Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY. L DENGAN DIAGNOSA POST OP FRAKTUR

DI KLINIK KING CARE KOTA KUPANG

OLEH

KELOMPOK 1

YAYASAN MARANATHA NUSA TENGGARA TIMUR

AKADEMI KEPERAWATAN MARANATHA GROUPS

2022
A. KONSEP DASAR TEORI
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif. Et, al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C.
dalam Buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap.
Fraktur adalah patah atau retak pada tulang yang utuh.Biasanya fraktur
disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,baik
berupa langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat, 2010).
2. Klasifikasi
a) Berdasarkan sifat fraktur
1. Fraktur tertutup, bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2. Fraktur terbuka, bila terdapat hubungan antara hungan fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit
b) Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur
1. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
2. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang
c) Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
3. Fraktur spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksila fleksi
yang mendorong tulang kearah permukaan lain.
5. Fraktur Avulasi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksis otot pada insersinya pada tulang.
d) Berdasarkan jumlah garis patah
1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebuh dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
e) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a. Pergeseran searah sumbu dan overlapping
b. Pergeseran yang membentuk sudut
c. Pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh
d. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
e. Fraktur patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses
patologis tulang

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan


jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan


lunak
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan
3. Tingkat 2: fraktur yang lebuh berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan
4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancamab sindroma kompartement.
3. Etiologi
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vector kekekrasan.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan otot dapat
berupa pemuntiran, pembekuan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan. (Oswari E, 1993)
4. Manifestasi Klinis
a) Nyeri, bengkak, nyeri tekan pada daerah fraktur. Pada tulang traumatic dan
cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah terjadi patah tulang
terjadi spasme otot yang menambahkan rasa nyeri.
b) Deformitas (perubahan bentuk tulang), Pergeseran fragmen pada fragmen
lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c) Mungkin tampak jelas posisi tulang dan ektrimitas yang tidak alami
d) Pembengkakan di sekitar fraktur akan menyebabkan proses peradangan
e) Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian terdekat
f) Gerakan abnormal
g) Gangguan sensasi atau rasa kesemutan, yang mengisyaratkan terjadi
kerusakan
h) Krepitasi suara gemeretak akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu
sama lain.
i) Flase movement (gerakan yang tak biasa).
5. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserp tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang, yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi darah putih.
6. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan sinar X dapat membuktikan fraktur tulang.
b) Scan tulang dapat membuktikan adanya fraktur stress
c) Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d) Hitung darah lengkap
e) Kreatinin trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
7. Penatalaksanaan
Secara umum komponen tatalaksana untuk fraktur :
a) Reduce (Reduksi) yaitu manipulasi tulang untuk mengembalikan kelurusan,
posisi dan panjang dengan mengembalikan fragmen tulang sedekat mungkin.
b) Hold (Mempertahankan reduksi). Metode yang tersedia untuk
mempertahankan reduksi adalah :
1. Traksi adalah imobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan yang
diterapkan pada suatu bagian distal anggota badan dengan tujuan
mengembalikan fragmen tulang ke tempat semula.
2. Pemakaian gips
3. Fiksasi internal yaitu fragmen tulang diikat dengan sekrup, pen, paku
pengikat, plat logam dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan
atau tanpa sekrup)
c) Exercise (Latihan) yaitu tindakan rehabilitatif guna memperbaiki kekuatan
sendi dan pergerakan otot.
8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada fraktur antara lain:
a) Trauma syaraf
b) Trauma pembuluh darah
c) Komplikasi tulang :
1. Delayed union : penyatuan tulang lambat
2. Non union (tidak bisa menyambung)
3. Mal union (salah sambung)
4. Kekakuan sendi
5. Nekrosis avaskuler
6. Osteoartritis
7. Reflek simpatik distrofi
d) Stress pasca traumatic
e) Dapat timbul embolik lemak setelah patah tulang, terutama tulang panjang.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama yang paling penting dalam proses
keperawatan. Jika langkah ini tidak di tangani dengan baik, perawat akan kehilangan
kontrol atas langkah-langkah selanjutnya dari proses keperawatan. Tanpa pengkajian
keperawatan yang tepat, tidak ada diagnose keperawatan, dan tanpa diagnose
keperawatan, tidak ada tindakan keperawatan mandiri. Pengkajian meliputi:
a. Identitas pasien
Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan, no. register,
tanggal MRS, alasan MRS, diagnosamedis.
b. Riwayat Keperawatan
a) Riwayat kesehatan yang lalu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit yang menyebabkan fraktur patologis
yang sering sulit untuk menyambung.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap pasien.Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan,dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
Subyektif:
a) Mengeluh/dilaporkan adanya :
- Nyeri/edema otot, sendi, tulang, dengan/tampa gerak
- Kelemahan ektremitas
- Keterbatas aktifitas dan gerakan
- Anoreksi, insomnia, frustasi, takut
Obyektif
a) Kesadaran umum
b) Tanda-tanda vital
c) Nyeri tekan
d) Sendi : kemerahan, bengkak, panas pada perabaan, nyeri tekan dan nyeri
pada gerakan serta keterbatasan sendi gerakan sendi.
e) Gangguan status neurovaskuler ektremitas (warna kulit anggota gerak
yang pucat serta disertai perabaan dingin)
f) Sulit bernapas
g) Deformitas
h) Krepitasi
i) Kontraktur (dapat terjadi akibat spasme yang terus menerus,pasca
trauma)
j) Postur/sikap badan serta cara berjalan
k) Luka
l) Pemakaian gips,kruk, alat bantu dan lain-lain.
m) Alergi
c. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi (penampilan umum/sikap, dan bentuk tubuh, jaringan lunak/otot,
kulit, tulang, dan sendi)
b) Palpasi (sendi, tulang, kulit)
c) Pemeriksaan nerology (hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot,
kebas/kesemutan)
d. Pemeriksaan psikososial
e. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan sinar X dapat membuktikan fraktur tulang.
b) Scan tulang dapat membuktikan adanya fraktur stress.
c) Arterigram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d) Hitung darah lengka: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SPD adalah respon stress normal
setelah trauma.
e) Kreatinin trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Prioritas perawatan
a) Mencegah cedera tulang/jaringan lanjut.
b) Menghilangkan nyeri.
c) Mencegah komplikasi.
d) Memberikan informasi tentang kondisi/prognosis dan kebutuhan
Pengobatan.
2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan d.d konsentrasi
menurun, bersikap seolah melihat sesuatu, distori sensori.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskletal d.d mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun dan rentang gerak
(ROM) menurun.
3. Resiko jatuh d.d kekuatan otot menurun, usia >65 tahun, semua aktifitas
dibantu.
3. Intervensi keperawatan
Nama klien/umur: Ny.L/ 76 Tahun

NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1 Resiko jatuh d.d kekuatan otot Luaran utama: Intervensi utama :
menurun,usia lebih dari 65 Tingkat jatuh Pencegahan jatuh
tahun,semua aktivitas di bantu. (L.14138) (I.14540)
Setelah dilakukan Tindakan
tindakan keperawatan Observasi
home care diharapkan - Identifikasi faktor
resiko jatuh (mis:
tingkat jatuh menurun
usia>65 tahun,
dengan kriteria hasil: gangguan penglihatan).
- Identifikasi faktor
- Jatuh dari tempat
lingkungan yang
tidur menurun (1) meningkatkan resiko
jatuh (mis:penerangan
- Jatuh saat kurang)
dipindahkan Terapeutik
menurun(1) - Atur tempat tidur
mekanis pada posisi
terendah.
Edukasi
- Anjurkan memanggil
perawat/keluarga jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
- Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan
tubuh.
2 Gangguan mobilitas fisik b.d Luaran utama: Intervensi utama:
Gangguan muskuloskletal d.d Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi
(I.05173)
mengeluh sulit menggerakkan (L.05042)
Observasi
ekstremitas, kekuatan otot menurun Setelah dilakukan - Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan
dan rentang gerak (ROM Menurun) tindakan keperawatan
fisik lainnya
home care diharapkan - Identifikasi tolransi
mobilitas fisik fisik melakukan
pergerakan.
meningkat dengan - Monitor kondisi
kriteria hasil: umum selama
melakukan mobilisasi
- Pergerakan
ektremitas cukup Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas
meningkat (4) mobilisasi dengan alat
- Rentang gerak bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
(ROM) cukup - Fasilitasi melakukan
meningkat (4) pergerakan jika perlu.
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan.

