Anda di halaman 1dari 23

PROGRAM PELATIHAN KEBAKARAN DI GEDUNG PERKANTORAN

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Oleh

Akbar Joni Hidayah

17020093

PROGRAM STUDI FIRE AND SAFETY


AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN
INDRAMAYU
2020
PROGRAM PELATIHAN KEBAKARAN DI GEDUNG PERKANTORAN

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Oleh

Akbar Joni Hidayah

17020093

PROGRAM STUDI FIRE AND SAFETY


AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN
INDRAMAYU
2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN

PROGRAM PELATIHAN KEBAKARAN DI GEDUNG PERKANTORAN

Oleh

Akbar Joni Hidayah

17020093

Disusun untuk memenuhi persyaratan melaksanakan Kerja Praktik

Pendidikan Diploma III (D-III) pada Program Studi Fire and

Safety Akamigas Balongan Indramayu

Indramayu, November 2020

Dosen Pembimbing

Wifandi Raymond TPS, S.T., M.Eng

NIDN -

ii
PROGRAM PELATIHAN KEBAKARAN DI GEDUNG
PERKANTORAN

Nama : Akbar Joni Hidayah

NIM : 17020093

Dosen Pembimbing : Wifandi Raymond TPS, S.T., M.Eng

ABSTRAK

Kebakaran pada bangunan gedung dapat menimbulkan kerugian berupa korban


manusia, harta benda terganggunya kegiatan organisasi, kerusakan lingkungan
dan terganggunya ketenangan masyarakat. Di Amerika, dari 15.300 kebakaran
gedung bertingkat terdapat 990 korban dan 6,1% diantaranya korban meninggal.
Maka harus dilakukan upaya pencegahan kebakaran salah satunya dengan
menerapkan sistem tanggap darurat yang didalamnya terdapat fasilitas pemadam
dan sarana penyelamat diri. Tujuan dari penelitian ini untuk mengindentifi kasi
dan merancang kebutuhan APAR dan sarana penyelamat diri yang masih belum
terpenuhi

Kata kunci: darurat kebakaran, sarana penyelamat diri, APAR

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga

Penyusun dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik ini.

Laporan ini berjudul Manajemen Kesehatan Kerja Di Rumah

Sakit. Perwujudan Laporan ini adalah berkat bantuan dari

berbagai pihak sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Oleh

karena itu, pada kesempatan kali ini perkenankanlah penulis

untuk mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs H.Nadudin Islami, Msi selaku ketua yayasan bina


islami;

2. Ibu Hj. Hanifah Handayani, MT selaku direktur akamigas


balongan;

3. Bapak Amiroel Pribadi, BSC, MM, SKM, MKKK selaku


Kepala

Prodi Fire and Safety

4. Bapak Wifandi Raymond TPS, S.T., M.Eng Selaku Dosen


Pembimbing

5. Orang Tua yang selalu saya cintai dan tak pernah lelah
membimbing;

6. Keluarga yang tak pernah berhenti mendukung saya dalam


pengerjaan

Laporan Tugas akhir ini;

7. Teman-teman Fire and Safety Akamigas Balongan, Indramayu;

Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak


terdapat kekurangan baik dilihat dari segi menyajikan data maupun

penulisannya. Kritik dan saran yang bersifat membangun demi

perbaikan Laporan lain dan selanjutnya. Semoga proposal ini dapat

dipakai sebagaimana mestinya dan dapat bermanfaat baik bagi

pembaca atau penulis itu sendiri,

Indramayu, November 2020

Penyusun

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran gedung perkantoran merupakan suatu ancaman bagi

keselamatan pegawai, aset barang milik negara maupun lingkungan. Kerugian

material paling besar adalah kehilangan dokumen-dokumen penting terkait

masyarakat umum. Kebakaran adalah api yang tidak terkendali artinya diluar

kemampuan dan keinginan manusia. Kebakaran sangat merugikan karena

dapat mengganggu produktivitas nasional dan menurunkan kesejahteraan

masyarakatnya (Ramli, 2010).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung, bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang

menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di

atas dan atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat

manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,

kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun

kegiatan khusus (RI, 2002).

Kebakaran dipengaruhi oleh pekerja, pekerjaan, dan lingkungan kerja.

Pekerja merupakan komponen yang sangat penting dalam pencegahan

kebakaran dan melakukan tindakan segera jika terjadi kebakaran. Untuk

mencegah dan meminimalkan risiko kebakaran, seluruh pegawai yang ada di


gedung perlu siap-siaga terhadap kebakaran. Kesiapsiagaan adalah suatu

sikap untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak

diinginkan, yang akan menimbulkan kerugian baik fisik, material maupun

mental spiritual. Tanggap darurat adalah tindakan segera untuk mengatasi

kebakaran yang terjadi dengan mengerahkan sumber daya uang tersedia,

sebelum bantuan dari luar datang (Ramli, 2010).

Dalam kesiapsiagaan menghadapi kebakaran, diperlukan berbagai upaya,

antara Iain mengatur rencana evakuasi, membuat prosedur evakuasi, membuat

route evakuasi dan pengamanannya, latihan evakuasi, latihan menguasai asap,

pendidikan evakuasi, pertolongan pertama pada korban kebakaran (Depnaker,

1987). Kesiapsiagaan kebakaran sangat penting agar potensi kebakaran dapat

dikurangi dan dampaknya dapat diminimalisasi.

Kebakaran dipengaruhi oleh pekerja, pekerjaan, dan lingkungan kerja.

kebakaran dan melakukan tindakan segera jika terjadi kebakaran. Untuk

mencegah dan meminimalkan risiko kebakaran, seluruh pegawai yang ada di

gedung perlu siap-siaga terhadap kebakaran. Kesiapsiagaan adalah suatu

sikap untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak

diinginkan, yang akan menimbulkan kerugian baik fisik, material maupun

mental spiritual. Tanggap darurat adalah tindakan segera untuk mengatasi

kebakaran yang terjadi dengan mengerahkan sumber daya uang tersedia,

sebelum bantuan dari luar datang (Ramli, 2010).

Dalam kesiapsiagaan menghadapi kebakaran, diperlukan berbagai upaya,

antara Iain mengatur rencana evakuasi, membuat prosedur evakuasi,


membuat route evakuasi dan pengamanannya, latihan evakuasi, latihan

menguasai asap, pendidikan evakuasi, pertolongan pertama pada korban

kebakaran (Depnaker, 1987). Kesiapsiagaan kebakaran sangat penting agar

potensi kebakaran dapat dikurangi dan dampaknya dapat diminimalisasi.

Kesiapsiagaan dipengaruhi Oleh berbagai faktor seperti pengetahuan, sikap,

Kebakaran dipengaruhi oleh pekerja, pekerjaan, dan lingkungan kerja.

Pekerja merupakan komponen yang sangat penting dalam pencegahan

kebakaran dan melakukan tindakan segera jika terjadi kebakaran. Untuk

mencegah dan meminimalkan risiko kebakaran, seluruh pegawai yang ada di

gedung perlu siap-siaga terhadap kebakaran. Kesiapsiagaan adalah suatu

sikap untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak

diinginkan, yang akan menimbulkan kerugian baik fisik, material maupun

mental spiritual. Tanggap darurat adalah tindakan segera untuk mengatasi

kebakaran yang terjadi dengan mengerahkan sumber daya uang tersedia,

sebelum bantuan dari luar datang (Ramli, 2010).

Dalam kesiapsiagaan menghadapi kebakaran, diperlukan berbagai upaya,

antara Iain mengatur rencana evakuasi, membuat prosedur evakuasi, membuat

route evakuasi dan pengamanannya, latihan evakuasi, latihan menguasai asap,

pendidikan evakuasi, pertolongan pertama pada korban kebakaran (Depnaker,

1987). Kesiapsiagaan kebakaran sangat penting agar potensi kebakaran dapat

dikurangi dan dampaknya dapat diminimalisasi.


Kesiapsiagaan dipengaruhi Oleh berbagai faktor seperti pengetahuan, sikap,

peralatan terkait pemadaman kebakaran. Pengetahuan dan sikap merupakan

faktor predisposisi dalam perilaku kesehatan termasuk kesiapsiagaan dalam

menghadapi kebakaran (Green et al. , 1980) dalam (Notoatmojo, 2007).

