekannya pembuluh darah kapiler, sehingga dalam beberapa saat saja, aliran darah
menjadi sangat terbatas (ischemia) atau bahkan tertutup sama sekali. Hal ini akan
berdampak pada minimnya ketersediaan oksigen serta sisa metabolisme pada otot yang
tengah bekerja. Akibatnya, rasa sakit akan muncul dan kontraksi Otot terpaksa harus
berakhir. Fenomena seperti ini dapat diamati, misatnya Saat seseorang secara terus-
menerus memegang peralatan kerja dengan posisi lengan di atas ketinggian dada. Perlu
dicatat bahwa sistem saraf pusat (CNS) memiliki peran vital dalam mengatur bagian
tubuh mana yang lebih penting menerima aliran darah. Saat otot bekerja keras misalnya,
peningkatan sisa-sisa metabolism maka memicu pembuluh darah untuk menjadi lebih
longgar dan mengalirkan lebih banyak darah. Sistem saraf pusat juga akan
memerintahkan pengurangan aliran darah ke otot maupun organ ubuh vang tidak terlalu
memerlukan darah saat itu, misalnya pencernaan. Namun demikian, sistem saraf akan
terus mengontrol agar aliran darah ke organ-organ penting, seperti otak dan jantung
tetap terjaga. Secara bersamaan, pengaturan juga akan dilakukan sedemikian rupa
sehingga darah akan dialirkan lebih banyak ke permukaan kulit dengan tujuan untuk
melepas panas. Sebaliknya, saat setelah makan, darah akan dialirkan lebih banyak ke
sistem pencernaan bila dibandingkan terhadap bagian tubuh lainnya. Fenomena ini juga
diatur oleh sistem saraf, sebagai fungsi dari pengontrol keasaman dan konsentrasi sisa
C. Proses Metabolisme
Metabolisme dapat diartikan sebagai proses kimia dalam tubuh yang bertujuan
khususnya dalam menghasilkan energi. Aktivitas kerja, baik fisik maupun non-fisik,
hanya dapat dilakukan apabila energi tersedia dalam jumlah yang memadai. Energi
diperoleh dari zat-zat gizi yang masuk dalam bentuk makanan atau minuman. Namun,
proses konversi energi dari makanan (dan minuman) ini tidak berlangsung efisien.
Hanya sekitar dari sumber energi ini yang diubah menjadi "kerja otot," sedangkan
sisanya diubah. dalam bentuk panas. Semcntara seorang atlet dapat memiliki proses
konversi yang lebih efisien, walaupun energi yang diperoleh pun tidak bisa melebihi
25%. Panas yang dihasilkan dari suatu proses metabolisme terutama akibat viskositas
tubuh, friksi yang terjadi di dalam pembuluh darah, serta gesekan antara tendon dan
sendi.
Makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh terutama terdiri atas zat-zat gizi,
serta komponen-komponen lain, seperti air, garam, vitamin mineral, dan serat, Zat-zat
gizi utama yang mengatami pencernaan adalah karbohidrat, lemak, dan protein.
Karbohidrat merupakan molekul kompleks yang terdiri atas karbon, oksigen, dan
hidrogen. Bentuk molekul karbohidrat yang paling sederhana terdiri atas satu molekul
gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, fruktosa, dan galaktosa.
Rangkaian monosakarida disebut disakarida, sedangkan rantai panjang (yang dapat pula
bercabang) yang tersusun dari molekul gula disebut polisakaridat glikogen, pati pada
tumbuhan, dan selulosa. Untuk setiap gram karbohidrat dapat dihasilkan energi sekitar
4.2 kkal (1 kalori = 4,2 Joule energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar
sederhana (monosakarida). Molekul ini dapat dengan mudah diserap oleh darah pada
dinding usus. Dari makanan yang dikonsumsi, lebih dari 80% hasil katabolisme pati
adalah glukosa, sedangkan sisanya adalah fruktosa dan galaktosa. Setelah penyerapan
oleh usus halus, sebagian fruktosa dan hampir semua galaktosa dengan segera diubah
menjadi glukosa, sehingga jumlah fruktosa dan galaktosa yang terdapat pada sirkulasi
Glukosa, yang telah diserap ke dalam aliran darah kemudian dibawa ke hati, untuk
selanjutnya dikirim dan digunakan oleh sistem saraf pusat. Glukosa juga dapat dikirim
ke otot sebagai sumber energi yang dapat langsung digunakan. Kelebihan glukosa akan
diubah oleh hati menjadi glikogen (polisakarida) yang akan disimpan baik di hati
maupun pada otot-otot skeletal sebagai sumber energi. Apabila tempat penyimpanan
glikogen ini sudah penuh, glukosa akan diubah menjadi lemak yang disimpan di bawah
jaringan kulit
Lemak sebagai zat gizi juga merupakan salah satu sumber energi untuk kerja dari setiap
gram lemak dapat dihasilkan 9,5 kkal energi. Fungsi lain lemak adala sebagai media
transportasi vitamin A, D, E, dan K. Salah satu bentuk lemak dalam tubuh, yaitu
trigiiserida, merupakan molekul ester yang terdiri atas satu inti gliserol dan tiga asam
lemak. Trigliserida adalah penyusun utama minyak nabati (tak jenuh, lebih cair) dan
lemak hewani (jenuh, lebih padat). Pada saat makanan yang mengandung lemak masuk
ke dalam tubuh, pencernaan akan mengurai lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
Gliserol akan diangkut oleh aliran darah, sementara asam lemak diangkut oleh cairan
limpa untak kemudian diserap di usus halus. Melalui pengaturan yang diiakukan oleh
hdti, lemak akan disimpan sebagdi cadangan energi. Lemak akan tersimpan di bawah
kulit (sebagai insulato), atau sebagai ruang penyangga organ-organ vital, seperti
jantung, hati, otak, dan lain-lain). Hanya jika diperiukan, zat gizi dalam bentuk protein
dapat digunakan sebagai sumber energi (setelah karbohidrat dan lemak). Setiap gram
protein
dapat diubah menjadi energi sekitar 45 kkal. Manfaat utama protein adalah untuk
membangun set-sel tubuh, serta sebagai komponen utama enzim (sebagai katalis dalam
mengontrol reaksi kimia), hemoglobin, antibodi, dan hormon. Protein merupakan rantai
asam amino yang terhubung melalui ikatan peptidas Terdapat banyak variasi tipe dan
ukuran protein. Protein yang terdapat di dalam makanan akan dicerna dan terurai
menjadi asam amino yang kemudian dapat diserap oleh darah untuk dikirimkan ke hati.
Di samping zat-zat gizi di atas, alkohol juga dapat menyuplai energi sebesar 7 kkal.
Pencernaan makanan berlemak dalam perut bisa mencapai enam jam, sementara protein
dicerna lebih cepat, dan karbohidrat dapat kurang dari 2 jam. Penyerapan zat gizi
berjangsung di usus halus selama 3-5 jam, sedangkan penyerapan air, garam, obat-
obatan, dan alkohot berlangsung di usus besar. Sebagai hasil pencernaan karbohidrat
glukosa merupakan sumber energi yang dapat segera digunakan bilamana diperlukan.
energi yang dapat dengan mudah digunakan. Namun demikian, keduanya tersedia dalam
jumlah yang relatif terbatas. Sebaliknya, cadangan energi dalam jumlah lebih besar
umumnya disimpan dalam bentuk lemak netral, yang disintesis dari glukosa asam
lemak, dan asam amino, namun diperlukan proses yang lebih komplek dan waktu yang
lebih lama untuk menguraikannya menjadi energi yang siap untuk digunakan. Secara
umum, dapat disimpulkan bahwa pembawa energi utama adalah glukosa (dan glikogen),
lemak netral, dan protein Di saat awal otot bekerja, energi yang digunakan berasal dari
adenosin trifosfat (ATP), yang tersimpan di mitokondria dan hanya tersedia dalam
beberapa detik saja. ATP merupakan senyawa kimia berenergi tinggi, namun ikatan
kimianya labil dan mudah melepaskan gugus fosfatnya. Ketika energi dibutuhkan, ATP
dapat segera dicegah melalui reaksi hidrolisis sehingga ikatan fosfatnya terlepas dan
terbentuk ADP (Adenosin Difosfat). Reaksi hidrolisis ini menghasilkan energi yang siap
diangkut dan digunakan oleh tubuh. Proses perubahan ATP menjadi ADP merupakan
energi lain, yaitu kreatin fosfat (CP). Proses ini hanya dapat berlangsung selama
rnaksimal 10 detik, selain itu cadangan kreatin fosfat juga relatif sangat terbatas
(Bridger et al., 2008). Untuk keberlangsungan kerja otot, ATP harus selalu tersedia,
sehingga diperlukan sumber energi lain (glukosa, glikogen, dan lemak) dari
memanfaatkan oksigen. Proses ini dinamakan yang ditandai dengan adanya penggunaan
oksigen. Terdapat saat-saat ketika oksigen tidak tersedia saat energi dibutuhkan, seperti
pada awal kerja otot atau pada saat intensitas kerja fisik sudah berlebihan. Untuk
mengatasi init energi diperoleh dari konversi glukosa dan glikogen menjadi ATP tanpa
bantuan oksigen (anaerobik). Proses ini berlangsung relatif cepat (2,5 kali lebih cepat
dari proses aerobik), namun hanya dapat bertahan selama sekitar satu menit untuk kerja
otot maksimal (Bridger et al., 2008). Proses ini sangat tidak efisien, di samping
keasaman sel otot. Hal ini kemudian berdampak pada melemahnya afinitas antara
filamen aktin dan myosin serta menurunnya kemampuan kontraksi otot. penumpukon
sisa metabolisme seperti ini tidak diharapkan karena bisa menyebabkan nyeri, keram,
ataupun tremor, sehingga harus segera dibuang melalui oksigen. Untuk intensitas
tertentu, bisa jadi penumpukan sisa metabolisme terus terjadi, bahkan setelah kerja fisik
berakhir. Dalam keadaan ini, kebutuhan oksigen di awai masa istirahat menjadi cukup
penting, agar pembuangan sisa metabolisme yang belum terbuang kerja dapat
diteruskan.
Fenomena ini dikenal sebagai oxygen debt (lihat Gambar 4.1). Tinggikebutuhan oksigen
di saat kerja berakhir juga diperlukan untuk menyiapkan cadangan energi, karena proses
Selama kerja otot tidak berlebihan, kebutuhan energi umumnya akan relatif rendah dan
bantuan oksigen). Apabiia terdapat sisa metabolisme, oksigen yang tersedia (saat
beristirahat) dapat secara cepat membantu proses resintesis sisa metabolisme tersebut.
Dengan dernikian jelas bahwa kerja otot hanya daoat berlangsung secara terus-menerus
bila energi cukup tersedia melalui proses metabolisme yang efisien. Dalam hal ini,
ketersediaan oksigen dalam jumlah yang memadai menjadi faktor penting. Implikasinya
adalah pekerjaan sebaiknya bersifat dinamis, dirancang dengan intensitas rendah dan
dilakukan daiam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan kerja berintensitas tinggi
walaupun dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Energi yang dibutuhkan terdiri
basai ialah metabolisme minimai yang dibutuhkan agar tubuh tetap berfungsi walaupun
tidak melakukan aktivitas, di antaranya untuk gerak denyut jantung, alat pernapasan,
alat
Nilai metabolisme basal sangat bervariasi bergantung usia, jenis kelamin, tinggi, dan
bobot badan. Walaupun variasi inter-individual kecil, nilai relatif metabolisme basal
yang dapat diterima adalah 1 kcal (4.2 kkal jam) atau 4.9 kJ/menit untuk seseorang yang
saat badan dalam kondisi istirahat atau saat sebelum beraktivitas. Metabolisme istirahat
lebih besar daripada metabolisme basal dan;lebih sering digunakan. Metabolisme
istirahat memiliki nilai 10% sampai 15% lebih tinggi daripada metabolisme basal serta
bekerja, baik dalam satuan kJ/min atau kcal/min. Proses metabolisme sebelum, selama,
Salah satu isu penting dalam fisiologi kerja adalah pemahaman mengenai kapasitas fisik
seseorang pada saat bekerja. Dengan pemahaman ini para praktisi ergonomi dapat
mengevaluasi berat-ringannya bcban fisik yang dialami seseorang saat bekerja, serta
pendekatan fisiologi kerja, kapasitas kerja fisik diartikan sebagai kemampuan maksimal
tubuh dalam menghasilkan energi dan merupakan fungsi dari ketersediaan gizi serta
kemampuan tubuh dalam memperoleh oksigen. Besarnya energi yang dibutuhkan pada
saat kerja merupakan jumlah dari energi basal (basal metabolic rate), energi yang
diperlukan sekadar untuk hidup, dan energi yang dibutuhkan ketika tengah melakukan
pekerjaan tersebut. Peran ergonomi adalah memastikan bahwa energi (metabolic cost)
yang dibutuhkan saat seseorang bekerja berada dalam kapasitas fisiologis individu
tersebut
Salah satu indikator penting untuk mengevaluasi kapasitas kerja fisik di antaranya
adalah kapasitas aerobik maksimal. Kapasitas aerobik dikenal sebagai daya aerobik
maksimal, dengan daya itu sendiri berarti energi dengan tersedia per unit waktu.
Kapasitas aerobik maksimal dapat ditentukan cara mengukur volume oksigen maksimal
(VO2 maks) yang dapat dihirup oleh seseorang per satuan waktu. VO 2 maks dari
diukur dari konsumsi oksigen saat berlari di atas treadmill (atau mengayuh ergocycle)
dengan kecepatan treadmill ditingkatkan secara bertahap dalam waktu yang relatif
singkat (Gambar 4.2a dan 2b). Pengujian kapasitas aerob dengan cara ini melibatkan
kumpulan otot besar. Untuk mengukur konsumsi oksigen, digunakan Douglas bag, yaitu
suatu wadah untuk mengumpulkan gas yang diembuskan oleh individu yang sedang
diukur tersebut. Analisis dilakukan dengan melihat gas yang terkumpul dan konsentrasi
oksigen dalam wadah tersebut Kemudjan berdasarkan isi wadah dan lamanya wadah
tersebut terisi, jumlah konsumsi oksigen dapat dihitung. Secara bersamaan konsumsi
oksigen individu tersebut diukur terus-menerus, sampai suatu saat di mana peningkatan
kecepatan treadmill tidak berdampak pada peningkatan konsumsi oksigeru Pada saat
iniiah konsumsi oksigen dari seseorang dianggap paling tinggi dan mencerminkan V02
maks individu tersebut. VO maks ini terjadi pada seat denyut jantung maksimal. Ketika
telah dicapai VO2 maks, sangat mungkin apabila individu masih dapat berlari lebih
cepat intensitas kerja lebih tinggi. Namun pada saat itu, energi yang digunakan lebih
bersifat anaerobik dan tidak dapat beriangsung lama. Dari penjelasan ini, dapat
disimpulkan bahwa kapasitas kerja seseorang dapat ditentukan melalui VO 2 maks yang
Kapasitas aerobik maksimum dapat ditentukan dengan 2 metode, yaitu metode maximal
test dan submaxima test (Astrand et al., 2003). Pada metode maksimal, responden
diminta untuk mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mencapai kapasitas aerobik
maksimum, seperti pengukuran VO2 maks dengan treadmill pada contoh di atas. Metode
ini akan menghasilkan gejala kelelahan dan tanda-tanda bahwa usaha pusat kardio-
respirasi telah mencapai batasnya, misalnya terjadi mual, sesak napas yang parah,
bahkan sampai pingsan, dan lainnya (Shephard seperti dikutip dalam Iridiastadi, 1997).
melakukan paling sedikit tiga beban kerja yang berbeda. Pada pelatihan treadmill, beban
kerja yang berbeda diperoleh dengan meningkatkan kemiringan atau kecepatan pada
treadmill. Untuk responden dengan kapasitas aerobik yang relatif rendah, kecepatan
hingga 4 mph dan kerniringan pada nol persen dapat digunakan untuk pengujian. Pada
setiap beban kerja, denyut jantung dan konsumsi oksigen diukur. Pengukuran pada
responden dimulai dengan beban kcrja yang paling ringan, kemudian beban kerja
dinaikkan sampai tingkat paling berat. Metode submaksimal ini mengasumsikan bahwa
konsumsi oksigen merupakan tungsi linear dari demut jantung, sehingga terdapat
maksimum pula. Sejumlah penelitian yang mengukur maks telah dilakukan pada
berbagai populasi. Untuk pekerja di Amerika Serikat, NIOSH pada 1981 melaporkan
data VO2 maks (untuk persentil 50) sebesar 63 kJ/menit atau sekitar 3,2 I/menit untuk
pekerja pria dan 44 kj/menit atau sekitar 2.2 I/ menit untuk pekerja wanita. Data untuk
mahasiswa, anggota TNI dan pekerja industri. Pada 2007, Widyasmara dan Rakhmaniar
melaporkan data VO2 maks sebesar 2.6 I/menit untuk mahasiswa dan 1,8 l/menit untuk
mahasiswi. Dan untuk anggota TNI, Yadi (2009) melaporkan data VO2, maks sebesar
4,5 I/menit. Untuk pekerja industri, Yuliani (2010) melaporkan data VO 2 maks sebesar
3,4 I/menit. untuk pekerja pria dan 2,3 I/menit untuk pekeria wanita. Pada
penelitiannya, Yulaini menggunakan responden pekerja pria dan wanita, di mana para
minimal satu tahun pada bagian produksi (di mana pada bagian ini pekerja banyak
memiliki riwayat kesehatan yang baik, tidak merokok dan meminum alkohol pada
rentang usia 25 tahun sampai 40 tahun, dengan jumlah sampai masing sebanyak 30
penelitian Yuiiani terdiri atas 2 tahap, tahap pertama dilakukan untuk mengukur aerobik
(VO2 maks) dengan menggunakan metode maximal test, yaitu setiap responden harus
kelelahan, dengan kecepatan awal untuk responden pekerja pria adalah 7 km/jam dan
untuk responden wanita adalah 6 km/jam. Penelitian tahap kedua dilakukan untuk
fisiologis denyut jantung, usia, bobot badan dan tinggi badan, dengan menggunakan
metode submaximal test. Responden berlari di atas treadmill pada kecepatan 25%, 50%,
dan 75% dari kecepatan maksimal yang dicapai pada pene!itian tahap pertama, masing-
masing dilakukan selama lima cnenit tanpa istirahat. Kecepatan ini diasumsikan
merupakan pembebanan ringan, sedang, dan berat. Untuk merekam, menganalisis, dan
menampilkan hasil gas (O dan C02), serta mendeteksi dan menampilkan denyut jantung
Sejumlah faktor dipercaya dapat memengaruhi nilai maks seorang individu, termasuk
faktor demografi, usia, jenis kelamin, bobot badan, training, nutrisi, penggunaan rokok,
serta faktor-faktor lingkungan iainnya. puncak nilai V02 maks dialami pada usia sekitar
18-20 tahun (Gambar 4.3), kemudian menurun sejalan dengan bertambahnya usia
seseorang. Pada usia 60 tahun, V02 maks berkisar sekitar 75% dibandingkan pada Saat
usia 20 tahun (Bridger et al., 2W3). Wanita pada umumnya memiliki V02 maks yang
lebih rendah dibandingkan pria, di mana V02 maks wanita setara dengan 65-75% V02
maks pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bentuk tubuh, serta proporsi lemak tubuh.
antarindividu.
Bobot badan juga dapat mempengaruhi nilai VO2 maks namun ini disebabkan oleh
proporsi lemak yang berlebihan latihan fisik secara benar dapat juga meningkatkan VO2
maks. Job training bukan saja dalam meningkatkan kapasitas kerja, namun dapat pula
meningkatkan output kerja, kekuatan otot, serta mengurangi potensi cedera. Perokok
pada
umumnya akan memiliki VO maks vang lebih rendah dari pada yang bukan perokok.
Karbon dioksida ada pada asap rokok mengikat hemoglobin jauh lebih kuat (200 kali)
untuk
mengalirkan oksigen menjadi lebih rendah dan berdampak pada VO maks yang lebih
kecil. Faktor-faktor lain yang juga dapat memengaruhi kapasitas kerja lain antara lain:
kebisingan, ketinggian, serta penggunaan pakaian pelindung diri Astrand et al. (2003)
Nilai VO maks yang dimiliki oleh seorang pekerja juga merupakan indikator dari
tingkat kebugaran pekerja yang bersangkutan. Bagi seorang dokter, kebugaran dapat
diartikan sebagai fisik seseorang yang tidak memiliki penyakit. Dalam konteks kerja,
kebugaran merupakan kemampuen untuk melakukan suatu aktivitas fisik secara terus-
menerus tanpa kelelahan yang berarti. Dengån demikian, dapat dipahami bahwa
berbagai upaya di perusahaan untuk meningkatkan VO2 maks pekerja merupakan suatu
kontribusi positif
bagi pekerja. Senam secara teratur, larangan merokok, serta keikutsertaan dalam
Untuk pekerjaan dengan aktivitas fisik yang cenderung tidak statis evaluasi beban kerja
dapat dilakukan dengan menghitung besarnya energi yang dibutuhkan (energy cost) saat
bekerja, kemudian dievaluasi dengan mengacu pada sejumlah panduan (tabel) yang ada.
Namun, pendekatan yang lebih tepat adalah dengan membandingkan energi yang
dibutuhkan, relatif terhadap kapasitas (fisiologis) maksimal dari individu yang
bersangkutan. Rasio ini digunakan sebagai indikator untuk menentukan suatu pekerjaan
dapat dikatcgorikan sebagai pekerjaan ringan, menengah, atau berat. Evaluasi beban
kerja dapat dilakukan dengan pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran
tidak langsung dapat dilakukan dengan mengukur konsumsi oksigen per menit yang
evaluasi ergonomi dilakukan untuk memastikan bahwa beban kerja tidak melebihi batas
kemampuan yang dimiliki oleh seorang pekerja. Kelelahan akan terjadi jika beban kerja
sebesar 30-40% darl kapasitas kerja, di sarnping akibat pekerjaan statis yang dilakukan
dalam jangka waktu yang tidak singkat. Pada pekerjaan dengan beban berlebih, evaluasi
fisiologi perlu dilakukan untuk mengetahui seperti apa perbaikan kerja yang efektif dan
3. Konsumsi Oksigen
Pengukuran energi yang dibutuhkan saat seseorang bekerja umumnya dilakukan secara
dikonsumsi per satuan waktu (liter/menit). Hal ini dimungkinkan, namun dengan asumsi
bahwa rata-rata sekitar 4,8-5 kkal energi dapat dihasilkan dari setiap liter oksigen yang
digunakan dalam proses metabolisme zat gizi (Kroemer et al., 2001), Dengan demikian,
energi saat bekerja dapat dihitung dengan cara mengukur oksigen yang dikonsumsi oleh
peningkatan konsumsi oksicen pada saat kerja relatif terhadap konsumsi oksigen saat
istirahat merupakan indeks beban fisiologis yang dialami akihat pekerjaan yang
pemesinan dalam posisi berdiri, di samping itu pekerja tersebut pula sesekali
mengangkat dan menurunkan benda kerja ke atas palet konsumsi oksicen rata-rata
pekerja tersebut adalah 0.6 liter/menit, maka jumlah energi yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan tersebut adalah sekitar 3 kkal/menit. Untuk 8 jam kerja, total
energi yang dibutuhkan adalah 1440 kkal. Apabila energi yang diperlukan pekerja
tersebut untuk aktivitas di luar jam kerja (tidur, bersantai, dan lain-lain) dapat
diperkirakan, maka dapat dihitung kebutuhan energi selama satu hari. Untuk analisis
lebih jauh, angka ini dapat dibandingkan dengan diet pekerja tersebut (jumlah energi
yang masuk meialui makanan dan minuman) untuk menentukan kecukupan gizi dari
Nilai absolut kebutuhan energi untuk berbagai aktivitas dan pekerjaan telah
banyak diteliti di berbagai negara. Berdiri sambil mengerjakan pekerjaan yang relatif
kecepatan 3 km/jarn pada permukaan yang tidak kasar membutuhkan energi 2,6
kkal/menit. Dalam sehari, rata-rata energy cost seorang mehasiswa pria adalah sebesar
2,930 kkal, relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan oleh
mengevaiuasi nilai absolut kebutuhan energi untuk seorang individual. Sebagai contoh,
suatu pekerjaan dapat dikatakan "ringan" jika kebutuhan energi untuk pekerjaan tersebüt
tidak melebihi 2,5 kkal/menit. Pekerjaan yang dianggap "berat" akan membutuhkan
sekitar 7,5 kkal/menit, sementara suatu aktivitas fisik dapat dikatakan "sangat berat' jika
Tabel 4.2 Kebutuhan energi untuk setiap klasifikasi pekerjaan (Kroemer et al., 2001,
p:117)
Besarnya beban fisiologis seorang pekerja dapat pula dievaluasi dengan cara mengukur
kemudian membandingkannya dengan VO2 maks pekerja tersebut. Rasio ini merupakan
ukuran objektif beban kerja yang dialami oleh pekerja tersebut. Pendekatan ini dianggap
lebih tepat bila konsumsi oksigen tersebut dibandingkan dengan penggunaan nilai
absolut kebutuhan energi, dengan pertimbangan bahwa kapasitas fisiologis (VO2 maks)
bersifat
spesifik dan berbeda untuk setiap individu sehingga sulit digeneralisasi. Dengan
menggunakan contoh di atas, energi yang diperlukan oleh seorang pekerja pria saat
melakukan pekerjaan permesinan adalah sebesar 0.6 kkal/menit. Bila VO2 maks pekerja
tersebut adalah 2,0 liter/menit, maka beban untuk pekerjaan tersebut adalah 20%. Jika
pekerjaan tersebut dilakukan oleh pekerja wanita yang memiliki VO2 maks sebesar 3.0
liter/menit, maka besar beban fisiologis menjadi sebésar 30%. Jelas bahwa metabolic
cost pekerja wanita ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pekerja pria, walaupun
pekerjaan
yang di!akukan oleh keduanya adalah oekerjaan yang persis sama. Seperti yang telah
dijelaskan di atas, dalam penelitian tahap kedua Yuliani (2010), dilakukan pengukuran
dengan,
A= Usia (tahun)
tahun. Sebagai contoh, pekerja pria berusia 30 tahun mempunyai bobot bddan 65 kg dan
denyut jantung 140 denyut/menit, maka konsumsi oksigen (VO2) dan kebutuhan
pekcrja tersebut adalah 1,82 liter/ menit dan 8,74 kkal/menit. VO maks untuk pekerja
pria berada di rentang 3.4 ± 0.55 liter/menit, sedangkan pekerja wanita adalah 2.3 ± 0.6
liter/ menit. Dengan diketahuinya kebutuhan energi seorang pekerja, maka dapat
berusia 25 tahun dan mempunyai bobot badan 50 kg, jika menggunakan nilai denyut
jantung pada Tabel 4.2 (Kroemer et al., 2001) maka klasifikasi pekerja tersebut sebagai
berikut.
Isu lain yang menjadi bahan diskusi para ahli ergonomi adalah batas maksimum beban
kerja (VO2 maks) yang diperbolehkan dalam suatu durasi waktu tertentu, agar tidak
terjadi kelelahan yang berlebihan. Untuk delapan jam kerja, sejumlah studi (misalnva
NIOSH, 1981) menyarankan angka 33% (dari VO maks), atau sekitar sepertiga dari
kapasitas aerobik seseorara sebaaai batas maksimal. Hal ini berarti bahwa seorang
pekerja umumnya tidak akan mengalami rasa lelah yang berlebihan, jika pekerjaannya
membutuhkan energi yang tidak lebih dari sepertiga Vo2 maks pekerje yang
bersangkutan, di bawah batas tersebut, seorang pekerja dianggap masih memiliki energi
yang cukup untuk melakukan aktivitas lain di luar pekerjaannya (misalnya aktivitas
rumah tangga). Chengaiur et al. (2004) menyarankan angka 33% untuk 8 jam, 30%
untuk 10 jam, dan 25% untuk 12 jam kerja. Hasii penelitian Louhevaara et al. pada 1986
(Bridger, 2008) menyarankan waktu kerja maksimum sebagai fungsi beban kerja relatif.
Pengukuran VO2 maupun VO2 maks tidak dapat dilakukan dengan mudah di tempat
kerja. Walau sejumlah alat ukur bersifat portable, pengukuran umumnya dilakukan di
laboratorium. Tempat seperti ini tentu tidak mencerminkan situasi kerja yang
sesungguhnya, sehingga penggunaan indikator ini harus dilakukan secara hati-hati. Hal
lain yang juga harus diperhatikan adaiah apakah pengukuran dilakukan dengan
ini akan berakibat pada perbedaan nilai VO2 maks, salah satunya disebabkan oleh
perbedaan kelompok otot yang saat pengukuran dilakukan. Uji dengan treadmill dapat
menghasilkan VO2 maks yang lebih besar (sekitar 7%) jika dibandingkan uji dengan
Selain itu, Vo2 maks dapat pula lebih tinggi sekitar 5-11% apabila pengujan dilakukan
dibandingkan dengan yang diperoleh dari (simulasi) kerja yang sesungguhnp. Hasil
penelitian ini lebih jauh menyarankan penggunaan batas kapasitas kerja fisioiogis (8
jam kerja) sebesar sekitar 25% dari nilai VO2 maks yang diperoleh melalui treadmill.
4. Denyut Jantung
Evaluasi beban fisiologis yang diaiami oleh seorang pekerja dapat pula
dilakukan dengan mengukur denyut jantung. Pendekatan ini dapat dilakukan mengingat
bahwa semakin berat kerja fisik seseorang, semakin berat pula kerja jantung, yang
kerja fisik. Untuk pekerja industri, Brouha (1960) menyarankan agar denvut jantung
tidak melebihi 110-155 bpm. Penelitian Brouha dilakukan dengan mengukur temperatur
badan dan denyut nadi selama mase pemulihan (istirahat) setelah suatu siklus kerja
ataupun waktu-waktu tertentu selama bekerja dengan tujupn untuk apakah pemulihan
cukup atau apakah beban kerja berlebihan. Di akhir kerja, pek.etja duduk di sebuah
bangku, kemudian diukur temperatur melalui mulutnya, dan denyut nadi dicatat pada
- Jika HRI-HR 2 10 dan jika HRI, HR? HR. s 90, maka Pemulihan setelah kerja
- Jika rata-rata HR selama pengukuran s 110, dan HR -HR 2 10, maka beban kerja
tidak berlebihan.
- Jika HRI-HR3 < 10 dan jika HR3> 90, maka pernulihan masih kurang.
Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa semua individu merniliki batas atas
kapasitas Yang relatit sarna, sesuatu yang tidak tepat. Untuk itu, pendekatan lein
heart rate (HRmaks) yang mungkin dimiliki seorang individu, Denyut jantung maksimal
dipercaya merupakan fungsi dari usia, dan dapat dinyatakan sebagai berikut.
Namun sebenarnya prediksi melalui formula ini tidak didasari dengan latar belakang
ilmiah yang kuat, mempunyai error hingga 10 bpm, dan tidak bisa diaplikasikan pada
anak-anak.
HRmaks kita ketahui, beban fisiologis dapat hitung dengan indikator Heart Rate Range
Dengan,
HR Rest = denyut jantung diukur saat istirahat (diukur setelah istirahat pada posisi
Untuk pekerja yang melakukan aktivitasnya selama 8 jam beturut-turut, nilai HRR rata-
rata yang disarankan ialah tidak melebihi 33% (Chengalur et al., 2004). Idealnya,
evaluasi beban kerja dengan menggunakan HRR maupun konsumsi oksigen akan
memberikan hasil yang sama. Namun, denyut jantung dapat dengan mudah dipengaruhi
oleh aspek-aspek yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan, misalnya beban
mental atau panas lingkungan perbedaan antara HRR dan %VO2 maks dapat
tersebut. Sebagai contoh, evaluasi terhadap pekerjaan seorang sopir truk menunjukkan
nilai HRR sebesar 40% dengan konsumsi oksigen sebesar 30% VO2 maks. Data ini
menunjukkan bahwa 25% peningkatan denyut jantung terkait erat dengan stres yang
diperoleh dari hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan fisik (misalnya
Besarnya energi yang dike;uarkan untuk suatu pekerjaan dapat diukur dengan
dengan,
A = umur (tahun)
Dengan
Saat tubuh bekerja lebih keras, sejumlah respons fisiologis akan secara bersama-sama
meningkat, termasuk denyut jantung rnaupun konsumsi oksigen. Hal ini dapat dipahami
mengingat bahwa kerja yang, lebih keras membutuhkan lebih banyak energi. Energi ini
dapat disediakan apabila oksigen (dan nutrisi) proses metabolistne tersedia dalarn
jurnlah yang cukup. Hal ini terkait erat dengan kemampuan jantung dalam
cenderung meningkatkan konsumsi oksigen dan denyut jantung secara simultan dengan
hubungan yang bersifat linear. Hubungan antara denyut jantung dan konsumsi oksigen
konsumsi oksigen untuk seseorang yang tengah melakukan suatu pekerjaan dapat
diperkirakan (dan lebih jauh dapat digunakan untuk menentuken kebutuhan energi).
Apabila data VO2 maks untuk seorang individu (atau populasi tertentu) tersedia,
nilai VO2 maks dari pekerja (populasi) yang bersangkutan pendekatan ini merupakan
suatu cara yang lebih tepat dalam mengevaluasi beban kerja. Namun, pengembangan
Denyut jantung juga merupakan suatu respons fisiologis yang relatif sensitif
terhadap hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan intensitas kerja fisik. Sebagai
contoh, stres tingkungan kerja dapat meningkatkan denyut jantung wataupun tidak ada
peningkatan intensitas kerja. Dengan demikian, pendekatan ini tidak disarankan untuk
pekerjaan di mana kontribusi dapat memberi pengaruh cukup besar. Pendekatan ini juga
tidak tepat mengevaluasi beban kerja dengan intensitas kerja sangat tinggi, mendekati
kapasitas fisik sesorang. Pada keadaan sepecti ini, variabilitas denyut cenderung cukup
tinggi. Namun demikian, pengukuran denyut jantung sering kali merupakan pilihan
dapat mengintegrasikan seluruh aspek stres baik dari pekerjaan maupun lingkungan
5. Penilaian Subjektif
Penilaian atas beban kerja dapat pula dilakukan dengan tnemanfaatkan persepsi
seseorang atas beban yang dirasakan oleh tubuh pada saat melakukan pekerjaan.
Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk menilai besarnya usaha yang
individu. Dengan memanfaatkan model seperti ini berat atau ringannya suatu aktivitas
fisik dapat dievaluasi dengan cara mernperoleh masukan berupa nilai (rating) dari
pekerja yang bersangkutan. Borg pada 1960 mengembangkan suatu skala yang disebut
sebagai RPE (rating OJ perceived exertion), yang dapat digunakan untuk menilai
seherapa besar usaha yang dikeluarkan oleh seseorang dalam melakukan suatu aktivitas
tertentu. Skala ini terdiri atas sejumlah angka (antara 6 20), yang merepresentasikan
besarnya usaha kerja. Angka-angka pada skala ini bila dikalikan dengan 10, akan
mencerminkan denyut jantung per menit. Skala ini kemudian diperbaiki dengan rentang
nilai antara O 10 (atau !ebih) dan diakui bersifat sebagai skala rasio (Botg, 1990). Skala
ini dapat pula digunakan oleh pekerja daiam meniiai tingkat ketidaknyamanan atau rasa
nyeri yang muncul karena usaha fisik yang dibutuhkan untuk melakukan suatu
pekerjaan.
Dalam praktiknya, skala Borg ini dapat digunakan untuk menilai upaya fisik yang
bersifat lokal (bagian tubuh tertentu). Skala ini telah digunakan di banyak penelitian
yang mengevaluasi beban kerja fisik. Namun, penggunaan skala ini sebagai satu-
satunya indikator beban kerja disarankan. Di samping itu, perlu diperhatikan bahwa
penggunaan bahasa Inggris pada skala tersebut mungkin tidak sepenuhnya dapat
bersifat bias.
E, Intervensi
Setelah mernahami bagaimana beban kerja dapat dievafuasi dari sudut pandang
membutuhkan energi yang berlebihan. Hal ini dapat dicapai melalui perancangan ulang
atas sistem kerja yang bersangkutan serta pengaturan pekerja yang lebih bersifat
kelelahan selama kerja, dan seleksi pekerja. Sebagai contoh, pekerjaan yang dilakukan
secara berulang- ulang dalam posisi membungkuk mungkin membutuhkan energi lebih
besar bila dibandingkan dengan posisi kerja berdiri. Agar posisi kerja berdiri dapat
terpenuhi, metode dan peralatan kerja perlu didesain ulangt sehingga ebjek kerja berada
Pemberian waktu istirahat yang cukup diyakini dapat membantu seseorang Saat
melakukan pekerjaan yang cukup berat, seperti kerja konstruksi kerja di bidang
dilakukan secara berkala, lebih baik daripada istirahat panjang namun sesekali.
w(b−s)
R=
b−0.5
dengan,
sebesar 5,33 kkal/menit yang kurang iebih adalah sepertiga dari rata- rata kapasitas
maksimal pekerja pria di Amerika Serikat. Sementara untuk pekerja wanita, nilai ini
perlu diganti menjadi 4 kkal/menit. Untuk populasi pekerja Indonesia, nilai ini adalah
5,4 kkal/menit untuk pria dan 3,6 kkal/ menit untuk wanita. Nilai kkal/menit yang ada
pada rumus di atas mewakili energi yang dikeluarkan saat seseorang beristirahat.
Sebagai contoh, untuk pekerja pria yang bekerja selama 4 jam berturut turut, dan
diketahui energi yang terkait dengan pekerjaan tersebut adaiah sekitar 5,5 kkal/menit,
lama waktu istirahat yang dibutuhkan ada!ah sekitar delapan rnenit. Untuk kerja industri
yang relatif tidak berat, praktik yang umum dilakukan adalah pemberian waktu istirahat
selama sekitar sepuluh menit setelah kerja selama sekita 2-3 jam. Pemberian waktu
istirahat ini dilakukan dua kali, yaitu pada setengah shift kerja pertama dan kedua.
memastikan agar pekerja yang memiliki karakteristik fisiologis tertentu (misalnya usia
rnuda, pria, dan memiliki VO2 maks cukup tinggi) yang melakukan pekeriaan tersebut.
Hal ini dapat dibenarkan apabila perancangan atas suatu sistem kerja tidak
laut, sering kali dibutuhkan seseorang untuk membantu pemasangan pipa pada suatu
ketinggian tertentu. Untuk itu, pekerja akan diminta untuk memanjat dengan
menggunakan tangga yang sangat tinggi, dan turun setelah pipa berhasil dipasang.
Aktivitas memanjat dan menuruni tanwa (serta pemasangan pipa Pada suatu ketinggian)
akan sangat melelahkan. Narnun, perbaikan atas proses kerja seperti ini mungkin sukar
untuk dilakukan, Untuk itu, pemilihan Pekerja dalam kasus ini bisa menjadi alternatif
yang terbaik.
F. Studi Kasus: Evaluasi Beban Kerja Fisiologi dan Estimasi Kebutuhan Energi Harian
Pekerja Wanita.
Studi kasus ini diambil dari penelitian Amalia (2011). Evaluasi beban kerja
diperlukan dalam merancang atau memperbaiki sistem kerja yang telah ada. Penilaian
beban kerja dilakukan secara subjektif dan objektif. Skala Borg CR-10 digunakan untuk
nadi dan konsumsi oksigen. Penelitian ini juga dilakukan untuk menentukan total
Responden dalam penelitian ini adalah pekerp wanita di industri tekstil dengan
rentang usia 20-40 tahun, dan terdiri dari 3 bagian berbeda, yaitu loam, pallet, dan
pengukuran denyut nadi dilakukan pada titik waktu tertentu, yaitu beberapa menit
sebelum mulai bekerja, 30 menit setelah mulai bekerja, 15 menit setelah selesai
istirahat, 30 menit sebelum jam kerja selesai dan 30 menit setelah selesai bekerja.
Metode pengukuran denyut nadi dilakukan secara manual selarna 30 detik untuk
Hasil yang didapatkan, rata-rata nadi responden saat kerja untuk aktivitas
operator loam, pallet, dan cucuk berturut-turut adalah 97,13 ± 5,62 bpm, 89,40 ± 5,47
bpm, dan 89,93 ± 5,67 bpm. Berdasarkan kriteria berat ringannya suatu pekerjaan, dapat
dikatakan, operator loam masuk ke dalam pekerjaan sedang (medium work). Sedangkan
untuk pekerjaan operator pallet dan operator cucuk termasuk dalam kategori pekerjaan
yang ringan (light work). Sebagian besar pekerja memiliki %HRR<24,5%, hal ini
menunjukkan bahwa apabila pekerjaan tersebut dilakukan selama delapan jam maka
tidak
dilakukan dengan mengkonversi nilai VO2 aktivitas kerja (hasil prediksi persamaan
konsumsi oksigen) dan aktivitas di luar kerja (hasil penelitian terhadap aktivitas tidur,
dudukw berdiri dan berjalan). Ragam aktivitas harian diperoleh dari wawancara
terhadap pekerja.
Hasil estimasi nilai konsumsi oksigen relatif untuk pekerjaan operator loam
adalah sekitar 17,22%, operator pallet sekitar 15,83%, dan operator cucuk sekitar 25%.
Nilai rata-rata konsumsi oksigen relatif pada setiap pekerjaan masih berada dalam batas
yang direkomendasikan, yaitu tidak melebihi angka 25%. Sehingga aktivitas kerja
tersebut dapat dilakukan selam delapan jam kerja tanpa menimbulkan kelelahan
fisiologis secara subjektif maupun objektif. Kebutuhan energi harian pekerja dilakukan
dengan menjumlahkan nilai Energy Expenditure Work (EEwork) dan Energy Expenditure
konsumsi oksigen saat bekerja dengan rumus 1 I/min konsumsi oksigen = 5 kkal/liter.
Sedangkan didapatkan dari hasil konversi konsumsi oksigen untuk aktivitas nilai EE non-
ringan. Kebutuhan energi harian pada operator loam, pallet dan cucuk berkisar antara
2000-2500 kkal, Jika melihat angka kecukupan gizi untuk orang Indonesia sebesar 2000
kkal, dapat dikatakan bahwa sebagian besar pekerja pada ketiga bagian ini dapat bekerja