Anda di halaman 1dari 3

CIRI BERTAKWA, MENAHAN AMARAH DAN MEMAAFKAN

‫ َم ْن يَ ْه ِد‬،‫ت َأ ْع َمالِنَ ا‬ ِ ‫ َونَع ُْو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشر ُْو ِر َأ ْنفُ ِسنَا َو َس يَِّئا‬،ُ‫ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُره‬،ِ ‫َأ ْل َح ْم ُد هلِل‬
‫ك لَ هُ َوَأ ْش هَ ُد َأ َّن‬َ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن اَل اِلَهَ اِاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي‬،ُ‫ي لَه‬ َ ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَاَل هَا ِد‬ ِ ‫هللاُ فَاَل ُم‬
َ ‫ اَللَّهُ َّم‬،ُ‫ص فِيُّهُ َو َخلِ ْيلُ ه‬
ِ ‫ص لِّ َعلَى َس يِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل َس يِّ ِدنَا‬ َ ‫َس يِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ َو‬
‫ َأ َّما بَ ْع ُد‬،‫ُم َح َّم ٍد‬

ِ ‫ ُأ ْو‬، ُ‫فَيَا َأيُّهَا النَّاس‬


‫ َوا ْعلَ ُم ْوا‬،‫ َواتَّقُ ْوا هللاَ َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم فَقَ ْد فَا َز ْال ُمتَّقُ ْو َن‬،ِ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللا‬
‫ال تَ َعالَى فِي ِكتَابِ ِه ْال َك ِري ِْم فِي س ُْو َر ِة ااْل ِ ْس َرا ِء‬ َ َ‫َأ َّن هللاَ َخل‬
َ َ‫ َك َما ق‬،‫ق ُك َّل َش ْي ٍء َو َسبَّ َح لَهُ ُكلُّ َش ْي ٍء‬

Maasiral muslimin rahimakumullah

Kewajiban kita bersama yang paling utama ialah bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan
senantiasa meningkatkan nilai ketakwaan itu semampu kita. Kita juga wajib berusaha agar semua amal
dan perbuatan kita di dunia ini dapat terkontrol oleh nilai-nilai takwa yang ada dalam diri kita. Kita juga
wajib berharap memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar perjalanan hidup kita dan seluruh kaum
muslimin ini mendapatkan hidayah, taufiq, rahmat, dan ridho dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga
dapat mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Tentu itu semua harus disertai dengan amal yang saleh. Sebab
harapan yang tidak disertai dengan amal yang saleh itu hanyalah angan-angan belaka.

Maasiral muslimin rahimakumullah

Orang-orang yang arif selalu menginginkan keseimbangan antara mengamalkan memenuhi hak-hak Allah
dalam beribadah serta memenuhi hak-hak manusiawi dengan bermuamalah secara benar. Semakin
meluasnya fitnah di akhir zaman ini, semakin tidak terasa akan semakin menyeret amarah dan memancing
tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan syariat. Tidak sesuai dengan norma keagamaan.

Karena itu, sungguh dahsyat hati orang yang mampu menahan amarahnya. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman (surah Ali Imran 134);

َ ِ‫اس ۗ َوهَّللا ُ يُ ِحبُّ ْال ُمحْ ِسن‬


‫ين‬ َ ِ‫ين ْال َغ ْيظَ َو ْال َعاف‬
ِ َّ‫ين َع ِن الن‬ ِ ‫ضرَّا ِء َو ْال َك‬
َ ‫اظ ِم‬ َ ‫الَّ ِذ‬
َ ُ‫ين يُنفِق‬
َّ ‫ون فِي ال َّسرَّا ِء َوال‬
“Yaitu orang-orang yang berinfaq, baik di waktu lapang atau di waktu yang sempit dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang
berbuat kebaikan.”
 Maasiral muslimin

Artinya, ayat ini menggambarkan bahwa salah satu tanda orang yang bertakwa kepada Allah subhanahu
wa ta’ala adalah kemampuan mereka untuk mengendalikan amarahnya. Juga sebagai tanda kedewasaan
diri dan kematangan jati dirinya. Kematangan jiwanya. Artinya, semua itu kembali kepada masing-
masing pribadi yang mempunyai nilai-nilai takwa di dalam hatinya. Mereka bukanlah benda yang mati,
yang tidak memiliki perasaan, namun mereka memiliki hati yang tebal setebal baja yang mampu
meredam amarahnya.

Kepedihan hidup ini yang dirasakan. Kepahitan dalam hidup yang dirasakan, caci maki orang, tidak akan
mampu menggoyah kebijaksanaan dalam jiwanya. Caci maki dan tekanan-tekanan yang membuatnya
resah, tidak mampu menyedihkan dan menggoyahkannya dari bertakwa kepada Allah subhanahu wa
ta’ala.

Bagi mereka, kesabaran walaupun pahit adalah sebuah penantian yang akan memberikan hasil yang
manis bagi mereka nantinya. Sementara dendam dan amarah yang akan meluap-luap dalam hati akan
menyebabkan kesusahan yang berakhir pada kerugian dan penyesalan.

Maasiral muslimin rahimakumullah

Bila kita bertanya, apa faktor yang membuat mereka kuat menahan amarah. Tentu jawabannya adalah
keyakinan mereka yang sangat kuat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Orang-orang yang bertakwa lebih
memilih diam, tidak membalas dendam. Karena mereka yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan
membalasnya dengan lebih indah. Orang-orang yang bertakwa sangat yakin bahwa Allah subhanahu wa
ta’ala selalu melihat kondisi mereka, mendengar rintihan mereka, merasakan kepedihan mereka, dan
Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan diam atas semua itu.  

Maasiral muslimin rahimakumullah

Dalam beberapa kitab tafsir yang membicarakan tentang ayat ini, dikutip sebuah kisah indah tentang cucu
nabiyullah shallahu ‘alaihi wa sallam yakni Imam Ali Zainal Abidin. Ketika itu, Imam Ali Zainal Abidin
hendak melaksanakan shalat dan berwudlu. Ternyata hamba sahayanya membantu Imam Ali dengan
menuangkan air dari kendi. Namun tidak disangka, air di atas kendi itu tiba-tiba terjatuh dan melukai sang
Imam. Maka ketika itu Imam Ali Zainal Abidin menoleh kepadanya.

Saking takutnya, hamba sahaya ini seketika itu juga melafadkan ayat Allah; wa al-kaḍimina al-ghaida
yakni orang-orang yang mampu menahan amarahnya. Lalu Imam Zainal Abidin mengatakan, ‘Saya telah
menahan amarahku’. Selanjutnya budak ini mengatakan, ‘Wa al-‘afina an al-nas’. Lalu Imam Ali Zainal
Abidin berkata, ‘Saya sungguh telah memaafkan engkau’. Dan budak ini mengakhiri dengan, ‘Wallahu
yuhibbu al-muhsinin’. Maka Imam Ali Zainal Abidin mengatakan, ‘Sungguh demi Allah, engkau telah
merdeka karena Allah. Maka pergilah’.

Maasiral muslimin rahimakumullah

Begitu dekat Imam Zainal Abidin, begitu sontak hatinya ketika mendengar ayat yang dibacakan
dihadapannya dalam keadaan amarah. Langsung bisa meredam amarahnya dan bisa memaafkan
kesalahan orang lain.

Seperti itulah, yang diinginkan dari setiap pribadi-pribadi muslim. Ketika menghadapi kesalahan orang
lain, menghadapi kelalaian, baik disengaja ataupun tidak disengaja, maka secepat mungkin bisalah untuk
memaafkan dan meredam amarahnya. Lalu setelah itu Allah pasti membalasnya dengan lebih baik, dan
lebih indah. Semoga bermanfaat untuk kita beramal. Aamin ya rabba al-‘alamin.

‫ك ْال َعاَّل ِم َوهللاُ يَقُ ْو ُل َوبِقَ ْولِ ِه يَ ْهتَ ُد ْال ُمرْ تَض ُْو َن‬
ِ ِ‫ض النِّظَ ِام كَاَل ُم هللاِ ْال َمل‬
َ َ‫ِإ َّن َأحْ َس َن ْالكَاَل ِم َوَأ ْبي‬

‫صالِحًا فَلِنَ ْف ِس ِه َو َم ْن َأسٓا َء‬


َ ‫ َم ْن َع ِم َل‬ ،‫َّحي ِْم‬
ِ ‫الر‬ ‫ بِس ِْم هللاِ الرَّحْ َم ِن‬،‫ان ال َّر ِجي ِْم‬ ِ َ‫َأ ُع ْو ُذ بِاهلل ِم َن ال َّش ْيط‬
‫ظاَّل ٍم لِ ْل َعبِ ْي ِد‬
َ ِ‫ارب َُّك ب‬
َ ‫فَ َعلَ ْيهَا َو َم‬

ٓ ‫ك هللاُ لِي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ ٓا ِن ْال َع ِظي ِْم َونَفَ َعنِ ْي َوِإيَّا ُك ْم ِم َن ْا‬
. ‫أليَ ِة َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم َوتَقَبَّ َل هللاُ ِمنِّي‬ َ ‫بَا َر‬
‫َو ِم ْن ُك ْم تِاَل َوتَهُ ِإنَّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬

Anda mungkin juga menyukai