Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM

KESELAMATAN KERJA (K3)


YOHANA PASARIBU

yohanapasaribu2@gmail.com

Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat profesi dan
padat moral. Pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai fungsi pelayanan kesehatan,
pendidikan, penelitian dan juga mencakup berbagai tindakan maupun disiplin medis. Rumah
sakit adalah tempat tempat kerja yang memiliki potensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja.
Bahan mudah terbakar, gas medik, radiasi pengion, dan bahan kimia merupakan potensi bahaya
yang memiliki resiko kecelakaan kerja. Oleh karena itu rumah sakit membutuhkan perhatian
khusus terhadap keselamatan dan kesehatan khususnya pada perawat, staf dan umum
(Sadaghiani, 2001 dalam Omrani dkk.,2015)

Faktor yang menjadi kunci keberhasilan Rumah Sakit yaitu dalam menyediakan jasa
pengobatan sangat ditentukan oleh kemampuan, kualitas kerja, atau tim medis yang menangani
pasien dan kinerja mereka sendiri. Sedangkan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja yaitu budaya Keselamatan Kerja. Budaya Keselamatan Kerja merupakan sikap dalam
organisasi dan individu yang menekankan arti dan pentingnya keselamatan.Budaya keselamatan
mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan dengan Keselamatan harus dilaksanakan
secara benar, seksama, dan dengan rasa tanggung jawab (Yusri,2011).
Hasil penelitian di beberapa negara membuktikan bahwa rumah sakit adalah salah satu
tempat kerja yang berbahaya dan perawat adalah salah satu petugas kesehatan yang berisiko
untuk mengalami gangguan tersebut. Sebagai gambaran, biro statistik ketenagakerjaan dan
Konsil Nasional Asuransi Amerika (2013) menyimpulkan pada rumah sakit di Amerika setiap
100 jam kerja terjadi 6,8 kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK). Sebanyak
48% kecelakaan kerja disebabkan karena penggunaan tenaga/otot yang berlebihan oleh perawat
ketika menangani pasien dan 54% jenis kecelakaan yang dialami berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, seperti sprain dan strain otot. Penelitian lainnya di Negara berkembang seperti
India juga menyimpulkan hasil yang sama. Sandeep, Shreemathi, Kalyan, Teddy, Kapil, dan
Prachi (2016) melaporkan dalam 1 tahun terakhir 5,4% perawat rumah sakit di India mengalami
luka akibat tertusuk jarum suntik, 7,4% mengalami varises, dan 56,9% mengalami stres kerja.
Sementara itu data-data tentang kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada petugas
kesehatan rumah sakit di Indonesia belum tercatat dan dilaporkan dengan baik, hal ini
mengindikasikan penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit di Indonesia masih
memerlukan upaya perbaikan (Iwan, 2017).
Perawat merupakan petugas kesehatan dengan presentasi terbesar dan memegang peran
penting dalam pemberian pelayanan kesehatan.WHO (2013) mencatat, dari 39,47 juta petugas
kesehatan di seluruh dunia, 66,7%-nya adalah perawat. Di Indonesia, perawat juga merupakan
bagian terbesar dari tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit yaitu sekitar 47,08% dan
paling banyak berinteraksi dengan pasien (Iwan, 2017). Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor: 1087/MENKES/SK/ VIII/2010 bahwa untuk meningkat fasilitas pelayanan
kesehatan, rumah sakit dituntut untuk melaksanakan upaya K3 yang dilaksanakan secara
terintegrasi. Dalam undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 165
disebutkan bahwa pengelolaan tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja untuk
meningkatkan kualitas rumah sakit. Proses pengendalian kualitas tersebut dapat dilakukan salah
satunya dengan melalui penerapan PDCA (plan-do-check-action) (Indriyani, 2016). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Keselamatan
Kerja (K3).
Kata Kunci: hubungan, pengetahuan, sikap, perawat, keselamatan kerja, K3
Metode
Jurnal ini menggunakan metode literature review dari berbagai sumber seperti e-journal,
dan juga membandingkan beberapa e-journal yang berhubungan dengan Hubungan Pengetahuan,
dan Sikap Perawat dalam Keselamatan Kerja (K3). Literatur kemudian dibatasi dari tahun 2012
hingga 2020 terdapat 11 e-journal dan 2 jurnal referensi yang di analisis yang berkaitan dengan
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Keselamatan Kerja (K3).

Dari analisi berbagai sumber yang digunakan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan
dan Sikap Perawat dalam Keselamatan Kerja (K3). Pengolahan jurnal dilakukan dengan metode
membandingkan beberapa jurnal yang berkaitan dengan Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Perawat dalam Keselamatan Kerja (K3).
Hasil

Berdasarkan analisa dan eksplorasi serta kajian e-journal. Kecelakaan kerja menjadi
salah satu masalah urgen di lingkungan rumah sakit. Hal ini diakibatkan karena rumah sakit
merupakan suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan pada semua bidang dan
jenis penyakit. Oleh sebab itu rumah sakit dituntut untuk dapat menyediakan dan menerapkan
suatu upaya agar semua sumber daya manusia yang ada di rumah sakit dapat terlindungi, baik
dari penyakit maupun kecelakaan akibat kerja (Ivana, Widjasena & Jayanti, 2014).
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kecelakaan kerja di rumah sakit,
salah satunya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 dan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah
sakit (Kepmenkes RI, 2010, p.8).