Beberapa penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan

kebakaran

1.2 Tema

Tema yang akan di ambil dalam melaksanakan study literatur untuk kerja

praktik ini adalah tentang kebakaran di gedung perkantoran

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan pelaksanaan kerja

praktik ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

1. Mempelajari Basic Training dari Kebakaran dan Evakuasi di Gedung

Perkantoran
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mempelajari Program Training Pengunaan APAR Yang Baik dan

Benar

2. Mengetahui Program Training Evakuasi Jika Terjadi Kebakaran

3. Mempelajari Sistem Proteksi Kebakaran di Gedung Perkantoran

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa

1. Dapat Memahami Bagaimana Cara Evakuasi Yang benar

2. Dapat Memberikan Kontribusi Kepada Perusahaan Tempat Mahasiswa

Melakukan Keja Praktik

3. Memaksimalkan Ilmu di Bidang Fire and Safety Yangdi Miliki Oleh

Mahasiswa
1.4.2 Bagi Akademi Minyak dan Gas Balongan

1. Meningkatkan Kapasitas Dan Kualitas Pendidikan Dengan Melibatkan

Tenaga Kerja Terampil dari Pembimbing di Lapangan

2. Tersususnya Kurikulum Yang Sesuai di Lapangan

3. Terjadinya Suatu Jaringan Kerjasama Dengan Institusi Tempat

Magang Dalam Upaya Meningkatkan Keterkaitan dan Kesepadanan Antara

Substansi Akademik dengan Kegiatan Manajemen Maupun Operasional

Institusi Tempat Kerja Praaktik

v
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Kebakaran

Kebakaran merupakan salah satu bencana yang sangat sering terjadi

khusunya di daerah perkotaan padat penduduk. Penanggulangan bahaya

kebakaran merupakan salah satu bagian dari Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3). Berikut beberapa contoh perundang – undangan mengenai

pencegahaan dan penanggulangan bahaya kebakaran :

a. Perda Pemko Medan No. 16 Tahun 2002 pasal 8 tentang

Penanggulangan Bahaya Kebakaran dengan kewajiban pemasangan

Hidran.

b. Peraturan Menteri Pekerja Umum No.26/PRT/M/2008 tentang

Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan.

c. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.11/KPTS/2000

tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di

Perkotaan. Selama tahun 2012 – 2013 tercatat sekitar 9 kasus

kebakaran di Medan, sedang di Jakarta setiap tahun timbul kasus

kebakaran 800 kasus dengan rata – rata 67 kali perbulan atau dua kali

setiap harinya. Tingginya angka kebakaran ini sangatlah

memprihatinkan dan sejauh ini belum diupayakan secara maksimal

untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran. Kebakaran dapat


mengakibatkan bencana karena akan memusnahkan segala harta benda

bahkan dapat menimbulkan korban jiwa dalam jumlah yang

besar. Menurut Ramli (2010) dalam bukunya Pedoman Praktis Manajemen

Bencana menjelaskan pengertian bencana berdasarkan National Fire

Protenction Assosiation (NFPA) 1600 adalah kejadian dimana sumber

daya, personal atau material yang tersedia tidak dapat mengendalikan

kejadian luar biasa tersebut yang dapat mengancam nyawa, sumber

daya fisik, dan lingkungan. Menurut PerMen PU

No.26/PRT/M/2008, bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan

oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak

awal kebakaran hingga penjalaran api yang menimbulkan asap dan gas.

Menurut NFPA kebakaran dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa

oksidasi yang melibatkan tiga unsur yaitu bahan bakar, oksigen, dan

sumber energy atau panas yang berakibat menimbulkan kerugian harta

benda, cidera, bahkan kematian

2.1.2 Konsep Kebakaran

Kebakaran terjadi karena api kecil yang tidak segera dipadamkan.

Untuk menimbulkan api harus ada 3 unsur yang saling berhubungan,

yaitu oksigen, bahan yang dapat terbakar (bahan bakar), dan peningkatan

suhu adalah teori api. Ketiga unsur tersebut disebut dengan istilah
‘Segitiga Api’. Jika ketiga unsur tersebut masih ada maka kebakaran

tidak akan padam

a. Bahan Bakar (yang harus menjadi / berbentuk uap) Bahan bakar dapat

berupa padat, cair dan gas. Bahan bakar yang dapat terbakar yang

bercampur dengan oksigen dari udara .

b. Oksigen (yang cukup untuk menentukan titik penyalaan) Oksigen

merupakan kebutuhan dasar yang mutlak diperlukan oleh makhluk

hidup, kendaraan bermotor, maupun industri. Sumber oksigen adalah

dari udara, dimana dibutuhkan paling sedikit sekitar 15% volume

oksigen dalam udara agar terjadi pembakaran. Tanpa adanya oksigen

maka proses kebakaran pun tidak dapat terjadi .

c. Panas Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu penyalaan

sehingga dapat mendukung terjadinya kebakaran. Sumber panas antara

lain: panas matahari, permukaan yang panas, nyala terbuka, gesekan,

reaksi kimia eksotermis, energi listrik, dan percikan api listrik, api las /

potong.
2.1.3 Faktor Terjadinya Kebakaran

a. Faktor Manusia kelalaian, kecerobohan, kurang hati-hati dan

kurang waspada terhadap aturan pemakai/konsumen energi listrik

merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya kebakaran listrik .

b. Faktor Teknis Kebakaran dapat terjadi karena faktor teknis.

Faktor teknis meliputi proses kimia, tenaga listrik, dan fisik/ mekanis .

c. Faktor Alam Kebakaran dapat terjadi secara alami antara lain

disebabkan oleh petir, letusan gunung berapi, batu bara yang terbakar .

Curah hujan juga merupakan faktor alam yang dapat mempengaruhi

peristiwa kebakaran

2.2 Sistem Proteksi Kebakaran

Setiap perencanaan tempat kerja harus mempertimbangkan

syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan upaya penanggulangan kebakaran .

Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah

sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana. Sistem

proteksi kebakaran digunakan untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem

proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi

bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.


1) Sistem proteksi pasif Sistem proteksi pasif adalah kemampuan

stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api,

kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang

ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan

asap kebakaran. Contoh beberapa sitem proteksi pasif

1. Sistem Kompartementasi (Pemisahan Bangunan Resiko

Kebakaran Tinggi).

2. Sarana Evakuasi dan Alat Bantu Evakuasi.

3. Sarana dan Sistem Pengendali Asap dan Api (Fire Damper,

Smoke Damper, Fire Stopping, dsj).

4. Fire Retardant (Sarana Pelambat Api).

2) Sarana proteksi kebakaran aktif berupa alat ataupun instalasi yang

disiapkan untuk mendeteksi dan atau memadamkan kebakaran. Di

antara sarana proteksi kebakaran aktif antara lain :

1. Detektor Asap, Api maupun Panas.

2. Alarm kebakaran otomatis maupun manual.

3. Tabung Pemadam / APAR (Alat Pemadam Api Ringan).

4. Sistem Hidran.

5. Sistem Springkler.
2.3 Kategori Kebakaran

Kategori kebakran adalah penggolongan kebakaran bedasarkan jenis

bahan yang terbakar. Dengan adanya kategori tersebut, akan lebih mudah

dalam pemilihan media pemadaman yang dipergunakan untuk

memadamkan kebakran.

Kategori Bedasarkan Per-04/MEN/1980

1. Kelas A- Kebakran bahan padat kecuali logam

2. Kelas B- Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar

3. Kelas C- Kebakaran instansi listrik bertenaga

4. Kelas D- Kebakaran logam

Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA 1 dibagi menjadi 4 kelas

yaitu:

1. Kelas A

Yaitu Kebakran pada material yang mudah terbakar , misalnya

kebakran kertas , kayu plastik, karet

2. Kelas B

Yaitu kebakran bahan cair yang mudah menimbulakn nyala

api(flammable) dan cairan yang mudah terbakar(combustible) misal

kebakran bensin, solven, cat, aspal

3. Kelas C

Yaitu kebakran listrik yang bertegangan tinggi


4. Kelas D

Yaitu Kebakran Logam, misalnya magnesium, Titanium,

Sodium

5. Kelas K

Kebakaran pada perlatan memasak dimana termasuk medianya

seperti minyak sayur-sayuran dan hewan, dan lemak

2.4 Pelatihan Simulasi Kebakaran

Pelaksanaan pelatihan simulasi tanggap darurat kebakaran ini

merupakan komponen penting dalam manajemen penanggulangan

kebakaran yang sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.

186 Tahun 1999 pasal 2 ayat (2) huruf e yaitu menyelenggarakan latihan

dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala. Pelaksanaan

simulasi darurat bertujuan untuk menguji tingkat kewaspadaan dan

pemahaman pelaksanaan prosedur tanggap darurat bagi personil

organisasi tanggap darurat dan menguji tingkat kehandalan sarana

prasarana darurat serta keikutsertaan seluruh personil tim

penanggulangan dalam latihan penanggulangan kebakaran dan evakuasi

dapat menentukan kemampuan personil tim saat menghadapi kondisi

darurat. Pelatihan simulasi tanggap darurat dilakukan secara rutin setiap

tahun sekali dengan jenis dan derajat kesulitan darurat yang berbeda.
Pelatihan simulasi tanggap darurat diselenggarakan akan menjelang

lomba K3, yaitu bulan Februari. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan

simulasi keadaan darurat kebakaran dengan jumlah peserta 200 karyawan

perusahaan, menunjukkan bahwa kurang diterapkannya prosedur tanggap

darurat yang mengacu pada pedoman tanggap darurat dari PJB Pusat.

Evaluasi pelatihan simulasi meliputi pelaksanaan simulasi tanggap

darurat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan skenario, proteksi dan

deteksi pemadam kebakaran, evakuasi dilaksanakan dengan mengarahkan

seluruh penghuni gedung berkumpul di assembly point dan selesai

pelaksanaan simulasi tanggap darurat dilakukan konsolidasi secara umum

dan baik.

2.5 Evakuasi

Secara ideal , semua bangunan harus mempunyai sekurang-

kurangnya dua jalur evakuasi pada dua arah yang bertentangan terhadap

setiap kebakaran yang terjadi pada sembarang tempat pada bangunan,

sehingga tidak seorangpun terpaksa bergerak ke arah api untuk

menyelamatkan diri . Jalan-jalan penyelamatan harus dipelihara bersih ,

tidak terhalang oleh barang-barang , mudah terlihat dan di beri tanda

yang jelas

Tempat berkumpul adalah suatu tempat yang aman digunakan untuk

mengumpulkan semua penghuni bangunan setelah proses evakuasi


berlangsung. Tempat berkumpul yang memenuhi syarat yaitu terdapat

dua titik tempat berkumpul setelah evakuasi. Hal ini sesuai dengan

standar yang ditentukan dalam NFPA 101.

2.5.1 Peta Evakuasi

Peta evakuasi yang terbaru harus dipasang dan di tempatkan di

beberapa lokasi strategis pada setiap perkantoran, peta-peta ini harus

menunjukan pintu keluar terdekat, pintu keluar cadangan, dan titik

pertemuan. Para pekerja harus di beritahu untuk mengingat rute utama

mereka dan rute cadangan bila jalan keluar utama tertutup dan lagi Tanda

petunjuk arah jalan keluar merupakan bagian yang penting dari seluruh

strategi keamanan terhadap kebakaran di gedung untuk memberikan

informasi yang baik membantu atau mempermudah penghuni dengan

menunjukkan arah menuju tempat aman. Tanda petunjuk arah jalan

keluar merupakan bagian yang penting dari seluruh strategi keamanan

terhadap kebakaran di gedung. Gedung administrasi ini memiliki tanda

menuju jalan keluar terlihat jelas dan mempunyai huruf dan simbol

berukuran tepat dengan latar kontras berwarna hijau. Hal ini sesuai

dengan standar yang ditentukan dalam NFPA 101.

vi
BAB III

METODOLOGI PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

3.1 Pendahuluan

Dalam melaksanakan kerja praktek, penting untuk di tetapkan

metode yang akan ditempuh untuk menunjang pelaksanaan kerja praktek

itu sendiri, adapun metode yang akan di ambil ialah dengan

menggunakan study literature, jenis data yang digunakan adalah data

sekunder, mode pengumpulan data adalah studi pustaka. Data yang akan

diperoleh akan di pelajari, dianalisis disimpulkan sehingga mendapat

kesimpulan study literature mengenai Pelatihan Kebakaran di Gedung

Perkantoran/Gedung Bertingkat

3.2 Pengambilan data

Teknik pengambilan data menggunakan adalah study literature.

Teknik pengambilan data ini dilakukan dengan cara memperoleh data

dari buku-buku, jurnal ilmiah, regulasi atau standar nasional maupun

internasional, atau sumber lain yang membahas mengenai Pelathian

Kebakaran di Gedung Perkantoran/Gedung Bertingkat sebagai bahan

dalam penyusunan laporan.


3.3 Pengolahan Data

Metode ini digunakan untuk mencari dan dengan mempelajari

berbagai literasi untuk mengetahui latar belakang mengenai data yang

ada pada gedung perkantoran. Dengan menggunakan metode ini

penyajian akan lebih terperinci

Data yang diperoleh dioalh dengan metode styudy literatur yanitu

dengan cara mengumpulkan literasi atau topik dan teori mengenai

pelatihan kebakaran di gedung perkantoran dengan mengkaji hasil

literatur dengan bedasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya

yang berhubungan dengan pelatihan kebakaran di gedung perkantoran

mencari sebab kebakaran, cara evakuasi, dan sistem proteksi kebakaran

3.4 Metode Literatur

Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai tema kerja praktek

dengan menelaah literatur-literatur yang berhubungan dan bersesuaian,

baik literatur dari gedung

vii

Anda mungkin juga menyukai