Laporan Pendahuluan Femurb Ibs Surabya
Laporan Pendahuluan Femurb Ibs Surabya
2. Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan dan fraktur dapat terjadi karena:
a. Trauma
Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekanan,
pemuntiran/penarikan. Bila terjadi kekuatan langsung tulang bisa patah
pada tempat yang terkena, jaringan lemak juga pasti rusak.
b. Pemukulan
Menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit.
c. Penghancuran
Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang
luas. Bila terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak
ditempat fraktur mungkin tidak ada.
d. Kelelahan/tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/
ulna. Biasanya pada olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola basket).
e. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah
(tumor) atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi
f. Fraktur stress/fatique fracture akibat peningkatan drastis tingkat latihan.
3. Manifestasi Klinis
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
Rotasi pemendekan tulang
Penekanan tulang
b. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan).
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi
4. Klasifikasi Fraktur
a. Berdasarkan luas/garis fraktur
1) Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
tulang.
2) Fraktur tidak komplit/incomplete
Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, misal:
Buckle fracture: terjadi pada lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
Green stick fracture: fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada
anak-anak, korteks tulang masih utuh begitu pula periosteum.
b. Berdasarkan posisi fragmen
1) Fraktur undisplaced/tidak bergeser
Tulang patah, posisi pada tempatnya normal/garis patah komplit tetapi
kedua fragmen tidak bergeser, periosteum masih utuh.
2) Fraktur displaced/bergeser
Ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah dan terjadi
pergeseran fragmen-fragmen tulang.
c. Berdasarkan bentuk/jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif
Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
2) Fraktur segmental
Garis patah lebih dari satu, tidak saling berhubungan karena tulang
tertekan menjadi beberapa bagian.
3) Fraktur multiple
Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang, tempat yang berlainan.
d. Berdasarkan tempat
Misal: Fraktur femur, fraktur humerus, fraktur radius, ulna, tibia, fibula,
vertebra dll.
e. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang.
2) Fraktur oblik
Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
3) Fraktur spinal
Fraktur tulang yang melingkari tulang.
4) Fraktur kompresi
Fraktur dimana 2 tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya.
5) Fraktur avulse
Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat inverse tendon
ataupun ligament.
f. Berdasarkan hubungan tulang dengan dunia luar
1) Fraktur tertutup (closed/simple fracture)
Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (open/compound fracture)
Karena terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan dikulit.
Menurut R. Gustillo (2001), Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajad:
a) Derajad I
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau komunitif ringan
Kontaminasi minimal
b) Derajat II
Laserasi > 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
Fraktur komunitif sedang
Kontaminasi sedang
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.Terbagi
atas:
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang tulang yang
terpapar/kontaminasi masif.
Jaringan lunak yang menutupi fraktur yang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi/fraktur segmental atau sangat
komunitif yang disebabkan trauma berenergi tanpa melihat
besar luasnya luka.
5. Komplikasi
a. Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak seharusnya.
b. Non-union
Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat
menyambung.
c. Delayed union
Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang
diperkirakan.
d. Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat
melalui logam bidai.
e. Cidera vaskuler dan saraf
Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
f. Fat-embolic syndrome/embolik lemak
Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan,
tachikardi, tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian.
g. Gangren gas
Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik
gram positif anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium
perfingers. Clostridium biasanya akan tubuh pada luka dalam yang
mengalami penurunan suplai O2 karena trauma otot.
h. Reflek symphathetic dystrophy
Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya
sistem saraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya
perlukaan.
i. Thrombo embolic complication
Terjadi pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.
j. Pressure sore (borok akibat tekanan)
Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi
nekrosis pada jaringan superficial
k. Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat
berupa hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus atau selama operasi.
l. Nekrosis avaskuler
Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen
tersebut mati. Sering terjadi pada fraktur caput femoris.
m. Kerusakan arteri
Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri,
pengisian kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada
kaki, saraf dan otot visera (thoraks dan abdomen).
n. Syock
Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat
hebat sehingga terjadilah syock.
o. Syndrome compartment
Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat
peningkatan tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang
berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan aliran darah
yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai
dengan edema, tidak adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka
ditinggikan atau digerakkan, pucat atau cyanosis, kaku dan paresis.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-
ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-
ray:
Bayangan jaringan lunak
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum, biomekanik,
rotasi
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang
c. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak/sobek karena trauma
berlebihan
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
1) Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur
2) Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
3) Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
4) Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara
normal
b. Beberapa intervensi yang diperlukan
1) Intervensi Terapeutik atau konservatif
Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah
sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau
pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan
mengurangi adanya komplikasi.
Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan
fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan,
edema dan nyeri
Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri
Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk
cegah syock
Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan
dan immobilisasi fragmen tulang
Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan
anestesi umum atau lokal.
2) Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
3) Intervensi farmakologis
Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative
diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
Anestesi dapat diberikan
Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada
pasca operasi
ATS diberikan pada pasien tulang complicated
4) Intervensi operatif
Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual
untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk
mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi.
Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen
atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian
tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara
langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk
memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan
tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah
penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong
tambahan.
Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan
digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan
pilihan adalah penggantian tulang.
8. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat
Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya trauma
(bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya
trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma
Obat-obatan yang sering digunakan
Kebiasaan minum-minuman keras
Nutrisi
Pekerjaan atau hobby
b. Pemeriksaan fisik
Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan
pasien, integritas kulit, nyeri.
c. Aktivitas atau istirahat
Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung
pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada
jaringan dan rasa nyeri.
d. Sirkulasi
Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang
disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau
menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena
keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian jaringan
menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan adanya
darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan.
e. Neurosensori
Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku
atau tak terasa (parestesia), perubahan total, pemendekan, kekakuan
abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas.
f. Rasa nyaman
Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan atau
kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan terputusnya
saraf, otot spasme setelah immobilisasi.
g. Keamanan
Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak.
h. Tempat fraktur dan sistem jaringan
Edema
Perubahan warna
Parestesia dengan numbness dan tingling karena ketidakseimbangan
aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai
organ/peningkatan tekanan jaringan
Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan
tertekannya saraf
Kulit terbuka dan tertutup
Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup
apabila tulang masih berada didalam kulit
Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada
saat kedua tulang saling bergerak
Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena
i. Sistem yang diperhatikan
Pallor atau pucat
Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen
dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam jaringan.
Confusion
Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O2 dan
mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan kebingungan.
Dyspnea
Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau
myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik
dan mengakibatkan sesak napas.
Shock
Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya
arteri dari perdarahan
Diaphoresis atau keringat banyak
Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi
banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan
banyak keringat.
Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan
9. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
d. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
e. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta :
Media Aesculapius.
Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarth’s Textbook of Medical
Surgical Nursing. 8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah)
http://fakhrudin87.blogspot.com/2010/08/asuhan-keperawatan-fraktur-
femur.html. tanggal akses 30 Juni 2013
http://exsimple.blogspot.com/2010/07/kti-fraktur-femur.html. tanggal akses 30
Juni 2013