Beberapa komponen pelayanan kesehatan di rumah sakit, perawat adalah salah satu
tenaga pelayanan kesehatan yang berinteraksi dengan pasien yang intensitasnya paling tinggi
dibandingkan komponen lainnya. Perawat sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya
terbesar di rumah sakit (40- 60%) dan dimana pelayanan keperawatan yang diberikan merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan memiliki peran kunci dalam mewujudkan keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) di Rumah Sakit (Depkes, 2007).
Upaya penerapan K3 di rumah sakit menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat
kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja yang meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan,
dan pemulihan. Tenaga kesehatan yang sering berkontak langsung dengan pasien adalah
perawat. Tingkat pengetahuan K3 perawat sangat penting dalam menjaga keselamatan pasien
dan diri perawat itu sendiri sesuai dengan penelitian terdahulu bahwa didapatkannya hubungan
bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dalam Keselamatan Kerja (K3).

Menurut Notoadmodjo (2010) menambahkan bahwa ada berbagai cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan persepsi, pengetahuan dan sikap perawat dalam menjaga
kesehatan dan keselamatan selama bekerja, diantaranya dengan memberikan promosi kesehatan
dan pelatihan tentang K3 sehingga hal ini diharapkan mampu merubah perilaku perawat menjadi
lebih baik.
Pembahasan

1. Pengetahuan
Notoadmodjo (2010) mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil pengindraan manusia, atau
hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya), sehingga menghasilkan pengetahuan yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek.
Tingkat pengetahuan
Pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan, diantaranya:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai memanggil (recall) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahawa buah jeruk banyak mengandung vitamin C,
penyakit demam berdarah ditularkan melalui nyamuk Aedes aegeptii, dan sebagainya. Untuk
mengetahui dan mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-
pertanyaan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
menyebutnya, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek
yang diketahuinya tersebut.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain
4. Analisis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian
mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek
yang diketahuinya.
5. Sintesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan
dalam suatu hubungan yang logis dari komponenkomponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan
kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang sudah ada.
6. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu.Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo,
2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Lukman yang dikutip oleh Hendra (2008), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan, yaitu:
a) Umur
Menurut Hendra (2008), mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses-
proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya
proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Dari uraian
ini, maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada
pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau
menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan
berkurang.
b) Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak guna
menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu
model untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu
menguasai lingkungan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari
seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.
c) Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang.Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat
mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya.
Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara
berfikir seseorang (Hendra, 2008).
d) Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang
memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini
seeorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan
e) Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2010), pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses
pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran
pendidikan itu dapat berdiri sendiri.
f) Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang
memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai
media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang.
g) Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik.Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa
pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan.Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya
untuk memperoleh pengetahuan.Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo,
2010).
Hubungan antara Pengetahuan Perawat dalam Keselamatan Kerja (K3)
Menurut penelitian yang dilakukan (Nida,2017) Faktor yang dapat memengaruhi tingkat
pengetahuan K3 adalah pendidikan, usia, dan lama kerja. Penelitian menunjukkan bahwa
pendidikan perawat yang tinggi dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Oleh sebab itu,
semakin tinggi pendidikan seseorang, pengetahuan yang dimilikinya semakin baik. Penelitan ini
juga menunjukkan bahwa rata-rata usia responden dalam kategori usia produktif. Usia dapat
mempengaruhi tingkat kematangan seseorang dalam berpikir dan menangkap suatu hal yang
pada akhirnya dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
Pengetahuan yang cukup pada hasil penelitian ini juga dipengaruhi oleh lama kerja
seseorang. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu dimana pekerja yang memiliki masa kerja
lebih dari satu tahun cenderung lebih rendah dalam mengalami kecelakaan kerja. Hal ini sesuai
dengan penelitian terdahulu dimana pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari satu tahun
cenderung lebih rendah dalam mengalami kecelakaan kerja. maka dari itu lama kerja secara tidak
langsung akan meningkatkan pengetahuan seseorang melalui pengalaman yang telah dialaminya
2. Sikap
Pengertian sikap
Sikap menurut Notoatmodjo (2010) adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Zimbardo dan Ebbesen pula, sikap
adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau obyek yang
berisi komponen-komponen cognitive, affective dan behavior (Linggasari, 2008).Terdapat tiga
komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor lingkungan kerja, sebagai berikut:
a) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.
b) Kognisi adalah keyakinan evaluatif seseorang. Keyakinan-keyakinan evaluatif, dimanifestasi
dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki seseorang terhadap objek atau
orang tertentu.
c) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak
terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari
berbagai tingkatan, yaitu:
a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
b. Merespon (responding), yaitu dapat berupa memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
c. Menghargai (valuating), yaitu dapat berupa mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.
Hubungan antara Sikap Perawat dalam Keselamatan Kerja (K3)
Menurut penelitian yang dilakukan Honda dkk (2014) di Thailand, terdapat hubungan
yang signifikan antara sikap perawat terhadap pencegahan cidera/ kecelakaan akibat benda tajam
dan terjadinya cidera akibat benda tajam. Perawat yang memiliki sikap negative terhadap
pencegahan cidera benda tajam hampir dua kali cenderung terkena cidera benda tajam
dibandingkan dengan yang bersikap positif. Rumah sakit dapat mengurangi jumlah kejadian
tertusuk benda tajam dengan meningkatkan sikap perawat dimana sikap sangat berhubungan
dengan perilaku. Penelitian ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Salawati
(2009) dan Sandewa (2014) bahwa sikap ada hubungan dengan kejadian kecelakaan kerja.
Direkomendasikan kepada perawat untuk bersikap positif terhadap prosedur pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam bentuk mendukung/ menyetujui segala program K3
khususnya untuk pencegahan kecelakaan kerja maka diusahakan adanya sikap yang pro aktif
untuk mengaplikasikan ilmu baru tentang pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.
Semakin pro aktif mengaplikasikan ilmu baru maka akan semakin bersikap positif tentang
pelaksanaan K3 sehingga akan mengurangi kejadian kecelakaan kerja.
Atas dasar rekomendasi diatas maka perlu adanya peran serta Rumah Sakit khususnya bagian
Komite K3RS untuk memberikan informasi dan ketetapan standar operasional prosedur yang
sesuai dengan pelaksanaan K3 secara bertahap dan menyeluruh
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa faktor yang
dapat memengaruhi tingkat pengetahuan K3 adalah pendidikan, usia, dan lama kerja .Semakin
tinggi pendidikan seseorang, pengetahuan yang dimilikinya semakin baik. Sedangkan Usia dapat
mempengaruhi tingkat kematangan seseorang dalam berpikir dan menangkap suatu hal yang
pada akhirnya dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Dan lama kerja membuat seorang
perawat memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak.
Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap perawat terhadap pencegahan cidera/
kecelakaan. Perawat yang memiliki sikap negative terhadap pencegahan cidera benda tajam
hampir dua kali cenderung terkena cidera benda tajam dibandingkan dengan yang bersikap
positif.
Saran
Diharapkan agar Pihak Manajemen Rumah Sakit bersama dengan Komite Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) agar meningkatkan pengetahuan perawat mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) diharapkan timbul peningkatan sikap positif perawat
tentang K3 serta timbul kesadaran pribadi dan membudayakan K3.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2009), Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Yogjakarta: Pustaka Belajar