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini

3
Gangguan persepsi sensori b.d
gangguan penglihatan d.d konsentrasi Luaran utama: Intervensi utama:
Minimalisasi rangsangan
menurun,bersikap seolah melihat Persepsi sensori (I.08241)
Tindakan
sesuatu distorsi sensori (L.13124)
Observasi
Setelah dilakukan - Periksa status mental
status sensorik dan
tindakan keperawatan
tingkat kenyamanan
home care diharapkan (mis:nyeri dan
kelelahan).
persepsi sensori
membaik dengan Terapeutik
- Jadwalkan aktivitas
kriteria hasil:
harian dan waktu
- Verbalisasi melihat istirahat
bayangan Edukasi
menurun(1) - Ajarkan cara
- Distori sensori meminimalisasi
menurun(1) stimulus(mis:mengatur
- Perilaku halusinasi pencahayaan,
menurun (1) membatasi kunjungan)

4. Implementasi dan Evaluasi


No Diagnosa Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1 Gangguan mobilitas Tindakan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapakan mobilitas
fisik b.d gangguan Observasi
fisik meningkat dengan kriteria hasil
muskuloskletal d.d 1. Identifikasi sebagai berikut :
1. Kekuatan tubuh bagian atas
mengeluh sulit adanya nyeri atau
cukup meningkat (4)
menggerakkan keluhan fisik 2. Keluhan lelah cepat menurun
(4)
ekstremitas, lainnya.
kekuatan otot 2. Identifikasi
menurun dan toleransi fisik
rentang gerak melakukan
(ROM) menurun. pergerakan
3. Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktifitas
mobilisasi dengan
alat bantu (Mis.
Pagar tempat
tidur)
2. Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
3. Libatkan keluarga
intuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
2 Gangguan persepsi Tindakan : tindakan keperawatan diharapakan
gangguan persepsi sensori menurun
sensori b.d Observasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut :
gangguan 1. Memeriksa status 1. Verbalisasi melihat bayangan
menurun (1)
penglihatan d.d mental, status
2. Distori sensori menurun (1)
konsentrasi sensori, dan 3. Perilaku halusinasi menurun
(1)
menurun, bersikap tempat
seolah melihat kenyamanan (Mis.
sesuatu, distori Nyeri dan
sensori. kelelahan)
Terapeutik
1. Menjadwalkan
aktifitas harian dan
waktu istirahat.
Edukasi
1. Mengajarkan cara
meminimalisasi
stimulus (Mis.
Mengatur pencayaan,
membatasi kunjungan)
3 Resiko jatuh d.d Tidakan : Tindakan keperawatan Home care
diharapakan resiko jatuh menurun
kekuatan otot Observasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut :
menurun, usia>65 1. Mengidentifikasi 1. Jatuh dari tempat tidur
menurun (1)
tahun, semua faktor resiko jatuh
2. Jatuh saat dipindahkan
aktifitas dibantu. (Mis. Usia>65 menurun (1)
tahun, gangguan
penglihatan)
2. Mengidentifikasi
faktor lingkungan
yang
meningkatkan
resiko jatuh (Mis.
Penerangan
kurang)
Terapeutik
1. Mengatur
tempat tidur
mekanisme
pada posisi
terendah.
Edukasi
2. Menganjurkan
memanggil
perawat atau
keluarga jika
membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
3. Menganjurkan
bekonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan
tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s. Medikal Nursing : A Nursing
Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company 1995.
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Medikal Bedah, Edisi Bahasa Indonesia,
Vol. 8, Jakarta, 2001.
Capertino, Linda Juall. 1999. Rencana Diagnosa dan Dokumentasi
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif Ed. 2. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II Medika Aescula
Pius FKUI, Jakarta, 2000.
M. Clevo Rendi, Margareth TH. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam, Yogyakarta : Nunha Medika, 2012.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993
Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai