BAGIAN KE - 9
Nataijul Ibadah (Hasil Ibadah)
A. Pengantar
Ibadah kepada Allah Ta’ala hendaknya tidak sekedar dipahami sebagai
praktek ritual belaka. Ia harus memiliki pengaruh-pengaruh positif ke dalam jiwa
manusia yakni tumbuhnya ketundukan dan kepasrahan kepada-Nya. Dengan kata
lain, suatu amalan ibadah dapat disebut sebagai ibadah yang baik, benar, utuh, atau
sempurna (al-‘ibadatus salimah) jika membawa pengaruh-pengaruh yang positif
pada jiwa.
Pembahasan materi ini bermanfaat untuk melengkapi pengetahuan Anda
dengan berbagai keutamaan dan dalil-dalil agar mampu menerapkannya dan
mengamalkannya pada kehidupan kita sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan
didunia maupun diakhirat kelak.
Hakikat Ibadah
Ibnu Taimiyah berkata: “makna asal dari kata ibadah adalah tunduk, namun
ibadah yang diperintahkan oleh syariat adalah perpaduan antara ketaatan sempurna
dan kecintaan yang sempurna. Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa ibadah adalah
gabungan antara ketaatan yang penuh dan cinta yang sempurna. Maka yang taat
kepada Allah tapi tidak cinta kepada-Nya maka ia belum dikatakan beribadah.
Allah Ta’ala menyeru kita untuk selalu istiqamah menjaga keimanan. Dia
berfirman,
باتكلاو هلوسر َلع لزن يذلا باتكلاو هلوسرو للَّاب اونمآ اونمآ نيذلا اهيأ اي لبق نم لزنأ
يذلا
ا ةايحلا ف تباثلا لوقلاب اونمآ نيذلا لاَّل تبثي ءاشي ام لاَّل لعفيوiلاَّل لضيو ةرخْلا فو ايندل
اظلاiيمل
Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan
‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”.
(QS. Ibrahim, 14:27).
2. Semakin kuatnya penyerahan diri dan ketundukkan kita kepada Allah Ta’ala
(al-Islam).
Di saat kita melakukan ibadah, hakikatnya, saat itu kita sedang melakukan
kristalisasi kesadaran diri terhadap keagungan Allah Ta’ala (as-syu’ur bi
‘adzhamatillah) dan banyaknya nikmat yang diberikan oleh-Nya kepada kita (as-
syu’ur bi katsrati ni’amillah). Maka, semakin banyak beribadah akan semakin
kuatlah syu’ur kita; dan semakin berserah dirilah kita kepada-Nya.
Sebagai muslim, kita pun memiliki keyakinan, semakin kuat komitmen
ibadah, semakin kuat pula dukungan dan pertolongan Allah Ta’ala kepada kita.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Artinya: “Jagalah Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah Allah maka
kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“. (HR at-Tirmidzi no. 2516, Ahmad
[1/293] dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh al-
Albani dalam “Shahihul jaami’ish shagiir” no. 7957).
1
Lihat Tafsir Ibnu
larangan-Nya. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“: Dia akan
selalu bersamamu dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu.2
3. Memperkokoh ihsan.
كاري هنإف هارت نكت مل نإف هارت كنأك لاَّل دبعت نأ
Artinya: “Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. Dan, berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
merendahkan diri (kepada Allah).” (Al-Hajj, 22: 34).
ا اولمعو اونمآ نيذلا نإ نودلاخi ا باحصأ كئلوأ مه بر َلإ اوتبخأو تاحلاصلiمه ةنجل
اه ي ف
2
Lihat: Jaami’ul uluumi wal hikam, Ibnu Rajab (hal.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal- amal shalih dan merendahkan diri kepada Rabb mereka, mereka itu adalah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Hud, 11: 23).
يطلا قزري امك مكقزرل هلكوت قح هللا َلع نولكوتت مكنأ ول اناطب، ا صامخ ودغت
حورتو
3
Lihat: Merendahkan Diri (Ikhbat),
Artinya: “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sungguh-
sungguh tawakkal kepada-Nya, sungguh kalian akan diberikan rizki oleh Allah
sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung. Pagi hari burung tersebut
keluar dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Ahmad)
Semua sikap itu akan muncul dalam diri jika kita beribadah dengan benar
kepada-Nya.
Salah satu tuntutan ibadah kepada Allah Ta’ala adalah lahirnya al-mahabbah
kepada-Nya di atas segalanya. Allah Ta’ala berfirman,
4
Lihat: https://muslim.or.id/30-
اهومتفيقا لاومأو مكتيشعو مكجاوزأو مكناوخإو مكؤانبأو مكؤابآ ناك نإ لق
اiداهجو هلوسرو لاَّل نم مكيلإ بحأ اهنوضرت نكاسمو اهداسك نوشخت ةراجتو يقسافل
ي ال للَّاو هرمأب لاَّل تأي ّتح اوصبيف هليبس فiموقلا يده
Maka, jika ibadah kita benar, akan lahirlah keindahan dan kenikmatan
mahabbah kepada-Nya. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاiناميلْا ةولَح نهب دجو هيف نك نم ثلاث نأ دعب رفك: امم هيل إ بحأ هلوسرو هللا نوكي نأ
امهاوس رانلا ف فذقي نأ، ا بحي نأوiل َّل لاإ هبحي ال ءرمل، ف دوعي نأ هركي نأو
هنم هللا هذقنأ، هركي امك
Artinya: “Tiga sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih
manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2)
Ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah, (3) Ia
membenci untuk kembali kepada kekafiran -setelah Allah menyelamatkannya
darinya- sebagaimana ia benci apabila dilempar ke dalam api.” (Hadits Muttafaq
‘Alaihi)
7. Ketujuh dan kedelapan, memupuk khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan)
kepada Allah Ta’ala.
Jika kita beribadah dengan benar, akan muncul dalam diri kita khauf (rasa
takut) jangan-jangan ibadah kita tidak diterima dan tidak diridhoi-Nya. Meskipun
begitu kita pun akan senantiasa memunculkan raja’ (pengharapan) terhadap
kemurahan, pengampunan dan kasih sayang Allah Ta’ala.
Khauf dan Raja’ ini hendaknya tumbuh seimbang dalam diri seorang
muslim. Jangan sampai khauf menyebabkan manusia putus asa dari rahmat dan
ampunan Allah Ta’ala, dan jangan sampai raja’ menyebabkan manusia
menganggap remeh ancaman dan siksa-Nya,
حأiا ملعي ول دi ةبوقعلا نم هللا دنع ام نمؤمل، دحأ هتنجب عمط ام، رفاكلا ملعي ولو
ةمحرلا نم هللا دنع ام، هتنج نم طنق ام
Sarana kita untuk kembali dan mendekat kepada Allah Ta’ala adalah dengan
beribadah kepada-Nya. Maka, jika kita senantiasa beribadah kepada-Nya, akan
tumbuhlah suasana taubat dalam keseharian kita. Sikap taubat inilah diantaranya
yang menjadi ciri orang-orang yang sempurna keimanannya. Allah Ta’ala
berfirman,
شبو
ّ مؤملاiاب نورمْلا نودجاسلا نوعكارلا نوحئاسلا نودماحلا نودباعلا نوبئاتلا ينiفورعمل
ا نع نوهانلاوiاو ركنملiلاَّل دودحل نوظفاحل
ةدابعلا خم ءاعدلا
ةدابعلا وه ءاعدلا
Artinya: “Do’a adalah sesuatu yang sangat mendasar dalam ibadah” (HR.
Abu Dawud)
5
Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits
Sebagian mufassir mengatakan bahwa makna ‘an ‘ibadatiy (dari
menyembah-Ku) dalam ayat di atas adalah ‘an du’aiy (dari berdoa kepada-Ku).
10. Terwujudnya sikap khusyu’ (lembut, tenang, tunduk, dan kerendahan diri di
hadapan Allah Ta’ala).
نونظي نيذلا يعشاخلا َلع لاإ ةيبكل اهنإو ةلاصلاو يصلاب اونيع تساو
نوعجار هيلإ مهنأو مه بر وقلام مهنأ
6
https://muslim.or.id/13989-meraih-khusyu-dalam-ibadah-
menemui Rabb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-
Baqarah, 2 : 45 -46)
نوقتت مكلعل مكلبق نم نيذلاو مكقلخ يذلا مكبر اودبعا سانلا اهيأ اي