Fauzi, M. F. B. (2018). HUBUNGAN TINDAKAN TENAGA PERAWAT DENGAN


PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP ASPEK KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA DI RUMAH SAKIT USU. (Skripsi FK USU).

Hanifa, N. D., Respati, T., & Susanti, Y. (2017). Hubungan Pengetahuan dengan Upaya
Penerapan K3 pada Perawat. Bandung Meeting on Global Medicine & Health (BaMGMH),
1(1), 144-149.

Ismiralda S, (2013), Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Perawat terhadap Pelaksanaan Pencegahan
Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2012.

Kharismasari, C. N. (2018). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU K3 DENGAN


BUDAYA K3 BAGI PERAWAT DI RUMAH SAKIT WIDODO NGAWI. (Skripsi FIK
Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Kumayas, P. E., Kawatu, P. A. T., & Warouw, F. (2019). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN
SIKAP DENGAN PENERAPAN KESEHATAN DAN KESEAMATAN KERJA (K3) PADA
PERAWAT DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK III MANADO. Jurnal KESMAS, 8(7),
366-371.

Kuncoro, T. (2012). HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN KUALITAS


KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DALAM PENERAPAN
SISTEM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT XY TAHUN 2011. (Doctoral
dissertation, Tesis FKM UI).
Nazirah, R., & Yuswardi. (2017). PERILAKU PERAWAT DALAM PENERAPAN
MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI ACEH. Idea Nursing
Journal, 7(3).

Putri, S., Santoso., & Rahayu, E. P. (2018). PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA TERHADAP KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PERAWAT
RUMAH SAKIT. Jurnal Endurance, 3(2), 271-277.

Rifai, M. (2017). HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PARTISIPASI KESELAMATAN


DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PERAWAT DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN
KERJA DI RUMAH SAKIT X YOGYAKARTA. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 4(3), 88-92.

Simamora, R. H. (2018). Buku ajar


keselamatanpasienmelaluitimbangterimapasienberbasiskomunikasiefektif:
SBAR. Medan: USUpress.

Simamora, R. H. (2019). Buku ajar pelaksanaanidentifikasipasien. UwaisInspirasi


Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai